Anda di halaman 1dari 22

KATARAK

I. KLASIFIKASI KATARAK
A. Menurut kejadian
1. Katarak Developmental
2. Katara Degeneratif
B. Menurut Umur
1. Katarak kongenital
2. katarak juvenil
3. katarak senil
C. Menurut Konsistensi
1. Katarak cair
2. Katarak lunak
3. Katarak keras
D. Menurut lokasi kekeruhannya
1. Katarak nukleus
2. Katarak kortikal
3. Katarak subskapular
E. Menurut warna
1. Katarak nigra ( Hitam)
2. Katarak rubra (Merah)
3. Katarak Brusnesecent (coklat)
F. Menurut bentuk kekeruhan
1. Katarak pungtata
2. Katarak stelata
3. Katarak linier

1
KATARAK DEVELOPMENTAL1,2
 Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang ditemukan pada bayi
ketika lahir (atau beberapa saat kemudian) dan berkembang pada tahun
pertama dalam hidupnya. Katarak kongenital bisa merupakan penyakit
keturunan (diwariskan secara autosomal dominan) atau bisa disebabkan
oleh infeksi kongenital, seperti campak Jerman, berhubungan dengan
penyakit anabolik, seperti galaktosemia. Katarak kongenital dianggap
sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita
penyakit misalnya Diabetes Melitus. Jenis katarak ini jarang sering terjadi.
Faktor risiko terjadinya katarak kongenital adalah penyakit metabolik yang
diturunkan, riwayat katarak dalam keluarga, infeksi virus pada ibu ketika
bayi masih dalam kandungan.

Gambar 1. Katarak Kongenital

Kekeruhan pada katarak kongenital dijumpai dalam berbagai bentuk,


antara lain :
o Katarak Hialoidea yang persisten
Arteri hialoidea merupakan cabang dari arteri retina sentral
yang memberi makan pada lensa. Pada usia 6 bulan dalam
kandungan, arteri hialoidea mulai diserap sehingga pada keadaan
normal, pada waktu bayi lahir sudah tidak nampak lagi. Kadang-
kadang penyerapan tidak berlangsung sempurna, sehingga masih
tertinggal sebagai bercak putih dibelakang lensa, berbentuk ekor

2
yang dimulai di posterior lensa. Gangguan terhada visus tidak
begitu banyak. Visus biasanya 5/5, kekeruhannya statisioner,
sehingga tidak memerlukan tindakan.
o Katarak Polaris Anterior
Berbentuk piramid yang mempunyai dasar dan puncak,
karena itu disebut juga katarak piramidalis anterior. Puncaknya
dapat kedalam atau keluar. Keluhan terutama mengenai
penglihatan yang kabur waktu terkena sinar, karena pada waktu ini
pupil mengecil, sehingga sinar terhalang oleh kekeruhan di polus
anterior. Sinar yang redup tidak terlalu mengganggu, karena pada
cahaya redup, pupil melebar, sehingga lebih banyak cahaya yang
dapat masuk. Pada umumnya tiddak menimbulkan gangguan
stationer, sehingga tidak memerlukan tinakan operatif. Dengan
pemberiann midriatika, seperti sulfas atropin 1% atau homatropin
2% dapat memperbaiki visus, karena pupil menjadi lebih lebar,
tetapi terjadi pula kelumpuhan dari Mm. Siliaris, sehingga tidak
dapat berakomodasi
o Katarak Polaris Posterior
Kekeruhan terletak di polus posterior. Sifat-sifatnya sama
dengan katarak polaris anterior. Juga stationer, tidak menimbulkan
banyak ganggan visus, sehingga tidak memerlukan tindakan
operasi. Tindakan yang lain sama dengan katarak polaris anterior.
o Katarak Aksialis
Kekeruhan terletak pada aksis pada lensa. Kelainan dan
tindakan sama dengan katarak polaris posterior
o Katarak Zonularis
Mengenai daerah tertentu, biasanya disertai kekeruhan yang
lebih padat, tersusun sebagai garia-garis yang mengelilingi bagian
yang keruh dan disebut riders, merupakan tanda khas untuk
katarak zonularis. Paling sering terjadi pada anak-anak, kadang
herediter dan sering disertai anamnesa kejang-kejang.

