Anda di halaman 1dari 10

PERCOBAAN IV

SPEKTRA BERBAGAI ION LOGAM TRANSISI

I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan percobaaan ini adalah mempelajari spektra berbagai ion kompleks
II. DASAR TEORI
Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada
pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada
panjang gelombamg spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi
difraksi dengan detektor fototube (Day dan Underwood, 2001).
Senyawa kompleks adalah senyawa yang terdiri dari satu atom pusat atau
lebih yang menerima sumbangan pasangan elektron dari atom lain, gugus atom
penyumbang elektron ini disebut ligan (Pudyaatmaka, 2002).
Kebanyakan senyawa kompleks dapat mengabsorpsi radiasi
elektromagnetik pada daerah UV/VIS (daerah 190 – 800 nm). Jika sejumlah
radiasi terabsorp oleh senyawa kompleks, maka energi adsorpsi tersebut
menyebabkan terjadinya transisi elektronik dari keadaan dasar ke keadaan eksitasi.
Pada proses eksitasi, radiasi elektromagnetik yang terabsorp memiliki energi yang
tepat sama dengan perbedaan antara energi keadaan eksitasi dengan energi
keadaan dasar. Tidak semua transisi elektronik yang terjadi pada suatu senyawa
kompleks yang terkena radiasi dapat teramati pada spektra absorpsinya. Hal ini
karena intensitas yang dihasilkan berbeda-beda. Transisi dari n (nonbonding) ke
π*, misalnya, adalah transisi “forbidden” yang biasanya menghasilkan spektra UV
dengan intensitas rendah. Spektra absorpsi yang dihasilkan oleh molekul sunyawa
kompleks biasanya terjadi pada panjang gelombang yang lebar karena molekul
senyawa kompleks biasanya memiliki banyak tingkatan “keadaan eksitasi”
(Catherin dan Alan, 2005).
Perbedaan tingkat energi E2g dan Eg atauo bergantung pada kuat ikatan
antara ion logam dan ligan. Bila dalam ion kompleks diberikan energi dalam
bentuk cahaya maka elektron pda orbital yang lebih rendah energinya (E2g) dapat
tereksitasi ke orbital yang lebih tinggi energinya (Eg) dengan menyerap cahaya
yang energinya sama dengan harga . Makin kecil harga  makin kecil energi
yang diperlukan unuk eksitasi tarsebut.Seperti yang diketahui, energi cahaya
bergantung pda panjang gelombangnya, yaitu semakin pendek panjang gelombang
() maka semakin tinggi energinya (Hendrayana, 2000).
Teori medan kristal tentang senyawa koordinasi menjelaskan bahwa dalam
pembentukan kompleks terjadi interaksi elektrostatik antara ion logam (atom
pusat) dengan ligan. Jika ada empat ligan yang berasal dari arah yang berbeda,
berinteraksi dengan atom/ion logam pusat, langsung dengan ligan akan
mendapatkan pengaruh medan ligan lebih besar dibandingkan dengan orbital-
orbital lainnya. Akibatnya, orbital tersebut akan mengalami peningkatan energi
dan kelima sub orbital d-nya kan terpecah (splitting) menjadi dua kelompok
tingkat energi. Kedua kelompok tersebut adalah : 1). Dua sub orbital (dx2 – dy2, dan
dz2) yang disebut dy atau eg dengan tingkat energi yang lebih tinggi, dan 2). Tiga
sub orbital (dxz, dxy, dan dyz) yang disebut de atau t2g dengan tingkat energi yang
lebih rendah. Perbedaan tingkat energi ini menunjukkan bahwa teori medan kristal
dapat menerangkan terjadinya perbedaan warna kompleks (Hala, 2010).
III. ALAT DAN BAHAN
A. ALAT
- Spektrofotometer UV/VIS 1 buah
- Gelas beker 200 ml 2 buah (pyrex)
- Labu ukur 25 ml 2 buah
- Kuvet kuarsa 1 buah
- Pipet tetes 3 buah
- Pengaduk 2 buah
- Cawan arloji 1 buah
- Corong kaca 1 buah (pyrex)
- Gelas ukur 50 ml 1 buah
B. BAHAN
- Serbuk Ni(NO3)2 0,217 gram
- Serbuk FeSO4 0,205 gram
- Larutan KMnO4 0,1185 gram
- Serbuk Co(NO3)2 0,224 gram
- Serbuk K2Cr2O7 0,223 gram
- Serbuk CuSO4 0,205 gram
- Aquades secukupnya
C. GAMBAR ALAT

