Anda di halaman 1dari 13

TUGAS FITOTERAPI

“TANAMAN TEMULAWAK”

OLEH:

KELAS A-KELOMPOK 3

Clarista Apriani U 1820364004

Devi Maya Anggraeni 1820364007

Dewanty Malasari P. 1820364008

Dewi Oktavia Carolina T. 1820364009

Dewi Sinta Setyaning B. 1820364010

Diana Mulyana 1820364013

Dinny Fitriani 1820364014

PROFESI APOTEKER XXXVI

UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA

2018
BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu komoditas rimpang yang banyak digunakan sebagai pengobatan adalah
temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb). Tanaman ini di Jawa dan Madura dikenal dengan
temulawak, sementara di Sunda disebut koneng gede (Mahendra 2005). Temulawak tumbuh
dengan baik di dataran rendah sampai ketinggian 1.500 m di atas permukaan laut (Rukmana
2004). Temulawak termasuk famili Zingiberaceae dan satu dari sembilan jenis tanaman obat
unggulan yang juga bermanfaat sebagai kosmetik (Nurjannah et al. 1994; Hernani 2001).
Temulawak dapat mengatasi gangguan hati, meningkatkan produksi dan sekresi empedu,
antiinflamasi, penambah nafsu makan, obat asma, antioksidan, menghambat penggumpalan
darah, dan menurunkan kadar SGPT dan SGOT (Syahid dan Hadipoentyanti 2001; Afifah dan
Tim Lentera 2003).

Temulawak merupakan tanaman asli Indonesia, tinggi tanaman bisa mencapai 2 m.


Rimpang terdiri atas rimpang induk (empu) yang berbentuk jorong (gelendong) bewarna kuning
tua atau cokelat kemerahan (bagian dalam bewarna jingga cokelat) dan rimpang cabang yang
keluar dari rimpang induk, ukurannya lebih kecil dan tumbuh menyamping (warnanya lebih
muda) (Dalimartha 2000). Temulawak dalam olahan pangan juga berfungsi meningkatkan
keanekaragaman pangan, sekaligus memperpanjang masa simpan karena temulawak cepat dan
mudah rusak. Dalam industri pangan, temulawak dapat diolah menjadi simplisia, tepung, pati,
minuman instan, kue kering, manisan, mi, kerupuk, stick, cake, dodol dan permen jeli. Makalah
ini bertujuan untuk memaparkan kandungan rimpang temulawak, manfaat, penanganan
pascapanen, dan berbagai aneka olahan temulawak.

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu tanaman obat yang
banyak digunakan sebagai bahan baku dalam industri jamu dan farmasi. Beberapa penelitian
yang telah dilakukan menemukan bahwa di dalam temulawak terdapat senyawa kurkuminoid
yang diketahui mempunyai aktivitas antioksidan (Nurcholis et al., 2012). Kurkumin berfungsi
untuk mengurangi kerusakan oksidatif dan defisit memori yang terkait dengan penuaan. Secara
khusus, kurkumin telah terbukti mengurangi kerusakan oksidatif dan patologi amiloid pada
demensia Alzheimer (Frautschy et al., 2001).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. MONOGRAFI TEMULAWAK (FHI).


a) Rimpang Temulawak (Curcumae Xanthorrhizae Rhizoma)
Rimpang temulawak adalah rimpang Curcumae Xanthorrhizae Roxb., suku
Zingiberaceae , mengandung minyak atsiri tidak kurang dari 5,80% v/b dan
kurkuminoid tidak kurang dari 4,0% dihitung sebagai kurkumin.
b) Identitas Simplisia
 Pemerian berupa keeping tipis, bentuk bundar atau jorong, ringan, keras,
rapuh, garis tengah hingga 6 cm, tebal 2-5 mm; permukaan luar berkerut,
warna cokelat kekuningan hingga cokelat; bidang irisan berwarna coklat
kuning buram, melengkung tidak beraturan, tidak rata, sering dengan tonjolan
melingkar pada batas antara silinder pusat dengan korteks; korteks sempit,
tebal 3-4 mm. bekas patahan berdebu, warna kuning jingga hingga cokelat
jingga terang. Bau khas, rasa tajam dan agak pahit.
 Mikroskopik. Fragmen pengenal adalah berkas pengangkut, parenkim
korteks, serabut slerenkim, butir amilum dan jaringan gabus.
 Senyawa identitas.

