Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ekskresi merupakan proses pembebasan sisa sisa metabolisme dari tubuh. Kelebihan
air, gas, garam-garam dan material organik (termasuk sisa metabolisme) di ekskresikan
keluar tetapi substansi yang untuk fungsi tubuh disimpan. Material yang dikeluarkan ini
biasanya terdapat dalam bentuk terlarut dan ekskresinya melalui suatu proses filterisasi
selektif. Alat-alat tubuh yang berfungsi dalam hal ekskresi secara bersama-sama disebut
sistem ekskresi.
Sistem ekresi adalah proses pengeluaran zat-zat sisa hasil metabolisme yang sudah
tidak digunakan lagi oleh tubuh. seperti CO 2, H2O, NH3, zat warna empedu dan asam urat.
Zat hasil metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh akan dikeluarkan melalui alat
ekskresi. Alat ekskresi yang dimiliki oleh makhluk hidup berbeda-beda. Semakin tinggi
tingkatan mahluk hidup, semakin kompleks alat ekskresinya.
Secara umum proses osmoregulasi adalah upaya atau kemampuan untuk mengontrol
keseimbangan air dan ion antara di dalam tubuh dan lingkungannya melalui mekanisme
pengaturan tekanan osmose. Proses osmoregulasi diperlukan karena adanya perbedaan
konsentrasi cairan tubuh dengan lingkungan disekitarnya. Jika sebuah sel menerima terlalu
banyak air maka ia akan meletus, begitu pula sebaliknya, jika terlalu sedikit air, maka sel
akan mengerut dan mati. Osmoregulasi juga berfungsi ganda sebagai sarana untuk membuang
zat-zat yang tidak diperlukan oleh sel atau organisme hidup.

B. Tujuan
1. Mengetahui ekskresi hewan darat dan aquatik
2. Mengetahui organ-organ ekskresi pada hewan
3. Mengetahui ekskresi pada hewan tingkat rendah dan tingkat tinggi
4. Mengetahui Ekskresi nitrogen
5. Mengetahui osmoregulasi pada hewan tingkat rendah dan tingkat tinggi
6. Mengetahui prinsip-prinsip dasar osmoregulasi

BAB II
PEMBAHASAN

1
A. Ekskresi Hewan Darat dan Aquatik
Ekskresi merupakan eliminasi atau pengeluaran zat buangan hasil metabolisme tubuh
makhluk hidup.
Fungsi utama dari sistem ekskresi :
1. Memelihara volume air tubuh
2. Memelihara kosentrasi osmotik
3. Mengekskresikan sisa-sisa metabolisme(urea,asam urat)
4. Mengekskresikan zat-zat asing atau hasil-hasil metabolism

 Ekskresi hewan darat


Salah satu contoh ekresi pada hewan darat yaitu pada mamalia. Pada mamalia
paru-paru merupakan satu-satunya organ ekresi bagi CO2. Air yang dibuang melalui
paru-paru berasal dari aktifitas metabolisme yaitu merupakan zat buangan dari
respirasi. Hati merupakan alat tubuh yang memiliki peranan sangat banyak dan
penting. Ada 2 peranan penting yang di lakukan oleh hati yaitu tempat penyimpanan
zat makanan dan penguraian serta pembuangan zat-zat sisa yang tidak diperlukan oleh
tubuh. Peran hati yang paling penting sebagai organ ekresi adalah pembentukan zat
buangan bernitrogen dengan jalan deaminasi asam amino.
Pada mamalia ginjal juga merupakan organ utama yang melakukan proses
ekresi dimana mengekresikan zat-zat sisa metabolisme yang mengandung nitrogen
misalnya amonia. Amonia adalah hasil pemecahan protein dan bermacam-macam
garam,melalui proses deaminnasi atau proses pembusukan mikroba dalam usus.
Selain itu,ginjal juga berfungsi mengekresikan zat yang jumlahnya
berlebihan,misalnya vitamin yang larut dalam air,mempertahankan cairan
ekstraselular dengan jalan mengeluarkan air bila berlebihan,serta mempertahankan
keseimbangan asam dan basa. Sekresi dari ginjal berupa urin.

 Ekskresi Hewan Aquatic (sistem ekresi pada ikan)


Ikan mempunyai sistem ekskresi berupa ginjal dan suatu lubang pengeluaran
yang disebut urogenital. Lubang urogenital ialah lubang tempat bermuaranya saluran
ginjal dan saluran kelamin yang berada tepat dibelakang anus. Ginjal pada ikan yang
2
hidup di air tawar dilengkapi sejumlah glomelurus yang jumlahnya lebih banyak.
Sedangkan ikan yang hidup di air laut memiliki sedikit glomelurus sehingga
penyaringan sisa hasil metabolism berjalan lambat.

B. Organ – Organ Ekskresi pada Hewan


1. Hewan yang belum memiliki organ ekresi
a. Coelenterata
Coelenterate mensekresikan sisa metabolismenya melalui proses difusi, dan ia
memiliki astrosit-astrosit yaitu sel-sel fagosit yang dapat menelan dan memindahkan
zat-zat asing.

2. vakuola kontraktil
Dua kelompok hewan yang memiliki vakuola kontraktil, yaitu protozoa dan
bunga karang. Semua protozoa air tawar memiliki vakuola kontraktil, sedangkan
protozoa air laut tidak selalu memilikinya.
Karena cairan tubuh protozoa air tawar hiperosmotis terhadap mediumnya, dan
permukaan tubuhnya permeabel terhadap air, maka tubuhnya cenderung
menggelembung.

3. Hewan-hewan yang memiliki organ-organ nefridial


Organ ekskretori terdapat pada hewan memiliki tubuh bilateral simetris,salah
satu tipenya yaitu nefridial. Terdapat dua organ utama nefridial yaitu:
a. Protonefridium,
suatu pembuluh yang ujung internalnya tertutup dan pada bagian dalam ujungnya ini
memilki sel api atau sel rambut
 Platyhelminthes

b. Metanefridium, suatu pembuluh yang ujungnya berhubungan dengan ronggatubuh


● Annelida
Pada cacing tanah yang merupakan anggota annelid, setiap segmen dalam
tubuhnya mengandung sepasang metanefridium,kecuali pada tiga segmen pertama
dan terakhir. Metanefridium memiliki dua lubang. Lubang yang pertama berupa
corong,disebut nefrostom (dibagian anterior) dan terletak pada segmen yang lain.
Nefrostom bersilia dan bermuara di rongga tubuh (pseudoselom). Rongga tubuh ini
berfungsi sebagai sistem pencernaan. Corong (nefrostom) akan berlanjut pada
saluran yang berliku-liku pada segmemn berikutnya.

