PENDAHULUAN
1.1 Pemicu
Hariyanto berumur 28 tahun adalah seorang yang berpenghasilan cukup
besar. Hariyanto merupakan anak tertua dari 5 bersaudara, kedua orangtuanya
tampak sehat-sehat saja, ayahnya berusia 55 tahun dan ibunya berusia 53 tahun.
Adik bungsu Hariyanto yang berumur 12 tahun bernama Farel memiliki
penampilan tubuh yang berbeda dengan saudara-saudaranya. Wajahnya khas
dengan kedua matanya terkesan berjauhan serta lidah tampak lebih besar dari
kebanyakan teman sebayanya. Farel juga mengalami kesulitan belajar.
Pada suatu kesempatan Hariyanto menjalani test kesehatan di Klinik
Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja dan pada saat yang bersamaan, secara tidak
sengaja ia bertemu Endang Lestari, gadis yang selama ini menjadi kekasihnya.
Dari kesimpulan pemeriksaan ternyata Hariyanto dinyatakan sehat sedangkan
Endang Lestari, pada lembaran hasil pemeriksaan laboratorium darah tertulis:
kadar hemoglobin 10 gr % dan gambaran darah tepi ditemukan sel target positif.
Hariyanto ingin sekali mengetahui interpretasi dari kadar hemoglobin 10 gr %
dan gambaran darah tepi ditemukan sel target positif, untuk itu ia berkonsultasi
dengan dokter keluarga apakah bila ia menikah dengan gadis Melayu ini akan
mendapat keturunan yang sehat, tidak seperti kelainan yang dialami oleh
adiknya maupun kekasihnya itu.
1
trombosit, yang ditemukan di sirkulasi darah dan
tidak dianggap asing oleh sistem limfatik, limfa, dan
hati.
Sel target (+) : eritrosit tipis abnormal yang bila diwarnai
menunjukkan bagian tengah gelap yang dikelilingi
oleh cincin pucat tak berwarna dan cincin
hemoglobin di perifer.
2
1.5 Analisis Masalah
1.6 Hipotesis
Farel dan Endang memiliki kelainan genetik yang disebabkan oleh
kelainan pembelahan sel/kromosom. Dan apabila Endang dan Hariyanto
menikah maka keturunan mereka memiliki kelainan genetik.
3
10. Kelainan apa yang dialami Farel? Jelaskan!
11. Apa hubungan kelainan genetik yang dialami Farel dengan kesulitan
belajarnya?
12. Apa definisi Hb, cara pemeriksaan, fungsi, dan dimana terdapatnya?
13. Berapa kadar normal Hb manusia?
14. Kelainan apa yang dialami Endang? Jelaskan!
15. Apakah terdapat hubungan antara sel target (+) terhadap kelainan genetik
yang dialami Endang?
16. Apa definisi gen?
17. Apa saja faktor yang menyebabkan ekspresi gen?
18. Bagaimana mekanisme penurunan sifat?
19. Apa definisi konseling genetik?
20. Bagaimana tujuan dan manfaat konseling genetik?
21. Apa kemungkinan keturunan Heri dan Endang?
22. Bagaimana penurunan penyakit lainnya (buta warna, albino, dan hiper-
tensi)?
23. Berapa persentase anak Endang dan Hariyanto menderita albino, buta
warna, dan hipertensi?
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
pembelahan sampai di daerah sentromer dan diikat oleh kinetokor disebut
mikrotubula kinetokor. Mikrotubula lain yang memancar dari kutub tetapi
tidak diikat oleh kinetokor disebut mikrotubula kutub.
Selain mikrotubula, sitoskelet lain yang berperan terutama pada
tahap sitokinesis adalah cincin kontraktil yang tersusun dari filamen aktin
dan miosin.
Seperti telah dijelaskan di atas bahwa mitosis meliputi tahap
kariokinesis yang akan segera di susul dengan tahap sitokinesis.
6
menjadi komponen-komponen penyusunannya. Komponen-
komponen inti tersebut terlarut di sekitar sel yang membelah.
2) Prometafase
Pecahnya selubung inti menyebabkan mikrotubula yang
tadinya berada di luar inti dapat memasuki daerah inti. Akhir
prometafase ditandai dengan bergeraknya kromosom ke bidang
ekuator pembelahan.
o Pecahnya selubung nukleus. Mikrotubula masuk daerah nukleus.
o Mikrotubula yang diikat kinetokor pada sentromer disebut
mikrotubula kinetokor.
o Lainnya disebut mikrotubula kutub dan mikrotubula astral.
3) Metafase
Pada tahap metaphase ini diawali dengan pengaturan letak dan
arah kromosom oleh mikrotubula kinetokor sehingga setiap
kromosom menghadap kutub masing-masing. Selanjutnya mikro-
tubula kinetokor menggerakkan kromosom ke bidang ekuator.
