Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Hordeolum merupakan penyakit yang paling sering pada kelopak mata.1


Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata, bagian atas
maupun bagian bawah yang disebabkan oleh bakteri, biasanya oleh kuman
Staphylococcus aureus.2 Bakteri Staphylococcus aureus yang tedapat di kulit 90-
95% ditemukan sebagai penyebab hordeolum.3 Kuman lain yang dapat
menyebabkan hordeolum antara lain Staphylococcus epidermidis, Streptococcus,
dan Eschericia coli.4

Data epidemiologi internasional menyebutkan bahwa hordeolum


merupakan penyakit infeksi kelopak mata yang paling sering ditemukan pada
praktik kedokteran. Insidensi tidak bergantung pada ras dan jenis kelamin. Penyakit
ini dapat menyerang siapa saja tanpa memandang usia, angka kejadian paling
banyak ditemukan pada anak usia sekolah.5

Dikenal dua bentuk hordeolum yaitu hordeolum interna dan hordeolum


eksterna. Hordeolum interna merupakan infeksi kelenjar Meibom yang terletak di
dalam tarsus. Pada hordeolum interna biasanya disertai dengan reaksi yang lebih
berat seperti konjungtivitis atau kemosis. Hordeolum interna dapat menonjol ke
kulit atau ke permukaan konjungtiva tarsal. Hordeolum interna biasanya berukuran
lebih besar dibanding hordeolum eksterna. Hordeolum eksterna merupakan infeksi
pada kelenjar Zeis atau Moll. Pada hordeolum eksterna, hordeolum muncul pada
batas kelenjar keringat berada dan selalu menonjol ke arah kulit.2,6,7

Tanda-tanda hordeolum sangat mudah dikenali, yakni tampak adanya


benjolan pada kelopak mata bagian atas atau bawah, berwarna kemerahan. Gejala
disertai dengan rasa sakit dan mengganjal serta nyeri bila ditekan. Nyeri yang
dirasakan berupa rasa terbakar, menusuk atau hanya berupa perasaan tidak nyaman.
Kadang mata berair dan peka terhadap sinar. Adakalanya tampak bintik berwarna
keputihan atau kekuningan disertai dengan pembengkakan kelopak mata.
Hordeolum dapat membentuk abses di kelopak mata dan pecah dengan
mengeluarkan nanah.7,8

1
Pada umumnya hordeolum dapat sembuh sendiri dalam waktu 5-7 hari.
Namun tak jarang memerlukan pengobatan secara khusus, antibiotik topikal
maupun obat antibiotik sistemik. Jika tidak membaik perlu dilakukan insisi pada
daerah abses dengan fluktuasi terbesar. Hordeolum dapat dicegah dengan cara
mencuci tangan terlebih dahulu ketika hendak menyentuh mata atau kelopaknya.2,8

Penyulit hordeolum dapat berupa selulitis palpebra yang merupakan radang


jaringan ikat palpebra di depan septum orbita dan abses palpebra. Prognosis
umumnya baik, karena proses peradangan pada hordeolum bisa mengalami
penyembuhan dengan sendirinya, asalkan kebersihan daerah mata tetap dijaga dan
dilakukan kompres hangat pada mata yang sakit serta terapi yang sesuai.2

Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus dengan diagnosis Hordeolum


Interna Palpebra Superior Okulus Dextra pada pasien yang datang berobat ke
Poliklinik Mata RSUP Prof. dr. R. D. Kandou.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Palpebra

Palpebra atau kelopak mata mempunyai lapisan kulit yang tipis pada
bagian depan sedangkan di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang
disebut konjungtiva tarsal. Palpebra melindungi mata dari cedera dan cahaya
berlebihan dengan gerakan menutup. Palpebrae terbagi atas palpebra superior
dan palpebra inferior, keduanya bertemu pada canthus medialis dan canthus
lateralis. Pinggir bebas palpebra dinamakan rima palpebrarum. Palpebra
superior lebih besar dan lebih mudah bergerak daripada palpebra inferior, dan
kedua palpebra saling bertemu di angulus oculi medialis dan lateralis.2,9,10

Fissura palpebrae adalah celah berbentuk elips di antara palpebra


superior dan inferior dan merupakan pintu masuk ke dalam saccus
conjunctivalis. Bila mata ditutup, palpebra superior menutup cornea dengan
sempurna. Bila mata dibuka dan menatap lurus ke depan palpebra superior
hanya menutupi pinggir atas cornea. Palpebra inferior terletak tepat di bawah
cornea bila mata dibuka, dan hanya naik sedikit bila mata ditutup.

