Anda di halaman 1dari 22

BAB I

STATUS EPIDEMIOLOGI

I. IDENTITAS
Nama : Tn. Alamin
Usia : 32 tahun
Jenis kelamin : Laki- laki
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMA
Suku / warganegara : Sulawesi/WNI
Alamat : Dok II Bawah
Status perkawinan : Belum Kawin
Pekerjaan : Swasta
Tanggal Masuk : 04 Juni 2018
Tanggal pemeriksaan : 05 Juni 2018
Nomor Reg : 0000038

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 LAPORAN PSIKIATRIK


2.1.1 Keluhan Utama
- Autoanamnesa (dengan pasien) :
“pasien mengatakan tiba – tiba ada sesuatu yang datang dalam pikiran pasien seperti
pasien diguna- guna, serta pasien juga melihat ada seperti bayangan yang tiba – tiba
lewat menghampiri pasien pada malam hari.”

- Heteroanamnesa (Kakak Kandung) :


Sebelumnya Pasien sulit tidur tanpa alasan yang jelas. Pasien terlihat sering bicara
sendiri, ribut, berteriak dan juga pasien mengaku ada orang yang berniat membunuh
pasien. Makan dan minum bisa sendiri, mandi sendiri, hubungan dengan keluarga
renggang, pasien memukul kakak perempuan.

2.1.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Heteroanamnesa ( kakak Kandung)
± 1 minggu sebelum masuk rumah sakit,pasien sering marah – marah tanpa alasan
yang jelas dan juga sering bicara ̵ bicara sendiri, jalan mondar- mandir tanpa tujuan
yang jelas, susah tidur, tertawa sendiri (GAF = 50).
± 5 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengatakan tiba – tiba ada
sesuatu yang datang dalam pikiran pasien seperti pasien diguna- guna, serta pasien
juga melihat ada seperti bayangan yang tiba – tiba lewat menghampiri pasien pada
malam hari (GAF = 40).
± 4 hari sebelumnya Pasien sulit tidur tanpa alasan yang jelas. Pasien terlihat
sering bicara sendiri, ribut, berteriak dan juga pasien mengaku ada orang yang berniat
membunuh pasien. Makan dan minum bisa sendiri, mandi sendiri, hubungan dengan
keluarga renggang, pasien memukul kakak perempuan (GAF=30). Akhirnya
kakaknya membawa pasien ke RSJ Abepura.

2
2.1.3 Riwayat Penyakit Dahulu
1. Psikiatri
Pasien sudah pernah sakit seperti ini terakhir dirawat Tahun 2004 dan terakhir
dirawat Tahun 2018 (28 Mei 2018)
2. Medis Umum
Riwayat epilepsi disangkal
Riwayat trauma kepala disangkal
Riwayat pingsan / kehilangan kesadaran sebelumnya disangkal
Riwayat alergi disangkal
Riwayat asma disangkal

2.1.4 Riwayat Penggunaan Zat


Pasien merokok dan mengkonsumsi kopi sejak remaja. Pasien bisa menghabiskan 1
bungkus rokok dalam sehari. Riwayat penggunaan narkoba, ganja dan alkohol
disangkal oleh pasien.

2.1.5 Riwayat Sosial


Pasien tinggal di rumah bersama kakak pasien. Disekitar rumah pasien adalah
tetangga yang begitu dikenal oleh kerabat. Pasien merupakan anak ke 6 dari 7
bersaudara.

2.1.6 Riwayat Kehidupan Pribadi


2.1.6.1 Masa Prenatal, Perinatal dan Postnatal
Pasien adalah anak yang diinginkan, merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara.
Persalinan ditolong oleh dukun. Lahir spontan, Tidak ada cacat bawaan atau kelainan
lain. Lahir langsung menangis. Selama hamil ibu tidak pernah sakit, tidak
mengkonsumsi obat-obatan, alkohol atau merokok. Usia kehamilan + 9 bulan, selama
masa itu pasien dirawat dan disusui oleh ibu kandung.
2.1.6.2 Masa Kanak-kanak Awal (0-3 tahun)
Pasien tidak pernah mengalami kekerasan dalam rumah, pasien tidak pernah
mengalami kejang dan selalu dalam keadaan baik.

