Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara agraris tentu saja memiliki keragaman hayati yang
sangat beragam yang dibuktikan dengan beranekaragam jenis tanaman yang
dapat tumbuh di tanah Indonesia. Tanaman-tanaman tersebut dapat digolongkan
berdasarkan jenisnya yaitu tanaman perkebunan, hortikultura, obat, dan tanaman
pangan. Salah satu jenis tanaman pangan yang banyak dibudidayakan di
Indonesia adalah tanaman kedelai yang memiliki nama latin Glycine max L. yang
termasuk dalam tanaman semusim dan bisa tumbuh baik pada tanah sawah atau
lahan kering. Kedelai merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang
sangat penting nomer tiga setelah padi dan jagung. Lain dari itu kedelai juga
merupakan tanaman palawija yang begitu kaya akan kandungan protein, sehingga
memiliki peran yang sangat penting dalam industri pangan dan pakan. Kedelai
merupakan salah satu sumber protein nabati yang paling banyak disenangi dan
dikonsumsi oleh masyarakat. Budidaya kedelai sudah dilakukan sejak dahulu
berdasarkan latar belakang masyarakat indonesia yang mayoritas adalah sebagai
petani.
Berbagai tipe kedelai yang sudah mulai dibudidayakan oleh petani di Indonesia
antara lain tipe mansyuria, tipe jepang, india, dan tipe cina. Tipe –tipe tersebut
dapat dibudidayakan pada lahan sawah dan lahan kering berdasarkan
karakteristik tanaman kedelai yang dapat ditanam pada lahan dengan ketinggian
0,5 hingga 500 meter, namun tinggi tempat yang paling optimal adalah diatas 500
Mdpl. Pengembangan tanaman kedelai sendiri di lahan kering dapat dilakukan
baik secara tumpang sari (polikultur) atau secara tunggal (monokultur). Salah satu
bentuk inovasi dalam bercocok tanam yaitu penanaman kedelai dengan teknik
tanpa olah tanah atau sering dikenal dengan (zero tillage) dimana dalam
melakukan budidaya tanaman tidak perlu dilakukan pengolahan tanah seperti
bercocok tanam pada umumnya.
Usahatani berbasis tanaman kedelai berdasarkan prakteknya di lapangan
pada umumnya dilakukan secara pergiliran tanaman. Kebiasaan petani dalam
pengelolaan sumber daya lahan untuk usahatani tanaman pangan di lahan kering
atau pun pada lahan sawah terskesan memaksa tanpa memperhatikan tingkat
kesuburan tanahnya. Pengolahan tanah dan pemupukan dilakukan secara intensif
setiap musim tanam. Namun sisa-sisa tanaman diangkut keluar lahan sehingga

1
tidak ada bahan organik yang dikembalikan kedalam tanah, akibatnya tingkat
kesuburan tanah semakin berkurang dan berdampak pada produktifitas tanah.
Pemanfaatan sisa-sisa tanaman dalam bidang pertanian di lahan kering maupun
lahan sawah sangat penting untuk tetap menjaga tingkat kesuburan tanahnya.
Pengolahan tanah menjadi salah satu komponen yang sangat penting dalam
pengelolaan sumber daya lahan dalam melakukan budidaya tanaman untuk
menciptakan keadaan fisik tanah yang kondusif bagi pertumbuhan dan
perkebangan benih dan akar tanaman serta menekan pertumbuhan gulma.
Kenyataan yang ada dilapangan bahwa setiap akan menanam, maka petani selalu
mengolah tanah secara intensif atau terus menerus sehingga berpotensi dapat
merusak struktur tanah. Hal itulah yang akan menyebabkan menurunnya tingkat
kesuburan tanah dilahan basah ataupun di lahan kering. Sistem budidaya tanaman
kedelai dimulai dengan pengolahan tanah, baik tanpa olah tanah maupun
pengolahan tanah intensif. Selanjutnya adalah penanaman, pemupukan dimana
pemupukan dapat dilakukan melalui daun atau disebar. Nutrisi tanaman berupa
unsur hara mikro dan makro sangat penting bagi masa pertumbuhan dan
perkembangan tanaman kedelai untuk menunjang produkstivitas tanaman. Nutrisi
tanaman yang berasal dari pupuk tidak hanya dapat diberikan lewat akar, namun
dapat juga diaplikasikan melalui organ yang lain yaitu daun. Pemupukan semacam
ini dikenal dengan istilah pupuk daun. Pupuk daun dianggap aplikasi pemupukan
yang efektif apabila diaplikasikan pada lahan kering dengan sistem tanpa olah
tanah. Sehingga pemberian nutrisi dan penyerapan nutrisi oleh tanaman dapat
dioptimalkan sehingga tanaman tidak kekurangan unsur hara.