Permukaan superfisial palpebra ditutupi oleh kulit dan permukaan


dalamnya diliputi oleh membrana mucosa yang disebut conjunctiva. Bulu mata
berukuran pendek dan melengkung, terdapat pada pinggir bebas palpebra, dan
tersusun dalam dua atau tiga baris pada batas mucocutan. Glandula sebacea
(glandula Zeis) bermuara langsung ke dalam folikel bulu mata. Glandula ciliaris
(glandula Moll) merupakan modifikasi kelenjar keringat yang bermuara secara
terpisah di antara bulu mata yang berdekatan. Glandula tarsalis adalah
modifikasi kelenjar sebacea yang panjang, yang mengalirkan sekretnya yang
berminyak ke pinggir palpebral, muaranya terdapat di belakang bulu mata.10

3
Gambar 1. Anatomi Palpebra (Diambil dari : Snell R S. Anatomi Klinis
Berdasarkan Sistem. Indonesia; EGC: 2012. h.612-4) 10

B. Histologi Palpebra

Kelopak mata adalah struktur fleksibel yang mengandung kulit, otot,


dan konjungtiva yang melindungi mata. Kulit hanya terdapat di permukaan luar.
Kelopak ini bersifat longgar dan elastis, sedikit memiliki lemak, dan
mempunyai folikel rambut yang sangat kecil dan rambut halus, kecuali di ujung
distal kelopak di mana folikel besar yang membentuk bulu mata dijumpai.11

Lapisan luar kelopak mata terdiri dari kulit tipis. Epidermis terdiri dari
epitel berlapis gepeng dengan papilla. Di dermis terdapat folikel rambut dengan
kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.

Lapisan interior kelopak mata adalah membrane mukosa yang disebut


konjungtiva palpebral. Bagian ini terletak dekat dengan bola mata. Epitel
konjungtiva palpebral adalah epitel berlapis kolumnar rendah dengan sedikit sel
goblet. Epitel berlapis gepeng kulit tipis berlanjut hingga ke tepi kelopak mata
dan kemudian menyatu menjadi epitel berlapis silindris konjungtiva palpebral.

4
Lamina propia konjungtiva palpebral yang tipis mengandung serat
elastik dan kolagen. Di bawah lamina propria adalah lempeng jaringan ikat
kolagenosa padat yang disebut tarsus, tempat ditemukannya kelenjar sebasea
khusus yang besar yaitu kelenjar tarsal (Meibomian) (glandula sebacea tarsalis).
Asini sekretorik kelenjar tarsal bermuara ke dalam duktus sentralis yang
berjalan sejajar dengan konjungtiva palpebral dan bermuara di tepi kelopak
mata.

Ujung bebas kelopak mata terdapat bulu mata (cilia palpebrae) yang
berasal dari folikel rambut panjang dan besar. Bulu mata berhubungan dengan
kelenjar sebasea kecil. Di antara folikel-folikel rambut bulu mata terdapat
kelenjar keringat (Moll) (glandula sudorifera palpebralis) besar.

Kelopak mata mengandung tiga jenis otot : bagian palpebral otot rangka
yaitu orbicularis okuli (musculus orbicularis oculi); otot rangka siliaris (Riolan)
(musculus ciliaris) di bagian folikel rambut, bulu mata, dan kelenjar tarsal; dan
otot polos yaitu otot tarsal superior (Muller) (musculus tarsalis superior) di
kelopak mata atas.

