C11mrh PDF
C11mrh PDF
SKRIPSI
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KARAKTERISTIK OSEANOGRAFI DI PERMUKAAN
PERAIRAN UTARA JAWA, SELATAN LOMBOK HINGGA
SORONG, PAPUA BARAT PADA MUSIM TIMUR 2010
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Bisman Nababan, M.Sc. Dr. Ir. Bidawi Hasyim, M.Si.
NIP. 19651206 199103 1 002 NIP. 19531019 198003 1 001
Mengetahui,
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas semua rahmat
dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga penyusunan skripsi
dengan judul “Karakteristik Oseanografi di Permukaan Perairan Utara
Jawa, Selatan Lombok hingga Sorong, Papua Barat pada Musim Timur
2010” dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut:
1. Dr. Ir. Bisman Nababan, M.Sc. dan Dr. Bidawi Hasyim, M.Si. selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan masukan dan motivasi kepada penulis.
2. Dr. Ir. Imam Mudita, M.Sc. selaku ketua tim Sail Banda Cruise dan seluruh
kru KR. Baruna Jaya III yang telah banyak membantu penulis dalam
pengambilan data selama berlangsungnya cruise tersebut.
3. Seluruh pimpinan dan kru Indomix Cruise khususnya Dr. Ir. Agus Saleh
Atmadipoera, DESS yang telah menyediakan data suhu permukaan laut dan
salinitas.
4. Dr. Ir. John Iskandar Pariwono, M.Sc. selaku penguji ujian sarjana dan Dr. Ir.
Henry M. Manik M.T. selaku koordinator komisi pendidikan sarjana ITK.
5. Bapak, ibu, kakak, serta tante tercinta yang selalu memberikan semangat dan
do’a yang tidak pernah putus.
6. Santoso dan Erwin serta seluruh keluarga besar ITK 43 khususnya Kristina,
Hilda, Dipo, Aris, dan Yoga atas saran dan motivasinya.
7. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah
khasanah ilmu pengetahuan di bidang kelautan.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
x
(kanan) ....................................................................................... 39
20. Pola pergerakan transpor Ekman pada Musim Timur 2010
Periode 4–19 Juli 2010 (atas) dan 25 Juli–10 Agustus 2010
(bawah) ...................................................................................... 40
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xii
1. PENDAHULUAN
lainnya karena mempunyai sifat yang berbeda dalam struktur geografi, musim,
di antaranya adalah suhu, salinitas, Total Suspended Solid (TSS), klorofil-a, dan
Tinggi Paras Laut (TPL). Suhu dan konsentrasi klorofil-a sangat penting untuk
kehidupan sumber daya ikan dan biota lainnya (Hasyim, 2010); salinitas
dan TPL penting dalam menduga daerah upwelling (Nababan et al., in press).
(SPL) 28–31oC, tetapi pada Musim Timur di beberapa perairan dimana penaikan
massa air (upwelling) terjadi seperti Laut Banda, SPL bisa turun sampai sekitar 25
o
C. Di perairan samudra, salinitas biasanya berkisar antara 34–35, sedangkan di
perairan pantai karena adanya pengenceran akibat limpasan sungai maka kisaran
salinitas bisa turun. Pada Musim Barat dimana terjadi musim hujan di berbagai
didominasi oleh massa air yang bersalinitas kurang dari 33. Pada Musim Timur
terjadi hal yang sebaliknya seiring dengan bertiupnya angin Musim Timur yang
1
2
seluruh permukaan perairan Indonesia di sebelah timur, mulai dari sebelah utara
Jawa Timur, sebagian Selat Makasar, Selat Flores, Laut Banda, dan Laut Maluku
didominasi oleh air yang bersalinitas tinggi lebih dari 34 akibat tingginya tingkat
Berdasarkan penelitian Nontji (1974) dalam Arsjad et al. (2004) nilai rata-
rata kandungan klorofil-a di perairan Indonesia sebesar 0,19 mg/m3, nilai rata-rata
pada saat berlangsung Musim Timur (0,24 mg/m3) menunjukkan nilai yang lebih
besar dari pada Musim Barat (0,16 mg/m3). Kandungan TSS yang tinggi dapat
membahayakan kehidupan biota perairan, Nilai Ambang Batas (NAB) yang aman
Hidup sekitar 80 ppm (Edward dan Tarigan, 2003). Semakin menjauhi daratan
menuju laut lepas kandungan TSS semakin rendah karena TSS sangat dipengaruhi
fenomena penaikan massa air (upwelling) seperti di perairan Laut Banda, Arafura,
Selatan Jawa hingga Sumbawa, dan selatan Selat Makasar (Wyrtki, 1961; Nontji,
2005). Daerah upwelling ditunjukkan dengan TPL yang bernilai minus (Nababan
2005).
SPL, salinitas, klorofil-a, TSS, dan TPL sangat penting untuk dikaji mengingat
3
1.2 Tujuan
Jawa, selatan Lombok hingga Sorong, Papua Barat pada Musim Timur 2010.
dengan variasi suhu tahunan yang kecil, namun relatif tinggi untuk variasi suhu
dari 2 °C, tetapi beberapa perairan seperti Laut Banda, Laut Arafura, Laut Timor,
3–4 oC. Sementara itu, untuk laut yang dangkal seperti Laut Jawa memiliki suhu
yang konstan dari lapisan permukaan hingga dasar pada skala yang luas (Wyrtki,
1961).
mendapat radiasi matahari pada siang hari. Adanya kerja angin menyebabkan
sehingga di lapisan tersebut terdapat suhu hangat (sekitar 28 oC) yang homogen.