Layar
Tempat sampel
Tombol-tombol pengatur

Spektrofotometer UV/VIS

Gelas beker Labu ukur

Kuvet Kuarsa Gelas Ukur


IV. CARA KERJA
A. Pembuatan larutan
Serbuk Ni(NO3)2, FeSO4, Co(NO3)2, K2Cr2O7, CuSO4 masing-
masing 0,217; 0,205; 0,224; 0,223; 0,205 gram dilarutkan dalam labu
ukur dengan 25 ml akuades sampai diperoleh larutan masing-masing
0,03 M. Begitupula dengan larutan KMnO4 dibuat 0,03 M. Larutan
sampel diambil dan dimasukkan ke dalam kuvet kuarsa. Dilakukan uji
spektra dengan spektrofotometer UV-VIS.
B. Uji Spektra
Spektrofotometer UV-VIS disiapkan lalu diatur λ. Larutan
blanko dimasukkan dan diklik “read blank” pada layar computer. Lalu
larutan blanko dikeluarkan dan larutan sampel dimasukkan. “Read
blank” diklik dan ditunggu hingga keluar grafik absorbansinya. Data
yang diperoleh dicatat.
V. HASIL PENGAMATAN
Larutan Jumlah Puncak λ maks (nm)
K2Cr2O7 1 446
Ni(NO3)2.6H2O 3 300, 400, 700
CUSO4.5H2O 1 800
Co(NO3)2.6H2O 3 297, 380, 697
FeSO4.7H2O 1 385
KMnO4 5