Jaringan ikat kelopak mata mengandung sel adiposa, pembuluh darah,


dan jaringan limfoid.12

5
Gambar 2. Histologi Palpebra (Diambil dari : Eroschenko V P. Atlas Histologi
DiFiore dengan korelasi fungsional. Edisi 11. Indonesia; EGC:
2012. h. 507).12
C. Hordeolum

1. Definisi

Hordeolum adalah infeksi kelenjar di palpebra. Bila kelenjar


Meibom yang terkena, timbul pembengkakan besar yang disebut hordeolum
interna. Sedangkan hordeolum eksterna yang lebih kecil dan lebih
superfisial adalah infeksi kelenjar Zeiss atau Moll.7

6
Gambar 3. Hordeolum Interna Palpebra Superior Kiri (Diambil dari : Vaughan
D G. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Cetakan kesatu. Widya Medika.
Jakarta : 2007).7

2. Epidemiologi

Hordeolum merupakan salah satu penyakit/lesi pada palpebra yang


paling sering ditemukan pada praktek umum, namun tidak ada data pasti
yang menunjukkan insidensi dan prevalensi hordeolum. Hordeolum dapat
terjadi pada berbagai ras, jenis kelamin, dan usia.8

3. Etiologi dan Faktor Risiko

Sebagian besar hordeolum disebabkan ooleh infeksi stafilokok,


biasanya Staphylococcus aureus. Pasien dengan blefaritis kronik, disfungsi
kelenjar meibom, dan ocular rosacea memiliki risiko lebih besar untuk
berkembang menjadi hordeolum. Terdapat laporan kasus yang
dipublikasikan dimana beberapa hordeolum dikaitkan dengan defisiensi
immunoglobulin M (IgM) selektif. 7,8

4. Patogenesis

Hordeolum disebabkan oleh infeksi sekunder kelenjar sebasea.


Hordeolum dibagi menjadi dua, yaitu hordeolum eksterna dan hordeolum
interna.6 Hordeolum eksterna timbul dari blokade dan infeksi dari kelenjar
Zeiss atau Moll. Hordeolum interna timbul dari infeksi pada kelenjar

7
Meibom yang terletak di dalam tarsus. Obstruksi dari kelenjar-kelenjar ini
memberikan reaksi pada tarsus dan jaringan sekitarnya. Kedua tipe
hordeolum dapat timbul dari komplikasi blefaritis.13

5. Manifestasi Klinis

Hordeolum biasanya berawal sebagai kemerahan, nyeri bila ditekan


dan nyeri pada tepi kelopak mata. Mata mungkin berair, peka terhadap
cahaya terang dan penderita merasa ada sesuatu di matanya. Biasanya hanya
sebagian kecil daerah kelopak yang membengkak, meskipun kadang
seluruh kelopak membengkak. Di tengah daerah yang membengkak
seringkali terlihat bintik kecil yang berwarna kekuningan. Bisa terbentuk
abses (kantong nanah) yang cenderung pecah dan melepaskan sejumlah
nanah.
Gejala inflamasi seperti edema, merah sensasi panas, nyeri pada
nodul, dan biasanya timbul unilateral. Hordeolum eksterna akan
menunjukkan penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak. Pada hordeolum
eksterna nanah dapat keluar dari pangkal rambut. Hordeolum intena
memberikan penonjolan terutama ke daerah konjungtiva tarsal. Pada
hordeolum interna biasanya berukuran lebih besar dibanding hordeolum
eksterna.2,7

6. Diagnosis Banding
Diagnosis banding hordeolum ialah kalazion (pada palpasi terasa
lebih lunak) dan inflamasi dari kelenjar lakrimal (jarang terjadi dan terasa
lebih sakit).6 Diagnosis banding lainnya ialah selulitis preseptal,
konjungtivitis adenovirus, dan granuloma pyogenik.2,6

7. Tatalaksana

Pada umumnya hordeolum dapat sembuh sendiri (self-limited)


dalam 1-2 minggu. Namun tak jarang memerlukan pengobatan secara
khusus, obat topikal (salep atau tetes mata antibiotik) maupun kombinasi

8
dengan obat antibiotika oral (diminum). Urutan penatalaksanaan
hordeolum adalah sebagai berikut :

 Kompres hangat selama sekitar 10-15 menit, 3-4 kali sehari.