Pada Lokasi upwelling SPL bisa turun sampai sekitar 25 oC. Hal ini disebabkan
air yang dingin dari lapisan bawah terangkat ke atas (Nontji, 2005).
sangat variabel di perairan Indonesia. Hal ini disebabkan karena adanya curah
hujan yang tinggi dan besarnya limpasan dari banyak sungai. Di perairan
Indonesia yang termasuk iklim tropis, salinitas meningkat dari arah barat ke timur
dengan kisaran antara 30–35. Air samudra yang memiliki salinitas lebih dari 34
ditemukan di Laut Banda dan Laut Arafura yang diduga berasal dari Samudra
4
5
Gambar 1. Peta sebaran klorofil-a di perairan Indonesia skala nasional, Juni 2004
(Arsjad et al., 2004)
klorofil-a antara 0,5–1,0 mg/m3 berada di perairan pesisir timur Sumatera, Selat
Karimata, pesisir Kalimantan, utara Jawa, selatan Makasar serta bagian barat
karena banyak sungai yang bermuara di sana sehingga membawa banyak substrat
yang mengandung unsur organik dan zat hara lainnya. Perairan Indonesia yang
Sumatera, Laut Flores, Laut Jawa di utara Jawa Timur, sebagian Selat Makasar,
Laut Sulawesi, dan Laut Banda, sedangkan perairan yang memiliki nilai klorofil-a
rendah yaitu di bawah 0,3 mg/m3 antara lain di Samudra Hindia dan selatan Jawa.
6
Umumnya perairan yang bernilai klorofil-a rendah ini adalah perairan laut
lepas yang jauh dari pengaruh daratan. Kandungan klorofil-a yang berada di atas
nilai 2 mg/m3 perlu dilakukan cek lapang karena kemungkinan nilai tersebut
cukup tinggi seperti di pesisir timur Sumatera, pesisir Kalimantan, dan pesisir
Upwelling adalah suatu proses dimana massa air laut didorong ke arah
permukaan dari kedalaman tertentu. Massa air yang berasal dari lapisan yang
dalam ini belum berhubungan dengan atmosfer dan karena itu mengandung kadar
oksigen yang rendah, tetapi kaya akan larutan nutrien seperti nitrat dan fosfat yang
pantai benua (coastal upwelling) dan terjadinya berkaitan erat dengan tiupan
angin sejajar pantai yang mampu memindahkan sejumlah massa air laut di lapisan
permukaan pada daerah pantai ke arah laut lepas. Tempat yang kosong di lapisan
atas akan diisi oleh massa air dari lapisan yang lebih dalam. Upwelling dapat pula
percabangan arus yang kuat (Nontji, 2005). Mekanisme proses terjadinya coastal
dugaan yang masih perlu dikaji lebih lanjut. Pada Gambar 3 ditampilkan empat
daerah yang sudah diketahui secara pasti sering terjadi upwelling yaitu Laut Cina
Selatan, perairan Selatan Jawa hingga Sumbawa, selatan Selat Makasar, dan Laut
untuk menduga daerah upwelling adalah SPL, salinitas, klorofil-a, TSS, dan TPL
dalam suatu benda (Nybakken, 1988). Daerah yang paling banyak menerima
radiasi dari sinar matahari adalah daerah-daerah yang terletak pada lintang 10o
LU–10o LS. Oleh karena itu, suhu air laut yang tertinggi akan ditemukan di
daerah ekuator. Jumlah bahang yang diserap oleh air laut pada suatu lokasi
semakin berkurang bila letaknya semakin mendekati kutub (Sverdrup et al., 1961
dalam Hatta, 2001). Selain faktor sinar matahari, suhu di daerah tropik juga
dipengaruhi oleh kondisi meteorologi antara lain ialah curah hujan, penguapan,
m didefinisikan sebagai SPL. Parameter ini sangat penting untuk diketahui karena
Upwelling di lautan dapat dilihat dari SPL di daerah terjadinya upwelling lebih
rendah dari daerah sekitarnya. Hal ini disebabkan karena air yang dingin dari
lapisan bawah terangkat ke atas (Hutabarat dan Evans, 1985; Nontji, 2005).
Semua benda pada suhu di atas nol derajat absolut (0 K, atau -273,16 oC)
partikel suatu benda dalam gerakan acak disebut kinetic heat. Panas kinetik
internal dapat dikonversi ke radiant energy. Jumlah fluks radiasi yang diemisi
themperatur kinetic sebuah objek (Tkin) dan jumlah Trad berkorelasi positif
9
sehingga radiasi suhu suatu objek dapat diukur dari suatu jarak tertentu dengan
mengunakan sensor radiometer. Hal inilah yang menjadi dasar dari penginderaan
jarak jauh (inderaja) sistem inframerah termal (Susilo dan Gaol, 2008).
2.2.2 Salinitas
Sejak tahun 1978 digunakan Practical Salinity Scale (Skala Salinitas Praktis)
dengan simbol S, dari suatu sampel air laut didefinisikan sebagai rasio dari
konduktivitas listrik (K) sampel air laut pada temperatur 15 oC dan tekanan 1
ATM terhadap larutan kalium klorida (KCl), dimana bagian massa KCl adalah
Rosmawati (2004) bahwa semakin ke arah lintang tinggi maka salinitas akan
semakin tinggi. Dalam pola distribusi secara horizontal, daerah yang memiliki
salinitas tertinggi berada pada daerah lintang 30o LU dan 30o LS, kemudian
jauh lebih tinggi sehingga terjadi pengenceran oleh air hujan. Selain perbedaan
10
tersebut. Hal tersebut terkait dengan ada tidaknya limpasan air tawar yang berasal
Daerah upwelling dapat dilihat dari nilai salinitasnya yang lebih tinggi dari
pada di daerah sekitarnya karena upwelling mengangkat massa air dari lapisan
bawah yang salinitasnya lebih tinggi ke permukaan (Hutabarat dan Evans, 1985;
Nontji, 2005).