3
Kekeruhannya berupa cakram (diskus), mengelilingi bagian tengah
yang jernih.
o Katarak Stelat
Kekeruhan terjadi pada sutura, dimana serat-serat dari
substansi lensa bertemu, yang merupakan huruf Y yang tegak di
depan dan huruf Y terbalik di belakang. Biasanya tidak banyak
mengganggu visus, sehingga tidak memerlukan pengobatan.
o Katarak kongenital membranasea
Terjadi kerusakan dai kapsul lensa, sehingga substansi
lensa dapat keluar dan di serap, maka lensa semakin menadi tipis
dan akhirnya timbul kekeruhan seperti membran.
o Katarak kongenital total
Katarak kongenital total disebabkan gangguan
pertumbuhan akibat peradangan intrauterin. Katarak ini mungkin
herediter atau timbul tanpa diketahui sebabnya. Lensa tampak
putih, rata, keabu-abuan seperti mutiara.
 Katarak Juvenil
Katarak juvenil terjadi pada anak-anak sesudah lahir, termasuk
kedalam katarak Developmental, karena terjadi pada waktu masih
terjadinya perkembangan serat-serat lensa. Konsistensinya lembek seperi
bubur disebut juga “soft cataract” .katarak juvenil biasanya merupakan
kelanjutan katarak kongenital.
Pada katarak kongenital bilateral yang lengkap, operasi harus
dikerjakan pada bulan pertama, sejarak katarak itu diketahui pada kedua
mata. Katarak unilateral lengkap biasanya akibat trauma. Tindakan
pembedahan harus dilakukan jangan melebihi 6 bulan setelah katarak itu
diketahui, untuk menghindari ambliopia dan terjadinya strabismus.

4
KATARAK DEGENERATIF2
Katarak degeneratif dibagi menjadi dua, yaitu primer dan komplikata.
 Katarak Primer
Katarak primer menurut usia terbagi menjadi katarak presenile
biasanya pada usia 40-50 tahun dan katarak senilis, usia lebih dari 50
tahun.
a) Katarak Senilis Kortikal
Katarak senilis semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu diatas usia 50 tahun keatas

Gambar 2. Katarak Senilis


Katarak senilis merupakan katarak yang sering dijumapai. Satu-
satunya gejala adalah distorsi penglihatan dan pengihatan yang
semakin kabur. Katarak ini biasanya berkembang lambat selama
beberapa tahun, dan pasien mungkin meninggal sebelum timbul
indikasi pembedahan. Apabila diindikasikan pembedahan, maka
eksraksi lensa akan secara definitif akan memperbaiki ketajaman
penglihatan pada lbih dari 90% kasus. Sisanya (10%) mungkin telah
mengalami kerusakan retina atau mengalami penyulit pasca bedah
serius misalnya glaukoma, ablasi retina, perdarahan korpus vitreum,
infeksi atau pertumbuhan epitel ke bawah kamera okuli anterior yang
menghambat pemulihan visual.
Perubahan lensa pada usia lanjut :
o Kapsul : menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak), mulai
presbiopia, bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur, terlihat
bahan granular.