 Antibiotik topikal (salep, tetes mata), misalnya: Polygran, Gentamicin,
Neomycin, Polimyxin B, Chloramphenicol, Dibekacin, Fucidic acid,
dan lain-lain. Obat topikal digunakan selama 7-10 hari, sesuai anjuran
dokter, terutama pada fase peradangan.
 Antibiotika oral misalnya: Amoksisilin, Eritromisin, Doxycycline. Obat
ini diberikan selama 7-10 hari.
 Adapun dosis antibiotika pada anak ditentukan berdasarkan berat badan
sesuai dengan masing-masing jenis antibiotika dan berat ringannya
hordeolum. Obat-obat simptomatis (mengurangi keluhan) dapat
diberikan untuk meredakan keluhan nyeri, misalnya : Asetaminofen,
Asam mefenamat, Ibuprofen, dan sejenisnya.1,2
Apabila dalam 48 jam tidak ada perbaikan, maka dapat dilakukan
insisi atau drainase jika diketahui ada pus. Pada insisi hordeolum terlebih
dahulu diberikan anestesi atopikal dengan pentokain tetes mata. Dilakukan
anestesi infiltrasi dengan prokain atau lidokain di daerah hordeolum dan
dilakukan insisi yang bila :
 Hordeolum internum dibuat insisi pada daerah fluktuasi pus, vertikal
pada margo palpebra, hal ini dilakukan untuk menghindari kelenjar
Meibom.
 Hordeolum eksternum dibuat insisi sejajar atau horizontal dengan
margo palpebra. Setelah dilakukan insisi, lakukan ekskohleasi atau
kuretase seluruh isi jaringan meradang di dalam kantongnya dan
kemudian diberi salep antibiotik.6,8
8. Prognosis

Prognosis umumnya baik, karena proses peradangan pada


hordeolum bisa mengalami penyembuhan dengan sendirinya, asalkan
kebersihan daerah mata tetap dijaga dan dilakukan kompres hangat pada
mata yang sakit serta terapi yang sesuai.8

9
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama :M

Umur : 9 tahun

Pekerjaan : Siswi

Suku / Bangsa : Minahasa / Indonesia

Alamat : Warembungan

Agama : Kristen Protestan

B. Anamnesis

1. Keluhan Utama

Nyeri pada benjolan di kelopak mata kanan atas.

2. Riwayat penyakit sekarang

Terdapat benjolan di kelopak mata kanan atas yang muncul sejak 3 hari
yang lalu. Nyeri pada benjolan tersebut mulai dirasakan pasien sejak 3 jam
lalu. Keluhan gatal, berair, silau, penglihatan kabur, riwayat demam, sakit
kepala, mual, muntah, pilek, serta batuk disangkal. Riwayat trauma dan
kontak dengan penderita sakit mata sebelumnya juga disangkal.

3. Riwayat penyakit sistemik

Riwayat Hipertensi, Diabetes Mellitus, Asam Urat, Kolesterol disangkal.


Riwayat Alergi disangkal.

10
4. Riwayat penyakit dahulu

Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini kurang lebih 2 bulan yang lalu
pada kelopak mata kanan atas. Keluhan mereda setelah dikompres air
hangat dan pemberian salep mata yang diresepkan dokter.

5. Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang mengalami sakit seperti ini.

6. Riwayat kebiasaan

Pasien suka mengucak mata tanpa mencuci tangan.

C. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum : tampak sakit ringan

Keadaan sakit : sakit ringan

Kesadaran : compos mentis

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 95 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Pernafasan : 24 x/menit

Suhu : 36,6oC

2. Status Oftalmikus

Status Lokalis Okulus Dextra Okulus Sinistra

Segmen Anterior
Visus 6/6 6/6
Tekanan Intra Okuli N/palpasi N/palpasi
Inspeksi

Suprasilia Rontok (-) Rontok (-)

