Anda di halaman 1dari 13

TUGAS 4

ANALISA KERUSAKAN DAN LAB

Agy Randhiko

NPM : 1706990306

Program Magister Teknik

Departemen Teknik Metalurgi Dan Material

UNIVERSITAS INDONESIA

2018

Agy Randhiko - 1706990306


1. Jelaskan jenis perpatahan.
2. Jelaskan perbedaan klasifikasi “inter & trans-crystalline”
3. Jelaskan perbedaan ciri-ciri patah ulet dan patah getas.
4. Jelaskan perbedaan dari striasi dan benchmarks.
5. Jelaskan mekanisme tahapan perpatahan akibat fatik berikut gambar.
6. Jelaskan beberapa pencegahan agar terhindar dari patah fatik
7. Jelaskan mekanisme patahan akibat perapuhan (embrittleness) & beri beberapa
contoh yang saudara ketahui.
8. Apakah setiap jenis perpatahan material disebabkan oleh hanya satu jenis
perpatahan. Jelaskan menurut saudara dengan memberikan contoh.
9. Buatlah ringkasan paper RCFA (terlampir) dalam tugas 4 ini.

JAWABAN.

1. Dalam Failure Analisis, perpatahan menjadi 4 jenis yang didasarkan pada jejak
perpatahannya :
a. Perpatahan Ulet (Dimple rupture)
Ciri dari perpatahan ulet adalah :
 Ada deformasi plastis
 Permukaan kusam / buram dan berserat
 Tegangan geser dominan
 Bentuk patahan “cup and cone” 45o dengan τmaks

Gambar 1. Penampakan bentuk dari patahan ulet

 ┴ σnom atau // σslip


 Aspek struktur mikro dengan SEM tampak “dimple”

Agy Randhiko - 1706990306


Gambar 2. Fraktografi dari patah ulet ”cup and cone” permukaan fraktur (a)
bagian bawah cup (b) sidewall dari cup. SEM 650x perbesaran.

b. Perpatahan Getas (cleavage rupture)


Ciri dari perpatahan getas adalah :
 Tidak ada deformasi plastis
 Permukaan terang dan kristalin
 Permukaan patahan ┴σ utama
 Ada “chevron marks” atau “hearing bone marks”

Gambar 3. Penampakan bentuk patahan getas

Gambar 4. Chevron mark pada patahan getas

Agy Randhiko - 1706990306


Aspek struktur mikro :
 Butir kasar  susunan facet pada permukaan belah atau pola sungai (river
patern)
 Kadang-kadang antara ciri-ciri cleavage ada dimple
 Pada polifase (perlite  α + Fe3C) terdapat “garis” dan “dimple”

Gambar 5. Struktur mikro patahan getas pada SEM perbesaran 400x

c. Perpatahan Fatik (fatigue rupture)


Ciri-ciri perpatahan fatik adalah :
 Deformasi plastis sedikit sekali atau hampir tidak ada
 Perpatahannya progresif, berawal dari retak halus yang merambat akibat beban
ber-fluktuatif.
 Ada “bench marks” atau “rachet marks”

Gambar 6. Bentuk permukaan patah karena fatik

Agy Randhiko - 1706990306


“Bench marks” vs “rachet marks” :
 “Bench marks”  deformasi plastis di ujung retakan
 “Rachet marks”  ┴ permukaan patahan fatik dan merangkai beberapa awal
(initial) fatik yang berdekatan.
“Bench marks” vs “striation”
Striation
 Karakteristik utama fatik pada tahap 2  retak merambat dan meninggalkan
tonjolan (ridge, stration) pada permukaan
 Aspek ukuran : kecil, hanya tampak dengan SEM / TEM
 Aspek penyebab : Kemajuan rambatan retak akibat sekali pembebanan.

Bench marks
 Merupakan deformasi plastis di ujung retakan
 Aspek ukuran : cukup besar & dapat diamati dengan kasat mata.
 Aspek penyebab : lokasi posisi front retak setelah terhenti.