5
o Epitel: sel epitel pada equator bertambah berat dan besar
o Serat lensa : lebih iregular, pada korteks jelas kerusakan serat sel,
brown slerosis nucleus , sinar UV lama kelamaan merubah protein
nukleus lensa, korteks tidak bewarna.
Secara klinis katarak seniis dapat dibagi dalam 4 stadium, yaitu :
 Stadium Insipien
Pada stadium ini belum menimbulkan gangguan visus.
Visus pada stadium ini bisa normal atau 6/6 – 6/20. Dengan
koreksi, visus masih dapat 5/5 – 5/6. Kekeruhan terutamaterdapat
pada bagian perifer berupa bercak-bercak seperti baji (jari-jari
roda), terutama mengenai korteks anterior, sedangkan aksis masih
terlihat jernih. Gambaran ini disebut Spokes of wheel, yang nyata
bila pupil dilebarkan.
 Stadium Imatur
Sebagian lensa keruhtetapi belum mengenai seluruh lapis
lensa. Visus pada stadium ini 6/60 – 1/60. Kekeruhan ini terutama
terdapat dibagian posterior dan bagian belakang nukleus lensa.
Kalau tidak ada kekeruhan di lensa, maka sinar dapat masuk ke
dalam mata tanpa ada yang dipantulkan. Oleh karena kekeruhan
berada di posterior lensa, maka sinar oblik yang mengenai bagian
yang keruh ini, akan dipantulkan lagi, sehingga pada pemeriksaan
terlihat di pupil, ada daerah yang terang sebagai reflek pemantulan
cahaya pada daerah lensa yang eruh dan daerah yang gelap, akibat
bayangan iris pada bagian lensa yang keruh. Keadaan ini disebut
shadow test (+).
Pada stadium ini mungkin terjadi hidrasi korteks yang
mengakibatkan lensa menjadi cembung, sehingga indeks refraksi
berubah karena daya biasnya bertambah dan mata menjadi miopia.
Keadaan ini dinamakan intumesensi. Dengan mencembungnya
lensa iris terdorong kedepan, menyebabkan sudut bilik mata depan

6
menjadi lebih sempit, sehingga dapat menimbulkan glaukoma
sebagai penyulitnya.
 Stadium Matur
Kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa, sehingga
semua sinar yang melalui pupil dipantulkan kembali ke permukaan
anterior lensa. Kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan
mengakibatkan klasifikasi lensa. Visus pada stadium ini 1/300.
Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak
terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji
bayangan iris negatif (shadow test (-) ). Di pupil tampak lensa
seperti mutiara.
 Stadium Hipermatur
Pada stadium hipermatur terjadi proses degenerasi lanjut
yang dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Massa lensa
yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi
mengecil, bewarna kuning dan kering. Visus pada stadium ini
1/300 – 1/~. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan
kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga
berhubungan dengan zonula zinii menjadi kendur. Bila proses
kekeruhan berjalan lanjut disertai kapsul yang tebal maka korteks
yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihtkan bentuk sebagai sekantung susu disertai dengan
nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat.
Keadaan ini disebut katarak morgagni.

7
Menurut mansjoer (2000), pada katarak senil, dikenal 4 stadium yaitu
seusai dengan tabel berikut :

Tabel 1. Stadium Maturitas pada Katarak

b) Katarak senilis nuklear


Terjadi proses sklerotik dari nukleus lensa. hal ini menyebabkan
lensa menjadi keras dan kehilangan daya akomodasi.
Maturasi pada katarak senilis nuklear terjadi melalui proses
sklerotik, dimana lensa kehilangan daya elastisitas dan keras, yang
mengakibatkan menurunnya kemampuan akomodasi lensa, dan terjadi
obtruksi sinar cahaya yang melewati lensa mata. Maturasi dimulai dari
sentral menuju perifer. Perubahan warna terjadi akibat adanya deposit
pigmen. Sering terlihat gambaran nukleus berwarna coklat (katarak
brunesens) atau hitam (katarak nigra) akibat deposit pigmen dan jarang
berwarna merah (katarak rubra).

8
Gambar 3. Katarak Nigra, Brunescens dan Rubra pada Katarak Nuklear

II. JENIS OPERASI KATARAK4,5


a. Intracapsular Cataract Extraction (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama
kapsul. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake
dan depindahkan dari mata melalui incisi korneal superior yang lebar.
Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa
subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder
dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer. ICCE
tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari
40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit
yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis,
endoftalmitis, dan perdarahan.
Prosedur ini memiliki tingkat komplikasi yang sangat tinggi sebab
membutuhkan insisi yang luas dan tekanan pada vitreous. Tindakan ini
sudah jarang digunakan terutama pada negara-negara yang telah memiliki
peralatan operasi mikroskop dan alat dengan teknologi tinggi lainnya.