11
Palpebra Hiperemi (+), Sekret (-), Hiperemi (-), Sekret (-)
Massa (+) berupa Massa(-)
benjolan pada palpebral
superior di daerah
konjungtiva tarsal dengan
diameter 1 cm x 1,5 cm.
Konjungtiva Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjungtiva (-)
Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (-)
Sklera Normal, injeksi (-) Normal, injeksi (-)
Kornea Jernih, infiltrat (-) Jernih, infiltrat (-)
COA Cukup dalam Cukup dalam
Pupil RAPD (-), Bulat, Refleks RAPD (-), Bulat, Refleks
cahaya (+) diameter pupil cahaya (+) diameter pupil 3
3 mm mm
Iris Normal, sinekia (-) Normal, sinekia (-)
Lensa Jernih Jernih
Palpasi
Palpebra superior Benjolan (+) 1 cm x 1,5 Dalam batas normal
cm ke arah konjungtiva
tarsal, nyeri tekan (+)
Palpebra inferior Dalam batas normal Dalam batas normal

Segmen Posterior
Refeks Fundus (+) Uniform (+) Uniform
Retina Perdarahan (-), Perdarahan (-), Kalsifikasi (-
Kalsifikasi (-) )
Papil Bulat, batas tegas, warna Bulat, batas tegas, warna
vital, CDR 0,3 vital, CDR 0,3
Makula Refleks fovea (+) normal Refleks fovea (+) normal

12
D. Resume

Pasien perempuan berumur 9 tahun datang ke Poliklinik Mata RSUP


Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dengan keluhan utama nyeri pada benjolan di
kelopak mata kanan atas. Terdapat benjolan di kelopak mata kanan atas yang
muncul sejak 3 hari yang lalu. Nyeri pada benjolan tersebut mulai dirasakan
pasien sejak 3 jam lalu. Keluhan gatal, berair, silau, penglihatan kabur, riwayat
demam, sakit kepala disangkal. Riwayat trauma dan kontak dengan penderita
sakit mata sebelumnya juga disangkal. Riwayat penyakit keluarga didapatkan
tidak ada keluarga pasien yang mengalami sakit seperti ini. Pasien pernah
mengalami keluhan seperti ini kurang lebih 2 bulan yang lalu pada kelopak mata
kanan atas. Keluhan mereda setelah dikompres air hangat dan pemberian salep
mata yang diresepkan dokter. Riwayat kebiasaan didapatkan pasien suka
mengucak mata tanpa mencuci tangan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit ringan.


Pada pemeriksaan visus didapatkan mata kiri 6/6 dan mata kanan 6/6. Pada
pemeriksaan segmen anterior didapatkan palpebra mata kanan terdapat massa
berupa benjolan pada palpebral superior di daerah konjungtiva tarsal dengan
diameter 1 cm x 1,5 cm, pada palpasi didapatkan nyeri tekan. Pada pemeriksaan
lain tidak ditemukan kelainan.

13
E. Diagnosis

OD : Hordeolum Interna Palpebra Superior Okulus Dextra

OS : Emetropia

F. Diagnosis Banding

 Hordeolum eksterna

 Kalazion

G. Tatalaksana

1. Medikamentosa

 Ofloxacin 3 mg ED 4 x 1 gtt OD

 Chloramphenicol 1 % EO app 3 x 1 OD

 Artificial tears 4 x 1 gtt OD

2. Non-Medikamentosa

 Kompres air hangat 10 – 15 menit 3-4 kali sehari

 Menjaga hygine

 Insisi dan kuretase dengan anestesi lokal

H. Komplikasi

 Konjungtivitis

 Keratitis

 Selulitis

14
I. Prognosis

 Ad Vitam : Bonam

 Ad Functionam : Bonam

 Ad Sanationam : Dubia ad bonam

15
BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis pada pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan


oftalmologi. Dari anamnesis pada pasien ini didapatkan data berupa adanya
benjolan di kelopak mata kanan atas. Benjolan ini terasa nyeri saat ditekan.
Benjolan ini menjadi besar dan mengalami reaksi radang. Peradangan ini paling
banyak terjadi akibat infeksi kuman Staphylococcus aureus.13 Staphylococcus
aureus merupakan flora normal yang hidup di kulit, namun karena beberapa faktor
bakteri ini dapat menyebabkan kondisi patologis, salah satunya hordeolum pada
kelopak mata.14,15
Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan adanya benjolan pada palpebra
superior okulus dextra yang puncaknya menonjol ke arah konjungtiva tarsal. Hal
ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa hordeolum interna
merupakan infeksi pada kelenjar Meibom sehingga ia bertumbuh ke arah
konjungtiva tarsal.2,7
Penanganan pada pasien ini yaitu diedukasi untuk mengkompres hangat
benjolan pada kelopak mata kanan atas selama 10-15 menit sebanyak tiga sampai
empat kali sehari untuk mempercepat peradangan kelenjar sampai nanah keluar.
Obat topikal yang diberikan pada pasien ini ialah ofloxacin dan chloramphenicol
yang mengandung antibiotik. Pemberian antibiotika adalah untuk mengobati
infeksi akibat kuman stafilokokus. Pada pasien juga diberikan artificial tears.
Artificial tears merupakan sediaan tetes mata steril yang bekerja sebagai lubricants
pada mata kering dan berfungsi mempertahankan agar mata tetap basah. Apabila
dengan terapi konservatif tidak ada perbaikan atau nanah tidak dapat keluar maka
dapat dilakukan tindakan operatif berupa insisi untuk mengeluarkan nanah pada
benjolan, diteruskan kuretase seluruh isi jaringan meradang di dalam kantongnya.2
Prognosis pada pasien ini adalah baik, asalkan kebersihan daerah mata tetap
dijaga dan dilakukan kompres hangat pada mata yang sakit serta terapi yang sesuai.6
Pada pasien juga dianjurkan untuk menghindari terlalu banyak menyentuh daerah
yang sakit dan menjaga kebersihan daerah mata untuk mempercepat penyembuhan
penyakit dan mencegah terjadinya infeksi sekunder. Penderita dianjurkan untuk

16
kontrol ke poliklinik mata untuk memantau perkembangan penyakit dan
keberhasilan terapi.

17
BAB V
PENUTUP

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan oftalmologis yaitu


ditemukan adanya benjolan di kelopak mata kanan atas sejak 3 hari yang lalu, juga
ditemukan adanya edema hiperemi, dan nyeri tekan regio palpebra superior oculus
dextra. Dengan adanya tanda-tanda demikian maka dapat ditegakkan diagnosis
yaitu hordeolum interna palpebral superior okulus dextra.
Demikian telah dilaporkan suatu kasus dengan diagnosis hordeolum interna
palpebral superior okulus dextra yang mencakup diagnosis, pemeriksaan
oftalmologis, penanganan dan prognosisnya.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. Eyelids. Ophthalmic Pathology and


Intraocular Tumors. San Fransisco. CA: LEO; 2007-2008. 4;
2. Ilyas H S, Yulianti S R. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Indonesia; Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: 2015. h. 94-96.
3. Tim Editor EGC. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1996.
4. Stoppler M. Sty (Stye, Hordeolum). Available from :
http://www.medicinenet.com/sty/article.htm.
5. Wijan N. Palpebra. Dalam : Ilmu Penyakit Maka. Cetakan kelima. Jakarta :
2010
6. Suprapto N, Irawati Y. Hordeolum. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran.
Editor: Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta E. Edisi 4. Jakarta: Media
Aesculapuis, 2014. h. 400.
7. Vaughan D G. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Cetakan kesatu. Widya Medika.
Jakarta : 2007.
8. Ehrenhaus M.P MD. Hordeolum Treatment, Management & Clinical
presentation. 2012
9. Wibowo. 2009. Anatomi tubuh manusia. Bandung : Graha Ilmu.
10. Snell R S. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Indonesia; EGC: 2012. h.612-4
11. Mescher A L. Histologi Dasar Junqueira Teks & Atlas. Edisi 12. Indonesia;
EGC: 2012. h. 414
12. Eroschenko V P. Atlas Histologi DiFiore dengan korelasi fungsional. Edisi 11.
Indonesia; EGC: 2012. h. 507
13. Kanski JJ. Clinical Ophthalmogi A synopsis. Butterworth-Heinemann, Boston,
2009.
14. Prescott L M, Harley J P, Klein D A. 2002. Microbiology. 5th Ed. Boston:
McGraw-Hill.
15. Madigan M T, Martinko J M, Dunlap P V, Clark D P. 2008. Biology of
Microorganisms 12th edition. San Francisco: Pearson.

19

Anda mungkin juga menyukai