3
Bagian akhir dari saluran yang berliku-liku ini akan membesar seperti
gelembung. Kemudian gelembung ini akan bermuara ke bagian luar tubuh melalui
pori yang merupakan lubang (corong) yang kedua, disebut nefridiofor. Cairan tubuh
ditarik kecorong nefrostom masuk ke nefridium oleh gerakan silia dan otot. Saat
cairan tubuh mengalir lewat celah panjang nefridium,bahan-bahan yang berguna
seperti air,molekul makanan,dan ion akan diambil oleh sel-sel tertentu dari tabung.
Bahan-bahan ini lalu menembus sekitar kapiler dan disirkulasikan lagi. Sampah
nitrogen dan sedikit air tersisa di nefridium dan kadang diekskresikan keluar.
Metanefridium berlaku seperti penyaring yang menggerakkan sampah dan
mengembalikan substansi yang berguna ke sisttem sirkulasi. Cairan dalam rongga
tubuh cacing tanah menngandung substansi dan zat sisa. Zat sisa ada dua
bentuk,yaitu ammonia dan zat lain yang kurang toksik,yaitu ureum. Oleh karena
cacing tanah hidup di dalam tanah dalam llingkungan yang lembab,annelid
mendifusikan sisa amonianya di dalam tanah tetapi ureum di ekskresikan lewat
sistem ekskresi.

4) Kelenjar anternal
● Crustacea
Organ ekresi pada crustacean adalah kelenjar tunal atau kelenjar hijau,
sepasang kelenjar ini terletak pada kepala,yang masing-masing terdiri dari suatu
kantung awal yaitu suatu saluran ekresitori bergulung yang panjang dan bledder
yang bermuara pada lubang dekat dasar antenna. Oleh karena itu namanya kelenjar
anternal. Urin pada kelenjar anternal di bentuk melalui filtrasi dan reabsorbsi.

5) Pembuluh Malpighi
 Insecta
Alat ekskresi pada belalang adalah pembuluh Malpighi, yaitu alat pengeluaran yang
berfungsi seperti ginjal pada vertebrata. Pembuluh Malpighi berupa kumpulan benag
halus yang berwarna putih kekuningan dan pangkalnya melekat pada pangkal dinding
usus. Di samping pembuluh Malpighi, serangga juga memiliki sistem trakea untuk
mengelurkan zat sisa hasil oksidasi yang berupa c02. Sistem trakea ini berfungsi seperti
paru-paru pada vertebrata.

4
Belalang tidak dapat mengekskresikan ammonia dan harus memelihara kondisi air di
dalam tubuhnya, ammonia yang diperoduksinya diubah menjadi bahan yang kurang
toksik yang disebut asam urat. Asam urat berbentuk Kristal yang tidak larut.
Pembuluh Malpighi terletak diantara usus tengah dan usus belakang. Darah mengalir
lewat pembuluh Malpighi. Saat cairan bergerak lewat bagian proksimalpembuluh
Malpighi, bahan yang mengandung nitrogen diendapkan sebagai asam urat, sedangkan
air dan berbagai garam diserap kembali biasanya secara osmosis dan transport aktif.
Asam urat dan sisa air masuk ke usus halus, dan sisa air akan diserap lagi. Kristal asam
urat dapat diekskresikan lewat anus bersama dengan feses.

6) Ginjal
 Pisces (Ikan)
Ikan mempunyai sitem ekskresi berupa ginjal dan satu lubang pengeluaran yang
disebut urogenital. Lubang urogenital ialah lubang tempat bermuaranya saluran ginjal
dan saluran kelamin yang berada tepat dibelakang anus. Ginjal pada ikan yang hidup
diair tawar dilengkapi sejumlah glomelurus yang jumlahnya sedikit lebih banyak.
Sedangkan ikan yang hidup diair laut memiliki sedikit glomelurus sehingga penyaringan
sisa hasil metabolisme berjalan lambat.

 Mamalia
Pada mamalia ginjal merupakan organ utama yang melakukan proses ekskresi dan
osmoregulasi. Peranan fungsi ginjal adalah :
 Mensekresikan zat sisa hasil buangan

 Mengatur volum plasma dan jumlah air di dalam tubuh

 Bila banyak air yang masuk kedalam tubuh ginjal membuang kelebihan sehingga
lebih banyak lagi urin yang di sekresikan. Bila tubuh banyak kehilangan air, ginjal akan
mengeluarkan sedikit air (urin pekat).

 Menjaga tekanan osmose pada keadaan seharusnya dengan cara mengekskresi garam-
garam.

 Menjaga ph plasma dan cairan tubuh

 Menjalankan fungsi sebagai hormon

C. Ekskresi dan Osmoregulasi pada Hewan Invertebrata dan Vertebrata


5
1. Sistem Ekskresi pada Hewan Invertebrata.
Sistem ekskresi pada hewan invertebrata lebih sederhana dibandingkan hewan
vertebrata. Berikut ini beberapa penjelasan mengenai sistem ekskresi beberapa hewan
invertebrata.

a. Organ Sistem Ekskresi Makhluk Hidup Satu Sel (Protozoa).


Makhluk hidup satu sel mengeluarkan sisa-sisa metabolismenya dengan cara
difusi. Karbon dioksida hasil respirasi seluler dikeluarkan dengan cara difusi. Selain itu,
ada cara lain, yaitu dengan membentuk vakuola yang berisi sisa metabolisme.

Gambar. Makhluk hidup satu sel membentuk vakuola yang berisi sisa metabolisme, lalu
mengeluarkannya dari dalam sel.