9
Gambar 4. Intracapsular Cataract Extraction (ICCE)
b. Extracapsular Cataract Extraction (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior
sehingga massa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan
tesebut. Termasuk dalam golongan ini ekstraksi linear, aspirasi dan ligasi.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan
kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra ocular,
kemungkinan akan dilakukan bedah glaucoma, mata dengan predisposisi
untuk tejadinya prolaps badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi
retina, mata dengan sitoid macula edema, pasca bedah ablasi, untuk
mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti
prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu
dapat terjadinya katarak sekunder.

10
Gambar 5. Extracapsular Cataract Extraction (ECCE)
c. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Small Incision Cataract Surgery (SICS) adalah salah satu teknik
operasi katarak yang pada umumnya digunakan di Negara berkembang.
Teknik ini biasanya menghasilkan hasil visus yang bagus dan sangat
berguna untuk operasi katarak dengan volume yang tinggi. Teknik ini
dilakukan dengan cara insisi 6 mm pada sclera (jarak 2 mm dari limbus),
kemudian dibuat sclera tunnel sampai di bilik mata depan. Dilakukan
CCC, hidrodiseksi, hidrideliniasi dan disini nucleus dikeluarkan dengan
manual, korteks dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi kemudian
dipasang IOL in the bag.
d. Phaco Emulsification
Fakoemulsifikasi adalah teknik yang paling mutakhir. Hanya
diperlukan irisan yang sangat kecil saja. Dengan menggunakan getaran
ultrasonic yang dapat menghancurkan nukleus lensa. Sebelum itu dengan
pisau yang tajam, kapsul anterior lensa dikoyak. Lalu jarum ultrasonik
ditusukkan ke dalam lensa, sekaligus menghancurkan dan menghisap
massa lensa keluar. Cara ini dapat dilakukan sedemikian halus dan teliti
sehingga kapsul posterior lensa dapat dibiarkan tanpa cacat. Dengan teknik
ini maka luka sayatan dapat dibuat sekecil mungkin sehingga penyulit

11
maupun iritasi pasca bedah sangat kecil. Irisan tersebut dapat pulih dengan
sendirinya tanpa memerlukan jahitan sehingga memungkinkan pasien
dapat melakukan aktivitas normal dengan segera. Teknik ini kurang efektif
pada katarak yang padat.

Gambar 6. Phaco Emulsification

Lensa Intraokular (IOL)


Setelah pengangkatan katarak, lensa intraokular biasanya
diimplantasikan ke dalam mata. Kekuatan implan IOL yang akan digunakan
dalam operasi dihitung sebelumnya dengan mengukur panjang mata secara
ultrasonik dan dengan kelengkungan kornea (maka juga kekuatan optik)
secara optik. Kekuatan lensa umumnya dihitung sehingga pasien tidak akan
membutuhkan kacamata untuk penglihatan jauh. Pilihan lensa juga
dipengaruhi oleh refraksi mata kontrolateral dan apakah terdapat katarak pada
mata tersebut yang membutuhkan operasi.
Implantasi Lensa Intra Okuler1,3
1. Lensa intra okuler bilik mata depan (anterior chamber IOL). Lensa ini
terdapat didalam bagian depan iris dan dipertahankan oleh sudut bilik mata
depan. Anterior chamber IOL (AC IOL) dapat dimasukkan setelah ECCE
atau ICCE.

12
2. Lensa iris-supported. Lensa ini cocok digunakan pada iris dengan bantuan
jahitan, loop atau claw. Lensa ini jarang digunakan karena insiden
komplikasi post operatif yang tinggi.
3. Lensa intra okuler bilik mata belakang (Posterior Chamber IOL)
dimasukkan dibelakang iris. Lensa ini dipertahankan oleh sulcus siliaris
atau pada bagian dari kapsul.

III. PRE OPERASI KATARAK


1. Pemeriksaan secara umum
Pemeriksaan tersebut termasuk hal-hal seperti: Gula darah Hb,
Leukosit, masa perdarahan, masa pembekuan Tekanan darah
Elektrokardiografi .
2. Pengukuran Lensa IOL
Jika akan melakukan penanaman lensa maka lensa diukur kekuatannya
(dioptri) dengan alat biometri.
3. Pengukuran Kornea
Keratometri adalah alat untuk mengukur kelengkungan kornea untuk
bersama ultrasonografi dapat menentukan kekuatan lensa yang akan
ditanam.