3
2.1.6.3 Masa Kanak Pertengahan (3-11 tahun)
Keadaan pasien pada masa sekolah dan prasekolah dalam batas normal, punya banyak
teman main.
2.1.6.4 Masa Pubertas
Pasien mengaku mulai merokok dan mengkonsumsi kopi sejak remaja.
2.1.6.5 Masa Dewasa
a. Riwayat pendidikan
Pendidikan terakhir pasien adalah SMA. Untuk rangking, pasien mengaku tidak
pernah dapat rangking tetapi selalu naik kelas.
b. Riwayat Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan merokok, dihabiskan ± 1 bungkus rokok perhari.
Pasien juga memiliki kebiasaan mengkonsumsi kopi. Perilaku mulai terbentuk sejak
remaja. Pasien masih aktif merokok sampai sekarang. Penggunaan narkoba, ganja
tetap disangkal oleh pasien.
c. Riwayat perkawinan
Pasien belum berkeluarga.
d. Aktivitas Sosial dan ekonomi
Pasien mengaku tidak bergaul dengan orang lain.
1) Keagamaan

Pasien mengaku jarang beribadah.


2) Riwayat Hukum
Pasien belum pernah berurusan dengan hukum.
3) Riwayat kehidupan Psikoseksual
Pasien sama sekali tidak pernah mengalami masalah psikoseksual.
2.1.7 Riwayat Keluarga
pasien mengatakan bahwa didalam keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit
seperti dirinya.
Genogram :

4
Keterangan :

: Perempuan

: Laki- Laki

: Pasien

2.1.8 Persepsi / Tanggapan Pasien Terhadap Dirinya


Pasien mengetahui secara sadar bahwa dirinya tidak memiliki gangguan,
sehingga pasien merasa tidak perlu untuk berobat dan minum obat.

Kurva perjalanan penyakit :

0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100

2004 SMRS Mei 2018 1 Mggu 5 hari 4 hari

2.1 STATUS GENERALISATA


2.2.1 Tanda-tanda vital
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 87x/m
Respirasi : 20 x/m

5
Suhu : 36,60C
2.2.2 Status interna
Kepala : Normochepali, jejas (-), edema (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-)
Hidung : Deformitas (-), sekret (-), perdarahan (-)
Telinga : Deformitas (-), darah (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP dalam batas normal

Thorax
3 Pulmo
Inspeksi : Simetris, dalam keadaan statis & dinamis, retraksi dinding
dada (-), jejas (-)
Palpasi : vokal fremitus dextra sinistra simetris
Perkusi : sonor pada paru dextra et sinistra
Auskultasi : suara nafas dasar : vesikuler (+/+) suara tambahan :
wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
4 Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba
Perkusi : Pekak
Auskultasi : BJ I=II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:
Inspeksi : tampak supel, datar, jejas (-)
Auskultasi : bising usus (+)
Palpasi : nyeri tekan (-), turgor kulit normal, hepar/lien: ttb/ttb
Perkusi : timpani
Ekstremitas : akral hangat, CRT<2”

6
2.2 STATUS PSIKIATRIK
Kesadaran Compos Mentis Pasien secara sadar penuh terhadap
lingkungan serta memberikan reaksi
yang baik.