Pada hewan Coelenterata dan Porifera yang hidup sebagai koloni sel-sel,
mekanisme ekskresinya dengan cara mendifusikan zat-zat yang akan dibuang dari satu
sel ke sel yang lain hingga akhirnya dilepaskan ke lingkungan.

b. Organ Sistem Ekskresi Planaria.


Organ ekskresi yang paling sederhana dapat ditemukan pada cacing pipih atau
planaria. Organ ekskresi pada planaria berupa jaringan menyerupai pipa yang bercabang-
cabang, organ tersebut bernama protonefridia. Jaringan pipa tersebut dinamakan
nefridiofor. Ujung dari cabang nefridiofor disebut sel api (flame cell). Disebut demikian
karena ujung sel tersebut terus bergerak menyerap dan menyaring sisa metabolisme pada
sel-sel di sekitarnya. Kemudian, mengalirkannya melalui nefridiofor menuju pembuluh
ekskretori

6
Gambar. Sistem ekskresi pada planaria.

c. Organ Sistem Ekskresi Cacing Tanah.


Cacing tanah, moluska, dan beberapa hewan invertebrata lainnya memiliki
struktur ginjal sederhana yang disebut nefridia. Struktur tersebut terdapat di setiap
segmen tubuhnya. Dalam cairan tubuh cacing tanah yang memenuhi rongga tubuhnya,
terkandung sisa metabolisme maupun nutrien. Cairan inilah yang disaring oleh ujung
tabung berbentuk corong dengan silia yang disebut nefrostom. Dari nefrostom, hasil
yang disaring tersebut kemudian dibawa melewati tubulus sederhana yang juga
diselaputi oleh kapiler-kapiler darah. Pada tubulus ini, terjadi proses reabsorpsi bahan-
bahan yang penting, seperti garam-garam dan nutrien terlarut. Air dan zat-zat buangan
dikumpulkan dalam tubulus pengumpul, suatu wadah yang merupakan bagian dari
nefridia untuk selanjutnya dikeluarkan melalui lubang ekskretori di dinding tubuh, yang
biasa disebut nefridiofor.

Gambar. Cacing tanah memiliki struktur ginjal sederhana yang disebut nefridia.

d. Organ Sistem Ekskresi Serangga.

7
Alat ekskresi pada serangga, contohnya belalang adalah tubulus Malpighi. Badan
Malpighi berbentuk buluh-buluh halus yang terikat pada ujung usus posterior belalang
dan berwarna kekuningan. Zat-zat buangan diambil dari cairan tubuh (hemolimfa) oleh
saluran Malpighi di bagian ujung. Kemudian, cairan masuk ke bagian proksimal lalu
masuk ke usus belakang dan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk kristalkristal asam
urat.
Cara kerja buluh malpighi atau tubulus malpighi adalah dengan cara menyerap zat-
zat yang terlarut dalam darah melalui dinding tubulus. Di dalam tubulus, cairan yang
masuk diseleksi, zat yang bermanfaat diserap untuk dikembalikan ke darah termasuk air
hingga tersisa limbah yang berbentuk padat, yaitu asam urat.

Tubulus malpighi tidak memiliki saluran keluaran sehingga asam urat disalurkan
ke usus belakang. Zat sisa metabolisme akan dibuang bersama feses untuk mencegah
belalang kehilangan air dari dalam tubuhnya. Bentuk ekskresi ini tidak terdapat pada
ekskresi hewan lain. Di samping pembuluh Malphigi, serangga juga memiliki sistem
trakea untuk mengeluarkan zat sisa hasil oksidasi yang berupa CO2. Sistem trakea ini
berfungsi seperti paru-paru pada vertebrata.

Gambar Badan Malpighi pada belalang.


2. Sistem Ekskresi pada Hewan Vertebrata.
Pada vertebrata terdapat beberapa tipe ginjal. Di antaranya adalah pronefros,
mesonefros, dan metanefros. Pronefros adalah tipe ginjal yang berkembang pada fase
embrio atau larva. Pada tahap selanjutnya, ginjal pronefros digantikan oleh tipe ginjal
mesonefros. Ketika hewan dewasa, ginjal mesonefros digantikan oleh ginjal metanefros.
Pada Mammalia, Reptilia, dan Aves tipe ginjal yang dimiliki adalah mesonefros. Namun,
setelah dewasa mesonefros akan diganti oleh metanefros.

a. Organ Sistem Ekskresi Pisces (Ikan).

8
Insang dan ginjal yang merupakan alat untuk eksresi dari ikan

Ginjal pada ikan adalah sepasang ginjal sederhana yang disebut mesonefros. Setelah
dewasa, mesonefros akan berkembang menjadi ginjal opistonefros. Tubulus ginjal pada
ikan mengalami modifikasi menjadi saluran yang berperan dalam transport spermatozoa
(duktus eferen) ke arah kloaka. Ikan memiliki bentuk ginjal yang berbeda, sebagai
bentuk adaptasi terhadap lingkungan sekitarnya. Pada ikan air tawar, kondisi lingkungan
sekitar yang hipotonis membuat jaringan ikan sangat mudah mengalami kelebihan
cairan. Ginjal ikan air tawar memiliki kemiripan dengan ginjal manusia. Mekanisme
filtrasi dan reabsorpsi juga terjadi pada ginjal ikan. Mineral dan zat-zat makanan lebih
banyak diabsorbsi, sedangkan air hanya sedikit diserap. Dengan sedikit minum dan
mengeluarkan urine dalam volume besar, ikan air tawar menjaga jaringan tubuhnya agar
tetap dalam keadaan hipertonik. Ekskresi amonia dilakukan dengan cara difusi melalui
insangnya. Ikan yang hidup di air laut, memiliki cara adaptasi yang berbeda. Ikan air laut
sangat mudah mengalami dehidrasi karena air dalam tubuhnya akan cenderung mengalir
keluar ke lingkungan sekitar melalui insang, mengikuti perbedaan tekanan osmotik. Ikan
air laut tidak memiliki glomerulus sehingga mekanisme filtrasi tidak terjadi dan
reabsorpsi pada tubulus juga terjadi dalam skala yang kecil. Oleh karena itu, ikan air laut
beradaptasi dengan banyak meminum air laut, melakukan desalinasi (menghilangkan
kadar garam dengan melepaskannya lewat insang), dan menghasilkan sedikit urine.
Urine yang dihasilkan akan dikeluarkan melalui lubang di dekat anus. Hal ini berbeda
dengan pengeluaran urine dari ikan Chondrichthyes, misalnya hiu. Ikan hiu
mengeluarkan urine melalui seluruh permukaan kulitnya.