IV. KOMPLIKASI OPERASI KATARAK6,7


A. Komplikasi Pre Operasi Katarak
Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma. Dhawan
(2005) dalam tulisanya mengemukakan timbulnya glaukoma sekunder
akibat katarak dapat melalui tiga cara, yaitu:
1. Glaukoma fakomorfik
Lensa dapat membengkak (intumesen) dengan menyerap
cukup banyak cairan dari kamera anterior yang menimbulkan
sumbatan pupil dan pendesakan sudut sehingga jalan trabekular
terblok serta menyebabkan glaukoma sudut tertutup.
2. Glaukoma fakolitik

13
Pada katarak stadium hipermatur terjadi kebocoran protein
lensa dan masuk ke dalam kamera anterior terutama pada bagian
kapsul lensa.Dengan keluarnya protein lensa maka pada kamera
okuli anterior akan bertumpuk pula serbukan fagosit atau makrofag
yang berfungsi merabsorbsi substansi lensa tersebut. Tumpukan
akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga terjadi
penyumbatan trabecular yang memicu terjadi peningkatan TIO.
Glaukoma yang terjadi adalah glaukoma sudut terbuka.
3. Glaukoma fakotopik
Lensa hipermatur dapat mengalami dislokasi, iris terdorong
ke depan sudut kamera okuli anterior menjadi sempit sehingga
aliran humor aqueaous tidak lancar sedangkan produksi berjalan
terus, akibatnya tekanan intraokuler akan meningkat dan timbul
glaukoma.

B. Komplikasi Intra Operasi Katarak


1. Hifema
Perdarahan dapat terjadi dari insisi korneo-skeral, korpus
siliaris, atau vaskularisasi iris abnormal. Bila perdarahan berasal
dari insisi, harus dilakukan kauterisasi. Irigasi dengan BSS
dilakukan sebelum ekstraksi lensa. Perdarahan dari iris yang
normal jarang terjadi, biasanya timbul bila terdapat rubeosis iridis,
uveitis heterokromik dan iridosiklitis.
2. Iridodialisis
Komplikasi ini dapat disebabkan oleh instrumen. Biasanya
pada bagian proksimal dari insisi. Clayman mengemukakan bahwa
iridodialisis yang kecil tidak menimbulkan gangguan visus dan
bisa berfungsi sebagai iridektomi perifer, tetapi iridodialisis yang
parah dapat menimbulkan gangguan pada visus. Keadaan ini dapat
terjadi pada waktu memperlebar luka operasi, iridektomi atau

14
ekstraksi lensa. Perbaikan harus dilakukan segera dengan menjahit
iris perifer pada luka.
3. Prolaps korpus vitreus
Prolaps korpus vitreus merupakan komplikasi yang serius
pada operasi katarak, dapat menyebabkan keratopati bulosa,
epithelial dan stromal downgrowth, prolaps iris, uveitis, glaukoma,
ablasi retina, edema macular kistoid, kekeruhan korpus vitreum,
endoftalmitis dan neuritis optik. Untuk menghindari hal tersebut,
harus dilakukan vitrektomi anterior sampai segmen anterior bebas
dan korpus vitreum.
4. Perdarahan ekspulsif
Komplikasi ini jarang terjadi, tetapi merupakan masalah
serius yang dapat menimbulkan ekspulsi dari lensa, vitreus, uvea.
Keadaan ini biasanya ditandai dengan peningkatan tekanan intra
okuler yang mendadak diikuti dengan refleks fundus merah tua,
luka insisi terbuka, prolaps iris serta diikuti keluarnya lensa ,
vitreus dan darah.Penanganannya segera dilakukan temponade
dengan jalan penekanan pada bola mata dan luka ditutup dengan
rapat. Bila perdarahan sudah berhenti, luka dibuka kembali dan
dilakukan vitrektomi. Beberapa penulis menganjurkan dilakukan
sklerotomi posterior (4-6mm posterior dari limbus) untuk drainase.