Gambar 7. Skematik perbesaran dari hasil patahan fatik, terlihat adanya bench
mark, rachet mark dan striation

d. Perpatahan dekohesif (decohesive rupture)


Perpatahan dekohesif adalah jenis perpatahan yang disebabkan oleh pelemahan
ikatan pada material yang merupakan hasil dari lingkungan yang reaktif atau
mikrostruktur yang unik sehingga terjadi perpatahan baik di sepanjang batas butir
atau memotong batas butir. Pelemahan ini dapat terjadi akibat terdapatnya inklusi,
endapan, void, atau bahkan hidrogen.

Agy Randhiko - 1706990306


Gambar 8. Mekanisme perpatahan dekohesif pada batas butir yang equiaxed

2. Perpatahan inter-crystalline adalah jenis perpatahan yang di mulai dari retak (crack) yang
merambat melalui batas butir, sedangkan trans-crystalline adalah retak (crack) yang
merambat lalu menembus batas butir.

Gambar 9. Jenis-jenis perpatahan trans crystalline

Agy Randhiko - 1706990306


Gambar 10. Jenis-jenis perpatahan inter crystalline

Gambar 11. Jejak perpatahan intercrystalline dan transcrystalline

Agy Randhiko - 1706990306


3. Perbedaan dan ciri dari patah ulet dan patah getas adalah sebagai berikut :
Patah ulet Patah Getas
Ada deformasi plastis Tidak terjadi deformasi plastis
Permukaan buram, kusam dan berserat Permukaannya terang dan kristalin
Bentuk “cup & cone” 45o Permukaan patahan umumnya tegak lurus
dengan arah pembebanan
Ada dimple (lubang - lubang kecil) Ada “chevron marks” atau “hearing bone
marks”
Tegangan geser dominan Tegangan tarik

4. Perbedaan dari striasi dan bench mark adalah sebagai berikut :


Striasi Bench Marks
Retak merambat dan meninggalkan Deformasi di ujung retakan
tonjolan (ridge, striation) pada
permukaan
Ukuran kecil dan hanya dapat dilihat Ukuran cukup besar dan dapat diamati
dengan SEM dengan kasat mata
Kemajuan rambatan retak akibat sekali Lokasi posisi front retak setelah terhenti
pembebanan

Gambar 12. Gambar striasi dan bench marks pada patahan fatik

Agy Randhiko - 1706990306


5. Mekanisme tahapan terjadi perpatahan akibat fatik secara umum terbagi menjadi 3 tahap,
sebagai berikut :
a. Tahap Inisiasi (Crack Initiation)
Pada tahap ini terjadi permulaan retak yang biasanya berawal dari permukaan akibat
adanya cacat / stress concentration yang memicu fatik saat mengalami pembebanan.
b. Perambatan (Crack Propagation)
Pada tahap ini, crack menjalar pada permukaan akibat pembebanan fatik pada
material. Semakin besar pembebanan yang diberikan, maka perambatan akan semakin
besar sehigga material akan cepat mengalami patahan fatik.
c. Patahan Akhir (Final Rupture)
Pada tahap ini material mengalami deformasi plastis dimana material akhirnya
mengalami kegagalan akibat fatik sehingga material tak mampu lagi menahan beban
penjalaran patahan akibat pembebanan yang berulang.

Gambar 13. Mekanisme tahapan terjadinya patah fatik

Gambar 14. Sketsa potongan melintang dari tahap 1 dan tahap 2 patah fatik.

Agy Randhiko - 1706990306


Tepi logam ada di kiri. ketika gaya tarik beraksi berulang di permukaan, perubahan
mikrostruktur dari tahap 1 menyebabkan retak submikroskopis terbentuk. Dengan
setiap pembukaan berulang, retakan melompati jarak kecil (satu peretasan).
Perhatikan bahwa jarak masing-masing striasi meningkat dengan jarak dari asalnya,
dengan asumsi tegangan pembukaan yang sama. logam di ujung celah fatik (kanan)
berubah bentuk secara plastis pada skala submikroskopik.

6. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan agar terhindar dari patah fatik :
 Menghilangkan atau mengurangi tegangan sisa pada permukaan komponen akibat
manufaktur
 Memodifikasi ujung permukaan menjadi lebih rounded / tidak tajam
 Mencegah adanya discontinuity selama proses pembuatan komponen
 Memperbaiki ketelitian dalam proses fabrikasi dan prosedur saat fastening
 Menghindari proses surface treatments seperti plating.
 Melakukan proses shot peening pada komponen sehingga meninggalkan residual
stress berupa compression yang berguna untuk ketahanan fatik.

7. Mekanisme patahan akibat perapuhan merupakan patahan yang terjadi pada komponen
material yang disebabkan oleh dua penyebab utama yaitu akibat faktor suhu dan juga
faktor lingkungan.
Salah satu akibat faktor suhu adalah terbentuknya fasa atau endapan yang bersifat getas
pada material pada suatu rentang suhu tertentu. Hal ini akan menyebabkan material
memgalami penurunan sifat ulet dan menjadi lebih getas dan menjadi lebih mudah patah.
Beberapa jenis perapuhan :
a. Oleh faktor temperatur (Mekanisme intergranular)
 Strain age embrittlement  aging
 Quench age embrittlement  presipitat karbida
 Blue brittleness  penguatan presipitat (temperatur 230o – 370o C)
 Tempered embrittlement  pada SS di temperatur 560o – 980o C
 HAZ graphitization  pada carbon steel weld di temperatur 425o C dan waktu
lama
 Inter-metallic compound embrittlement  galvanized steel pada temperatur 420o
C, waktu lama  senyawa intermetalik Fe - Zn

Agy Randhiko - 1706990306


b. Oleh faktor lingkungan (mekanisme intergranular)
 Neutron embrittlement  radiasi neutron pada reaktor nuklir
 Hydrogen embrittlement  karena pickling, electroplating, welding, H2S exposure
 Stress corrosion embrittlement  karena lingkungan korosif
 Liquid metal embrittlement  salt-bath process (pada proses pembuatan glass)
 Sigma-phase embrittlement  penggetasan terjadi akibat terbentuknya fasa sigma
yang getas pada ferritic stainless steel

8. Pada umumnya perpatahan material bersifat kompleks, dimana perpatahan tidak hanya
disebabkan oleh satu jenis perpatahan. Hal ini dikarenakan pada saat penggunaan, suatu
komponen dapat mengalami banyak jenis pembebanan, misal gabungan beban tarik,
tekan, geser, dll. Material logam yang tidak homogen juga dapat menjadi penyebab
terjadinya perpatahan yang kompleks, hadirnya cacat, inklusi, endapan, segregasi akan
mempengaruhi permukaan patahan. Selain itu, material juga tidak bersifat 100% ulet atau
getas.
Berdasarkan penjelasan di atas, sudah jelas bahwa perpatahan material terjadi tidak hanya
disebabkan oleh satu jenis mekanisme perpatahan.
Salah satu contoh material yang mengalami peraptahan, satu komponen yang mengalami
kegagalan akibat penggetasan hidrogen. Penggetasan hidrogen terjadi akibat adanya
adsorbsi atom hidrogen ke dalam material. Yang kemudia akan membentuk molekul
hidrogen di dalam material. Hadirnya molekul hidrogen di dalam material akan
menimbulkan tekanan internal, dan tempat terjadinya inisiasi retak. Selain itu, hadirnya
molekul hidrogen akan menyebabkan terjadinya diskontinuitas di dalam material yang
dapat menyebabkan perpatahan dekohesif. Namun permukaan patahan yang dihasilkan
akan menghasilkan perpatahan getas. Jadi pada kasus kegagalan akibat penggetasan
hidrogen, secara umum terjadi perpatahan dekohesif dan perpatahan getas.