Susut pengeringan <111> tidak lebih dari 13%


Abu total <81> tidak lebih dari 4,8%
Abu tidak larut asam <82>tidak lebih dari 0,7%
Sari larut air <91> tidak kurang dari 9,1%
Sari larut etanol <92> tidak kurang dari 3,6%

 Pola kromatografi. Lakukan Kromatografi lapis tipis seperti yang tertera pada
Kromatografi <61> dg parameter sebagai berikut:
1. Fase gerak : Toluen P-etil asetat P (93:7)
2. Fase diam : Silika gel 60 GF254
3. Larutan uji : 0,1% dalam toluen P, gunakan larutan uji KLT seperti
yang tertera pada Kromatografi <61>
4. Larutan pembanding : 0,1% xantorizol dalam toluen P
5. Volume penotolan : totolkan 20 µL larutan uji dan 5 µL larutan
pembanding
6. Deteksi: biru permanen LP dan amonium hidroksida
 Kandungan Kimia Simplisia
Kadar minyak atsiri Tidak kurang dari 5,80% v/b. Lakukan penetapan kadar
sesuai dengan penetapan penetapan kadar minyak atsiri <71>
Kadar kurkuminoid tidak kurang dari 4,0% dihitung sebagai kurkumin.
Lakukan penetapan kadar dengan cara Kromatografi lapis tipis-densitometri
seperti yang tertera pada Kromatografi <61>.
Larutan uji ditimbang seksama lebih kurang 500 mg serbuk, buat larutan uji
sesuai dengan pembuatan larutan uji simplisia <321> gunakan pelarut etanol
P, dalam labu terukur 50 mL.
Larutan pembanding kurkumin 0,1% dalam etanol P, buat enceran hingga
diperoleh serapan yang mendekati serapan larutan uji.
Pengukuran totolkan masing2 25 µL larutan uji dan enceran larutan
pembanding pada lempeng silika gel 60 F254 , kembangkan dengan fase
gerak n-heksan P-etilasetat P (1:1), ukur secara kromatografi lapis tipis
densitometri, pd panjang gelombang 425 nm. Hitung kadar kurkuminoid sbg
kurkumin dalam larutan uji dg rumus :
B. HASIL STANDARISASI TEMULAWAK
Pemisahan ar-curcumene dan xanthorrhizol di kedua ekstrak tersebut seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1:. Kromatogram Khas dari analisis GCMS dari C. xanthorrhiza (A)
ekstrak etanol, (b) ekstrak air

Empat puncak konstituen utama yang diamati mewakili ar-curcumene (m / z 202),


α-cedrene (m / z 204), β-elemenone (m / z 218), dan xanthorrhizol (m / z 218) bersama
dengan puncak kecil lainnya. Penanda kimia (ar-curcumene dan xanthorrhizol)
diidentifikasi dengan membandingkan massa spektrum dan retensi dengan standar yang
terisolasi, masing-masing. metode pemisahan didapatkan waktu retensi dari ar-curcumene
dan xanthorrhizol sebagai 8,46 menit dan 10,04 menit masing-masing. Pola spektral
massa dan struktur kimia senyawa tersebut seperti digambarkan pada Gambar 2.
Gambar 2: Spektrum massa dan struktur kimia (a) xanthorrhizol dan (b) arcurcumene.
C. AWAL SKRINING METABOLIT SEKUNDER DARI C. XANTHORRHIZA
Ekstrak etanol menunjukkan jumlah yang lebih tinggi dari TFC dibandingkan
dengan ekstrak air. Flavonoid telah dikaitkan dengan penghambatan glutathione S-
Transferase (GST) aktivitas trombosit darah manusia, hati tikus dan ginjal tikus.
Penelitian kami sebelumnya melaporkan bahwa ekstrak air C. xanthorrhiza tidak
menunjukkan penghambatan yang signifikan terhadap aktivitas GST. Hal ini mungkin
karena jumlah rendah TFC hadir di dalamnya. Selanjutnya, hasil kami menunjukkan
bahwa jumlah saponin dan isi total alkaloid hadir dalam rimpang C. xanthorrhiza adalah
80,90 mg / g dan 14,06 mg / g masing2. Glikosida yang biasanya ditandai dengan
kemampuan pembentukan busa dalam air, aktivitas hemolitik, dan kolesterol mengikat
sifat. Fitur menarik dari saponin adalah kemampuan senyawa ini untuk menghambat atau
membunuh sel kanker tanpa merusak sel normal dalam proses. Sel-sel kanker memiliki
lebih dari 1 jenis senyawa kolesterol pada membran dibandingkan dengan sel normal.
Oleh karena itu saponin mengikat kolesterol dan dengan demikian mengganggu
pembelahan sel dan sel-sel pertumbuhan.
Temuan kami mendukung fakta penting bahwa tanaman ini memiliki efek
menurunkan kolesterol serum. Selanjutnya, kecenderungan untuk menangkal mikroba
mendukung dalam mengobati infeksi jamur dan ragi, Data kami menunjukkan jumlah
jejak alkaloid di rimpang C. xanthorrhiza. Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa
alkaloid ada di genus dari temulawak seperti di Curcuma longa. Alkaloid yang penting
karena toksisitas untuk memerangi mikroba. Untuk saat ini, masih ada temuan pada
alkaloid di C. xanthorrhiza dan nilai terapinya. Penelitian lebih lanjut dapat menyebabkan
temuan baru dari senyawa alkaloid potensial.
D. TANAMAN YANG DAPAT DIKEMBANGKAN JADI OHT

Daun Gedi (Abelmoschus manihot l.)