7
Kromosom tertata di tengah bidang ekuator. Kromosom dapat tertatat
pada bidang ekuator karena adanya gaya tarik yang sama kuat dari
masing-masing kutub pembelahan.
o Mikrotubula kinetokor mengatur letak dan arah kromosom
sehingga tiap kinetokor menghadap kutub masing-masing.
o Mikrotubula kinetokor menggerakan kromosom ke bidang
ekuator.
o Kedudukan kromosom selanjutnya diatur oleh gaya tarik sama
kuat dari kutub pembelahan.
4) Anafase
Diawali dengan terbelahnya kromosom menjadi dua kromatida,
masing-masing dengan sebuah kinetokor. Kromatida tersebut akan
bergerak ke arah kutub pembelahan masing-masing karena
memendeknya mikrotubula kinetokor secara tiba-tiba disebut sebgai
anaphase A dengan saling menjauhnya kutub mitosis disebut anaphase
B. Setelah kromatida-kromatida tersebut berkumpul di kutub
pembalahan masing-masing, kariokinesis akan memasuki tahap
telofase.
o Diawali terbelahnya kromosom menjadi dua kromatida masing-
masing dengan sebuah kinetokor.
o Setiap kromatida bergerak ke kutub selanjutnya berkumpul di
kutup pembelahan tersebut.
o Pemindahan kromatida karena pendekatan m. Kinetokor (Anafase
A) dan saling menjauhnya kutub mitosis (Anafase B).
5) Telofase
Diawali dengan terakitnya kembali selubung nucleus di
sekeliling tiap kelompok kromosom baru. Mikrotubula kinetokor
menghilang, tetapi mikrotubula kutub masih tetap ada. Telofase akan
mengakhiri serangkaian proses panjang kariokinesis, untuk
selanjutnya masuk ke fase sitokinesis.
8
o Selubung nukleus terakhir kembali di sekeliling tiap kelompok
kromosom baru.
o M. Kinetokor menghalang.
o M. Kutub masih panjang.
c. Pembelahan meiosis[3]
Pembelahan sel secara meiosis atau reduksi yang sering pula
dinyatakan sebagai pembelahan “heterotypic division”, berlangsung dalam
pembentukan sel-sel kelamin. Dengan demikian sangat berkaitan dengan
tumbuh-tumbuhan yang melangsungkan pembiakannya secara generatif.
Dalam siklus hidup tumbuhan yang membiak secara seksual,
terdapat dua kejadian sitologis dan genetis yang fundamental, yaitu:
1. Bersatunya gamet-gamet atau sel-sel kelamin untuk membentuk zigot.
Proses ini disebut juga singami. Zigot akamn memiliki dua kali jumlah
kromosom yang dimiliki gamet. Oleh karena gamet dikatakan bersifat
haploid (n kromosom), maka zigot bersifat diploid (2n kromosom).
2. Pembentukan gamet-gamet atau sel-sel kelamin. Olehindividu itu
diploid, sedangkan gamet itu haploid, maka pembentukan gamet-gamet
9
harus didahului oleh pembelahan inti yang berlangsung demikian rupa
sehingga jumlah kromosom dari inti sel individu itu diparoh.
Pembelahan inti ini disebut meiosis yang prosesnya berlainan sekali
dengan mitosis.
10
Leptonema. Dimana kromosom diploid yang jumlahnya 4
tampak seperti benang panjang, tunggal dan tipis.
Zigonema. Dimana ke4 kromosom itu salng berikatan
membentuk pasangan yang disebut sinapsis.
Pakhinema. Dimana kromosom menjadi pendek dan tebal.
Diplonema. Masing-maing kromosom membelah memanjang
sehingga membentuk kromotid. Empat kromotid itu dinamaka
tetrad.
Diakinesis. Kromatid-kromatid yang tak serupa (artinya dari
sentromer yang berlainan) dapat bersilang. Tempat
persilangan ini disebut khiasama. Ditempat tersbut kromatid
akan putus dan segmen dari satu kromatid akan bersambungan
dengan potongan segmen kromatid yang lain. Pristiwa tersebut
dinamkan pindah silang (crossing over). Dengan adanya
pindah silang maka terjadilah penukaran gen-gen, sehingga
terbentuk kombinasi baru.
b) Metafase I
Kromosom-kromosom menempatkan diri di tengah sel, yaitu
di bidang ekuaorial sel. Ada perbedaan antara metafase mitosis
dengan metaphase dari meiosis I. Pada metaphase mitosis
sentromer dari setiap kromosom teratur letaknya pada bidang
tengah dari sel, sedang pada metaphase yang terdapat di bidang
tengah sel adalah daerah sentromer dari bivalen. Jadi perbedaan
utama ialah bahwa yang terdapat di bidang ekuatorial sel pada
metaphase mitosis adalah kromosom-kromosom tunggal,
sedangkan pada metaphase meiosis I adalah pasangan-pasnangan
kromosom homolog.
c) Anafase I
Kromosom homolog yang mengadakan sinapsis mulai
bergerak untuk berpisah (terjadi “disjunction”).Disini pun ada
perbedaan antara anaphase mitosis dengan anaphase meiosis I.
