INDRAMAYU, JAWA BARAT Hagia Sophia Khairani (A34100003) Indramayu merupakan salah satu kabupaten di Indonesia yang menjadi sentra produksi pangan nasional. Luas lahan di kabupaten ini didominasi oleh pertanaman padi. Produktivitas padi Indramayu adalah 1,5 juta ton/ha dan berkontribusi sebesar 2% terhadap produksi padi nasional. Desa Babakan Jaya yang berlokasi di Kecamatan Gabus Wetan memiliki luas lahan 563 ha yang secara umum juga didominasi oleh pertanaman padi sawah. Pertanaman padi sawah pada skala yang sangat luas memberikan kondisi yang baik untuk perkembangan hama dan penyakit tanaman. Hal tersebut didukung oleh kondisi iklim tropis dengan suhu rata-rata 25-35ºC yang cocok bagi hama dan patogen untuk berkembang biak. Selain cuaca dan iklim, pola pertanaman monokultur, penggunaan varietas yang seragam untuk skala luas, penggunaan pestisida yang intensif dan tidak teratur, dan pemahaman yang kurang terhadap pertanian terpadu merupakan beberapa faktor pendukung perkembangan hama dan penyakit tanaman pada pertanaman padi di Desa Babakan Jaya. Hama penting yang ditemui di desa Babakan Jaya adalah wereng coklat (Nilaparvata lugens), penggerek batang padi kuning (Scirpophaga incertulas), dan tikus sawah (Rattus argentiventer). Intensitas serangan dari ketiga hama ini terkategori ringan, namun serangannya mencapai luasan 40 ha. Kejadian ini dianggap cukup merugikan oleh petani karena padi yang patah karena keratan tikus tidak dapat berproduksi karena batangnya patah. Selain itu, banyak tanaman lain yang rusak karena aktivitas tikus sawah meskipun tidak dikerat. Hal ini menjadikan petani mencoba berbagai macam cara untuk mengendalikan tikus. Beberapa pengendalian yang telah dilakukan adalah dengan memasang tanaman perangkap (ubikayu) di tepi pertanaman padi. Menurut petani, pengendalian tersebut cukup efektif karena sebagian besar tikus yang sudah mengerat ubikayu tidak lagi masuk ke sawah. Pengendalian lain yang dilakukan petani adalah dengan melakukan gropyokan. Namun, hal ini sulit dilaksanakan secara rutin karena jadwal bekerja petani sehingga sulit untuk menemukan waktu gropyokan yang tepat. Wereng coklat merupakan hama yang sangat diperhatikan petani karena pengaruh serangannya yang merugikan. Wereng coklat yang menghisap cairan di batang padi menghambat aliran hara dan hasik fotosintesis ke seluruh bagian tanaman. Serangan wereng coklat menyebabkan tanaman padi kering hingga tidak berproduksi. Serangan yang tinggi menyebabkan pertanaman padi seperti terbakar, baik dengan sebaran mengelompok atau menyeluruh. Kerugian yang disebabkan oleh serangan wereng ini sangat besar sehingga petani menggunakan banyak cara untuk mengendalikannya. Pengendalian utama yang dilakukan petani adalah dengan aplikasi pestisida secara rutin. Proses aplikasi yang rutin ini memiliki banyak kekurangan. Beberapa kekurangan yang ditemui dari proses aplikasi ini adalah proses penakaran pestisida yang tidak sesuai dengan anjuran, proses pencampuran beberapa jenis pestisida tanpa memperhatikan potensi sinergi atau antagonisnya, proses aplikasi yang terlalu sering (2 hari sekali), alat perlindungan diri yang tidak digunakan dengan lengkap (tidak bersepatu, tidak memakai sarung tangan, dan bercelana pendek). Kekurangan-kekurangan ini menyebabkan evaluasi dari hasil aplikasi tidak sesuai dengan harapan petani. Kelemahan lain dari tidak berhasilnya pengendalian wereng coklat ini adalah bibit yang digunakan petani bukan berasal dari varietas yang tahan. Berdasarkan keterangan petani, mereka hanya menerima bibit dari produsen tanpa menanyakan bibit tersebut berasal dari varietas apa serta kelebihan dan kelemahan dari varietas tersebut. Varietas yang tidak tahan tersebut ditanam dalam skala yang sangat luas dan waktu tanam yang tidak serempak. Hal ini menjadikan makanan wereng selalu tersedia dan akibatnya adalah selalu ada laporan dari petani tentang serangan wereng coklat di petak lahan sawahnya. Untuk menyikapi kejadian ini, banyak petani menggunakan cara ekstrim seperti menuang solar pada genangan air sawah. Setelah