Orientasi 1. Orang Baik, pasien mampu mengenali orang


sekitarnya.
2. Tempat Pasien mengerti sedang berada di RSJ
Abepura
3. Waktu Pasien tidak tepat mengatakan hari ini
04 juni 2018.
I. Gambaran 1. Penampilan Pasien laki-laki, TB 160cm, BB 50kg,
Umum berkulit sawo matang, rambut keriting,
menggunakan kaos coklat, celana kain
setengah kaki, rapih, bersih, terawat,
tampak sehat, sesuai dengan usia dan
pekerjaan.
2. Perilaku dan aktifitas Baik
psikomotor
3.Sikap terhadap Kontak : ada, pasien melihat pemeriksa
pemeriksa dan menjawab saat ditanya.
Rapport : adekuat, pasien menjawab
pertanyaan nyambung.
Sikap : koperatif, pasien mau menjawab
pertanyaan yang di ajukan pemeriksa.
Jika ditanya jawabannya pasien
diutarakan sesuai pertanyaan.
II. Emosi 1. Mood Eutemik
2. Afek Appropriate
III 3. Kesesuaian, Bicara Pasien berespon normal terhadap
pemeriksa. Menjawab pertanyaan sesuai
dengan yang ditanyakan. Intonasi
ucapan terdengar jelas namun berbicara

7
lambat

IV. Gangguan 1. Ilusi Tidak ada


Persepsi
2. Halusinasi (+)
Halusinansi Audiotorik:
Pasien mendengar bisikan tapi tidak tau
asal bisikannya.
Halusinansi Visual :
Pasien melihat bayangan.
V. Gangguan 1. Bentuk pikiran Realistik, pasien menjelaskan
berpikir identitasnya sesuai dengan kenyataan.
2. Isi pikiran / Waham Waham (+)
Waham curiga: pasien mengaku ada
tetangganya yang tidak suka terhadap
dirinya dan suka membicarakannya.
3. Arus pikiran kohoren, pasien tidak dapat
menggambarkan isi pikirannya
VI. Memori & 1. Konsentrasi Baik, pasien menjawab sesuai dengan
fungsi kognitif pertanyaan, namun pasien mengaku jika
sedang marah pasien sulit
berkonsentrasi.
2. Memori Baik, pasien mengingat kejadian dengan
baik dari masa kanak-kanak hingga
dewasa.
VII. Tilikan I Penyangkalan total atas penyakitnya

8
2.2 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Lengkap :
Tidak dilakukan
2.4 FORMULASI DIAGNOSIS
Berdasarkan data yang didapatkan dari hasil wawancara dengan pasien ditemukan
adanya masalah yang muncul yang mengakibatkan perubahan sikap, perilaku dan emosi pada
pasien. Perubahan pola perilaku dan psikologis pada pasien saat ini mengarah pada kriteria
diagnostik F20.0 Skizofrenia Paranoid sesuai dengan Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia, edisi ke III. Menurut PPDGJ III penegakan diagnosis
F20.0 baru dapat ditegakan bila penderita memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia dan
sebagai tambahan halusinasi dan atau waham harus menonjol dan gangguan afektif, dorongan
kehendak dan pembicaraan yang, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata atau tidak
menonjol.
a) Diagnosis Banding :
- F22.0 Gangguan waham
- F22.8 Gangguan waham lainnya
b) Diagnosis Multiaksial
 Axis I : F20.0 Skizofrenia Paranoid
 Axis II : F60.0 Gangguan kepribadian paranoid
 Axis III : Tidak ada diagnosis
 Axis IV : Masalah dengan lingkungan
 Axis V : GAF 50-30 beberapa gejala ringan dan menetap disabilitas ringan
dalam fungsi, secara umum masih baik

2.5 RENCANA TERAPI


Terapi non-Farmakologis :
a. Psikoterapi
- Ventilasi : Memberikan kesempatan kepada pasien untuk menceritakan keluhan dan isi
hati serta perasaan sehingga pasien merasa lega.
- Konseling : Memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien agar memahami
penyakitnya dan bagaimana cara menghadapinya.
b. Sosioterapi : Memberikan penjelasan kepada pasien, lingkungan pasien dan orang-orang di
sekitarnya. Sehingga dapat menerima dan menciptakan suasana lingkungan yang
membantu.

9
Terapi Farmakologis rawat inap :
 Haloperidol 5 mg (1-1-1)
 Trihexiphenidyl 2 mg (1-1-1)
 Merlopam 0,5mg (0-0-1)

2.6 PROGNOSIS
a. Ad vitam : dubia at bonam
b. Ad fungsionam : dubia at bonam
c. Ad sanationam : dubia at bonam

10
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Bagaimana Cara Mendiagnosa Pasien Dalam Kasus?