9
Gambar. Sistem ekskresi pada (a) ikan air tawar dan (b) ikan air laut.

Berdasarkan lingkungan tempat hidupnya terdapat dua jenis ikan, yaitu ikan laut
dan ikan air tawar. Perbedaan salinitas lingkungan tempat hidup ikan itu menyebabkan
perbedaan pada kerja ginjal dari masing-masing ikan. Pada ikan air tawar, lingkungan
hipotonik menyebabkan air masuk terus-menerus ke dalam tubuh. Agar terhindar dari
pengenceran cairan tubuh, ginjal ikan harus bekerja keras mengeluarkan air ini dalam
bentuk urin. Darah yang membawa air dan garam-garam akan memasuki kapsula
Bowman melalui glomerulus. Pada kapsul bowman akan terjadi filtrasi. Zat-zat yang
masih dibutuhkan diserap kembali oleh arteri oeritubuler yang mengelilingi tubulus.

Ikan mempunyai system ekskresi berupa ginjal dan suatu lubang pengeluaran yang
disebut urogenital. Lubang urogenital ialah lubang tempat bermuaranya saluran ginjal
dan saluran kelamin yang berada tepat dibelakang anus. Pada ikan, eksresi tidak hanya
berfungsi untuk mengeluarkan zat sisa, tetapi untuk mengatur juga keseimbangan cairan
tubuh atau osmoregulasi. Osmoregulasi ikan air tawar berbeda dengan ikan air laut.
Ikan air tawar hidup di lingkungan hipotonis (konsentrasi air di dalam tubuh lebih rendah
daripada konsentrasi air di luar tubuh). Oleh sebab itu, ikan air tawar banyak
mengekskresikan urin. Sebaliknya, ikan air laut hidup di lingkungan hipertonis
(konsentrasi air di dalam tubuh lebih tinggi daripada konsentrasi air di luar tubuh)
sehingga ikan laut sedikit mengekspresikan urin.

Setelah penyerapan garam-garam tubuh selesai, terbentuklah urin yang pada


kenyataannya tidak lebih daripada air saja, sebab sebagian besar limbah nitrogen dibuang
secara difusi melalui insang. Bagi ikan air tawar, ginjal merupakan alat keseimbangan
air, selain sebagai alat ekskresi. Dari ginjal, urin akan dialirkan ke saluran urin menuju
10
kloaka atau bahkan langsung ke luar melalui pori/lubang urinaria, bersebelahan dengan
lubang kotorannya. Ginjal pada ikan yang hidup di air tawar dilengkapi sejumlah
glomelurus yang jumlahnya lebih banyak. Sedangkan ikan yang hidup di air laut
memiliki sedikit glomelurus sehingga penyaringan sisa hasil metabolisme berjalan
lambat. Salinitas yang tinggi menyebabkan cairan tubuhnya tersedot ke luar terus-
menerus.

Pada ikan bertulang rawan, seperti ikan hiu, ginjalnya lebih banyak menyerap urea
kembali ke dalam darahnya. Ini dilakukan agar tekanan osmosis darah sama dengan
tekanan osmosis air laut. Keadaan isotonis ini dapat mencegah mengalirnya cairan tubuh
ke luar. Kadar urea dalam darah hiu hampir 80 kali lipat kadar urea pada vertebrata
lainnya. Fungsi ginjal ikan laut sama dengan ginjal vertebrata darat, yaitu menyaring
limbah nitrogen, garam-garam, dan sedikit sekali air. Pebedaan hanya terdapat pada
kadar ureanya.

Ikan laut yang bertulang keras seperti bandeng contohnya mengatasi kehilangan air
dengan meminum air secara terus-menerus, sedangkan garam yang ikut tertelan akan
dikembalikan ke laut melalui transpor aktif oleh insang. Sementara itu, ginjal akan
sesedikit mungkin membentuk urin. Agar pembentukan urin tidak terlalu banyak, ikan
laut memiliki glomerulus yang sangat kecil. Namun, ada beberapa jenis ikan laut yang
tidak memiliki glomerulus. Garam-garam dan limbah nitrogen dikeluarkan melalui
tubulus dan sistem portal renal yang baik.

b. Organ Sistem Ekskresi Amphibia (Katak).


Tipe ginjal pada Amphibia adalah tipe ginjal opistonefros. Katak jantan
memiliki saluran ginjal dan saluran kelamin yang bersatu dan berakhir di kloaka.
Namun, hal tersebut tidak terjadi pada katak betina. Ginjal pada katak seperti halnya
pada ikan, juga menjadi salah satu organ yang sangat berperan dalam pengaturan
kadar air dalam tubuhnya. Kulit Amphibia yang tipis dapat menyebabkan Amphibia

11
kekurangan cairan jika terlalu lama berada di darat. Begitu pula jika katak berada
terlalu lama dalam air tawar. Air dengan sangat mudah masuk secara osmosis ke
dalam jaringan tubuh melalui kulitnya. Sistem ekskresi pada Amphibia dibandingkan
sistem ekskresi pada ikan air tawar.
Katak dapat mengatur laju filtrasi dengan bantuan hormon, sesuai dengan
kondisi air di sekitarnya. Ketika berada dalam air dengan jangka waktu yang lama,
katak mengeluarkan urine dalam volume yang besar. Namun, kandung kemih katak
dapat dengan mudah terisi air. Air tersebut dapat diserap oleh dinding kandung
kemihnya sebagai cadangan air ketika katak berada di darat untuk waktu yang lama.