Tanaman gedi (Abelmoschus manihot L.), Famili Malvaceae, merupakan


tumbuhan tahunan yang berbatang tegak dengan tinggi sekitar 1,2 – 1,8 m. Kandungan
mucilago dari tanaman tersebut terdiri atas polisakarida dan protein. Tanaman ini
mengandung senyawa kimia yaitu : Senyawa flavonoid, alkaloid dan tannin.Secara
tradisional daun Gedi telah digunakan sebagai beberapa penyakit, seperti diabetes dan
maag.

E. PERKEMBANGAN PENELITIAN TANAMAN GEDI

Penelitian oleh Ni Made Susilawati1, Yuliet, Khildah Khaerati(2016) memperoleh hasil


penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun gedi hijaudapat mencegah kerusakan mukosa
lambung tikus yang dipapar aspirin dengan dosis efektif adalah 300 mg/kg BB yang
sebanding dengan sukralfat.Penelitian serupa oleh I Ketut Gede Dharma Dewantara (2017)
Hasil penelitian uji antioksidan menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun gedi memiliki nilai
IC50 sebesar 31,29 ppm. Hasil uji penurunan kadar glukosa darah pada kelompok kontrol
positif (P1) sebesar 138,8 mg/dL, kelompok perlakuan P2 sebesar 72 mg/dL; P3 sebesar 97,4
mg/dL dan P4 sebesar 137,6 mg/dL. Sedangkan berdasarkan peneltian Joni Tandi et al
(2016) menunjukkan bahwa ekstrak daun gedi merah (EDGM) dapat menurunkan KGD, 8-
hidroksi-deoksiguanosin, malondialdehid dan meningkatkan kadar insulin pada tikus putih
diabetes yang diinduksi streptozotocin. Dosis EDGM yang efektif yaitu dosis 150 mg/kg BB.
F. PARAMETER UJI STANDARISASI SIMPLISIA DAUN GEDI
BAB III
KESIMPULAN

Standarisasi, penentuan kualitatif dan kuantitatif dari phytochemical, dan TLC


profiling berhasil dicapai. Selanjutnya, hasilnya mungkin berguna dalam
mengembangkan potensi produk phytopharmaceutical berdasarkan C. xanthorrhiza.
Namun, ada kebutuhan untuk mengidentifikasi lebih lanjut khususnya flavonoid, saponin
dan senyawa alkaloid yang hadir dalam ekstrak tanaman temulawak.
Banyaknya penelitian yang menyatakan bahwa daun gedi merah merupakan obat
herbal yang dapat digunakan sebagai pengobatan antidiabetes sekaligus antioksidan,
maka perlu dilakukan pengembangan OHT, mengingat penyakit diabetes militus
merupakan penyakit yang penderitanya cukup banyak dan daun gedi juga dapat
digunakan sebagai pencegahan kerusakan mukosa lambung.
DAFTAR PUSTAKA

Nurcholis, W., Ambarsari, L., Sari, E.K., Darusman, L.K., 2012, Curcuminoid Contents,
Antioxidant and Anti-Inflammatory Activities of Curcuma xanthorrhiza Roxb. and
Curcuma domestica Val. Promising Lines From Sukabumi of Indonesia, Prosiding
Seminar Nasional Kimia Unesa, 284-292.

Mahendra, B. 2005.13 Jenis Tanaman Obat Ampuh. hlm. 95. Penerbit Penebar Swadaya,
Jakarta

Rukmana, R. 1995. Temulawak: Tanaman Rempah dan Obat. Penerbit Kanisius. Jakarta.
14: 16-17 dan 32.

Nurjanah, N., S. Yuliani, dan A.B. Sembiring. 1994. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb). Review Hasil-hasil Penelitian Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat X(2):
43-57.

Syahid, S.F. dan E. Hadipoentyanti. 2001. Pertumbuhan dan produksi rimpang


temulawak di polibag yang benihnya hasil kultur in vitro. Jurnal Biologi Indonesia III(2):
118-125.

Afifah, E. dan Tim Lentera. 2003. Khasiat dan Manfaat Temulawak; Rimpang
Penyembuh Aneka Penyakit. Penerbit PT Agro Media Pustaka, Jakarta. hlm. 76.

Dalimartha, S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Cetakan 1. Jilid 2. Trubus


Agriwidya, Jakarta. 214 hlm.

Anda mungkin juga menyukai