Agy Randhiko - 1706990306


9. Title : Understanding How to Use The 5-Why for Root Cause Analysis

Abstrak
 Motivation / Problem statement
Metode 5-Why dapat digunakan sebagai bahan pertanyaan untuk membuat sebuah
kesimpulan mengenai penyebab berurutan dan peristiwa kegagalan yang muncul dan
dapat mengidentifikasi kegagalan tersebut.

 Tujuan penelitian
Mengerti bagaimana menggunakan metode 5-Why untuk Root Caouse Failure
Analysis.

 Metode / prosedur / pendekatan


Mengajukan beberapa pertayaan mengapa dan didapatkan banyak jawaban, kemudian
dicari bukti yang menunjukkan mana jawaban yang paling benar.

 Hasil / temuan
Metode 5-Why sangat mudah terjadi kesimpulan yang salah.

 Kesimpulan / Implikasi
Metode 5-Why dapat diterapkan untuk mendapatkan rangakaian dari kegagalan jika
diterapakan dengan beberapa aturan dan praktik sederahana.

Introduction
 Informasi Topik :
Metode 5-Why dapat membantuk hubungan sebab akibat dalam suatu kegagalan. Ini
dapat digunakan setiap kali penyebab masalah atau situasi dari kegagalan tidak jelas.
Menggunakan metode 5-Why adalah cara sederhana untuk mencoba memecahkan
masalah yang dinyatatakan tanpa penyelidikan yang detail. Ini adalah salah satu alat
investigasi sederhana yang mudah diselesaikan tanpa analisis statistik. Juga dikenal
sebagai Why Ttree, merupakan bentuk sederhana dari analisis akar masalah.

Agy Randhiko - 1706990306


 Informasi latar belakang yang lebih sempit :
Metode 5-Why sudah banyak digunakan oleh setiap peneliti dalam memecahkan suatu
masalah. Dengan setiap pertanyaan Mengapa mereka memberikan jawaban dan
kemudian menanyakan pertanyaan Mengapa berikutnya. Pertanyaan dan jawaban tic-
tac-toe ini berlanjut sampai semua orang setuju bahwa akar penyebabnya ditemukan.
Tabel mengapa digunakan jika hanya satu penyebab dari setiap efek yang tercantum di
atas meja. Konektivitas logis antara peristiwa dan semua penyebabnya dapat dilihat
dengan Why Tree. Membuat Why Tree dapat memeberi peluang yang bagus untuk
menemukan semua masalah yang mungkin terjadi sebelum kegagalan.

 Focus of Paper :
Pendekatan yang dilakukan dengan metode 5-Why pada Root case analysis dimulai
dengan memebuat Why Tree untuk mengidentifikasi penyebab kegagalan ditingkat
pertama. Menggunakan bukti dan logika untuk membuktikan yang mana penyebab dari
masalah tersebut. Setelah penyebab tingkat pertama dikonfirmasi selanjutnya penyebab
masalah ditingkat kedua dua dan seterusnya dapat diatasi.

 Contribution :
Konektivitas logis antara stu peristiwa dan peristiwa lainnya dan semua penyebab
kegagalan dapat dilihat dengan Why tree. Tidak realistis jika menggunakan metode 5-
Why, tetapi tidak membuat Why Tree, karena akar dari masalah tidak akan pernah dapat
diidentifikasi, karena jawaban-jawaban yang terjawab tidak mengerucut pada suatu
masalah yang sedang diteliti.

Kesimpulan
Metode 5-Why Root cause analysis sederhana dalam konsepnya tetapi membutuhkan
bukti nyata, logika pasti dan disiplin besar dalam penggunaanya jika ingin
menemukan akar dari suatu kegagalan yang benar. Tabel 5-Why dapat digunakan
untuk mendapatkan akar penyebab masalah.
Jika terdapat banyak peristiwa atau insiden yang dapat menyebabkan kegagalan, Why
Tree harus dibuat terlebih dahulu untuk menentukan semua cabang sebab akibat ke
akar penyebab. Karena jika tidak terselesaikan dari akar penyebabnya, malah akan
membawa kembali pada kegagalan yang sama di kemudian hari.

Agy Randhiko - 1706990306

Anda mungkin juga menyukai