1.2 Tujuan
1. Mahasiswa dapat memahami dan mempelajari teknik budidaya tanaman
kedelai.
2. Melatih keterampilan mahasiswa dalam menentukan komponen-komponen
budidaya yang baik bagi tanaman kedelai.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kedelai
Kedelai ( Glycine max L) merupakan salah satu tanama pangan penting
ketiga setelah padi dan beras. Budidaya tanaman kedelai dapat dilakukan di lahan
kering maupun dilahan sawah. Menurut Adnan dkk, (2012) menyebutkan bahwa
di teknologi budidaya kedelai tanpa olah tanah sudah dikembangkan di Sumatera
Barat yang mengembangkan budidaya kedelai di lahan sawah
2.1.1 Syarat Tumbuh Kedelai
Syarat tumbuh dari tanaman tesebut terutama tanah dan iklim yang
merupakan faktor iklim yang dapat memenuhi kualitas dan kuantitas produksi.
Pengolahan tanah menjadi sangat penting dalam pengelolaan sumber daya lahan.
Teknik budidaya yang sesuai dan dapat dilakukan adalah teknologi tanpa olah
tanah (TOT) atau disebut juga zero tillage. Teknologi ini bertujuan untuk
menghemat tenaga kerja dan meminimalisir penggunaan air terutama pada lahan
tadah hujan. Berbagai hasil penleitian menunjukkan hasil produksi kedelai tanpa
olah tanah lebih tinggi daripada tanah yang diolah. Hal ini karena pada tanah yang
diolah air akan lebih cepat menguap sehingga ketersediaannya kurang bagi
tumbuhan dan sistem tanpa olah tanah menekan kehilangna air dan tanah.
2.1.2 Varietas Kedelai
Varietas kedelai secara genetik mempunyai kemampuan yang berbeda-
beda untuk bertahan pada cekaman kondisi kekeringan. Disisi lain cekaman
kekeringan yang terjadi berbeda tingkat, lama dan stadia tumbuh pada setiap
musim tanam. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik pada tanah gembur, lembab,
dan tidak tergenang air. Tanaman kedelai memiliki kemampuan beradaptasi yang
tinggi terhadap berbagai jenis tanah. Berdasarkan kesesuaian jenis tanah untuk
pertanian maka tanaman kedelai cocok ditanam pada jenis tanah alluvial, andisol,
grumosol, dan regosol, serta tanah latosol. Maka dari itu perakitan varietas unggul
baru ditujukan untuk mengantisipasi berbagai kondisi saat cekaman kekeringan
yang terjadi. Di lapang produksi cekaman kekeringan selama periode pengisian
polong menurunkan hasil 55% (Syahri, 2014) sedangkan pada kondisi percobaan
pot penurunan hasil per tanaman lebih sedikit yaitu hanya mencapai 22-34%.