2.2.3 Klorofil-a
Klorofil-a adalah suatu pigmen aktif dalam sel tumbuhan yang mempunyai
Sediadi dan Edward, 2000). Klorofil-a merupakan pigmen yang paling dominan
merupakan salah satu alat pengukuran kesuburan suatu perairan yang dinyatakan
dalam bentuk produktivitas primer (Uno, 1982 dalam Sediadi dan Edward, 2000).
bagian atas lapisan tercampur sangat sedikit dan konsentrasinya mulai meningkat
menuju bagian bawah dari lapisan tersebut, setelah itu menurun secara drastis
11
pada lapisan termoklin, hingga tidak ada lagi klorofil-a pada lapisan di bawah
termoklin.
terdiri dari beberapa jenis dan berbagai warna. Ada puluhan jenis pigmen terdapat
dalam sel tumbuhan namun sekitar 80–90 % dari total pigmen tersebut merupakan
kehijauan (greenish) maka klorofil-a ini mempunyai nilai optik sehingga secara
penginderaan jauh (satelit) yang sering disebut sebagai ocean color sensor
Daerah upwelling dapat dilihat dari konsentrasi nutrien yang lebih tinggi
dari daerah sekitarnya ditambah dengan intensitas cahaya yang cukup untuk
pula (Hutabarat dan Evans, 1985). Upwelling selalu disertai dengan produksi
Komponen penyusun TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad
renik, terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke
badan air. Materi yang tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap kualitas
air karena mengurangi penetrasi matahari ke dalam badan air, kekeruhan air
12
dalam Tabel 1.
banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat
di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik
yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan
anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (APHA,
Pada daerah upwelling kandungan nilai TSS ini akan terlihat sedikit lebih
disebut S-193. Satelit altimeter terus disempurnakan dan telah tercatat beberapa
13
muka laut dari “geoid”. Geoid adalah permukaan bumi yang bersifat
dengan “mean sea level” atau MSL jika laut tidak bergerak (motionless) pada
suhu 0 oC dan salinitas 35. Geoid ini secara matematis dapat dihitung. Geoid
persamaan (2).
g.hgeo = konstan........................................................................(2)
dimana g = gravitasi
atau konstan. Ellipsoid ini adalah permukaan bumi yang secara matematis paling
mendekati permukaan bumi yang sebenarnya. Ellipsoid ini juga dapat dihitung
(Susilo, 2006).
Nilai TPL yang rendah (-) berasosiasi dengan daerah upwelling atau
cyclone, sedangkan daerah dengan TPL yang tinggi (+) umumnya berasosiasi
dengan daerah downwelling atau anticyclone. Pada belahan bumi utara transpor
Ekman dibelokkan 90o kearah kanan dari arah wind stress menyebabkan
hal yang sebaliknya. Perubahan garis termoklin pada saat terjadinya upwelling
dan downwelling disebabkan karena adanya pompa Ekman sebagai respon dari
instrumen kunci yang dimiliki satelit Terra (EOS AM) dan Aqua (EOS PM).
Orbit satelit Terra mengelilingi bumi dari utara ke selatan melintasi khatulistiwa
pada saat pagi sementara itu satelit Aqua melintasi khatulistiwa dari arah selatan
ke utara pada saat sore hari. Satelit Terra-MODIS dan Aqua-MODIS mencitra
permukaan bumi setiap satu hingga dua hari. Sensor MODIS menyediakan
resolusi radiometrik dengan sensitivitas tinggi (12 bit) dalam 36 kanal spektral
yang dibawa oleh satelit Terra dengan spesifikasi teknis untuk mengamati daratan.
15
Pada tanggal 4 Mei 2002 diluncurkan satelit Aqua yang membawa sensor MODIS
digunakan untuk menduga ocean color seperti konsentrasi klorofil-a dan juga
Mission (OSTM) adalah misi satelit internasional yang akan melanjutkan misi
perekaman data TPL yang telah dimulai dari tahun 1992 oleh satelit sebelumnya.
Sensor altimeter yang dibawa oleh satelit Jason-2 adalah Poseidon-3 yang
memancarkan pulsa gelombang mikro pada frekuensi 13,6 GHz dan 5,3 GHz.
Pulsa ini kemudian dipancarkan oleh transmiter dan akan dipantulkan kembali
oleh permukaan laut. Waktu yang diperlukan pulsa untuk kembali ke satelit
satelit ke permukaan laut. Setelah itu dilakukan koreksi untuk mengurangi galat
akibat adanya pengaruh atmosfer atau pun dari instrumen itu sendiri, akurasi
pengukuran TPL yang didapatkan dari sensor altimeter ini adalah kurang dari 3
cm. Satelit Jason-2 merupakan hasil kerja sama antara NASA dengan CNES yang
diluncurkan pada tanggal 20 Juni 2008 menggunakan roket Delta II 7320 (NASA,
Penelitian ini menggunakan data in situ dari dua research cruise, yakni
Indomix dan Sail Banda. Data in situ Indomix Cruise didapat dari program
Negara Indonesia yang melibatkan para peneliti dari kedua belah pihak. Data in
situ ini didapatkan melalui Dr. Ir. Agus Saleh Atmadipoera, DESS selaku
koordinator peneliti dari pihak Indonesia. Data in situ Sail Banda Cruise
Indomix Cruise dilakukan dari tanggal 8–19 Juli 2010 dengan titik
pengambilan awal dari perairan Pelabuhan Sorong, Papua Barat dan diakhiri di
dilakukan secara kontinu setiap satu menit selama 12 hari menggunakan alat CTD
(Conductivity Temperature Depth) yang telah diatur untuk terus merekam data
oseanografi di lapisan permukaan, seperti SPL dan salinitas selama kapal berjalan
stasiun pengamatan yang tersebar di sepanjang perairan utara Jawa hingga Laut
Pengambilan data pada Sail Banda Cruise dilakukan selama 2 minggu dan
dibagi ke dalam dua tahap, yaitu tahap I dari perairan utara Jawa tengah hingga
Laut Banda (25–31 Juli 2010) dan tahap II dari Laut Seram hingga perairan utara
16
17
Jawa Tengah (5–11 Agustus 2010). Pengambilan data in situ sendiri dilakukan
lima kali sehari dengan waktu pengambilan setiap pukul 07.00, 10.30, 13.30,
15.00 dan 20.00 yang waktunya mengikuti local time dari wilayah
1. Data TPL dari citra satelit Jason-2 pada koordinat 105o–132o BT dan 2,5o LU–
10o LS dengan resolusi spasial 11,2×5,1 km2 pada tanggal 13 Juli 2010 dan 2
Agustus 2010 dari Pusat Riset Iklim dan Astrodinamika atau CCAR (Center
http://argo.colorado.edu.