Menurut teori berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia edisi ke tiga (PPDGJ III), penegakan diagnosis pada kasus ini dapat
dijabarkan sebagai berikut:

A. F.20 Skizofrenia
Suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan
perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronik atau “deteriorating”) yang luas, serta
sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial
budaya.
Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik
dari pikran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) or tumpul
(blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual
biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang
kemudian.
Pedoman diagnostik :
 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
(a). – “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda

- “thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya
(withdrawal); dan
- “ thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya;

(b). – “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu


kekuatan tertentu dari luar; atau

11
- “delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar; atau
- delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap
suatu kekuatan dari luar; (tentang “dirinya” = secara jelas merujuk ke pergerakan
tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus);
- “ delusion perception” = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna
sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;

(c) halusinasi auditorik:


- suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien,
atau
- mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang
berbicara), atau
- jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh

(d) waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik
tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu
mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).

 Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:

(e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja , apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif
yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap,
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus
menerus.

(f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation)
yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.

(g) Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing) atay fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.

12
(h) Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons emosional yang
menumpul tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan
sosial dan menurunya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neureptika.

 Adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal);
 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu,
sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitute), dan penarikan diri secara sosial.

B. F 20.0 Skizofrenia Paranoid

Pedoman diagnostik :

 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.


 Sebagai tambahan:

1. Halusinasi dan atau waham harus menonjol.

a) Suara-suara halusinasi yang mengncam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi
audiotorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung
(humming), atau bunyi tawa (laughing).
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain
perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang meninjol.
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of
control), delucion of influence), atau” passivity” (delusion of passivity), dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.

2. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala katatonik secara
relatif tidak nyata/tidak menonjol.

Berdasarkan anamnesis pada kasus didapatkan gejala seperti; Pasien suka berbicara
sendiri. Pasien suka duduk menyendiri. Pasien suka berbicara sendiri. Pasien suka
marah – marah tanpa sebab. Pasien kadang mengenal orang, kadang tidak mengenal

13
orang lain di lingkungan keluarganya. Pasien merasa tetangga – tetangga pasien
yang merupakan pendatang membenci pasien dan sering membicarakan pasien.
Pasien merasa ada yang seperti mengejar-ngejar pasien. Hal ini sudah terjadi kurang
lebih 2 tahun

. Jadi berdasarkan status psikiatri diagnosis pada kasus ini skizofrenia paranoid, dan
dapat disimpulakan diagnosis pada kasus sesuai dengan teori.

3.2 DIAGNOSA BANDING

Apakah Diagnosis Banding pada Kasus Ini Sudah Sesuai ?

a. F22.0 Gangguan Waham (Paranoid)


Pedoman diagnostik :
 Waham-waham merupakan satu-satunya ciri khas klinis atau gejala yang paling
mencolok. Waham-waham tersebut (baik tunggal maupun sebagai suatu system
waham) harus sudah ada sedikitnya 3 bulan lamanya, dan harus bersifat khas pribadi
dan bukan budaya setempat.
 Gejala-gejala depresif atau bahkan suatu episode depresif yang lengkap / full blown
(F32.-) mungkin terjadi secara intermitten dengan syarat bahwa waham-waham
tersebut menetap pada saat-saat tidak terdapat gangguan afektif itu.
 Tidak boleh ada bukti-bukti tentang adanya penyakit otak
 Tidak boleh ada halusinasi auditorik atau hanya kadang-kadang saja ada dan bersifat
sementara.
 Tidak ada riwayat gejala-gejala skizofrenia (waham dikendalikan, siar pikiran,
penumpulan afek, dsb).

b. F22.8 Gangguan waham menetap lainnya


Kategori sisa untuk gangguan-gangguan waham menetap yang tidak memenuhi criteria
untuk gangguan waham (F22.0).
Gangguan waham yang berlangsung kurang dari 3 bulan lamanya, tidak memenuhi
criteria skizofrenia harus dimasukkan dalam kode F23.- (gangguan psikotik akut dan
sementara), walaupun untuk sementara.
Berdasarkan status psikiatri, gejala dan tanda yang ditemukan pada kasus ini, memiliki
beberapa kemiripan gejala psikotik, namun gejala dan tanda khas yang ditemukan pada