.
Letak kloaka, ginjal, paru-paru, dan kantung kemih pada kodok yang merupakan
alat untuk ekskresi hewan amfibi

Pada saat di darat, aliran darah pada glomerulus terbatas. Oleh karena itu, zat-
zat buangnya akan diserap oleh tubulus melalui sistem portal renal. Selain itu, katak
memiliki kantong kemih. Pada saat kekurangan air, air dalam kantong kemih diserap
kembali ke dalam darah. Saluran ekskresi pada katak jantan & betina memiliki
perbedaan, pada katak jantan saluran kelamin & saluran urin bersatu dengan ginjal,
sedangkan pada katak betina kedua saluran itu terpisah. Walaupun begitu alat lainnya
bermuara pada satu saluran dan lubang pengeluaran yang disebut kloaka.

c. Organ Sistem Ekskresi Reptilia.


Tipe ginjal pada Reptilia adalah metanefros. Pada saat embrio, Reptilia
memiliki ginjal tipe pronefros, kemudian pada saat dewasa berubah menjadi
mesonefros hingga metanefros.
Sistem ekskresi pada Reptilia, menggunakan tipe ginjal metanefros Hasil
ekskresi pada Reptilia adalah asam urat. Asam urat ini tidak terlalu toksik jika
12
dibandingkan dengan amonia yang dihasilkan oleh Mammalia. Asam urat dapat juga
diekskresikan tanpa disertai air dalam volume yang besar. Asam urat tersebut dapat
diekskresikan dalam bentuk pasta berwarna putih. Beberapa jenis Reptilia juga
menghasilkan amonia. Misalnya, pada buaya dan kura-kura. Penyu yang hidup di
lautan memiliki kelenjar ekskresi untuk mengeluarkan garam yang dikandung dalam
tubuhnya. Muara kelenjar ini adalah di dekat mata. Hasil ekskresi yang dihasilkan
berupa air yang mengandung garam. Ketika penyu sedang bertelur, kita seringkali
melihatnya mengeluarkan semacam air mata. Namun, yang kita lihat sebenarnya
adalah hasil ekskresi garam. Ular, buaya, dan aligator tidak memiliki kandung kemih
sehingga asam urat yang dihasilkan ginjalnya keluar bersama feses melalui kloaka.

Paru-paru serta ginjal yang menjadi alat eksresi utama reptil

d. Organ Sistem Ekskresi Aves (Burung).


Burung memiliki ginjal dengan tipe metanefros. Burung tidak memiliki kandung
kemih sehingga urine dan fesesnya bersatu dan keluar melalui lubang kloaka. Urine
pada burung diekskresikan dalam bentuk asam urat. Metabolisme burung sangat
cepat. Dengan demikian, sistem ekskresi juga harus memiliki dinamika yang sangat
tinggi. Peningkatan efektivitas ini terlihat pada jumlah nefron yang dimiliki oleh
ginjal burung. Setiap 1 mm3 ginjal burung, terdapat 100–500 nefron. Jumlah tersebut
hampir 100 kali lipat jumlah nefron pada manusia. Jenis burung laut juga memiliki
kelenjar ekskresi garam yang bermuara pada ujung matanya. Hal tersebut untuk
mengimbangi pola makannya yang memangsa ikan laut dengan kadar garam tinggi.

13
e) Ekskresi Mamalia

Disebut mamaliaa karena ciri-ciri hewan mamalia yang paling dominan adalah
menyusui. Mamalia termasuk manusia di dalamnyaa, merupaakan hewan dengan
tingkat tertinggi. Segala sistem dalam tubuhnya sudah menyerupai sistem pada tubuh
manusia. Baca pula artikel sistem peredaran darah pada mamalia. Alat ekskresinya
berupa paru-paru, ginjal, kulit, dan hati.

Paru-paru jumlahnya sepasang. Berisi gelembung-gelembung udara bernama


alveolus. Di alveolus terjadi pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Oksigen akan
dibawa ke jaringan sedangkan karbon dioksida dikeluarkan dari tubuh.

Ginjal jumlahnya juga sepasang. Berfungsi menyaring urin, mereabsorbsi, dan


menyerap kembali zat yang masih dibutuhkaan tubuh. Urin lalu dikeluarkan melalui
uretra. Beberapa komponen urin adalah asam urat dan ammonia.

Kulit berfungsi untuk mengeluarkan keringat. Pengeluaran keringat ini juga


berperan untuk mengatur suhu tubuh mamalia. Sedangkan hati akan menghasilkan
bilirubin yang juga akan dikeluarkan dalam feses dan urin.

Ekskresi pada mamalia umumnya sama dengan eksresi pada manusia dimana
terjadi pembentukan urin pada ginjal serta membuang karbondioksida dari paru-paru,
produk limbah ini dibuang melalui napas dan buang air kecil. Apabila ekskresi pada
suatu organisme tidak bekerja dengan baik, maka limbah sisa metabolisme yang
14
umumnya bersifat racun ini akan menumpuk dalam tubuh organisme tersebut dan
akhirnya akan menyebabkan kematian.

D. Ekskresi nitrogen
Makanan yang dimakan hewan pada umumnya mengandung karbohidrat, lemak
dan protein serta sejumlah kecil asam nukleat. Metabolisme karbohidrat dan lemak akan
menghasilkan zat sisa berupa CO2 dan air. Kedua jenis zat sisa tersebut dapat
dikeluarkan dengan mudah melalui organ pernafasan dan organ pengeluaran, sehingga
tidak menimbulkan masalah bagi tubuh.
Hal yang menimbulkan masalah adalah metabolisme senyawa bernitrogen
(terutama protein ) dan asam nukleat. Di dalam tubuh protein dihidrolisis menjadi asam
amino. Sementara ikan tidak dapat menyimpan kelebihan asam amino sehingga zat
tersebut harus dikeluarkan dari tubuh atau mengalami metabolisme lebih lanjut. Selama
metabolisme asam amino diubah menjadi senyawa lain yang dapat diproses lebih lanjut
menjadi glukosa.
Metabolisme asam amino disebut deaminasi. Proses ini menghasilkan zat sisa
berupa ammonia. Reaksi deaminasi dapat terjadi secara langsung atau melalui reaksi
transdeaminasi. Dalam reaksi transdeaminasi, mula-mula asam amino diubah menjadi
senyawa lain yang dapat di deaminasi lebih lanjut untuk menghasilkan ammonia. Asam
nukleat (purin dan pirimidin) akan diuraikan dengan cara yang sama dan menghasilkan
ammonia. Apabila zat tersebut tidak dikeluarkan, tubuh hewan akan penuh dengan
amonia, suatu senyawa yang sangat toksik. Oleh karena itu ikan harus berusaha untuk
mengeluarkan amonia dari dalam tubuhnya. Pengeluaran amonia dapat dilakukan dengan
salah satu cara berikut :