VI. PEMBAHASAN
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari spektra beberapa ion kompleks.
Pada percobaan ini senyawa kompleks diukur panjang gelombang dan
absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Spektrofotometer UV-Vis
merupakan gabungan antara prinsip spektrofotometri UV dan Visible. Alat ini
menggunakan dua buah sumber cahaya yang berbeda, yaitu sumber cahaya UV
dan sumber cahaya Visible. Konsentrasi larutan yang dianalisis akan sebanding
dengan jumlah sinar yang diserap oleh zat yang terdapat dalam larutan tersebut.
Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis adalah cahaya yang berasal dari lampu
deuterium maupun wolfram yang bersifat polikromatis di teruskan melalui lensa
menuju ke monokromator pada spektrofotometer dan filter cahaya pada fotometer.
Monokromator kemudian akan mengubah cahaya polikromatis menjadi cahaya
monokromatis (tunggal). Berkas-berkas cahaya dengan panjang tertentu kemudian
akan dilewatkan pada sampel yang mengandung suatu zat dalam konsentrasi
tertentu. Oleh karena itu, terdapat cahaya yang diserap (diabsorbsi) dan ada pula
yang dilewatkan. Cahaya yang dilewatkan ini kemudian di terima oleh detector.
Detector kemudian akan menghitung cahaya yang diterima dan mengetahui cahaya
yang diserap oleh sampel. Cahaya yang diserap sebanding dengan konsentrasi zat
yang terkandung dalam sampel sehingga akan diketahui konsentrasi zat dalam
sampel secara kuantitatif.
Pada percobaan kali ini digunakan spektrofotometri UV-VIS single beam
dan pengukuran dilakukan pada range λ = 300-900 nm yaitu range sinar UV dan
visible. Daerah UV berada pada 100 – 400 nm dan visible berada pada daerah 400
– 750 nm. Sehingga percobaan dilakukan pada daerah yang melampaui keduanya
Sampel yang digunakan dalam percobaan ini adalah larutan KMnO4,
CuSO4.5H2O, Ni(NO3)2.6H2O, K2Cr2O7, Co(NO3)2, dan FeSO4.7H2O. Larutan
sampel dibuat dengan konsentrasi kecil agar hasilnya dapat terbaca oleh alat.
Apabila terlalu pekat atu konsentrasinya besar maka intensitasnya akan terlalu
besar dan sulit dibaca. Sesuai dengan hukum lambert-beer bahwa absorbansi akan
sebanding dengan konsentrasi. Oleh karena itu larutan dibuat encer agar
mempermudah analisis. Larutan uji tersebut masing-masing memiliki warna yang
khas dan karakteristik yaitu :
Ni(NO3)2 : hijau
CuSO4 : biru
FeSO4 : kuning orange
Co(NO3)2 : merah muda
KMnO4 : ungu tua
K2Cr2O7 : kuning
Logam transisi dapat membentuk warna karakteristik. Munculnya warna
disebabkan karena sub kulit d terdapat elektron yang tidak berpasangan. Ion
transisi dapat menyerap sinar tampak, kompleks warna dapat dipengaruhi oleh
anion yang mengikatnya. Warna yang dihasilkan oleh ion kompleks menunjukan
bahwa senyawa kompleks dapat menyerap sinar pada pengukuran daerah tampak,
maka spektra yang dihasilkan juga terdapat pada panjang gelombang untuk cahaya
tampak. Pada percobaan ini didapatkan data spektra UV-Vis yang akan dibahas
sebagai berikut :
1. KMnO4
Muatan Mn dapat dihitung dari penjumlahan muatan atom-atom lainnya :
K + Mn + 4. O = (+1) + Mn + 4 (-2) = 0
Maka Mn memiliki muatan +7. Konfigurasinnya :
25Mn : [Ar] 3d5 4s2
7+
25Mn = (Ar) 4s0 3d0
Menurut konfigurasinya, dalam orbital d tidak terdapat elektron atau
kosong. KMnO4 bersifat diamagnetik dan senyawa yang tidak berwarna. Namun
pada percobaan KMnO4 berwarna ungu. Hal ini bisa dijelaskan karena adanya
transfer energi dalam bentuk O2 menjadi O-. Larutan yang dihasilkan berwarna
ungu pekat karena adanya elektron tidak berpasangan. Elektron dari atom O masuk
ke orbital d. Menurut teori, terdapat 5 puncak atau 5 transisi, yaitu:
A2g(G)  T1g(G)
A2g(G)  T2g(G)
A2g(G)  A2g(F)
A2g(G)  T2g(F)
A2g(G)  T1g(F)
Pada percobaan yang telah dilakukan menghasilkan 5 puncak dengan lamba
maksimum 312nm dan absorbansinya 0,35.
2. CuSO4.5H2O
Karena berikatan dengan SO42- maka Cu memiliki bilangan oksidasi 2+
CuSO4 ⇆ Cu2+ + SO42-, dengan konfigurasi elektron:
29Cu : [Ar] 3d10 4s1
2+
29Cu : [Ar] 3d9 4s0

d9
Karena terdapat elektron yang tidak berpasangan, maka senyawa yang
dihasilkan akan mempunyai warna. Hal ini sesuai dengan percobaan bahwa larutan
Cu2+ berwarna biru. Menurut teori, karena Cu2+ memiliki elektron terakhir di d9,
diagram orgelnya hanya tersplit menjadi 2 dan memiliki 1 puncak yang transisinya
T2g  Eg.
Hal ini sesuai denganhasil percobaan yang didapat yaitu terdapat 1 puncak
dengan panjang gelombang 800 nm dengan absorbansi 0,62
3. Ni(NO3)2.6H2O
Pada larutan sampel ini, reaksi pembentukan kompleks yang terjadi :
Ni2+ + 2NO3- + 6 H2O → Ni(NO3)2.6H2O
Konfigurasi elektron Ni:
28 Ni = (18Ar) 3d8 4s2
Ni2+ = (18Ar) 3d8