3
2.1.3 Budidaya Kedelai
A. Proses Penyiapan
1. Penyiapan bahan tanam/benih.
Benih disiapkan dengan cara melakukan seleksi benih dengan
menentukan kadar airnya, mutu benihnya, dan daya berkecambahnya serta daya
produktivitasnya. Benih dapat disiapkan dengan cara direndam untuk memecah
masa dormansi benih. benih yang adakan dijadikan bahan tanam harus memnuhi
syarat yaitu bersih, bernas, daya kecambah tinggi dan aman dari gangguan
organisme pngganggu tanaman.
2. Pengolahan tanah
Pengolahan tanah dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu pengolahan tanah
tanpa olah tanah (TOT) di bekas lahan pertanaman padi, dan pengolahan tanah
intensif. Persiapan tanam pada lahan tegalan maupun lahan sawah dilakukan
dengan menggunakan cangkul. Tanah yang sudah diolah dibarkan selam 5-7 hari.
Pencangkulan kedua dilakukan untuk meratakan, pengolahan
tanah,menggemburkan, dan membersihkan tanah dari gulma. Tanah dengan
kemasaan kurang dari 5,5 perlu dilakukan pengapuran untuk menghasilkan hasil
tanam yang baik. pengapuran dapat dilakukan sebulan sebelum musim tanam,
dengan dosis 2-3 ton /ha.
B. Proses Penanaman
Setelah tahap penyediaan benih dan pengolahan tanah dilakukan baru benih
atau bibit kedelai ditanam pada lahan yang sudah diolah. Teknik penanaman dapat
dilakukan secara tradisional mengguanakan tenaga manusia atau menggunakan
tenaga mesin. Penanaman kedelai paling baik pada akhir musim hujan dan jumlah
bibit yang dimasukkan dalam lubang tanam antara 2-3 biji per lubang tanam
dengan jarak tanam yang digunakan adalah 30 x 20 x 20 cm.
C. Proses Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan meliputi berbagai kegiatan seperti penyiangan
gulma, yaitu dilakukan apabila ada gangguan gulma penyiangan dapat dilakukan
pada tanaman berumur 1 minggu sebelum panen. Penyulaman merupkan
kegiaatan perawatan tanaman untuk mengganti tanamn-tanaman yang mati akibat
hama dan penyakit atau faktor lain. Pengairan salah satu pemeliharaaan yang
diaplikasikan pada tanama kedelai, karena tanaman kedelai menghendaki
tanaman yang lembab. Selain itu pemeliharaan kedelai dapat dilakukan
pemupukan, pengendalian hama dan penyakit tanaman. Hama dan penyakit
tanaman pada umumnya dikendalikan dengan pestisida kimiawi.
D. Panen
Panen kedelai dilakukan apabila sebagian besar daun seudah menguning,
namun bukan karena defisiensi unsur hara atau sakit, lalu gugur, buah mulai

