Jurnal Korolari
KUN xxx
Jurnal di atas sudah barang tentu hanya akan mempengaruhi LRA (pada
akun pendapatan) dan kas pada neraca. Namun masalah akan muncul
ketika pemerintah melakukan realisasi belanja modal dimana di satu sisi
pemerintah harus melakukan penjurnalan akun LRA namun di sisi lain
pemerintah harus mengakui penambahan aset di neraca sebagai
konsekuensi penggunaan basis akrual di neraca. Masalah ini diatasi
dengan menggunakan jurnal yang disebut dengan jurnal korolari. Dengan
menggunakan jurnal korolari disamping melakukan penjurnalan realisasi
belanja modal, di sisi lain dapat dibuat neraca yang berbasis akrual.
Jurnal korolari dalam kasus ini dilakukan dengan melakukan pendebetan
aset dan pengkreditan akun ekuitas dana.
BUN
Surplus/Defisit xxx
Ketika basis akrual disahkan maka akan timbul utang atau piutang
kepada KUN di K/L.
Piutang dalam hal ini berarti bahwa K/L memiliki hak untuk mendapatkan
sejumlah uang dari KUN berkaitan dengan anggaran (DIPA) yang sudah
disetujui. Analogi dengan penjelasan utang pada paragraf sebelumnya
maka akun kotra dari piutang ini juga merupakan ekuitas yang
mencerminkan adanya penambahan ekuitas entitas karena menerima kas
dari KUN yang digunakan untuk belanja.
K/L
Pendapatan…..-LO xxx
KUN xxx
Pendapatan-LRA xxx
K/L
Piutang Pendapatan…… xxx
Pendapatan…..-LO xxx
BUN
KUN xxx
Pendapatan-LRA xxx
Pendapatan…..-LO xxx
KUN xxx
Pendapatan-LRA xxx
Ketika K/L melakukan penjualan aset kepada pihak ketiga maka secara
akrual K/L akan mengakui piutang dan keuntungan/kerugian ketika aset
tersebut telah berpindah tangan ke pihak ketiga. Jurnalnya (jika untung)
sbb:
Jika untung
Piutang…. xxx
Jika rugi
Piutang…. xxx
Piutang… xxx
Pada saat yang sama dengan penerimaan di KUN maka BUN akan
mencatat sbb:
KUN xxx
Pendapatan-LO xxx
Pendapatan-LRA xxx
KUN xxx
SiLPA xxx
KUN xxx
Pada saat yang bersamaan dengan pelunasan utang beban maka BUN
akan melakukan penjurnalan sbb:
Belanja xxx
KUN xxx
KUN xxx
KUN xxx
Ketika terjadi belanja modal maka secara akrual harus dicatat aset yang
mengalami penambahan, jurnal korolari dalam hal ini tidak diperlukan lagi.
Sehingga jurnal-jurnal yang dicatat ketika terjadi belanja modal adalah
sbb (di K/L):
KUN xxx
KUN xxx
Beban…. xxx
Piutang dari KUN xxx
Belanja…. xxx
KUN xxx
Beban…. xxx
Jurnal apabila pengembalian pada periode yang sama adalah (di K/L):
Piutang dari KUN xxx
Beban…. xxx
KUN xxx
Belanja…. xxx
Jurnal apabila pengembalian pada periode yang berbeda adalah (di K/L):
KUN xxx
Pendapatan-LRA xxx
Secara akrual utang diakui ketika kemungkinan besar akan terjadi arus
keluar sumber daya di masa datang sebagai akibat adanya transaksi di
masa lalu. Untuk konteks pemerintah, ketika perjanjian pinjaman
ditandatangani maka seketika itu pula harus ada pengakuan utang di K/L
dengan jurnal sbb:
Utang LN xxx
KUN xxx
KUN xxx
Dalam hal ini muncul masalah baru karena transaksi untuk hibah harus
tercatat dalam laporan realisasi anggaran sebagai bagian dari
pendapatan-LRA dan sekaligus sebagai belanja modal sementara di sisi
lain jurnal di atas hanya akan menghasilkan neraca dan LO. Untuk
mengatasi masalah ini maka akun utang kepada KUN harus didebit
bersamaan dengan pengkreditan akun piutang dari KUN sbb:
Utang kepada KUN xxx
Pada saat yang bersamaan dengan pencatatan jurnal tadi maka di BUN
akan mencatat jurnal sbb:
7. Jurnal Penutup
Pendapatan-LO xxx
Beban xxx
8. Akuntansi Persediaan
Belanja xxx
KUN xxx
Sesuai dengan draft akrual PSAP nomor 5 maka metode yang digunakan
untuk mengakui beban persediaan adalah metode periodik dimana setiap
akhir tahun akan dihitung berapa persediaan yang tersisa, sehingga
jurnal untuk akhir tahun (di K/L):
Persediaan xxx
9. Akuntansi Investasi
1 Jan 09
Penyertaan Modal Pemerintah 50 jt
(Mencatat pendapatan deviden yang diumumkan namun untuk pengumuman laba tida