Pada anaphase mitosis, kromatid serupa (“sister chromatids”)
11
memisahkan diri menjadi kromosom bebas dan bergerak menuju ke
kutub spindle yang berlawanan.Pada anaphase meiosis I, kromatid-
kromatid serupa (“sister chromatids) yang menyususn tiap
kromosom tetap berhubungan pada daerah sentromer. Daerah
sentromer dari kromosom-kromosom homolog dalam tiap bivalen
menjauhkan diri dan bergerak ke kututb spindle yang berlawanan
letaknya. Berarti bahwa setiap kromosom masih tersusun atas dua
kromatid yang masih berhubungan pada daerah sentromer.
d) Telofase I
Tibanya kromosom-kromosom di kutu spindle menandakan
berakhirnya anaphase I dan dimulainya telofase I. Dinding nucleus
dan nucleolus terbentuk lagi terbentuk lagi seperti pada telofase
mitosis. Akan tetapi pada telofase meiosis, jumlah kromosom
haploid terdapat dalam nucleus yang baru dibentuk. Pada gambar
tiap nucleus mengandung dua kromosom. Bukannya jumlah
diploidnya 4. Akan tetapi tidak seperti telofase mitosis, tiap
kromosom itu tersusun dari dua kromatid.Apabila kitamenghitung
banyaknya kromatid (pada contoh ini ada empat) maka data diambil
kesimpulan bahwa reduksi (diparohnya) jumlah kromosom belum
berlangsung secara sempurna.Akibatnya terdapatlah dua genom,
ialah dua set gen atau informasi genetik yang lengkap.Untuk
tercapainya reduksi dalam pengandungan genom maupun jumlah
kromosom, maka diperlukan berlangsung pembelahan meiosis II.
2. Meiosis II
a) Profase II
Fase ini dapat dimulai setelah ada interfase yang waktunya
pendek sekali.Pada beberapa makhluk bahkan tidak terdapat
interfas, sehingga telofase I langsung dilanjutkan ke profase II, dan
kadang-kadang dijumpai pula kasus dari telofase I langsung ke
metaphase II. Apabila perubahan-perubahan yang terjadi di dalam
nucleus diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya maka ada
12
dugaan bahwa berbagai stadia yang berlangsung selama meiosis II
ini sama dengan berbagai stadia selama mitosis. Bahkan ada orang
yang mempunyai anggapan bahwa meiosis II adalah pembelahan
mitosis. Anggapan demikian itu tidak benar sama sekali karena
beberapa alasan, yaitu:
Kromosom yang dobel dalam profase mitosis merupakan hasil
duplikasi dari bahan genetic selama interfase. Kromosom
profaseII juga kelihatan dobel, tetapi bukan hasil duplikasi dari
bahan genetic.
Kromatid-kromatid yang menyusun kromosom mitosis adalah
kromatid serupa (“sister chromatids”), berart bahwa kromatid-
kromatid itu seluruhnya identic satu sama lain. Kromatid-
kromatid pada profase II bukannya kromatid-kromatid
serupayang sejati karena mungkin sekali terjadi pindah silang
di bagian mana saja dari tiap kromosom. Hanya bagian-bagian
tertentu dari kromatid-kromatid yang berbeda dari tiap
kromosom.
Meiosis II berguna untuk memisahkan kromatid-kromatid yang
berbeda dari tiap kromosom.
Meiosis II menghasilkan reduksi yang sempurna
Meiosis II menghasilkan kombinasi baru dari gen-gen yang
berasal dari induk jantan dan induk betina salam generasi
sebelumnya.
Meiosis II adalah esensial untuk proses seksual
b) Metafase II
Kromosom tunggal, masing-masing dari dua kromatid yang
terikat pada daerah sentromer, terletak pada bidang ekuator dan
memperlihatkan gambaran seperti pada metaphase
mitosis.Kromatid-kromatid saling memisah di daerah sentromer.
Spindel pada metaphase II ini terbentuktegak lurus terhadap letak
spindle pada metaphase I.