4
berubah warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan. Umur tanaman kedelai yang
siap dipanen adalah 75 – 110 hari namun tergantung pada varietas dan ketinggian
tempat. Pemanena untuk kedelai yang akan dikonsumsi adalah sekitar usia 75 –
110 hari, sedangkan kedelai untuk benih adalah berumur 100-110 hari.
Secara umum permasalahan mendasar yang dihadapi sektor pertanian
adalah meningkatnya kerusakan lingkungan dan perubahan iklim global,
terbatasnya ketersediaan infra struktur, sarana prasarana, lahan dan air;
sedikitnya status dan sempitnya kepemilikan lahan; lemahnya system perbenihan;
keterbatasan akses petani terhadap permodalan, lemahnya kapasitas dan
kelembagaan petani dan penyuluh, masih rawannya ketahanan pangan dan
energi; belum berjalannya diversifikasi pangan; rendahnya nilai tukar petani dan
belum padunya antarsektor dalam menunjang pembangunan (Kementerian
Pertanian, 2010). Permasalahan-permasalahan tersebut juga berpengaruh
terhadap upaya peningkatan produksi kedelai nasional.
Selain itu kurangnya benih kedelai bermutu merupakan masalah yang sulit
dipecahkan dalam upaya meningkatkan produksi kedelai nasional. Benih yang
digunakan oleh petani pada umumnya merupakan benih yang berkualitas rendah
sehingga berpengaruh terhadap hasil produksi kedelai, sehingga produksi kedelai
yang dihasilkan tidak mempu mencukupi kebutuahan nasional. Serangan hama
dan penyakit pada tanaman menjadi masalah kedua, dimana OPT pada kedelai
lebih banayak dibanding palawija lain pada umumnya merupakan sahabat petani
dalam budidaya kedelai. ledakan hama sekunder merupakan ledakan hama yang
mengalami resistensi terhadap pestisida kimia, sehingga menyebabkan hama
tidak dapat dikendalikan. Hal tersebut terjadi karena pengguanaan bahan kimia
sisntetik (pestisida) dalam budidaya tanaman kedelai sangat tinggi.
Selain dihadapkan pada permasalahan yang telah disebutkan diatas,
upaya peningkatan produksi kedelai untuk memenuhi produk pangan
nasionalterkait dengna beberapa faktor pembatas lain, dimana terdapat
permasalahan ketersediaan lahan yang selama ini telah dikonversi menjadi lahan
non pertanian, serta kondisi iklim yang tidak menentu. Penyediaan lahan-lahan
produksi kedelai menjadi permasalahan karena adanya kompetisi dengna
komoditas pangan lain seperti padi, dan jagung yang membutuhkan lahan luas.
Sedangkan bila dihubungkan dengan iklim, dimana kondisi iklim sulit diprediksi.
Target swasembada kedelai oleh pemerintah terhalang perubahan iklim, dimana
kekeringan (bulan kering) akan semakin lama akibat dari pengaruh pemanasan
global yang terjadi saat ini. Contohnya pada tahun 2015 Indonesia mengalami
musim kemarau panjang dimana suhu sangat tinggi dan menyebabkan lahan-
lahan pertanian mengalami kekeringan sehingga petani gagal panen. Menurut
laporan Intergovermental Panel On Climate Change (IPCC) bahwa setiap
kenaikan suhu 2 0C akan menurunkan produksi pertanian sekitar 30 % (Budi dan
Aminah, 2010).

5
2.2 Mikoriza
2.2.1 Mikoriza
Mikoriza berasal dari bahasa Yunani yang secara harfiah berarti “fungi akar”
(mykos = miko= fungi dan rhiza = akar ) atau “fungi tanah” karena hifa dan
sporanya selalu berada di tanah terutama di areal rhizosfer tanaman (Mikola,
1980; Smith and Read, 1997). Asosiasi antara fungi mikoriza dengan tanaman
inang merupakan hubungan simbiosis mutualisme (Simanungkalit, 2003).
Simbiosis tersebut bermanfaat bagi keduanya, yaitu fungi mikoriza memperoleh
karbohidrat dalam bentuk gula sederhana (glukosa) dan Karbon (C) dari
tumbuhan, sebaliknya fungi melalui hifa eksternal yang terdistribusi di dalam tanah
dapat menyalurkan air, mineral dan hara tanah untuk membantu aktivitas
metabolisme tumbuhan inangnya (Smith and Read, 1997).