14
pasien memenuhi kriteri diagnosis F20.0 yaitu adanya waham dan halusinasi yang lebih
menonjol dan gangguan afektif ringan, sehingga kedua diferensial diagnosis diatas dapat
disingkirkan. Menurut PPDGJ III Skizofrenia Paranoid dapat didiagnosis banding
dengan F22.0 dan atau dengan F22.8, sehingga dapat disimpulkan diagnosis banding
pada kasus ini sesuai dengan teori.

3.3 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan harus dilakukan sesegera mungkin setelah didiagnosis, sebagaimana
terbukti bahwa waktu yang panjang antara onset gejala dan penatalaksanaan yang efektif,
dapat berdampak lebih buruk (kemunduran mental). Penatalaksanaan yang dapat diberikan
pada pasien gangguan mental dan perilaku dengan skizofrenia paranoid dapat berupa
penatalaksanaan non-farmakologis dan farmakologis.
a) Penatalaksanaan Non-Farmakologis
 Terapi Psikologis (Psikoterapi) dan Dukungan Sosial (Sosioterapi)
Terapi yang dapat membantu penderita gejala gangguan mental dan perilaku akibat
skizofrenia paranoid adalah psikoterapi suportif individual atau kelompok, serta bimbingan
yang praktis dengan maksud mengembalikan penderita ke masyarakat. Terapi perilaku
kognitif (cognitive behavioural therapy, CBT) seringkali bermanfaat dalam membantu pasien
mengatasi waham dan halusinasi yang menetap.
Tujuannya adalah untuk mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan, dan tidak
secara langsung menghilangkan gejala. Terapi keluarga dapat membantu mereka megurangi
ekspresi emosi yang berlebihan dan terbukti efektif mengurangi gejala-gejala kekambuhan.
Terapi kerja adalah baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain,
penderita lain, perawat dan dokter. Hal ini dimaksudkan agar pasien tidak mengasingkan diri
dan terapi ini sangat penting dalam menjaga kepercayaan diri dan kualitas hidupnya. Penting
sekali untuk menjaga komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarga.

b) Penatalaksanaan Farmakologis
 Obat Anti Psikosis
Pemberian obat-obat anti-psikosis dan pemilihan jenis obat anti-psikosis
mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan (fase akut atau kronis) dan efek
samping obat. Fase akut biasanya ditandai oleh gejala psikotik (yang baru dialami atau
yang kambuh) yang perlu segera diatasi.

15
Obat anti-psikosis tidak bersifat menyembuhkan, namun bersifat pengobatan
simtomatik. Obat anti-psikosis efektif mengobati “gejala positif” pada episode akut
(misalnya halusinasi, waham, fenomena passivity) dan mencegah kekambuhan.
Mekanisme kerja obat anti-psikosis berkaitan dengan aktivitas neurotransmitter
dopamine yang meningkat (Hiperaktivitas sistem dopaminergik sentral). Pada umumnya,
pemberian obat anti-psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun,
setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Efek obat anti-psikosis secara relatif
berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis terakhir masih mempunyai efek
klinis. Obat anti-psikosis dibagi dalam dua kelompok, berdasarkan mekanisme kerjanya,
yaitu:
1. Dopamine Receptor Antagonist (DRA) atau anti-psikosis generasi I (APG-I)
Obat APG-I disebut juga obat anti-psikosis konvensional atau tipikal. Kebanyakan
antipsikosis golongan tipikal mempunyai afinitas tinggi dalam mem-blokade atau
menghambat pengikatan dopamin pada reseptor pasca-sinaptik neuron di otak, khususnya
di sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal (Dopamine D2 receptor antagonist), hal
inilah yang diperkirakan menyebabkan reaksi ekstrapiramidal yang kuat. 13 Oleh karena
kinerja obat APG-I, maka obat ini lebih efektif untuk gejala positif, contohnya gangguan
asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikir yang tidak wajar (waham), gangguan persepsi
(halusinasi) dibandingkan untuk terapi gejala negatif.1,8,10 Obat antipsikosis tipikal (APG-
I) memiliki dua kekurangan utama, yaitu :
a) Hanya sejumlah kecil pasien (kemungkinan 25 persen) yang cukup tertolong untuk
mendapatkan kembali jumlah fungsi mental yang cukup normal
b) Antagonis reseptor dopamine disertai dengan efek merugikan yang mengganggu dan
serius. Efek menganggu yang paling utama adalah akatisia dan gejala mirip
parkinsonisme berupa rigiditas dan tremor.
Sebagian besar antagonis reseptor dopamin dapat diberikan dalam satu dosis oral
harian ketika orang tersebut berada dalam kondisi yang stabil dan telah menyesuaikan
dengan efek samping apa pun. Prototip kelompok obat APG-I adalah klorpromazin
(CPZ), hal ini dikarenakan obat ini sampai sekarang masih tetap digunakan sebagai
antipsikosis, karena ketersediannya dan harganya murah.