15
1. Mengeluarkan tanpa mengubahnya
2. Mengubahnya terlebih dahulu menjadi urea dan kemudian mengeluarkannya

 Pengeluaran nitrogen dalam bentuk amonia(amonotelik)


Hewan mengeluarkan nitrogen dalam bentuk amonia dinamakan hewan
amonoptelik, misalnya Teleostei, siklostomata. Di dalam tubuh ikan amoniak dapat
menimbulkan berbagai gangguan, antara lain mengubah pH intra sel yang selanjutnya
akan mempengaruhi metabolisme intrasel dengan mengubah fungsi enzim dan protein.
Amonia dapat mengubah fungsi mitokondria dan bersifat sangat toksik. Namun, amonia
sangat mudah larut dalam air. Reaksi antara amonia dan air adalah sebagai berikut ;
+

NH2 + H2O NH4 + OH-

Pengeluaran nitrogen dalam bentuk amoniak hanya dilakukan oleh hewan akuatik
(amonotelik). Bagi hewan akuatik, pembentukan amonia di dalam tubuh tidak
menimbulkan masalah karena amonia sangat mudah larut dalam air dan mudah
menembus membran sel sehingga akan segera keluar dari tubuh. Apalagi di luar tubuh
tersedia air dalam jumlah yang banyak, yang akan segera melarutkan dan menetralkan
sifat toksis amonia. Pada Teleostei sebagian besar amonia dikeluarkan dari dalam tubuh
melalui insang. Ikan karper dan ikan mas melakukannya melalui insang dan ginjal.
Dalam hal ini, pengeluaran amonia melalui insang mencapai 6-10 kali lebih besar dari
pada pengeluaran melalui ginjal. Oleh karena itu amonia yang terbentuk dalam jumlah
besar dengan sifat toksik yang tinggi, tidak menjadi masalah bagi hewan akuatik,
terutama sekali yang hidup diperairan yang luas.

 Pengeluaran nitrogen dalam bentuk urea(ureotelik)


Urea adalah senyawa yang mudah larut dalam air, memiliki toksisitas lebih rendah
dari pada amonia, dan merupakan hasil sisa bernitrogen yang utama pada hewan
terestrial, dibandingkan dengan amonia, urea memiliki toksisitas dan tingkat kelarutan
dalam air yang lebih kecil. Hewan yang menghasilkan dan mengeluarkan urea disebut
ureotelik. Urea disintesis melalui siklus urea.
Setelah urea terbentuk di dalam tubuh, urea mengalami nasib yang bervariasi
tergantung pada jenis hewan. Pada hiu dan ikan pari, urea yang dihasilkan tidak
dikeluarkan dari dalam tubuh melainkan direabsorpsi dan masuk kembali ke sirkulasi
16
darah. Ternyata hal ini sangat penting untuk menjaga keseimbangan nilai osmolalitas
total dalam darah dan sekaligus sangat penting bagi osmoregulasi. Oleh karena itu pada
ikan tersebut urea tidak disebut sebagai zat sisa, melainkan senyawa yang sangat penting
bagi tubuh. Tanpa urea ikan hiu dan pari tidak tahan berhidup.

 Pengeluaran nitrogen dalam bentuk uricotelik


Hewan urictelik umumnya adalah terestrial. Termasuk hewan uricotelik adalah
insecta, Gastropoda darat, Kadal, Ular, dan Burung. Pembentukan asam urat dapat
dipandang sebagai keberhasilan adaptasi terhadapmenyebabkan asam urat dan
konservasi air pada habitat terestrial. Karena kelarutan asam urat dan garam-garamnya
sangat kecil sekitar 6 mg per liter air), maka penarikan air dari urin menyebabkan asam
urat dan garam-garamnya lebih padat.
warna putih setengah pada kotoran burung dadalah urin yang tersusun terutama atas
asam urat, sangat sedikit air yang digunakan untuk ekskresi produk ekskretori
nitrogenous pada hewan-hewan ini.

E. Sistem Osmoregulasi pada Hewan Invertebrata dan vertebrata


1. Sistem Osmoregulasi pada hewan invertebrata
Secara umum, organ osmoregulasi invertebrata memakai mekanisme filtrasi,
reabsorbsi, dan sekresi yang prinsipnya sama dengan kerja ginjal pada vertebrata yang
memproduksi urin yang lebih encer dari cairan tubuhnya.
Osmoregulasi adalah proses untuk menjaga keseimbangan antara jumlah air dan
zat terlarut yang ada dalam tubuh hewan. Mengapa hewan harus melakukan
osmoregulasi? Alasan utamanya ialah karena perubahan keseimbangan jumlah air dan
zat terlarut di dalam tubuh memungkinkan terjadinya perubahan arah aliran air/zat
terlarut menuju ke arah yang tidak diharapkan. Proses inti dalam osmoregulasi yaitu
osmosis. Osmosis adalah pergerakan air dari cairan yang mempunyai kandungan air
lebih tinggi (yang lebih encer) menuju ke cairan yang mempunyai kandungan air yang
lebih rendah (yang lebih pekat).
Osmoregulasi dapat juga didefinisikan sebagai proses homeostasis untuk
menjaga agar cairan tubuh selalu berada dalam keadaan stabil atau steady state.
Masalah osmoregulasi antara lain sebagai berikut:

1) Setiap individu hewan membutuhkan konsentrasi garam yang berbeda dengan


lingkungannya.

17
2) Hewan harus mempunyai konsentrasi air yang sama (partikel konsentrasi terlarut
total) terhadap lingkungannya, yang berarti membutuhkan sejumlah besar energy
untuk membuang air dari tubuhnya.
3) Hewan perlu untuk membuang sejumlah sisa hasil metabolisme yang larut dalam air
seperti ammonia, kreatinin, dan pigmen darah.