C. Komplikasi Post Operasi Katarak Awal


1. Hifema
Bisa terjadi 1 – 3 hari setelah operasi, biasanya berasal dari
luka insisi atau iris, pada umumnya hilang spontan dalam waktu 7-
10 hari. Perdarahan berasal dari pembuluh darah kecil pada luka.
Bila perdarahan cukup banyak dapat menyebabkan glaukoma
sekunder dan corneal staining, dan TIO harus diturunkan dengan
pemberian asetazolamid 250 mg 4 kali sehari, serta parasintesis
hifema dengan aspirasi-irigasi.

15
2. Prolaps iris
Komplikasi ini paling sering terjadi satu sampai lima hari
setelah operasi dan penyebab tersering adalah jahitan yang longgar,
dapat juga terjadi karena komplikasi prolapse vitreus selama
operasi. Keadaan ini merupakan penanganan (jahitan ulang) untuk
menghindari timbulnya komplikasi seperti penyembuhan luka yang
lama, epithelial downgrowth, konjungtivitis kronis, endoftalmitis,
edema macular kistoid dan kadang – kadang ophtalmia simpatika.
3. Endoftalmitis Akut
Secara umum endoftalmitis ditandai dengan rasa nyeri,
penurunan visus, injeksi siliar, kemosis dan hipopion.
Endoftalmitis akut biasanya timbul 2-5 hari pasca operasi.
Penyebab endoftalmitis akut terbanyak adalah Staphylococcus
epidermidis (gram positif) dan Staphylococcus coagulase negatif
yang lain. Kuman gram positif merupakan penyebab terbanyak
endoftalmitis akut bila dibandingkan dengan gram negatif. Untuk
gram negatif, kuman penyebab terbanyak adalah Pseudomonas
aeroginosa. Umumnya organisme dapat menyebabkan
endoftalmitis bila jumlahnya cukup untuk inokulasi, atau sistem
pertahanan mata terganggu oleh obat-obat imunosupresan,
penyakit, trauma, atau bedah, dimana COA lebih resisten terhadap
infeksi dibandingkan dengan kavum vitreus.
4. Descemet Fold
Keadaan ini paling sering disebabkan oleh operasi pada
endotel kornea. Pencegahannya adalah penggunaan cairan
viskoelastik untuk melindungi kornea. Pada umumnya akan hilang
spontan beberapa hari setelah operasi.

16
D. Komplikasi Post Operasi Katarak Lanjut
1. Edema kornea
Edema kornea merupakan komplikasi katarak yang serius,
bisa terjadi pada epitel atau stroma yang diakibatkan trauma
mekananik, inflamasi dan peningkatan TIO, insidennya meningkat
pada disfungsi endotel. Biasanya akan teresobsi sempurna 4-6
minggu setelah operasi, tetapi edema menetap bila disebabkan
perlekatan vitreus pada endotel kornea.
2. Kekeruhan kapsul posterior
Komplikasi ini merupakan penyebab tersering penurunan
visus setelah ECCE, dimana kapsul posterior masih utuh, berasal
dari sel-sel epitel lensa yang masih hidup yang tertinggal pada
kapsul anterior dan posterior setelah pengeluaran nukleus dan
korteks. Penyebabnya adalah plak subkapsular posterior residual
dimana insidennya bisa diturunkan dengan polishing kapsul
posterior, juga disebabkan fibrosis kapsular karena perlekatan sisa
kortek pada kapusl posterior, atau dapat diakibatkan proliferasi
epitel lensa pada kapsul posterior di tempat aposisi kapsul anterior
dengan kapsul posterior. Faktor-faktor yang diketahui
mempengaruhi antara lain umur pasien, riwayat inflamasi
intraokuler, model LIO, bahan optik LIO, capsular fixation dari
implant. Kekeruhan pada kapsul posterior setelah ECCE dapat
diatasi dengan disisio atau kapsulotomi posterior. Kapsulotomi
dapat menggunakan pisau Zingler, jarum kecil dan dapat
menggunakan Nd: YAG laser.
3. Residual Lens Material
Pada umumnya disebabkan EKEK yang tidak adekuat,
dimana terjadi kegagalan pengeluaran seluruh material lensa
bagian perifer yang berada di bawah iris. Bila material yang
tertinggal sedikit akan diresorbsi secara spontan, sedangkan bila
jumlahnya banyak, perlu dilakukan aspirasi karena bisa