13
c) Anafase II
Setelah memisahnya dua kromatid selesai, maka kromatid-
kromatid bergerak ke kutub spindle yang berlawanan.Sekarang
terlaksanalah reduksi dari jumlah kromosom.
d) Telofase II
Nukleus pada telofase II mengandung kromosom-kromosom
yang kini tunggal.Gambar di bawah memperlihatkan reduksi dari
jumlah kromosom dan genom. Juga tampak bahwa nukleus dari
tetrad secara genetic memiliki dua tipe, yaitu:
1. Dua sel yang dihasilkan adalah “AB” yang telah menerima
kromosom dengan alel “A” dan yang lain dengan alel “B”
2. Dua sel lainnya adalah “ab”
Perlu diingat bahwa gen-gen pada kromosom yang terpisah
itu mengadakan segregasi secara bebas. Jadi apabila kromosom
yang memiliki gen “A” dan “b” mengarah ke suatu kutub lainnya,
maka sebagai hasil meiosis akan didapatkan kombinasi genetic
“Ab” dan “aB”.
14
Gambar: Fase Meiosis II
15
Manusia memiliki 46 kromosom (XX/XY) yang menentukan jenis kelamin.[2]
Setiap kromosom terdiri atas satu molekul DNA yang sangat panjang dan
protein-protein yang terasosiasi dengan DNA tersebut. Kromosom bakteri
biasanya terdiri atas 1 molekul DNA melingkar tunggal dan kromossom bakteri
ditemukan di wilayah nukleoid yang tidak terselubung oleh membran.[3]
16
2.4 Definisi Kelainan Genetik
Penyakit genetik atau kelainan genetik adalah kondisi yang disebabkan
oleh kelainan satu atau lebih gen yang menyebabkan kondisi fenotipe klinis.
Kelainan genetika (genetic abnormally) adalah sebuah kondisi kelainan oleh
satu atau lebih gen yang menyebabkan sebuah kondisi fenotipe klinis atau
merupakan penyimpangan dari sifat umum. Penyakit Genetika (genetic
disorder) adalah penyakit yang muncul karena tidak berfungsinya faktor-faktor
genetik yang tidak mengatur struktur dan fungsi fisiologi tubuh manusia.
Penyakit genetika disebabkan oleh adanya kelainan gen yang di turunkan saat
terjadinya pembuahan sel sperma terhadap ovum. Penyakit genetika bisa saja
diturunkan dari orang tua yang sehat, namun memiliki gen yang rusak sehingga
si anak memiliki gen yang rusak juga. Selain itu, bisa juga disebabkan oleh
adanya ketidak normalan jumlah kromosom antara kromosom X dan Y. Juga
bisa karena kerapuhan sindrom X yang disebabkan adanya mutasi gen berulang.
Ketidak normalan jumlah kromosom dapat dilihat dari standar disasi jumlah
krosom pada manusia. Pada manusia , formula kromosom kaum pria yakni
46,XY atau dapat ditulis 44+xy , sedangkan kaum wanita yakni 46,xx , atau
dapat di tulis 44+ xx .[6]
17
- Penyakit genetika yang disebabkan kelainan autosom: Sindroma Down
(Mongolid syndrome), Sindroma Patau, Sindroma Edwards, dan
Sindroma "Cri-du-chat".
- Penyakit genetika yang disebabkan kelainan gonosom: Sindroma
Turner, Sindroma Klinefelter, Sindroma Superfemale/Triple -X atau
Trisomi X, dan Supermale. Kelainan gonosom ini menyebabkan
seseorang dianggap memiliki kelamin ganda.
b. Single Gene
Kelainan genetika lainnya yakni single gene atau monogenetic
disorders. Kelainan genetika ini bisa menyebabkan penyakit Huntington
dan Cystic fibrosis.
c. Kelainan Multifaktoral
Kelainan genetika multifaktorial tak hanya disebabkan oleh kelainan
gen, tapi juga dari lingkungan.
d. Kelainan Mitokondrial
Kelainan ini disebabkan adanya mutasi pada kromosom sitoplasma
mitokondria. Penurunan kelainan mitokondria diturunkan secara maternal.
Pada saat pembuahan sperma terhadap ovum, mitokondria sperma tidak
melebur ke dalam ovum. Penyakit genetika yang disebabkan kelainan
mitokondrial yakni Leber Hereditary Optic Neuropathy (LHON).[8]
18
sama sekali. Kromosom-kromosom lainnya biasanya terdistribusi secara
normal. Jika salah satu dari antara gamet-gamet yang menyimpang ini
bersatu dengan gamet normal pada waktu pembuahan, keturunannya akan
memilki jumlah kromosom yang tidak normal, disebut aneuploid. Jika
kromosom hadir dalam bentuk triplikat (rangkap 3) didalam telur yang
telah dibuahi (sehingga selnya mempunyai jumlah total kromosom 2n+1),
sel aneuploidnya disebut trisomik. Jika satu kromosom hilang (sehingga
sel memiliki jumlah kromosom 2n-1), maka sel aneuploidnya disebut sel
monosomik untuk kromosom itu.