dituang, solar yang tertuang pada genangan air sawah tersebut dicipratkan ke batang padi. Metode pengendalian ini dianggap efektif oleh petani karena serangan wereng coklat berkurang. Namun, pengendalian seperti ini berpotensi untuk merusak jaringan tanaman, mengganggu keseimbangan ekosistem air dan tanah, serta merusak struktur dan keadaan hara tanah. Penggerek batang padi kuning merupakan hama yang selalu dikeluhkan oleh petani. Hal ini disebabkan oleh serangan dari penggerek batang padi pada fase vegetatif (sundep) dan fase generatif (beluk). Serangan dari hama ini pada fase vegetatif menyebabkan tidak berlanjutnya proses produksi dan tanaman menjadi kerdil, sementara serangan pada fase generatif menyebabkan terhambatnya pengisian bulir. Gejala serangan pada fase generatif ditunjukkan dengan malai yang hampa dan kulit malai yang berwarna putih sehingga petani sering menyebutnya dengan gejala “putih”. Petani mengendalikan hama ini dengan aplikasi pestisida yang sangat intensif. Serangan ini diduga disebabkan oleh sanitasi tunggul setelah panen yang tidak baik, proses penyemaian yang tidak diperhatikan sebagai tempat diletakkannya kelompok telur penggerek. Pengendalian penggerek batang padi ini dinilai petani tidak efektif. Ketidakberhasilan ini salah satunya disebabkan oleh metode aplikasi pestisida yang sangat jauh dari anjuran sehingga evaluasi hasil aplikasinya tidak sesuai dengan harapan. Selain itu, petani hanya mengandalkan pengendalian dengan pestisida sintetik. Metode pengendalian lain tidak dilakukan sehingga tidak adanya keterpaduan antara satu metode pengendalian dengan metode pengendalian yang lain. Salah satu metode pengendalian yang direkomendasikan oleh peserta KKP pada saat itu adalah dengan mengumpulkan kelompok telur penggerek di saat persemaian. Hal ini dianggap efektif karena imago betina penggerek batang padi kuning meletakkan kelompok telurnya di helaian daun padi pada masa persemaian. Satu kelompok telur terdiri dari 150-200 dan satu individu larva yang menetas dari telur akan masuk ke dalam jaringan batang padi. Artinya, membersihkan persemaian dari satu kelompok telur saja akan menyelamatkan 150-200 rumpun padi dari serangan penggerek batang padi yang menyerang pada fase larva. Penyakit penting yang ditemui di desa Babakan Jaya adalah hawar daun bakteri/kresek (Xanthomonas oryzae pv. oryzae). Gejala penyakit ini ditemukan oleh peserta KKP di hampir setiap rumpun padi yang ditemui. Hal ini menunjukkan bahwa infeksi dari patogen penyebab kresek ini berada pada tingkat yang tinggi. Petani mengeluhkan tentang produksi padi yang sangat menurun dibandingkan dengan musim sebelumnya akibat infeksi dari penyakit ini. Selain itu, petani belum menemukan pestisida yang efektif untuk pengendalian kresek. Kelemahan lain adalah pemahaman petani tentang golongan patogen yang menyebabkan kresek. Banyak petani yang menggunakan fungisida untuk mengendalikan penyakit ini padahal patogennya berasal dari golongan bakteri. Pengendalian penyakit ini secara ideal sudah dimulai sejak masa pembibitan. Beberapa metodenya yaitu dengan memastikan benih yang digunakan bebas dari infeksi patogen (karena patogen ini mampu bertahan pada benih), pembuatan jarak tanam yang terlalu rapat untuk menghindari gesekan helai daun padi yang terinfeksi dengan helai daun tanaman yang sehat, manajemen irigasi yang tidak selalu tergenang untuk menghambat pemencaran dari bakteri ini ke tanaman-tanaman padi yang sehat, dan memastikan kesehatan tanaman terutama pada masa vegetatif dengan aplikasi PGPR. Pengendalian dengan bakterisida sintetik tidak direkomendasikan karena banyak bukti yang menyebutkan bahwa hanya sedikit bakterisida yang efektif untuk mengendalikan bakteri patogen. Untuk membantu petani menyelesaikan masalah ini, peserta KKP di Desa Babakan Jaya memberikan penyuluhan tentang PGPR, dan melakukan praktek langsung pembuatan PGPR bersama 47 petani, dan dilanjutkan dengan diskusi interaktif tentang keunggulan dan cara aplikasi PGPR untuk meningkan ketahanan padi terhadap hama dan penyakit.