Berdasarkan kemapuannya menjaga tekanan osmotik tubuh, dikenal adanya


hewan osmoregulator dan osmokonformer.
1. Osmokonformer
Osmokonformer merupakan hewan yang tidak mampu mempertahankan tekanan
osmotik di dalam tubuhnya, oleh karena itu hewan harus melakukan berbagai adaptasi
agar dapat bertahan di dalam tempat hidupnya. adaptasi dapat dilakukan sepanjang
perubahan yang terjadi pada lingkungannya tidak terlalu besar dan masih ada dalam
kisaran konsentrasi yang dapat diterimanya. Jika perubahan lingku ngan terlalu besar
maka hewan yang melakukan osmokonfermer tidak dapat bertahan hidup di tempat
tersebut.

2. Osmoregulator
Osmoregulasi adalah organisme yang menjaga osmolaritasnya tanpa tergantung
lingkungan sekitar. Oleh karena kemampuan meregulasi ini maka osmoregulator dapat
hidup di lingkungan air tawar, daratan, serta lautan. Di lingkungan dengan konsentrasi
cairan yang rendah, osmoregulator akan melepaskan cairan berlebihan dan sebaliknya.

1) Osmoregulasi pada serangga


Kehilangan air pada serangga terutama terjadi melalui proses penguapan. Hal ini
dikarenakan serangga memiliki ratio luas permukaan tubuh dengan masa tubuhnya
sebesar 50 kali, bandingkan dengan mamalia yang mempunyai ratio luas permukaan
tubuh terhadap masa tubuhnya yang hanya ½ kali. Jalan utama kehilangan air pada
serangga adalah melalui spirakulum untuk mengurangi kehilangan air dari tubuhnya
maka kebanyakan serangga akan menutup spirakelnya pada saat diantara dua gerakan
pernapasannya. Cara mengatasi yang lain adalah dengan meningkatkan
impermeabilitas kulitnya, yaitu dengan memiliki kutikula yang berlilin yang sangat
impermeable terhadap air, sehingga serangga sedikit sekali kehilangan air melalui
kulitnya. Sebagai organ ekskretori serangga memiliki badan Malphigi yang bersama-
18
sama dengan saluran pencernaan bagian belakang membentuk sistem ekskretori
osmoregulatori.

2) Osmoregulasi pada Annelida


Cacing tanah seperti Lumbricus terestris merupakan regulator hiperosmotik
yang efektif. Hewan ini secara aktif mengabsorbsi ion-ion. Urine yang diproduksinya
encer, yang secara esensial bersifat hipoosmotik mendekati isoosmotik terhadap
darahnya. Diduga konsentrasi urinnya disesuaikan menurut kebutuhan keseimbangan
air tubuhnya. Homeostasis regulasi juga dilakukan dengan pendekatan prilaku yaitu
aktif dimalam hari dan menggali tanah lebih dalam bila permukaan tanah kering.

3) Osmoregulasi pada Molusca


Pada tubuh keong/siput memiliki permukaan tubuh berdaging yang sangat
permeable terhadap air. bila dikeluarkan dari cangkangnya, maka air akan hilang
secepar penguapan air pada seluas permukaan tubuhnya. Semua keoang atau siput
bernapas terutama dengan paru-paru yang terbentuk dari mantel tubuhnya dan terbuka
keluar melalui lubang kecil. Toleransi terhadap air sangat tinggi. Tekanan osmotik
cairan internal bervariasi secara luas tergantung kandungan air lingkungannya. Untuk
menghindari kehilangan air yang berlebih, keong atau siput lebih aktif dimalam hari
dan bila kondisi bertambah kering , keoang akan berlindung dengan membenamkan
diri kedalam tanah serta menutup cangkangnya dengan semacam operculum yang
berasal dari lendir yang dikeluarkannya. Banyak keong darat yang secara rutin
mengeluarkan suatu zat yang mengandung nitrogen dalam bentuk asam urat yang sulit
larut dalam air, yang terbukti bahwa ternyata zat ini meningkat pada beberapa spesies
dalam masa kesulitan mendapatkan air. Selama masa estivasi (tidur musim panas)
asam urat ini disimpan dalam ginjal dengan maksud mengurangi kehilangan air untuk
menekskresikan nitrogen tersebut. Banyak spesies keong yang menyimpan air
didalam rongga mantelnya yang rupanya digunakan pada liungkungan kering.
2. Osmoregulasi pada Vertebrata
1) Osmoregulasi pada Ikan
Ikan-ikan yang hidup di air tawar mempunyai cairan tubuh yang bersifat
hiperosmotik terhadap lingkungan, sehingga air cenderung masuk ketubuhnya secara
difusi melalui permukaan tubuh yang semipermiable. Bila hal ini tidak dikendalikan
atau diimbangi, maka akan menyebabkan hilangnya garam-garam tubuh dan
19
mengencernya cairan tubuh, sehingga cairan tubuh tidak dapat menyokong fungsi-
fungsi fisiologis secara normal. Ginjal akan memompa keluar kelebihan air tersebut
sebagai air seni. Ginjal mempunyai glomerulus dalam jumlah banyak dengan diameter
besar. Ini dimaksudkan untuk lebih dapat menahan garam-garam tubuh agar tidak
keluar dan sekaligus memompa air seni sebanyak-banyaknya.
Ikan laut hidup pada lingkungan yang hipertonik terhadap jaringan dan cairan
tubuhnya, sehingga cenderung kehilangan air melalui kulit dan insang, dan
kemasukan garam-garam. Untuk mengatasi kehilangan air, ikan ‘minum’air laut
sebanyak-banyaknya. Dengan demikian berarti pula kandungan garam akan
meningkat dalam cairan tubuh. Padahal dehidrasi dicegah dengan proses ini dan
kelebihan garam harus dihilangkan. Karena ikan laut dipaksa oleh kondisi osmotik
untuk mempertahankan air, volume air seni lebih sedikit dibandingkan dengan ikan air
tawar. Tubulus ginjal mampu berfungsi sebagai penahan air. Jumlah glomerulus ikan
laut cenderung lebih sedikit dan bentuknya lebih kecil dari pada ikan air tawar

2) Osmoregulasi pada Reptil


Hewan dari kelas reptile, meliputi ular, buaya, dan kura-kura memiliki kulit yang
kerimg dan bersisik. Keadaan kulit yang kering dan bersisik tersebut diyakini
merupakan cara beradaptasi yang baik terhadap kehidupan darat, yakni agar tidak
kehilangan banyak air. Untuk lebih menghemat air, hewan tersebut menghasilkan zat
sisa bernitrogen dalam bentuk asam urat, yang pengeluarannya hnya membutuhkan
sedikit air. selain itu, Reptil juga melakukan penghematan air dengan menghasilkan
feses yang kering. Bahkan, Kadal dan kura-kura pada saat mengalami dehidrasi
mampu memanfaatkan urin encer yang dihasilkan dan disimpan dikandung kemihnya
dengan cara mereabsorbsinya.