2. Data SPL dan klorofil-a dari citra satelit Aqua-MODIS level 3 dengan resolusi
spasial 4x4 km2 yang merupakan komposit rata-rata 8 harian periode 4–11 Juli
2010 dan 28 Juli–4 Agustus 2010 yang dapat diunduh dari situs
http://oceancolor.gsfc.nasa.gov.
3. Data angin periode 8–19 Juli 2010 dan 25 Juli–10 Agustus 2010 pada
4. Data in situ SPL dan salinitas periode 8–19 Juli 2010 didapatkan dari hasil
survei lapang Indomix Cruise, sedangkan data in situ SPL dan salinitas periode
25 Juli–10 Agustus 2010 didapatkan dari hasil survei lapang Sail Banda
Cruise. Pada Indomix Cruise SPL dan salinitas diukur dengan menggunakan
CTD, sedangkan pada Sail Banda Cruise SPL diukur dengan menggunakan
termometer lidi yang memiliki akurasi 0,5 oC dan salinitas diukur dengan
tiga kali ulangan untuk mengurangi kesalahan paralaks. Oleh karena itu, data
SPL dan salinitas dari kedua cruise tidak dapat dibandingkan antara satu
Banda Cruise tidak menjadi masalah karena yang akan diamati adalah trennya
5. Data in situ klorofil-a dan TSS periode 25 Juli–10 Agustus 2010 didapatkan
dari hasil survei lapang Sail Banda Cruise. Pengambilan sampel air dan
dan -c terjadi pada tiga panjang gelombang, yaitu 665, 645, dan 630 nm
(trichromatic).
bentuk gambar dengan format *gif sehingga tidak perlu untuk diolah lagi.
Pengolahan data SPL dan klorofil-a dari citra Aqua-MODIS dilakukan dengan
cara mendownload data tersebut dalam format Hierachical Data Format (HDF)
berupa citra level 3 yang sudah dikoreksi secara geometrik dan radiometrik.
data ekstrim tinggi dan data ekstrim rendah yang diduga bukan merupakan nilai
dari parameter yang dicari. Quality control yang digunakan, yakni untuk SPL (25
< SPL ≤ 32 °C) dan klorofil-a (0 < klorofil-a ≤ 10 mg/m3). Hasil dari pengolahan
20
data ini berupa profil dua dimensi sebaran spasial SPL dan konsentrasi klorofil-a
dalam format *tif dan data ASCII yang kemudian diolah dengan Ms. Excel 2007
untuk melihat kisaran dan nilai rata-rata dari SPL dan konsentrasi klorofil-a.
Data
Jason-2 Aqua- Angin
MODIS
Data SPL
Transpor
Data Ekman
Klorofil-a
*nc. Informasi yang terdapat pada data tersebut adalah mengenai latitude,
21
wind at 10 meters [m/s], v-wind at 10 meters [m/s]. Data ini kemudian dibuka
dalam software ODV 3.0.1 untuk diubah ke dalam bentuk *txt. Data yang sudah
dalam format *txt kemudian diolah menggunakan software Ms. Excel 2007,
setelah itu data tersebut diolah menggunakan software Surfer 8.0 untuk
u10 dan v10 adalah kecepatan angin pada sumbu x dan y yang diturunkan dari
ρa adalah massa jenis air laut (1.22 gr/cm3), dan Cd adalah “drag coefficient” yang
tergantung pada kecepatan angin. Transpor Ekman dihitung dari data wind stress
dengan pembelokan arah 90˚ ke arah kanan pada Belahan Bumi Utara (BBU) dan
90˚ ke kiri pada Belahan Bumi Selatan (BBS). Pola transpor Ekman yang
Data in situ SPL dan salinitas diolah menggunakan software Ms. Excel
2007 untuk menampilkan grafik hubungan SPL dan salinitas. Grafik tersebut
digunakan untuk menduga daerah upwelling. Kemudian hasil dari grafik tersebut
dibandingkan dengan data SPL dan klorofil-a dari citra Aqua-MODIS serta data
TPL dari citra Jason-2 untuk mendapatkan hasil dugaan upwelling yang lebih
klorofil-a dan TSS dari data in situ untuk melihat sebarannya pada daerah dugaan
upwelling.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise
2A
1A
3A
4A
6A 5A
2A 1A
3A
4A
6A 5A
Gambar 6. Peta sebaran SPL (atas) dan salinitas (bawah) pada Indomix Cruise
(8–19 Juli 2010). Biru (SPL=24,4–26,4 oC; S=32,4–32,8); hijau
(SPL=26,4–28,4 oC; S=32,8–33,2); dan merah (SPL=28,4–30,4 oC;
S=33,2–33,6)
salinitas Indomix Cruise, dimulai dari Pelabuhan Sorong, Papua Barat, Laut
Halmahera, Laut Seram, Laut Banda, Laut Sawu, dan perairan selatan Lombok.