Beberapa organisme memiliki lebih dari 2 set kromosom yang
lengkap. Istilah umum untuk perubahan kromosom ini adalah poliploid,
dengan istilah spesifik triploid (3n) dan tetraploid (4n) yang masing-
masing menujukkan 3 atau 4 set kromosom. Satu cara suatu sel tripoid
dapat dihasilkan adalah dengan fertilisasi dari telur diploid abnormal yang
dihasilkan oleh nondisjungsi dari kromosomnya. Satu contoh keelakaan
yang akan mengahsilka tetraploid adalah kegagalan zigot 2n membelah diri
setelah mereplikasi kromosom-kromosomnya. Nitosis berikutnya, akan
menghasilkan sebuah embrio 4n.
b. Perubahan struktur kromosom
Pecahnya sebuah kromosom dapat menyebabkan terjadinya empat
macam perubahan pada struktur kromosom. Delesi dapat terjadi ketika
sebuah fragmen kromosom yang tidak memiliki sentromer hilang pada saat
pembelahan sel. Kromosom tempat fragmen tersebut berasal kemudian
akan kehilangan gen-gen tertentu. Namun, dalam beberapa kasus, fragmen
tersebut dapat berikatan dengan kromosom homolog, menghasilkan
duplikasi. Fragmen tersebut juga dapat meelekat kembali pada kromosom
asalnya tetapi arahnya terbalik, menghasilkan inversi. Hasil keempat yang
bisa terjadi akibat pecahnya kromosom adalah fragmen tersebtu bergabung
dengan suatu kromosom nonhomolog, suatu penyusunan ulang yang
disebut translokasi.
Delesi dan duplikasi terutama cenderung terjadi selama meiosis.
Kromatid-kromatid homolog (bukan saudara) kadang-kadang berpisah dan
19
bergabung kembali di temapt yang “tidak tepat”, sehingga salah satu
pasangan akan melepaskan gen yang lebih banyak dibandingkan dengan
yang didapatkan oleh kromatid itu. Hasil dari persilangan yag tidak timbal
balik itu adalah salah satu kromosom dengan delesi dan satu kromosom
dengan duplikasi.
Selain itu, secara umum faktor-faktor yang menyebabkan kelainan
kromosom dapat dikelompokkan menjadi lima, yaitu:[1]
a. Faktor genetik
Terjadi kelainan pada kromosom autosomal. Contohnya seperti Kelainan
dalam jumlah kromosom (contoh: syndrome down)
b. Faktor prenatal
Terjadi saat perkembangan janin,meliputi kesehatan fisik, psikologis, dan
nutrisi maternal selama kehamilan
c. Diturunkan dari salah satu orang tua yang membawa kelainan kromosom
d. Secara spontan (dengan sendirinya) pada saat proses reproduksi
e. Usia ibu pada saat hamil
20
Cara lain adalah dengan skrining janin lewat cairan amnion atau ketuban
ibu hamil pada usia kehamilan 16-20 minggu. Air ketuban diambil sebanyak 20
ml dan dimasukkan ke dalam tabung. Kemudian tabung diputar-putar hingga
muncul endapan yang merupakan sel-sel janin. Selanjutnya, sel-sel ini
dimasukkan ke dalam botol dan dicampur dengan medianya, lalu ditempatkan
di tempat bersuhu 37oC. Proses ini memakan waktu selama dua minggu untuk
memisahkan kromosom-kromosomnya. Pemeriksaan cara ini dilakukan bila
ada indikasi: wanita hamil di atas usia 35 tahun; umur suami lebih dari 65 tahun;
bila ada anak atau saudara kandung si janin yang mengalami cacat/retardasi
mental/sindrom down; ibu pernah mengalami keguguran lebih dari 2 kali dan
tak diketahui penyebabnya; terdapat kecurigaan pada janin ada kelainan fisik,
semisal dari hasil USG diketahui lehernya tebal, mukanya mongoloid, atau
tangannya menggenggam; dan bila janin ada tanda-tanda pertumbuhan
terhambat.[9]
Selain dua cara tersebut, pemeriksaan kromosom juga dapat dilakukan
dengan beberapa cara seperti berikut:[3]
a. Amniocentesis
Amniocentesis biasanya dilakukan saat kehamilan memasuki
trimester kedua (antara minggu ke-15 hingga minggu ke-20) atau
menjelang kelahiran saat paru-paru bayi sudah terbentuk sempurna. Pada
tes ini dokter akan memasukkan jarum yang sangat kecil ke bagian dinding
perut sampai masuk ke bagian rahim untuk mengambil contoh cairan
ketuban dari kantong yang menyelimuti janin. Cairan ini kemudian
dianalisa di laboratorium untuk mengetahui ada tidaknya kelainan genetik
atau kromosom.
b. Chorionic villus sampling
Cara ini lebih akurat untuk mendeteksi ketidaknormalan kromosom,
Pertama adalah dengan menyuntikkan jarum yang sangat pipih dan kecil
ke bagian perut ibu hamil untuk mengambil contoh sel dari plasenta yang
disebut chorionic villi.