16
Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjurkan

Chlorpromazine Chlorpromazine Tab. 25 - 100 mg 150 - 600 mg/hari

Promactil Tab. 100 mg

Meprosetil Tab. 100 mg

Cepezet Tab. 100 mg

Perphenazine Perphenazine Tab. 4 mg

Trilafon Tab 2 - 4 - 8 mg

Trifluoperazine Stelazine Tab. 1 - 5 mg 10 - 15 mg/hari

Fluphenazine Anatensol Tab. 2,5 - 5 mg 10 - 15 mg/hari

Thioridazine Melleril Tab. 50 - 100 mg 150 - 300 mg/hari

Haloperidol Haloperidol Tab. 0,5 - 1,5 mg 5 - 15 mg/hari

Dores Tab. 1,5 mg

Serenace Tab. 0,5 - 1,5 mg

Haldol Tab. 2 - 5 mg

Govotil Tab. 2 - 5 mg

Lodomer Tab 2 - 5 mg

Pimozide Orap Forte Tab. 4 mg 2 - 4 mg/hari

Tabel 2. Sediaan Obat Anti-psikosis Generasi I dan Dosis Anjuran (yang beredar di Indonesia
menurut MIMS Vol. 7, 2006).
Sumber : Obat Anti-psikosis. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic
Medication). Edisi 3. Hal 14.
Obat CPZ merupakan golongan derivate phenothiazine yang mempengaruhi ganglia
basal, sehingga menimbulkan gejala parkinsonisme (efek esktrapiramidal / EPS).Semua obat

17
APG-I dapat menimbulkan efek samping EPS (ekstrapiramidal), seperti distonia akut,
akathisia, sindrom Parkinson (tremor, bradikinesia, rigiditas).
Efek samping ini dibagi menjadi efek akut, yaitu efek yang terjadi pada hari-hari atau
minggu-minggu awal pertama pemberian obat, sedangkan efek kronik yaitu efek yang terjadi
setelah berbulan-bulan atau bertahun-tahun menggunakan obat. Oleh karena itu, setiap
pemberian obat APG-I, maka harus disertakan obat trihexyphenidyl 2 mg selama 2 minggu
sebagai obat antidotum.
2. Serotonin-dopamine Antagonist (SDA) atau anti-psikosis generasi II (APG-II)
Pada tahun 1990, ditemukan klozapin yang dikenal sebagai generasi pertama antipsikotik
golongan atipikal. Disebut atipikal karena golongan obat ini sedikit menyebabkan reaksi
ekstrapiramidal (EPS = extrapyramidal symptom). Obat APG-II disebut juga obat anti-
psikosis baru atau atipikal. Standar emas terbaru untuk pemberian obat anti-psikosis bagi
pasien skizofrenia adalah APG-II. Obat APG-II memiliki efek samping neurologis yang lebih
sedikit dibandingkan dengan antagonis reseptor dopamin dan efektif terhadap kisaran gejala
psikotik yang lebih luas.
Mekanisme kerja obat anti-psikosis atipikal adalah berafinitas terhadap “Dopamine D2
Receptors” (sama seperti APG-I) dan juga berafinitas terhadap “Serotonin 5 HT2 Receptors”
(Serotonin-dopamine antagonist), sehingga efektif terhadap gejala positif (waham, halusinasi,
inkoherensi) maupun gejala negatif (afek tumpul, proses pikir lambat, apatis, menarik diri).

Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjurkan

Sulpride Dogmatil Forte Tab. 200 mg 300 - 600 mg/hari

Clozapine Clorazil Tab. 25 - 100 mg 25 - 100 mg/hari

Sizoril Tab. 25 - 100 mg

Olanzapine Zyprexa Tab. 5 - 10 mg 10 - 20 mg/hari

Quetiapine Seroquel Tab. 25 - 100 mg 50 - 400 mg/hari

Zotepine Lodopin Tab. 25 - 50 mg 75 - 100 mg/hari

Risperidone Risperidone Tab 1 - 2 - 3 mg 2 - 6 mg/hari

18
Risperidal Tab. 1 - 2 - 3 mg

Neripros Tab. 1 - 2 - 3 mg

Persidal Tab. 1 - 2 - 3 mg

Rizodal Tab. 1 - 2 - 3 mg

Zofredal Tab. 1 - 2 - 3 mg

Aripiprazole Abilify Tab. 10 - 15 mg 10 - 15 mg/hari

Tabel 3. Sediaan Obat Anti-psikosis Generasi II dan Dosis Anjuran (yang beredar di
Indonesia menurut MIMS Vol. 7, 2006).
9
Sumber : Obat Anti-psikosis. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic
Medication). Edisi 3. Hal 14-15.
Penatalaksanaan formakoterapi pada kasus ini diberikan obat anti-psikotik tipikal
yaitu obat golongan Butyrophenone (Haloperidol),Trihexyphenidyl sebagai antikolinergik
untuk mengurangi efek samping obat Haloperidol dan golongan Benzodiazepine (Merlopam).
a) Haloperidol 2 mg
Haloperidol merupakan obat anti psikotik tipikal golongan Butyrophenone, yang
diindikasikan untuk mengatasi gejala sasaran (target syndrom) atau sindrom psikosis. Efektif
terhadap sindrom psikosis fungsional; seperti Skizofrenia, Psikosis paranoid, Psikosis afekstif
dan lain-lain. Sindrom psikosis terjadi berkaitan dengan aktivitas neurotransmiter Dopamine
yang meningkat (hiperaktivitas sistem dopaminergik sentral). Sehingga pemberian obat
golongan anti psikosis tipikal seperti haloperidol merupakan pilihan yang tepat. Mekanisme
kerja obat anti-psi kosis tipikal adalah mem-blokade Dopamine pada reseptor pasca-sinaptik
neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal (Dopamine D2
receptor atagonists) sehingga efektif untuk gejala positif seperti waham, halusinasi, bicara
kacau dan perilaku tak terkendali. Pada dasarnya semua obat anti-psikosis mempunyai efek
primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder
(efek samping: sedasi, otonomik, dan ekstrapiramidal).
Haloperidol merupkan golongan Butyrophenone yang memiliki efek samping
ekstrapiramidal paling kuat dibanding obat anti-psikosis lainnya. Haloperidol memiliki efek
sedatif lemah diunakan terhadap sindrom psikosis dengan gejala dominan; seprti apatis,
menarik diri, waham, halusinasi, dll. Penggunaan dosis perlu mempertimbangkan;
19
 Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
 Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
 Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek samping (dosis
pagi lebih kecil), sehingga tidak begitu menggu kualitas hidup pasien. Pada kasus ini
pasien diberikan siang1tablet dan malam 1 tablet ( 1-0-1).