Pola sebaran SPL dan salinitas terlihat mengalami fluktuasi dari Pelabuhan
Sorong, Papua Barat hingga perairan selatan Lombok. Pada Gambar 6 terlihat
bahwa pada Musim Timur 2010, perairan Pelabuhan Sorong yang dipengaruhi
oleh massa air dari Samudra Pasifik yang memiliki nilai SPL dan salinitas yang
23
24
lebih tinggi dibandingkan dengan perairan selatan Lombok yang dipengaruhi oleh
massa air Samudra Hindia. Grafik pola sebaran SPL dan salinitas rata-rata harian
3A 6A
4A
1A 5A
2A
Gambar 7. Grafik pola sebaran SPL dan salinitas pada Indomix Cruise (8–19 Juli
2010). Tanda lingkaran menunjukkan daerah dugaan fenomena
upwelling
Sorong, Papua Barat ke arah perairan selatan Lombok pada Musim Timur 2010
salinitas menunjukkan pola yang sama dengan pola SPL. Kisaran nilai SPL pada
Musim Timur 2010 dari perairan Pelabuhan Sorong hingga selatan Pulau Lombok
yang didapat dari Indomix Cruise adalah sekitar 24,4–30,3 oC, sedangkan kisaran
nilai salinitasnya sekitar 32,4–33,6. Nilai SPL tertinggi (30,3 oC) terdapat di Laut
Halmahera, sedangkan nilai terendah (24,4 oC) terdapat di Laut Sawu. Nilai
salinitas tertinggi (33,6) terdapat di perairan utara Papua Barat, sedangkan nilai
Pada saat musim kemarau (Musim Timur) dimana laju evaporasi tinggi
salinitas akan meningkat serta karena penutupan awan menjadi lebih berkurang
dibandingkan pada musim hujan maka tingkat radiasi akan menjadi semakin
tinggi sehingga nilai SPL akan meningkat pula. Pada Gambar 7 terlihat adanya
beberapa anomali yang terjadi dimana nilai SPL menunjukkan pola yang relatif
menurun, tetapi salinitasnya justru sebaliknya. Hal ini diduga disebabkan oleh
adanya fenomena upwelling yang biasanya terjadi pada saat Musim Timur di
massa air laut yang bersuhu dingin dan bersalinitas tinggi dari lapisan perairan
dalam ke lapisan permukaan sehingga pada daerah upwelling kisaran SPL akan
lebih rendah dari pada daerah sekitarnya, sedangkan kisaran salinitasnya adalah
sebaliknya.
Pada Gambar 7 daerah upwelling diduga terjadi pada grafik yang diberi
keterangan tanda lingkaran tepat pada tanggal 8, 14, 15, 16, 18, dan 19 Juli 2010
dan 9o1’49,1” LS (perairan selatan Lombok). Nilai SPL dan salinitas pada lokasi
tersebut masing-masing bernilai 29,8 oC dan 33,5; 29,5 oC dan 33,4; 28,9 oC dan
33,3; 28,0 oC dan 33,1; 24,4 oC dan 32,9; serta 25,8 oC dan 33,2. Koordinat
daerah dugaan upwelling yang sudah di-overlay dengan citra satelit Aqua-MODIS
26
2A 1A 2A 1A
3A 3A
4A 4A
6A 5A 6A 5A
Gambar 8. Sebaran SPL (kiri) dan sebaran klorofil-a (kanan) dari citra Aqua-
MODIS periode 4–11 Juli 2010. Tanda silang menunjukkan daerah
dugaan upwelling
Cruise menunjukkan nilai SPL pada koordinat yang diberi tanda silang masing-
masing bernilai 29,9 oC; 29,8 oC; 29,0 oC; 28,0 oC; 28,6 oC; dan 28,1 oC,
dengan kisaran SPL sekitar 25,3–32,0 oC dan rata-rata 30,3 oC sehingga nilai SPL
pada keenam titik tersebut dapat dikatakan bernilai relatif sedang dan relatif lebih
Data citra satelit sebaran klorofil-a pada periode dan lokasi yang sama
keenam titik tersebut masing-masing bernilai 0,23 mg/m3; 0,16 mg/m3; 0,22
mg/m3; 0,25 mg/m3; 0,30 mg/m3; dan 0,19 mg/m3. Nilai ini terbilang relatif
tinggi dikarenakan kisaran nilai kandungan klorofil-a pada periode tersebut adalah
sekitar 0,04–9,76 mg/m3 dengan rata-rata sebesar 0,22 mg/m3. Nilai kandungan
27
klorofil-a yang lebih besar dari 2 mg/m3 harus dilakukan cek lapang karena
pengamatan SPL dan salinitas secara in situ pada saat berlangsungnya Indomix
Cruise. Lokasi-lokasi yang diduga kuat terjadi upwelling berdasarkan data in situ
dan data citra satelit hanya pada koordinat titik 4A 126o59’52,8” BT dan
upwelling dengan mengacu kepada nilai SPL-nya yang bernilai relatif sedang.
4.2 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Sail Banda
Cruise.