21
2.8 Hubungan Ras terhadap Kelainan Genetik
Lanni et al., (2004) telah melaporkan prevalensi carrier thalassemia-β dan
Hb-E untuk masyarakat Batak sebesar 1,5% dan 0%, Melayu 5,2% dan 4,3%,
Jawa 3,2% dan 4,8%. Dari penelitian tersebut, dapat dilihat bahwa prevalensi
carrier thalassemia-β dan Hb-E merupakan yang paling besar dibandingkan
dengan ras yang lainnya, yaitu 5,2%. Tetapi penelitian ini tidak dapat
membuktikan adanya hubungan antara penyakit Thalasemia dengan ras
Melayu.[10]
Kelainan yang dialami oleh Farel tersebut merupakan gejala dari penyakit
down Syndrome. Down syndrome merupakan penyakit kelainan kromosom
yang paling umum dan penyebab secara genetik keterbelakangan mental.
Penyakit ini terjadi karena adanya tambahan salinan kromosom 21. Oleh
karenia itu, down syndrome disebut juga trisomi 21.[11]
Ketika bayi dikandung, sel sperma dari ayah dan sel telur dari ibu
mengalami pengurangan dari jumlah total kromosom dari 46 menjadi 23.
Terkadang terjadi kesalahan dalam proses reduksi ini dan bukannya
22
menurunkan 23 kromosom pada bayi, orang tua akan menurunkan pada 24
kromosom. Peristiwa ini disebut nondisjunction dan itu terjadi 95% dalam kasus
down syndrome. Oleh karena itu, bayi menerima kromosom ekstra pada saat
pembuahan. Pada down syndrome, kromosom yang berlebihan adalah
kromosom 21. Karena kromosom ekstra ini 21, individu yang terkena dengan
down syndrome memiliki 47 bukan 46 kromosom.[11]
Dalam 1-2% kasus down syndrome, sel telur dan sel sperma mengandung
jumlah kromosom yang tepat, masing-masing 23 buah kromosom. Masalah
terjadi beberapa waktu pembuahan – fase ketika sel mengalami pembelahan
dengan cepat. Satu sel mengalami pembelahan yang tidak norma, menciptakan
sebaris sel dengan salinan tambahan kromosom 21. Bentuk kelainan genetik ini
disebut mosaicism. Individu dengan penyakit down syndrome memiliki dua tipe
sel; dengan jumlah normal sebanyak 46 kromosom dan yang biasanya terjadi
pada penyakit down syndrome 47 kromosom. Pada umumnya, individu yang
terpengaruh oleh bentuk mosaik dari down syndrome ini memiliki lebih sedikit
tanda dan gejala parah penyakit tersebut.[11]
Kesalahan peristiwa genetik yang umumnya jarang terjadi sebagai
penyebab down syndrome adalah translokasi. Selama pembelahan sel, entah
bagaimana kromosom 21 berhenti. Patahan dari kromosom ini kemudian
terpasang dengan kromosom lain. Setiap sel tetap memiliki 46 kromosom, tetapi
dengan tambahan pasang kromosom 21 menyebabkan tanda dan gejala dari
down syndrome. Translokasi terjadi sebesar 3-4 % dalam kasus down
syndrome.[11]
23
2.12 Definisi, Fungsi, Letak, dan Cara Pemeriksaan Hb
Hemogobin atau yang disingkat Hb, merupakan pigmen merah pembawa
oksigen pada eritrosit dan dibentuk pada eritrosit yang berkembang pada
sumsum tulang.[2] Hemoglobin terdapat pada sel darah merah (eritrosit). Proses
pembentukan Hb berkaitan dengan proses pembuatan sel darah merah. Sel
darah merah diganti/diproduksi oleh sumsum tulang. Prosesnya pembntukan sel
darah merah disebut Eritropoesis. Dalam proses ini, ketika mencapai tahap
persiapan eritrosit untuk meninggalkan sumsum tulang terdiri dari beberapa
tahap, termasuk didalamnya sintesis Hb.[13]
Terdapat dua metode pemeriksaan Hb, yaitu metode Tallquist dan metode
Sahli.[14] Pemeriksaan Hb dengan metode Tallquist dilakukan dengan
membandingkan warna darah yang diambil dengan kertas saring, dengan warna
pada kertas skala. Kekurangan dari pemeriksaan dengan metode ini adalah
seringkali terdapat kesalahan dalam mengukur. Hal ini disebabkan oleh warna
skala yang dapat berubah, sehingga memerlukan kejelian mata pengamat.[14]
Selain metode Tallquist, terdapat metode lain yang dapat digunakan dalam
pemeriksaan Hb, yaitu metode Sahli. Pemeriksaan Hb dengan metode ini
menggunakan alat berupa pipet Sahli. Pengukuran dilakukan dengan melihat
skala berupa batang-batang gelas. Kekurangan dari pemeriksaan dengan metode
ini adalah semakin bertambahnya usia pemakaian alat, batang-batang pada
gelas dapat berubah warna, sehingga menyulitkan pengamat.[14]
24
Gambar: Alat untuk pemeriksaan darah metode Sahli
Sumber: www.google.com
Kadar hemoglobin yang tinggi dapat dijumpai pada orang yang tinggal di
daerah dataran tinggi dan perokok. Beberapa penyakit seperti radang paru paru,
25
tumor dan gangguan sumsum tulang juga bisa meningkatkan kadar hemoglobin.