3) Osmoregulasi pada Aves


Pada burung pengaturan keseimbangan air ternyata berkaitan erat dengan proses
mempertahankan suhu tubuh. Burung yang hidup didaerah pantai dan memperoleh
makanan dari laut (burung laut) menghadapi masalah berupa pemasukan garam yang
berlebihan. Hal ini berarti bahwa burung tersebut harus berusaha mengeluarkan
kelebihan garam dari tubuhnya. Burung mengeluarkan kelebihan garam tersebut
melalui kelenjar garam, yang terdapat pada cekungan dangkal dikepala bagian atas,
disebelah atas setiap matanya, didekat hidung. Apabila burung laut menghadapi

20
kelebihan garam didalm tubhnya, hewan itu akan menyekresikan cairan pekat yang
banyak mengandung NaCl. Kelenjar garam ini hanya aktif pada saat tubuh burung
dijenuhkan oleh garam.
4) Osmoregulasi pada Mamalia
Pada mamalia kehilangan air dan garam dapat terjadi lewat keringat. Sementara,
cara mereka memperoleh air sama seperti vertebrata lainnya, yaitu dari air minum dan
makanan. Akan tetapi, untuk mamalia yang hidup dipadang pasir memperoleh air
denga cara minum merupakan hal yang mustahil sebagai contoh kangguru. Kangguru
tidak minum air, tetapi dapat bertahan dengan menggunakan air metabolic yang
dihasilkan dari oksidasi glukosa.

F. Prinsip-prinsip Dasar Osmoregulasi


Terhadap lingkungan hidupnya, ada hewan air yang membiarkan konsentrasi cairan
tubuhnya berubah-ubah menngikuti perubahan mediumnya (osmokonformer). Kebanyakan
invertebrata laut tekanan osmotic cairan tubuhnya sama dengan tekanan osmotik air laut.
Cairan tubuh demikian dikatakan isotonik atau isosmotik dengan medium tempat
hidupnya. Bila terjadi perubahan konsentrasi dalam mediumnya,maka cairan tubuhnya
disesuaikan dengan perubahan tersebut (osmokonformitas).
Sebaliknya ada hewan yang mempertahankan agar tekanan osmotik cairan
tubuhnya relative konstan lebih rendah dari mediumnya (hipoosmotik) atau lebih tinggi
dari mediumnya (hiperosmotik). Untuk mempertahankan cairan tubuh relatif konstan,
maka hewan melakukan regulasi osmotic (osmoregulasi), hewannya disebut regulator
osmotic atau osmoregulator. Ada dua macam regulasi osmotic yaitu regulasi hipoosmotik
dan regulasi hiperosmotik. Pada regulator hipoosmotik, misalnya ikan air laut, hewan ini
selalu mempertahankan konsentrasi cairan tubuhnya lebih tinggi daripada mediumnya (air
tawar) .

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Sistem ekresi adalah proses pengeluaran zat-zat sisa hasil metabolisme yang sudah tidak
digunakan lagi oleh tubuh. seperti CO2, H2O, NH3, zat warna empedu dan asam urat.
2. Zat hasil metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh akan dikeluarkan melalui alat
ekskresi.

21
3. Alat ekskresi yang dimiliki oleh makhluk hidup berbeda-beda. Semakin tinggi tingkatan
mahluk hidup, semakin kompleks alat ekskresinya.
4. Secara umum proses osmoregulasi adalah upaya atau kemampuan hewan air untuk
mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam tubuh dan lingkungannya melalui
mekanisme pengaturan tekanan osmose.
5. Proses osmoregulasi diperlukan karena adanya perbedaan konsentrasi cairan tubuh
dengan lingkungan disekitarnya. Jika sebuah sel menerima terlalu banyak air maka ia
akan meletus, begitu pula sebaliknya, jika terlalu sedikit air, maka sel akan mengerut dan
mati.
6. Osmoregulasi juga berfungsi ganda sebagai sarana untuk membuang zat-zat yang tidak
diperlukan oleh sel atau organisme hidup.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell. 2004. Biologi Jilid Kelima-Jilid 3. Jakarta : Erlangga.


Soewolo. 1997. Pengantar Fisiologi Hewan. Malang : IKIP Malang.
http://www.mikirbae.com/2016/02/sistem-ekskresi-pada-hewan.html diakses pada hari selasa
1 mei 2018.jam 13:48.WIB.

https://www.google.co.id/search?q=sistem+ekskresi+ginjal+pada+ikan&tbm=isch&tbo=u&s
ource=univ&sa=X&ved=0ahUKEwiB6MiV7-

22
PaAhWDro8KHYW4CGUQsAQISA&biw=1366&bih=662#imgrc=V-VgtNvn-
mMX1M:hari selasa 1 mei 2018.Jam 13:50.WIB

https://www.google.co.id/search?
q=sistem+ekskresikelenjar+internal+pada+crustacea&tbm=isch&source=iu&ictx=1&fi
r=uogC5TnBb_XvWM%253A%252CFNNd746uDYnLGM
%252C_&usg=__q6Cb0GnlrxwwkTlhzr-_e_pIkHw
%3D&sa=X&ved=0ahUKEwjHocGY7uPaAhXMPI8KHVY2DH8Q9QEILTAB&biw=
1366&bih=662#imgrc=_Hari Selasa 1 mei 2018 14.00.WIB

23

Anda mungkin juga menyukai