Pengambilan data in situ SPL dan salinitas dari Sail Banda Cruise dibagi
ke dalam dua tahap, yakni tahap I dimulai dari perairan utara Jawa Tengah hingga
Laut Banda dan tahap II dimulai dari Laut Seram hingga perairan utara Jawa
Tengah. Peta sebaran SPL dan salinitas berdasarkan cruise track Sail Banda
salinitas Sail Banda Cruise, dimulai dari Laut Jawa di bagian utara Jawa Tengah,
Laut Flores, Laut Banda, dan Laut Seram. Pada Gambar 9 terlihat bahwa pada
Musim Timur 2010 perairan barat Indonesia memiliki kisaran nilai SPL yang
relatif lebih tinggi dari pada perairan timur Indonesia, sedangkan kisaran salinitas
28
2B
1B
2B
1B
Gambar 9. Peta sebaran SPL (atas) dan salinitas (bawah) pada Sail
Banda Cruise (25Juli–10 Agustus 2010). Biru (SPL=25,0–26,3 oC;
S=25,3–27,3); hijau (SPL=26,3–27,6 oC; S=27,3–29,3); dan merah
(27,6–29,0 oC; S=29,3–31,3)
Pada Musim Timur 2010 terlihat jelas bahwa massa air yang bersalinitas
relatif tinggi menyusup masuk sampai ke pertengahan laut Jawa sehingga pada
saat ini bisa dikatakan seluruh perairan Indonesia di sebelah timur, mulai dari
sebelah utara Jawa Timur hingga Laut Seram didominasi oleh air yang bersalintas
relatif tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya musim kemarau menyebabkan
pengenceran di Paparan Sunda terjadi lebih sedikit sehingga air bersalinitas tinggi
dari perairan timur Indonesia dapat menyusup masuk hingga Laut Jawa (Nontji,
2005). Grafik pola sebaran SPL dan salinitas rata-rata harian pada Sail Banda
1B
2B
1B
Gambar 10. Grafik pola sebaran SPL dan salinitas pada Sail Banda Cruise
tahap I 25–30 Juli 2010 (atas) dan tahap II 5–10 Agustus 2010
(bawah). Tanda lingkaran menunjukkan daerah dugaan fenomena
upwelling
Tengah (Laut Jawa) ke arah Laut Banda pada Musim Timur 2010 cenderung
menurun (Sail Banda Cruise Tahap I), sedangkan pada Sail Banda Cruise Tahap
II menunjukkan pola sebaran SPL dari Laut Seram ke arah perairan utara Jawa
yang berlawanan dengan pola SPL pada kedua tahap Sail Banda Cruise. Kisaran
nilai SPL pada Musim Timur 2010 dari perairan utara Jawa Tengah hingga Laut
Seram yang didapat dari Sail Banda Cruise adalah sekitar 25,0–29,0 oC dengan
rata-rata sebesar 27,0 oC, sedangkan kisaran nilai salinitasnya sekitar 29,0–30,8
dengan rata-rata sebesar 29,8. Nilai SPL tertinggi (29,0 oC) terdapat di perairan
utara Jawa Tengah, sedangkan nilai terendah (25,0 oC) terdapat di Laut Banda.
30
Nilai salinitas tertinggi (30,8) terdapat di Laut Banda, sedangkan nilai salinitas
Pada Gambar 10 terlihat adanya anomali yang terjadi dimana nilai SPL
relatif rendah, tetapi salinitasnya justru bernilai relatif tinggi. Hal ini diduga
disebabkan oleh adanya fenomena upwelling yang biasanya terjadi pada saat
upwelling diduga terjadi pada garis yang diberi keterangan tanda lingkaran tepat
pada tanggal 31 Juli 2010 dan 6 Agustus 2010 dimana terlihat terjadinya anomali.
4o4’32,4” LS dimana keduanya tepat berada di Laut Banda. Nilai SPL dan
salinitas pada lokasi tersebut masing-masing bernilai 25,0 oC dan 30,0; serta 25,3
o
C dan 30,8.
Citra satelit Aqua-MODIS yang diambil tepat pada periode Sail Banda
Cruise menunjukkan nilai SPL pada kedua titik tersebut masing-masing bernilai
27,7 oC dan 27,8 oC dengan kisaran sekitar 25,2–31,8 oC dengan rata-rata sebesar
29,0 oC sehingga nilai SPL pada kedua titik tersebut dapat dikatakan bernilai
relatif lebih rendah dari pada daerah sekitarnya. Data citra satelit sebaran
klorofil-a pada periode dan lokasi yang sama perlu digunakan sebagai pendukung
bernilai 0,17 dan 0,13 mg/m3. Nilai ini terbilang relatif tinggi dikarenakan kisaran
nilai kandungan klorofil-a pada periode tersebut adalah sebesar 0,05–9,62 mg/m3
31
dengan rata-rata sebesar 0,35 mg/m3. Koordinat daerah dugaan upwelling yang
sudah di-overlay dengan citra satelit Aqua-MODIS pada periode yang sama
2B
1B
2B
1B
Gambar 11. Sebaran SPL (atas) dan klorofil-a (bawah) dari citra Aqua-
MODIS periode 28 Juli–4 Agustus 2010. Tanda silang
menunjukkan daerah dugaan upwelling
Hasil yang didapatkan dari kedua data citra satelit ini sesuai dengan hasil
pengamatan SPL dan salinitas secara in situ pada Sail Banda Cruise sehingga
Gambar 12.
32
Gambar 12. Peta sebaran klorofil-a periode 25 Juli–10 Agustus 2010. Biru (0,8–
1,6 mg/m3); hijau (1,6–2,4 mg/m3); dan merah (2,4–3,2 mg/m3)
Pada Gambar 12 terlihat bahwa pada Musim Timur 2010 pola sebaran
klorofil-a mengalami fluktuasi dari perairan utara Jawa Tengah hingga Laut
klorofil-a yang relatif lebih tinggi dari pada perairan timur Indonesia.
dari perairan utara Jawa Tengah (Laut Jawa) ke arah Laut Banda pada Musim
Timur 2010 cenderung menurun (Sail Banda Cruise Tahap I), sedangkan pada
Sail Banda Cruise Tahap II menunjukkan pola sebaran konsentrasi klorofil-a dari
Laut Seram ke arah perairan utara Jawa Tengah juga sama cenderung menurun
(Gambar 13) dari perairan utara Jawa Tengah hingga Laut Seram yang didapat
dari Sail Banda Cruise adalah sekitar 1,95–2,69 mg/m3, kisaran nilai ini tergolong
relatif tinggi berdasarkan teori yang ada. Nilai kandungan konsentrasi klorofil-a
konsentrai klorofil-a terendah (1,95 mg/m3) juga terdapat di perairan utara Jawa
33
mudah terbawa oleh arus karena sifatnya yang melayang di permukaan perairan.
apabila banyak ikan herbivor maka biomassa fitoplanktonnya pun akan berkurang.