17
menimbulkan uveitis anterior kronik dan glaukoma sekunder.
Apabila yang tertinggal potongan nuklear yang besar dan keras,
dapat merusak endotel kornea, penanganannya dengan ekspresi
atau irigasi nucleus.
4. Dekompensasi kornea
Edema kornea yang disebabkan karena gangguan fungsi
pompa endotel merupakan salah satu komplikasi katarak yang
paling sering dijumpai. Penyebab terjadinya gangguan fungsi
pompa endotel ini dapat disebabkan oleh trauma mekanis yang
terjadi selama operasi, antara lain manipulasi berlebihan dalam
bilik mata depan, instrument yang menyentuh endotel, penekanan
pada kornea atau perlekatan implant pada endotel. Penyebab lain
edema kornea menetap yang diakibatkan perlekatan vitreus atau
hialoid yang intak pada endotel kornea. Pemberian agent
hiperosmotik sistemik akan menimbulkan dehidrasi vitreus,
sehingga dapat melepaskan perlekatan.
5. Glaukoma sekunder
Peningkatan TIO yang ringan bisa timbul 24 – 48 jam
setelah operasi, mungkin berkaitan dengan penggunaan zonulolyzis
dan tidak memerlukan terapi spesifik. Peningkatan TIO yang
berlangsung lama, dapat disebabkan oleh hifema, blok pupil,
sinekia anterior perifer karena pendangkalan COA, epithelial
ingrowth. Glaukoma maligna atau blok siliar adalah komplikasi
pasca operasi yang jarang terjadi, disebabkan humor akuos
mengalir ke posterior dan mendorong vitreus anterior ke depan.
Penanganannya secara medikamentosa dengan pemberian agent
hiperosmotik sistemik, dilatasi pupil maksimum dengan atropin 4%
dan fenilefrin 10% atau dengan melakukan aspirasi akuos
humor/vitreus posterior.

18
6. Endoftalmitis Kronik
Endoftalmitis kronis dapat timbul dalam beberapa bulan
sampai 1 tahun atau lebih setelah operasi. Endoftalmitis kronis
ditandai dengan reaksi inflamasi kronik atau uveitis
(granulomatosus) dan penurunan visus. Umumnya organisme dapat
menyebabkan endoftalmitis bila jumlahnya cukup untuk inokulasi,
atau sistem pertahanan mata terganggu oleh obat-obat
imunosupresan, penyakit, trauma, atau bedah, dimana COA lebih
resisten terhadap infeksi dibandingkan dengan kavum vitreus.
Organisme penyebab endoftalmitis kronik mempunyai
virulensiyang rendah, penyebab tersering adalah Propionibacterium
acnes organisme tersebut menstimulasi reaksi imunologik yang
manifestasinya adalah inflamasi yang menetap.
7. Epithelial Ingrowth
Komplikasi ini jarang terjadi, tetapi sangat mengganggu,
disebabkan masuknya epitel konjungtiva melalui defek luka. Sel –
sel epitel masuk segmen anterior dan trabekular meshwork
sehingga menimbulkan glaukoma. Faktor predisposisi adalah tiap
konjungtiva fornix-base, penyembuhan luka yang tidak baik dan
prolaps iris. Tanda – tanda yang menyertai meliputi uveitis anterior
pasca operasi menetap, fistula (50% dari kasus), membran
transparan dengan tepi berlipat pada bagian superior endotel
kornea, pupil distorsi dan membran pupilar. Penanganannya adalah
cryodestruction sel epitel dan eksisi epitel yang terlihat pada iris
dan vitreus anterior.
8. Ablasi retina
Mekanisme pasti timbulnya ablasi retina masih belum
diketahui. Faktor predisposisinya meliputi prolaps vitreus, myopia
tinggi perlekatan vitreo-retinal dan degenarasi latis. Ablasi retina
pada mata afakia khas ditandai adanya tear kecil berbentuk “U”
yang pertama kali mengenai makula. Apabila ablasi retina terjadi