Ni2 d8
Karena terdapat elektron yang tidak berpasangan pada orbital d maka
senyawanya berwarna yaitu warna hijau. Menurut teori, karena berada pada orbital
akhir d8, terdapat 3 puncak pada spektra Ni2+.
Hasil percobaan yang didapat sesuai dengan teori dimana dihasilkan 3
puncak yaitu pada gelombang 300 nm, 400 nm, dan 700 nm dengan absorbansi 0,4
4. K2Cr2O7
Bilangan oksidasi atau muatan Cr dapat dihitung dengan menjumlahkan
muatan atom-atom lainnya.
2.K + 2. Cr + 7. O = 0
2 (+1) + 2 Cr + 7 (-2) = 0
2 + 2 Cr + (-14) = 0
-12 + 2 Cr = 0
Cr = +6
Konfigurasi elektronnya 24Cr : [Ar] 3d5 4s1 → Cr6+ : [Ar] 3d0 4s0
Seharusnya orbital d tidak terisi elektron dan senyawa yang dihasilkan
tidak berwarna. Namun, elektron dari O2- masuk ke orbital 3d. Hal ini dapat dilihat
bahwa senyawa yang dihasilkan menjadi berwarna kuning dikarenakan adanya
elektron yang tidak berpasangan sumbangan dari atom O. Menurut teori ada 3
tingkatan energi yang menghasilkan 3 puncak pada spektra.
Namun pada percobaan hanya didapatkan 1 puncak saja yaitu pada panjang
gelombang 446nm dengan absorbansi 1,89 .Hal ini terjadi karena beberapa hal.
Kemungkinan elektron-elektron tidak tereksitasi hingga tingkat energi paling atas
karena energi yang diberikan tidak mencukupi.
5. Co(NO3)2
Co(NO3)2 ⇆ Co2+ + 2NO3-
Co merupakan golongan transisi dengan konfigurasi elektron dengan
konfigurasi elektron 27Co : [Ar] 3d7 4s2 . Co pada Co(NO3)2 mempunyai bilangan
koordinasi +2 sehingga melepaskan 2 elektron terluar atau tingkat energi terendah
sehingga konfigurasi elektronnya:
2+
27Co : [Ar] 3d7 4s0
Secara teorits Co(NO3)2 yang berada pada orbital d7 mempunyai 3 puncak
pada spektranya sehingga akan terdapat 3 transisi yaitu : A2g(G)  A2g(F)
A2g(G)  T2g(F)
A2g(G)  T1g(P)
Hasil percobaan yang didapat sesuai dengan teori dimana didapatkan 3
puncak dengan panjang gelombang 297nm, 380 nm dan 697 nm dengan
absorbansi 0,92.
6. FeSO4.7H2O
FeSO4 Fe2+ + SO42-, dengan konfigurasi elektron :
26Fe : [Ar] 3d6 4s2
2+
26Fe : [Ar] 3d6 4s0

orbital d

Orbital d tidak terisi penuh dan terdapat elektron tidak berpasangan oleh
karena itu senyawa dari Fe2+ berwarna yaitu warna kuning. Secara teoritis, Fe2+
berada pada orbital d6 menghasilkan 1 puncak dan transisinya 5Eg 5T2g karena
term symbolnya yaitu 5D.
Dari hasil percobaan diperoleh 1 puncak pada panjang gelombang 385 nm
dengan absorbansi 0,89. Hal ini menunjukan bahwa hasil yang didapat sesuai
dengan teori yang ada.

VII. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa adanya warna pada
suatu larutan terjadi karena adanya elektron tidak berpasangan pada orbital d. Dari
hasil percobaan diperoleh :
No. Sampel λ maks (nm) Absorbansi Jumah puncak Secara teori
1. KMnO4 312 0,35 5 puncak 5 puncak
2. CuSO4.5H2O 800 0,62 1 puncak 1 puncak
3. Ni(NO3)2.6H2O 700 0,4 3 puncak 3 puncak
4. K2Cr2O7 446 1,89 1 puncak 3 puncak
5. Co(NO3)2 697 0,92 3 puncak 3 puncak
6. FeSO4.7H2O 385 0,89 1 puncak 1 puncak

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Catherin dan Alan. 2005. Inorganic Chemistry. London: Prentice Hall
Day dan Underwood. 2001 . Analisis Kimia Kuantitatif . Jakarta : Erlangga
Hala, Y. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Anorganik. Makassar : Laboratorium
Anorganik FMIPA Universitas Hasanuddin
Hendrayana, S. 2000. Kimia Analitik Instrument. Semarang: IKIP Semarang Press
Pudyaatmaka, A.H. 2002. Kamus Kimia. Jakarta: Balai Pustaka

IX. LAMPIRAN
a. Laporan kelompok
b. Perhitungan
c. Spektra

Surakarta, 27 Maret 2018

Asisten Praktikum Praktikan

( Lia Fatawati ) ( Muhammad Sarifudin )

Anda mungkin juga menyukai