dipengaruhi oleh adanya transpor Ekman yang membawa massa air bergerak
4.4 Pola Sebaran Total Suspended Solid pada Sail Banda Cruise
Gambar 14. Peta sebaran TSS periode 25 Juli–10 Agustus 2010. Biru (6,9–10,3
mg/L); hijau (10,3–13,7 mg/L); dan merah (13,7–17,1 mg/L)
Pada Gambar 14 terlihat bahwa pada Musim Timur 2010 pola sebaran TSS
mengalami fluktuasi dari perairan utara Jawa Tengah hingga Laut Seram. Secara
umum perairan barat Indonesia terlihat memiliki kandungan konsentrasi TSS yang
Jawa Tengah (Laut Jawa) ke arah Laut Banda pada Musim Timur 2010 cenderung
meningkat (Sail Banda Cruise tahap I), sedangkan pada Sail Banda Cruise tahap
II menunjukkan pola sebaran konsentrasi TSS dari Laut Seram ke arah perairan
utara Jawa Tengah cenderung kembali menurun. Kisaran konsentrasi TSS harian
35
pada Musim Timur 2010 dari perairan utara Jawa Tengah hingga Laut Seram
yang didapat dari Sail Banda Cruise adalah berkisar 9,5–14,6 mg/L dengan rata-
rata sebesar 2,3 mg/L. Nilai konsentrasi TSS tertinggi (14,6 mg/L) terdapat di
Laut Banda dekat pesisir, sedangkan konsentrai TSS terendah (9,5 mg/L) terdapat
di perairan utara Jawa Tengah. Data in situ kandungan konsentrasi TSS pada
adalah sebesar 14,6 mg/L dan 12,53 mg/L, nilai ini tergolong relatif tinggi jika
Gambar 15. Grafik pola sebaran konsentrasi TSS periode 25 Juli–10 Agustus
2010. Sail Banda Cruise tahap I (kiri) dan tahap II (kanan)
sehingga kandungan konsentrasi TSS di perairan pesisir pantai akan lebih tinggi
36
dari pada laut lepas. Di laut lepas salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
konsentrasi TSS di antaranya adalah jasad fitoplankton yang mati sehingga pada
dari kekuatan angin yang bertiup diatasnya serta sangat dipengaruhi oleh
sangat mempengaruhi profil TPL di laut. Pada daerah upwelling dimana terjadi
massa air sehingga menyebabkan nilai TPL-nya menjadi bernilai rendah bahkan
sebaliknya.
Indonesia dan posisinya berubah dari periode 4–19 Juli 2010 ke 25 Juli–10
Agustus 2010 sehingga dapat dikatakan posisi daerah dugaan upwelling relatif
bersifat dinamis. Perairan-perairan yang dilewati oleh cruise track Indomix yang
diduga mengalami upwelling berdasarkan citra Jason-2 periode 4–19 Juli 2010
adalah Laut Halmahera, Laut Banda, Laut Sawu, dan perairan selatan Lombok.
Pada perairan-perairan yang dilewati cruise track Sail Banda periode 25 Juli–10
37
Agustus 2010 berdasarkan citra Jason-2 diduga upwelling terjadi di selatan Selat
berdasarkan data in situ dan data citra Aqua-MODIS daerah dugaan upwelling
Gambar 16. Profil 2 dimensi TPL pada Musim Timur 2010 periode
4–19 Juli 2010 (atas) dan 25 Juli–10 Agustus 2010 (bawah)
Pada Gambar 17 terlihat bahwa pada dua periode Musim Timur tahun
2010 pola pergerakan angin dominan berasal dari arah tenggara (Benua Australia)
menuju Benua Asia. Namun, di perairan Laut Seram, Laut Halmahera, Laut
Maluku, dan Selat Makasar angin berbelok arah menuju utara (Samudra Pasifik).
Angin Musim Timur ini tidak banyak menurunkan hujan, karena hanya melewati
38
laut kecil dan jalur sempit seperti Laut Timor, Laut Arafura, dan bagian selatan
Papua, serta Kepulauan Nusa Tenggara. Oleh karena itu, di Indonesia sering
Gambar 17. Pola pergerakan angin pada Musim Timur 2010 periode
4–19 Juli 2010 (atas) dan 25 Juli–10 Agustus 2010 (bawah)
Sebaran asal arah angin bertiup pada dua periode Musim Timur 2010
Gambar 18. Windrose sebaran asal angin bertiup pada Musim Timur 2010
periode 4–19 Juli 2010 (kiri) dan 25 Juli–10 Agustus 2010 (kanan)
39
menunjukkan angin bertiup dominan berasal dari arah tenggara kemudian disusul
dari arah timur, dan sebagian kecil dari arah selatan. Pada windrose periode Sail
Banda Cruise menunjukkan bahwa arah asal angin bertiup sudah mengalami
perubahan yaitu mulai terlihat beberapa angin yang bertiup dari arah barat daya
walaupun masih sangat kecil serta terlihat angin yang bertiup dari arah selatan
Sebaran frekuensi kecepatan angin pada dua periode Musim Timur 2010
Gambar 19. Histogram sebaran kecepatan angin pada Musim Timur 2010.
Periode 4–19 Juli 2010 (kiri) dan 25 Juli–10 Agustus 2010 (kanan)
menunjukkan kecepatan angin dominan berada pada kelas dengan selang kelas
3,6–5,7 m/det sebesar 27,7% kemudian disusul oleh kecepatan angin pada kelas
dengan selang kelas 0,5–2,1 m/det sebesar 26,9%. Kecepatan angin yang paling
rendah berada pada selang kelas 8,8–11,1 m/det sebesar 5,9%. Pada periode Sail
Banda Cruise menunjukkan kecepatan angin dominan masih berada pada selang
40
kecepatan angin pada kelas dengan selang kelas 0,5–2,1 m/det sebesar 25,2%.
Kecepatan angin yang paling rendah masih berada pada selang kelas 8,8–
Pola pergerakan transpor Ekman pada dua periode Musim Timur 2010
Gambar 20. Pola pergerakan transpor Ekman pada Musim Timur 2010 periode
4–19 Juli 2010 (atas) dan 25 Juli–10 Agustus 2010 (bawah)
Pada Gambar 20 transpor Ekman pada periode 4–19 Juli 2010 bergerak
Ekman mengalami penurunan dari bulan Juli memasuki bulan Agustus 2010.