19
pada mata afakia, resiko terjadinya ablasi retina pada satunya bila
belum dioperasi adalah 7%, sedangkan insiden pada mata satunya
yang sudah afakia adalah 25%.
9. Edema makula kistoid
Keadaan ini sering merupakan penyebab penurunan visus
setelah operasi katarak, baik yang terjadi komplikasi maupun yang
tanpa komplikasi. Patogenesisnya tidak diketahui, kemungkinan
karena permeabilitas perifoveal yang meningkat, inflamasi,
vitreomacular traction, dan hipotoni yang lama atau yang
sementara waktu.
Pada pemeriksaan fluorescein angiography, tampak
gambaran flower petal. Mata bisa tetap tampak normal atau mudah
iritasi dan fotofobia, tampak ciliary flush dengan iritis ringan,
ruptur hyaloid anterior dengan adhesi vitreus pada bagian dalam
luka. Penurunan visus biasanya terjadi 2-6 bulan setelah operasi
dan bertahan beberapa minggu sampai beberapa bulan. Sebagian
besar kasus pulih spontan dalam 6 bulan dan tidak memerlukan
terapi spesifik. Pada kasus – kasus yang kronis (berlangsung lebih
dari 9 bulan), penurunan visus permanenkarena pembentukan
lamelar mucular hole. Kortikosteroid dan anti inflamasi non
steroid topical dapat bermanfaat pada beberapa kasus. Ada
beberapa laporan mengenai keberhasilan pengobatan dengan anti
inflamasi non steroid dan carbonic anhydrase inhibitor oral.

V. PERAWATAN PASCA OPERASI KATARAK


1. Pasien pasca operasi katarak tidak boleh batuk, mengedan, merokok,
mengangkat beban berat lebih dari 5 kg, membungkuk, ketika melakukan
sholat disarankan dilakukan dengan cara tidur
2. Mata pasien yang pasca operasi bedah mata katarak tidak boleh sampai
terkena air, di kucek-.kucek dan ketika tidur disarankan untuk
menggunakan pembungkus rambut ketika hendak tidur agar rambut anda

20
tidak mengganggu mata. Adapun untuk pelindung mata setelah 2-3 hari
pasca operasi dapat mengenakan kacamata hitam untuk sehari-hari.
3. Pasca operasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka
pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika
bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata
baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode fakoemulsifikasi. Karena
pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien membutuhkan kacamata
untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak
jauh. Saat ini digunakan lensa intraokular multifokal, lensa intraokular
yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap pengembangan.
Pasien disarankan untuk menggunakan obat tetes mata dengan 2
jenis seperti yang telah disebutkan diatas, yakni Cendo Xitrol ( antibiotik
dan steroid ) dan Floxa ( antibiotik steril)gunakan pada jam-jam berikut :
15.00, 18.00, 21.00. Hari-hari selanjutnya diteteskan 6 kalisehari yaitu
pada jam : 06.00, 09.00, 12.00, 15.00, 18.00, dan terakhir pada jam 21.00

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7th ed. China:
Elsevier : 2011. (e-book)
2. Ilyas, H.S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2004. Hal : 200-10.
3. Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta.
2009.
4. AK Khurana. Comprehensive Opthalmology. 4thed. New Age
International(P) Limited Publisher. 2007.
5. Diah Mutiarasari, Fitriah Handayani. Katarak Juvenil. Inspirasi, No. XIV.
Edisi Oktober 2011.
6. American Academy of Opthalmology, Basic and aclinical Science
Course. Lens and Cataract. Section 11. San Fransisco : American
Academy of Opthalmology : 17-22, 81-97, 103-10
7. kBoyd FB. Highlight of opthalmology. World atlas series of ophthalmic
surgery. Vol 1. Eldorado : Highlight Opthalmology Intl : 123-4. 172-75

22

Anda mungkin juga menyukai