Hemoglobin di dalam sumsum tulang juga dibentuk protein. Hemoglobin, suatu
bahan penting dalam eritrosit dibentuk dalam sumsum tulang.[15]
Kadar hemoglobin dalam darah yang rendah dikenal dengan istilah
anemia. Ada banyak penyebab anemia diantaranya yang paling sering adalah
perdarahan, kurang gizi, gangguan sumsum tulang, pengobatan kemoterapi dan
abnormalitas hemoglobin bawaan.[15]
26
klinisnya. Beta thalasemia mayor biasanya menyebabkan anemia berat yang
dapat terjadi selama berbulan-bulan setelah kelahiran. Apabila tidak diobati,
dapat menyebabkan penyakit pada pertumbuhan dan perkembangan, serta
komplikasi lainnya yang dapat menurunkan harapan hidup. Untungnya, pada
beberapa negera maju, beta thalasemia dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan
pada awal kehamilan, sebelum gejala berkembang. Anak-anak yang telah
teridentifikasi lebih awal dapat memulai terapi transfusi darah terus-menerus.
Meskipun terapi transfusi mencegah banyak komplikasi dari anemia, tubuh
tidak mampu mengeliminasi kelebihan zat besi yang terkandung dalam darah
yang ditransfusikan. Seiring waktu, zat besi dalam darah yang berlebihan pada
jaringan dan organ menyebabkan kerusakan dan kegagalan organ. Pengobatan
lain harus diberikan untuk membantu tubuh menghilangkan kelebihan zat besi
dan mencegah komplikasi dari zat besi yang berlebihan. Beta thalasemia
intermedia merupakan penyakit yang individunya mengalami anemia tingkat
sedang dan hanya membutuhkan transfusi darah sekali-kali.[17]
27
yang mengatur ekspresi gen yaitu sekuens pengontrol ekspresi gen (regulatory
sequence).[19]
28
Pada beberapa ciri genetik, individu heterozigot berbeda dengan
individu homozigot untuk gen yang normal, dan juga berbeda dengan
individuhomozigot untuk gen mutan. Pewarisan intermedier adalah suatu
istilah yang kadang-kadang dipakai untuk pewarisan semacam ini, dan gen
yang mempunyai ekspresi parsial dalm keadaan heterozigot disebut
dominan tidak lengkap (“incompletely dominant”).
d. Pewarisan Terangkai-Seks (“Sex-Linked”)
Pewarisan ini terlihat pada pola silsilah gen-gen yang terletak pada
salah satu kromosom seks. Gen yang terletak pada kromosom X disebut
terangkai-X (X-Linked). Gen yang terletak pada kromosom Y disebut
terangkai-Y (Y-Linked). Istilah lain yang kadang-kadang dipakai adalah
perangkaian seks parsial (partial sex linked). Ini berlaku untuk gen-gen yang
terletak pada apa yang dianggap bagian-bagian yang homolog pada
kromosom X dan Y, dan diduga bahwa selama meiosis bagian-bagian yang
homolog pada kromosom seks tersebut berpasangan, dan sebagai akibat
adanya pindah-silang (crossing-over), maka satu gen dapat berpindah dari
kromosom X ke kromosom Y atau sebaliknya.
e. Alel Multipel
Alel multipel terjadi karena gen normal mengalami mutasi
sehingga menghasilkan berbagai gen yang berbeda, yang beberapa
diantaranya bersifat dominan dan yang lain resesif terhadap gen normal.
f. Pewarisan Multifaktoral
Kelainan juga dapat disebabkan oleh banyak gen (poligenik)
ditambah dengan pengaruh lingkungan, yaitu apa yang disebut pewarisan
multifaktoral. Ciri-ciri normal yang diwariskan dengan cara ini adalah:
inteligensi, tinggi badan, warna kulit, jumlah total rigi sidik jari, beberapa
komponen refraksi mata dan mungkin tekanan darah. Ciri-ciri abnormal
yang dapat diwariskan dengan cara ini adalah: kelainan congenital tertentu,
hipertensi, diabetes mellitus, spondilitis ankilosa, arthritis rheumatoid,
ulkus peptic dan penyakit jantung iskemik.