2.2.2 Keuntungan Aplikasi Mikoriza Pada Tanaman


Sebagai mikroorganisme tanah, fungi mikoriza menjadi kunci dalam
memfasilitasi penyerapan unsur hara oleh tanaman (Suharno dan Sufati, 2009;
Upadhayaya et al., 2010). Peran mikoriza adalah membantu penyerapan unsur
hara tanaman, peningkatan pertumbuhan dan hasil produk tanaman. Mikoriza
meningkatkan pertumbuhan tanaman pada tingkat kesuburan tanah yang rendah,
lahan terdegradasi dan membantu memperluas fungsi perakaran dalam
memperoleh nutrisi (Garg dan Chandel 2010). Secara khusus, fungi mikoriza
berperan penting dalam meningkatkan penyerapan ion dengan tingkat mobilitas
rendah, seperti fosfat (PO43-) dan amonium (NH4+) (Suharno dan Santosa 2005)
dan unsur hara tanah yang relatif immobil lain seperti belerang (S), tembaga (Cu)
dan juga Boron (B). Mikoriza juga meningkatkan luas permukaan kontak dengan
tanah, sehingga meningkatkan daerah penyerapan akar hingga 47 kali lipat.
Mikoriza tidak hanya meningkatkan laju transfer nutrisi di akar tanaman inang,
tetapi juga meningkatkan ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik (Smith
dan Read, 2008). Mikoriza mampu membantu mempertahankan stabilitas
pertumbuhan tanaman pada kondisi tercemar (Khan, 2005).

2.2.3 Jenis-Jenis Mikoriza


Berdasarkan struktur dan cara fungi menginfeksi akar, mikoriza dapat
dikelompokkan ke dalam tiga tipe yaitu ektomikoriza, endomikoriza, dan
ektendomikoriza. Jenis ektomikoriza mempunyai sifat antara lain akar yang kena

6
infeksi membesar, bercabang, rambut-rambut akar tidak ada, hifa menjorok ke luar
dan berfungsi sebagi alat yang efektif dalam menyerap unsur hara dan air. Hifa
fungi tidak masuk ke dalam sel tetapi hanya berkembang di antara dinding-dinding
sel jaringan korteks membentuk struktur seperti pada jaringan hartiq. Fungi jenis
endomkoriza memiliki jaringan hifa yang masuk kedalam sel kortek akar dan
membentuk struktur yang khas berbentuk oval yang disebut vesikular dan sistem
percabangan hifa yang disebut arbuskul, sehingga endomikoriza disebut juga
vesikular-arbuskular mikoriza. Sedangkan ektendomikoriza merupakan bentuk
antara (intermediet) kedua mikoriza yang lain. Ciri-cirinya antara lain adanya
selubung akar yang tipis berupa jaringan Hartiq, hifa dapat menginfeksi dinding sel
korteks dan juga sel-sel korteknya. Penyebarannya terbatas dalam tanah-tanah
hutan sehingga pengetahuan tentang mikoriza tipe ini sangat terbatas (Brundrett,
2004).Berdasarkan struktur dan cara fungi menginfeksi akar, mikoriza dapat
dikelompokkan ke dalam tiga tipe yaitu ektomikoriza, endomikoriza, dan
ektendomikoriza. Jenis ektomikoriza mempunyai sifat antara lain akar yang kena
infeksi membesar, bercabang, rambut-rambut akar tidak ada, hifa menjorok ke luar
dan berfungsi sebagi alat yang efektif dalam menyerap unsur hara dan air. Hifa
fungi tidak masuk ke dalam sel tetapi hanya berkembang di antara dinding-dinding
sel jaringan korteks membentuk struktur seperti pada jaringan hartiq. Fungi jenis
endomkoriza memiliki jaringan hifa yang masuk kedalam sel kortek akar dan
membentuk struktur yang khas berbentuk oval yang disebut vesikular dan sistem
percabangan hifa yang disebut arbuskul, sehingga endomikoriza disebut juga
vesikular-arbuskular mikoriza. Sedangkan ektendomikoriza merupakan bentuk
antara (intermediet) kedua mikoriza yang lain. Ciri-cirinya antara lain adanya
selubung akar yang tipis berupa jaringan Hartiq, hifa dapat menginfeksi dinding sel
korteks dan juga sel-sel korteknya. Penyebarannya terbatas dalam tanah-tanah
hutan sehingga pengetahuan tentang mikoriza tipe ini sangat terbatas (Brundrett,
2004).