terpengaruh)
1 Feb 2010
Utang kepada KUN 1 jt
Piutang Deviden 1 jt
1 Nov 09
Penyertaan Modal Pemerintah 7,5 jt
Piutang Deviden 1 jt
Dalam hal terjadi penilaian kembali aset tetap maka sesuai dengan draft
akrual PSAP nomor 7, selisih antara nilai revaluasi dengan nilai tercatat
aset tetap dibukukan dalam akun ekuitas dana sehingga jurnalnya adalah
sebagai berikut (jika nilai revaluasi lebih besar dari nilai tercatat, jika
tidak maka jurnal ini dibalik) :
Apabila suatu aset tetap dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah dan
tidak memenuhi definisi aset tetap maka harus dipindahkan ke pos aset
lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya dengan jurnal sebagai berikut:
1. Akuntansi Kewajiban
Obligasi 1T
1 Juli 2006
Beban Bunga 50 M
31 Desember 2006
Beban Bunga 50 M
Hutang Bunga 50 M
31 Desember 2006
Premium Obligasi 20 M
Beban Bunga 20 M
1 Januari 2007
Obligasi 1T
SPM-UP (SPM Uang Persediaan) digunakan kalau si anak minta uang untuk jaga-jaga.
Besarannya ditetapkan oleh wali anak. Karena kebutuhan anak berbeda-beda, maka uang untuk
jaga-jagapun berbeda-beda. Dalam akuntansi, UP dikenal dengan kas kecil(petty cash).
SPM-GU (SPM Ganti Uang Persediaan) digunakan kalau si anak sudah menggunakan uang.
Form ini merupakan aplikasi pembentukan kas kecil dengan sistem dana tetap (imprest fund
method). Secara periodik (harian/mingguan/bulanan), wali anak akan mengisi kembali sejumlah
uang yang digunakan agar posisinya kembali seperti semula.
SPM-TU (SPM Tambahan Uang Persediaan) digunakan kalau uang jaga-jaga si anak tidak
mencukupi. Form ini merupakan aplikasi pembentukan kas kecil dengan sistem dana
berfluktuasi (fluctuating fund method).
SPM-LS (SPM Langsung) digunakan untuk meminta uang guna pembayaran kepada pihak
ketiga. Cek untuk SPM-LS diterbitkan atas nama penyedia barang/jasa (sejenis dengan cek atas
nama). Selanjutnya, penyedia barang/jasa mencairkan uang di bank.
Penerapan semua form tersebut menciptakan situasi yang sebenarnya sederhana menjadi
rumit. Bagaimana mungkin diterapkan 2 sistem (imprest fund method dan fluctuating fund method)
untuk sebuah pekerjaan (penanganan kas kecil)?. Sebuah kerumitan yang akan dirasakan – baik oleh
anak maupun wali anak.
Anak harus mikir – sekedar meminta uang harus pakai form yang benar. Ekstrimnya,
kesalahan penggunaan form dapat berakibat tidak diterbitkannya cek – yang berarti barang/jasa
yang digunakan si anak (baca pemerintah) tidak terbayar. Dari sudut pandang wali anak,
operasionalisasinya membutuhkan ceck list per jenis permintaan. Ini berarti bahwa penerapan
konsep UYHD (terserah penggunaan si anak, yang penting sesuai kesepakatan awal – APBD)
terdistorsi konsep UUDP (tidak boleh aneh-aneh menyikapi perkembangan – akuntabel sekalipun).
~!@#$%^&*()_+
Dimisalkan UP dinas sebesar Rp 10 juta. Di awal perioda dinas akan mengajukan SPM-UP
sebesar Rp 10 juta. Selanjutnya uang tersebut digunakan sebesar 3 juta (berarti saldo kas
dinas masih Rp 7 juta). Sementara itu, pembayaran yang harus dilakukan selanjutnya adalah
sebesar Rp 19 juta dengan rincian Rp 9 juta atas nama bendahara dinas dan Rp 10 juta atas
nama penyedia barang/jasa.
Situasi tersebut memaksa dinas untuk berpikir tentang berbagai kemungkinan yang harus
dilakukan:
Alternatif 1 Alternatif 2
Catatan: Catatan:
– UP tetap Rp 10 juta – Pihak ketiga dibayar tunai Rp 5 juta dan cek atas
nama Rp 5 juta.
~!@#$%^&*()_+
Terdapat kerugian bagi kedua belah pihak: dari segi efektivitas dan
efisiensi. Pertama, pengelola keuangan daerah perlu menganalisis perputaran uang di setiap dinas
untuk menentukan besaran UP. Sebuah langkah yang kontra produktif karena penetapan UP
mendorong terjadinya penumpukan kas di dinas. Belum lagi banyaknya form membutuhkan belanja
penunjang berupa alat tulis kantor (di kedua pihak).