29
2.19 Definisi Konseling Genetik
Konseling genetika didefinisikan sebagai proses komunikasi yang
berkaitan dengan masalah kesehatan manusia yang berhubungan dengan
kejadian atau resiko kekambuhan dari penyakit genetik dalam suatu
keluarga.[21]
30
*Ayah = normal = th dan th
*Ibu = carrier = Th dan th
31
b. Albino[11]
Albino merupakan kondisi turunan yang disebabkan karena
kurangnya pigmen pada rambut, kulit, atau mata. Anak-anak mewarisi gen
albino dari orang tua mereka. Meskipun kedua orang tua memiliki
pigmentasi yang normal, apabila kedua orang tua merupakan pembawa gen
resesif, ada peluang satu dari empat bahwa anak mereka akan mengalami
albino. Sebuah kelainan genetic terterntu menyebabkan tyrosinasenegative
oculocutaneous albinism (Tipe 1A). Pada tipe ini yang juga disebut ty-neg
albinism, tubuh tidak dapat mengubah asam amino tirosin menjadi pigmen.
Gen untuk memproduksi enzim yang terkait dengan ty-neg albinism terletak
pada kromosom 11 dan kromosom 9.
Wanita yang membawa X-linked ocular albinism mungkin memiliki
penglihatan yang normal, akan tetapi mereka memilki peluang sebesar satu
dari dua untuk menurunkannya pada putra mereka. Jenis albino ini terjadi
terutama pada laki-laki karena gen yang menyebabkan hal tersebut terletak
pada kromosom X. Karena laki-laki hanya memiliki satu kromosom X,
kelainan genetik pada kromosom ini akan hampir selalu diekspresikan.
c. Hipertensi[23]
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik
dan diastolik dengan konsisten di atas 140/90mmHg.
Karakteristik multifaktoral
• Beberapa gen mengontrol sifat
• Tidak diturunkan secara dominan atau resesif
• Gen mengontrol kontribusi dalam jumlah yang sedikit
• Faktor lingkungan berinteraksi dengan gen-gen dalam menghasilkan
fenotip
32
2.23 Presentasi Keturunan Hariyanto dan Endang Menderita Buta Warna,
Albino, dan Hipertensi
a. Buta Warna
Pada kasus ibu sebagai carrier, berikut persentase keturunan mereka:
Diketahui:
*Ayah = normal = XC dan Y
*Ibu = carrier = XC dan Xc
33
b. Albino
Pada kasus salah satu orang tua sebagai carrier, berikut persentase
keturunan mereka:
c. Hipertensi
Hipertensi merupakan kelainan multifaktorial. Pola hereditas dari
suatu penyakit multifaktoral tidak dapat dipastikan secara menyeluruh
34
dibanding dengan penyakit nonmultifaktoral, namun seseorang yang
memiliki riwayat keluarga penderita hipertensi memiliki kemungkinan
lebih besar terkena hipertensi ketimbang dengan tidak memiliki riwayat
keluarga hipertensi, tapi ingatlah masih ada faktor lain yang berkontribusi
dalam munculnya hipertensi ini.[23]
35
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Farel mengidap down syndrome dan Endang mengidap Thalasemia B
minor, serta kemungkinan keturunan yang akan dimiliki oleh Endang dan
Hariyanto apabila mereka menikah adalah 50% Thalassemia B minor dan 50%
normal.
36
DAFTAR PUSTAKA
37
17. The Gale Encyclopedia of Genetic Disorder Volume 2. (2002). Michigan, USA:
Gale Group.
18. Soeparman SW. (1996). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: FKUI.
19. Fatchiyah; Arumingtyas, EL; Widyarti, S; & Rahayu, S. (2011). Biologi
Molekular: Prinsip dasar analisis. Jakarta: Erlangga.
20. Emery, Alan. E.H. (1992). Dasar-dasar Genetika Kedokteran. Yogyakarta:
Yayasan Essentia Medica
21. Rujito L. (2010). Konseling Genetik, Strategi Mengontrol Penyakit Genetik Di
Indonesia. Mandala Health 4.
22. Azmi Elvita, Feldi Widianto, Maimanah Et al. GENETIKA DASAR. PEKAN
BARU. 2012. FK UNRI.
23. Baradero, M., Wilfrid Dayrit, Yakobus Siswadi. (2008). Klien Gangguan
Kardiovaskular. Jakarta: EGC
38