b) Trihexyphenidyl Hcl 2 mg
Pemakaian obat psikotik seperti CPZ dan HLP tanpa penggunaan THP cenderung
menimbulkan sindrom parkinson. Pemberian obat Trihexyphenidyl selalu disertakan pada
sebagian besar terapi antipsikotik untuk pasien skizofrenia. Pemberian obat Haloperidol pada
pasien skizofrenia memiliki efek samping berupa efek ekstrapiramidal paling kuat.
Sindrom ekstrapiramdal merupakan suatu gejala yang ditimbulkan karena terjadinya
inhibisi transmisi dopaminergik di ganglia basalis. Adanya gangguan transmisi di korpus
stratum yang mengandung banyak reseptor D1 dan D2 menyebabkan depresi fungsi motorik
sehingga menimbulkan reaksi berupa distonia akut atau kekakuan otot-otot alat gerak,
hipersalivasi atau gerakan tak terkontrol pada otot rahang. Trihexilphenidyl merupakan
senyawa piperidin, termasuk obat golongan antikolinergik yang digunakan sebagai obat
tambahan antipsikotik. Daya anti kolinergik dan efek sentralnya mirip atropin namun lebih
lemah, bekerja dengan cara mengurangi aktifitas kolinergik di kaudatus dan puntamen yaitu
dengan memblok reseptor asetilkolin.
Berdasarkan alasan inilah diberikannya obat THP sebagai antidotum antipsikotik yang
memiliki efek ekstrapiramidal kuat seperti haloperidol, dengan tujuan mengurangi efek
samping yang tidak diinginkan, sebab efek samping yang ditimbulkan cukup serius.

c) Merlopam 0,5 mg

Selain itu juga pasien diberikan merlopan 0,5 mg 0-0-1 yang merupakan golongan
anti ansietas. Merlopam (Lorazepam) merupakan golongan benzodiazepine, dengan
mekanisme kerja yaitu dapat bereaksi dengan reseptor (benzodiazepine reseptors ) akan
mengreinforce “the inhibitory action of GABA-ergic neuron” yang mengendalikan sistem
limbik SSP yang terdiri dari dopaminergic, noradrenergic, dan serotoninergic neurons,
sehingga hiperaktivitas yang terjadi dapat mereda. Efek samping dari penggunaan obat
ansietas adalah sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor
menurun, kemampuan kognitif melemah), dan relaksasi otot (rasa lemas, cepat lelah, dll).

20
Untuk mengurangi resiko ketergantungan obat, maksimum lama pemberian sekitar 3 bulan
dalam rentang dosis terapeutik. Pasien diberikan merlopam untuk mengatasi gangguan
paranoidnya.

Pada pasien diberikan terapi yaitu :


 Haloperidol 5 mg (1-1-1)
 Trihexiphenidyl 2 mg (1-1-1)
 Merlopam 0,5mg (0-0-1)

3.4 PROGNOSIS
Prognosis kasus pasien ini adalah:
 Quo ad vitam (hidup) : ad bonam
Penyakit ini tdak mengancam hidup, sehingga prognosis untuk vitalnya adalah baik.
 Quo ad functionam (fungsi) : dubia ad bonam
Penyakit ini cenderung dapat mengganggu fungsi keseharian pasien namun dengan
pengobatan rutin, teratur, dan berkelanjutan untuk menekan gejala serta pasien dapat
diarahkan untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
 Quo ad sanamtionam (sembuh) : dubia ad bonam
Dengan pengobatan yang tepat, konsumsi obat yang disiplin dan teratur, gejala penyakit ini
dapat ditekan dan diatasi sehingga menurunkan resiko kekambuhan.

21
DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan
DSM-5. Jakarta: 2013.
2. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta: 2010.
3. Gunawan, Sulistia. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Departemen Farmakologi dan
Terapeutik FK UI, Jakarta: 2011.
4. Obat Anti-psikosis. Editor : Rusdi Maslim. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik
(Psychotropic Medication). Edisi 3. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atma Jaya (PT. Nuh Jaya). 2007.
5. Terapi Biologis - Antagonis Reseptor Dopamin : Antipsikotik Tipikal. Editor : Husny
Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa. Kaplan & Sadock - Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC. 2014:498-502.

22

Anda mungkin juga menyukai