Ekman akan dibelokkan 90° ke arah kiri dari arah wind stress sehingga dalam
pola transpor Ekman pada Gambar 20 terlihat bahwa arah transpor Ekman
dominan menuju barat daya karena pada periode tersebut arah angin dominan
berasal dari tenggara. Pola transpor Ekman pada kedua periode Musim Timur
2010 mengindikasikan adanya pergerakan massa air laut dari Samudra Pasifik
konsentrasi klorofil-a akan sangat ditentukan oleh arah dari transpor Ekman. Pada
disebarkan ke perairan lainnya sehingga perairan yang lain akan ikut subur pula.
fitoplankton di laut lepas karena adanya pengaruh dari transpor Ekman ini.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pada Musim Timur 2010 perairan Pelabuhan Sorong, Papua Barat yang
dipengaruhi oleh massa air dari Samudra Pasifik memiliki nilai SPL dan salinitas
yang relatif lebih tinggi dari pada perairan selatan Lombok yang dipengaruhi oleh
massa air dari Samudra Hindia. Perairan utara Jawa tengah memiliki nilai SPL
menunjukkan pola yang sebaliknya. Kisaran nilai in situ SPL pada Indomix
Cruise adalah 24,4–30,3 °C dengan rata-rata 28,9 °C, sedangkan kisaran nilai SPL
dari citra Aqua-MODIS pada periode yang sama menunjukan kisaran 25,5–32,0
°C dengan rata-rata 30,3 °C. Nilai salinitas berkisar 32,4–33,6 dengan rata-rata
33,1. Pada periode Sail Banda Cruise nilai in situ harian SPL berkisar antara
25,0–29,0 °C dengan rata-rata sebesar 27,0 °C, sedangkan kisaran nilai SPL dari
citra Aqua-MODIS adalah sebesar 25,2–31,8 °C dengan rata-rata 29,0 °C. Nilai
mudah terbawa oleh arus karena sifatnya yang melayang di permukaan perairan.
Pada Musim Timur 2010 pola pergerakan transpor Ekman dominan menuju arah
barat daya. Hal ini mengindikasikan bahwa selama musim Timur 2010 terjadi
konsentrasi klorofil-a yang didapatkan berdasarkan data in situ pada Sail Banda
Cruise berkisar 1,95–2,69 mg/m3 dengan rata-rata sebesar 2,30 mg/m3, sedangkan
42
43
Juli 2010 (Indomix Cruise)-dan 25 Juli–10 Agustus 2010 (Sail Banda Cruise)
masing-masing berkisar 0,04–9,76 mg/m3 dengan rata-rata 0,22 mg/m3 dan 0,05–
sehingga kandungan konsentrasi TSS di perairan pesisir pantai akan lebih tinggi
dari pada laut lepas. Di laut lepas salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
sehingga pada daerah upwelling kandungan konsentrasi TSS-nya akan relatif lebih
tinggi dari pada daerah sekitarnya. Konsentrasi TSS harian yang didapatkan
berdasarkan data in situ pada Sail Banda Cruise berkisar 9,5–14,6 mg/L dengan
data in situ dari dua research cruise yang kemudian dibandingkan dengan data
citra SPL dan klorofil-a satelit Aqua-MODIS dan data citra TPL dari satelit Jason-
2, yakni pada periode 4–19 Juli 2010 di koordinat 126o59’52,8” BT dan 6o17’7,8”
5.2 Saran
Brown, J., A. Colling, D. Park, J. Phillips, D. Rothery, and J. Wright. 1989. Ocean
Circulation. Pergamon Press in Assocoation with The Open University.
Walton Hall, Milton Keynes, England.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
Millero, F. J. 2005. Chemical Oceanography (3rd ed). CRC Press. Boca Raton.
44
45
Nababan, B., F.E. Muller-Karger, C. Hu, and D. C. Biggs (in press). Chlorophyll
Variability in the Northeastern Gulf of Mexico. International Journal of
Remote Sensing.
Rosmawati. 2004. Kondisi Oseanografi Perairan Selat Tiworo pada Bulan Juli–
Agustus 2002. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of the South East Asian Water. NAGA
Report Vol 2 Scripps Inst.Oceanography. The University of California. La
Jolla, California.
LAMPIRAN
47
Lampiran 1. Nilai rata-rata bulanan dan tahunan salinitas permukaan di beberapa perairan Indonesia, berdasarkan pengamatan dari tahun
1950–1955
Perairan Tahunan Jan. Feb. Mar. Mei Juni Juli Agus. Sep. Okt. Nop. Des.
L. Cina Selatan 32,3 32,4 32,4 32,6 32,6 32,4 32,1 32,2 31,9 32,2 32,4 32,1
L. Jawa 32,5 32,0 31,8 31,8 31,7 31,4 31,9 32,7 33,3 33,5 33,3 32,6
L. Flores 33,5 33,0 32,3 31,9 32,4 33,2 33,7 34,2 34,2 34,4 34,3 33,9
L. Banda 34,0 34,2 33,9 33,5 33,2 33,3 33,6 34,0 34,3 34,5 34,5 34,3
L. Arafura 34,3 34,4 34,4 34,2 34,0 33,8 34,0 34,3 34,4 34,5 34,5 34,4
Selatan Jawa 34,5 34,6 34,6 34,5 34,4 34,4 34,4 34,4 34,5 34,6 34,7 34,7
L. Sulu 33,7 33,8 33,9 34,1 34,2 34,2 34,0 33,8 33,5 33,0 33,3 33,6
L. Sulawesi 34,0 33,5 33,6 33,8 34,0 34,1 34,2 34,2 34,3 34,2 33,9 33,6
Barat Daya
Sumatera 33,0 32,5 32,9 32,8 32,8 32,9 33,2 33,5 33,6 32,9 32,6 32,8
Selat Malaka 30,9 30,4 30,5 30,7 30,9 30,8 31,0 31,4 31,4 30,7 30,4 29,8
Sumber: Wyrtki, 1961
48