Pada kondisi ekstrim, SPM dan SP2D cukup dibuat sekali dalam setahun (cukup minta sekali
setahun dan diberi untuk kebutuhan setahun) – yang berarti merelakan peluang perbendaharaan
memanfaatkan iddle cash. Atau lebih ekstrim lagi: setelah APBD ditetapkan langsung diterbitkan
SP2D, tanpa pengajuan SPM oleh dinas – bukankah APBD memiliki fungsi otorisasi? Ini dimungkinkan
jika pendapatan mencukupi kebutuhan seluruh dinas untuk 1 (satu) perioda.
Sistim Pengeluaran Kas
Sistem akuntansi pengeluaran kas merupakan sistem yang digunakan untuk mencatat seluruh
transaksi pengeluaran kas. Penatausahaan pengeluaran kas merupakan serangkaian proses kegiatan
menerima, menyimpan, menyetor, membayar, menyerahkan, dan mempertanggungjawabkan
pengeluaran uang yang berada dalam pengelolaan SKPKD (Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan
Daerah) dan/atau SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah).
Sistem dan Prosedur Akuntansi Pengeluaran kas terdiri atas 4 sub sistem yaitu:
Pihak Terkait
Kuasa BUD
Dalam kegiatan ini, kuasa BUD mempunyai tugas:
PPKD
Pengajuan SPP UP, GU, dan TU dilampiri dengan daftar rincian rencana penggunaan dana sampai
dengan jenis belanja.
SPP Langsung (SPP-LS)
Dipergunakan untuk pembayaran langsung kepada pihak ketiga dengan jumlah yang telah
ditetapkan. SPP-LS dikelompokkan menjadi:
Mekanisme atas pengeluaran-pengeluaran belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja
bagi hasil, bantuan keuangan, dan pengeluaran pembiayaan dapat dilakukan oleh bendahara
pengeluaran SKPKD dengan menerbitkan SPP-LS yang diajukan kepada PPKD melalui PPK-SKPKD.
Lembar 1 dan 2 untuk Bendahara Pengeluaran yang akan diteruskan ke PPK-SKPD dan PPKD,
setelah ditandatangani oleh Bendahara Pengeluaran.
Lembar 3 diarsip oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu
Sedangkan SPP-GU yang diajukan dibuat rangkap 2 yang dua-duanya diserahkan ke Bendahara
Pengeluaran.
Pihak Terkait
Bendahara Pengeluaran
Lembar 1 dan 2 untuk Kepala SKPD/Pengguna Anggaran yang diteruskan ke PPKD dan PPK
SKPD ,setelah ditandatangani oleh Kepala SKPD/Pengguna Anggaran.
Lembar 3 diarsip oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu.
Pihak Terkait
PPK-SKPD
Pengguna Anggaran
SP2D adalah spesifik, artinya satu SP2D hanya dibuat untuk satu SPM saja. Waktu pelaksanaan
penerbitan SP2D:
Pihak Terkait
Kuasa BUD
Pengguna Anggaran
Menandatangani SPM.
Dalam kegiatan ini, Bendahara Pengeluaran SKPKD memiliki tugas Mencatat SP2D pada dokumen
penatausahaan yang terdiri atas:
1. BKU Pengeluaran
2. Buku Pembantu Simpanan Bank
3. Buku Pembantu Pajak
4. Buku Pembantu Panjar
5. Buku Rekapitulasi Pengeluaran Perincian Objek
Bendahara Pengeluaran Pembantu membuat Laporan Pertanggungjawaban (SPJ) UP, TU, dan LS
rangkap 3:
Lembar 3 diarsip oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu;
Lembar 1 dan 2 bersama SPP GU lembar 1 dan 2 dikirim ke Bendahara Pengeluaran-SKPD.
Sedangkan pada mekanisme GU, SPJ dibuat rangkap 2 yang keduaya diserahkan ke bendahara
pengeluaran.
Pihak terkait
Bendahara Pengeluaran
PPK-SKPD
Pengguna Anggaran
Menyetujui atau menolak SPJ pengeluaran yang diajukan oleh Bendahara Pengeluaran.
Apa itu Nota Permintaan Dana (NPD)?
Nota Permintaan Dana (NPD) adalah nota yang digunakan untuk mencairkan dana melalui bendahara
pengeluaran atau bendahara pengeluaran pembantu.
Pada mekanisme ini tidak terdapat surat pertanggungjawaban (SPJ), tetapi hanya menunjukkan
nota atau kwitansi sebagai bukti pertanggungjawaban. Pihak yang terkait dalam Prosedur
Penerbitan Nota Permintaan Dana adalah Bendahara Pengeluaran Pembantu.