2.2.4 Mikoriza Pada Tanaman Kedelai


Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat interaksi antara mikoriza
dengan interval penyiraman. Inokulasi mikoriza dapat meningkatkan jumlah bintil
akar dan tidak mendukung pertumbuhan akar dan tajuk serta tidak meningkatkan
komponen hasil dan hasil tanaman kedelai. Peningkatan interval penyiraman

7
menjadi 6 hari menurunkan kadar lengas tanah, menghambat pertumbuhan akar
dan tajuk, menurunkan bobot kering total serta komponen hasil dan hasil tanaman

8
BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.1 Lokasi dan Waktu
Kegiatan dilaksanakan di Lahan Praktikum Sekolah Tinggi Penyuluhan
Pertanian (STPP) Malang. Kegiatan dilaksanakan pada bulan Mei 2018 sampai
dengan bulan Agustus 2018 .
3.2 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan yaitu cangkul, kored, meteran, timbangan dan
bilah-bilah bambu. Bahan yang digunakan yaitu benih kedelai putih
3.3 Metode Pelaksanaan

Ditanam secara serentak dengan perlakuan menutup lubang tanam dengan


sisa dari akar padi supaya telur hama tidak sampai ke benih

3.3.1 Tahapan Pelaksanaan


A. Penyiapan Benih Kedelai
Penyiapan benih berkualitas dan di pisah antara benih yang muda dan sudah
siap tanam
B. Penyiapan Lahan

Lahan sudah disiapkan yaitu lahan bekas untuk tanaman padi yang dialih
fungsikan untuk lahan kedelai

C. Penanaman Kedelai
Penanaman kedelai dilakukan dengan memasukkan dalam lubang tanam antara
2-3 biji per lubang tanam dengan jarak tanam yang digunakan adalah 30 x 20 x 20
cm. dan untuk 1 minggu kemudian diberi perlakuan mikoriza dengan mebuat
lubang setelah itu ditutup kembali

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pertumbuhan Tanaman
Untuk pertumbuhan selanjutnya diharapkan mencapai hasil yang baik
dengan perlakuan – perlakuan yang sudah dilakukan
4.2 Produksi
Produksi diharapkan mmendapatkan hasil yang memuaskan dari hasil
perlakuan yang sudah dilakukan

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dituangkan pada bab 4, maka
dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengadaan benih kedelai sebelum ditanam dilahan dilakukan melalui
beberapa tahap yaitu pemilihan benih spesifik lokasi, sortasi benih, dan
penanaman di lahan.
2. Bintil akar (Rhizobium) pada tanaman kedelai berfungsi sebagai penambat
unsur nitrogen dari udara.
3. Teknik budidaya tanaman kedelai yang baik meliputi penyiapan bahan
tanam àpengolahan tanah à penanaman à pemupukan à pemeliharaan à panen
dan pasca paenn.
4. Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan bahan baku pangan produk
kedelai akibat penyediaan benih bermutu yang masih minim, perubahan iklim yang
ekstrim, laju konsumsi lebih besar dibanding laju produksi, meningkatnya
serangan hama dan penyakit tanaman, semakin sempitnya luasan penen tanaman
kedelai akibat konversi lahan yang semakin marak terjadi. Sehingga Indonesia
harus melakukan import kedelai.

5.2 Saran
Kegiatan praktikum yang dilakukan sudah berjalan dengan baik sesuai
harapan, namun alangkah baiknya apabila dalam praktikum budidaya kedelai di
lapangan praktikan dibekali dengan materi yang lebih mendalam mengenai
budidaya kedelai,

10
DAFTAR PUSTAKA
http://husnulhotimah96.blogspot.com/2016/10/laporan-budidaya-tanaman-
kedelai.html Diakses oleh Setya Yoga P. ( 30 juli 2018 )
https://jurnal.ugm.ac.id/jbp/article/view/2411 Diakses oleh Setya Yoga P. ( 30 juli
2018 )

11

Anda mungkin juga menyukai