Anda di halaman 1dari 48

Senin, 19 September 2011

Analisis Kelayakan Teknis dan ekonomi terhadap mesin penggiling padi keliling
(studi kasus Kabupaten Aceh Besar)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penggilingan merupakan salah satu tahapan dalam pasca panen padi yaitu suatu

proses pelepasan sekam dari beras. Karakteristik fisik padi sangat perlu diketahui

karena proses penggilingan padi sebenarnya mengolah bentuk fisik dari butiran padi

menjadi beras putih. Butiran padi yang memiliki bagian-bagian yang tidak dapat

dimakan, atau tidak enak dimakan, sehingga perlu dipisahkan. Selama proses

penggilingan, bagian-bagian tersebut dilepaskan satu demi satu sampai akhirnya

didapatkan beras yang dapat dikonsumsi yang disebut dengan beras sosoh atau beras

putih. Beras sosoh merupakan hasil utama proses penggilingan padi. Beras sosoh

adalah gabungan beras kepala dan beras patah besar. Beras patah kecil atau menir

sering disebut sebagai hasil samping karena tidak dikonsumsi sebagai nasi seperti

halnya beras kepala dan beras patah besar. Hasil samping proses penggilingan padi

berupa sekam, bekatul dan menir.


B. Identifikasi masalah

Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi petani dan pengusaha penggiling

padi keliling, antara lain belum terujinya kelayakan teknis, diantaranya menghitung

kapasitas kerja alat penggilingan, efisiensi alat, dan rendemen. Dan kelayakan

ekonomis, diantaranya biaya tetap dan biaya tidak tetap, break even point, B/ C ratio,

payback period dari penggunaan alat tesebut.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kelayakan teknis dan ekonomi usaha

penggilingan padi keliling pada tingkat petani di Kabupaten Aceh Besar.

D. Ruang lingkup

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada mesin penggiling padi keliling yang

beroperasi di wilayah Kabupaten Aceh Besar dibeberapa kecamatanKuta Malaka,

Montasik, indra Puri, dan Seulimum. meliputi diantaranya prospek kelayakan mesin

tersebut dari aspek teknis dan ekonomi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pasca Panen Padi

Sebelum digiling, gabah biasanya dibersihkan dari benda lain yang bercampur

seperti jerami, kayu, pecahan batu, logam dan sebagainya. Benda lunak seperti jerami

akan mengurangi kapasitas giling, sedangkan benda keras seperti batu akan merusak

mesin penggiling. Penggilingan gabah dimulai dengan proses:

1) Pengeringan

Agar tahan lama disimpan dan dapat digiling menjadi beras maka gabah

harus dikeringkan. Pengeringan gabah umumnya dilakukan di bawah

sinar matahari. Gabah yang dikeringkan ini dihamparkan di atas lantai

semen terbuka. Penggunaan lantai semen terbuka ini agar sinar matahari

dapat secara penuh diterima gabah. Bila tidak memiliki halaman atau

tempat terbuka yang disemen maka halaman tanah pun dapat dipakai

untuk penjemuran. Gabah perlu diletakkan pada alas anyaman bambu,

tikar atau lembaran plastik tebal. Hal ini dilakukan agar gabah tidak

bercampur dengan tanah. Lama jemuran tergantung iklim dan cuaca, bila

cuaca cerah dan matahari bersinar penuh sepanjang hari, penjemuran

hanya berlangsung sekitar 2 – 3 hari. Bila keadaan cuaca terkadang


mendung atau gerimis dan terkadang panas. Waktu penjemurannya dapat

berlangsung lama, sekitar seminggu.

2) Penggilingan

Penggilingan dalam pasca panen padi merupakan kegiatan memisahkan

beras dari kulit yang membungkusnya. Pemisahan beras dari kulitnya

dapat dilakukan dengan cara modern atau dengan alat penggiling. Alat

yang sering digunakan berupa huller. Hasil yang diperoleh pada

penggilingan, yaitu pada tahap pertama diperoleh beras pecah kulit. Pada

penggilingan tahap kedua, beras akan menjadi putih bersih.

3) Penyimpanan / penggudangan

Beras yang sudah digiling dapat langsung dipasarkan. Namun, karena

umumnya beras tidak langsung dapat dipasarkan seluruhnya maka perlu

ada tempat penyimpanan, dalam gudang penyimpanan dapat saja beras

diserang oleh hama bubuk. Biasanya hama bubuk ini menyerang beras

yang tidak kering benar saat pengeringan. Hama bubuk tidak menyukai

beras yang kering karena keras. Hama lebih menyukai tempat lembab

sehingga ruangan gudang harus tetap kering dan di lengkapi dengan

ventilasi udara.
4) Pemasaran

Umumnya ada dua cara pemasaran beras yang dilakukan di Propinsi

Aceh, pertama petani menjual langsung di lahan pada saat sudah siap

panen kepada pedagang pengumpul yang disebut penebas. Penebas

inilah yang akan memanen dan mengolahnya lebih lanjut menjadi beras.

Kedua, petani sendiri yang memanen, mengeringkan, lalu menjualnya ke

pedagang pengumpul, baik berupa gabah kering giling atau sudah

menjadi beras. Penjualan beras biasanya dilakukan petani langsung

kepada pedagang beras di pasar, dititipkan ke pasar swalayan atau dijual

langsung ke konsumen.

B. Penggilingan Padi

Penggilingan merupakan proses pelepasan sekam dari beras. Karakteristik fisik

padi sangat perlu diketahui karena proses penggilingan padi sebenarnya mengolah

bentuk fisik dari butiran padi menjadi beras putih. Butiran padi yang memiliki bagian-

bagian yang tidak dapat dimakan, sehingga perlu dipisahkan. Selama proses

penggilingan, bagian-bagian tersebut dilepaskan satu demi satu sampai akhirnya

didapatkan beras yang dapat dikonsumsi yang disebut dengan beras sosoh atau beras

putih. Beras sosoh merupakan hasil utama proses penggilingan padi. Beras sosoh

adalah gabungan beras kepala dan beras patah besar. Beras patah kecil atau menir

sering disebut sebagai hasil samping karena tidak dapat dikonsumsi sebagai nasi
seperti halnya beras kepala dan beras patah besar. Jadi, hasil samping proses

penggilingan padi berupa sekam, bekatul, dan menir (Ritonga et al, 2008).

Penggilingan padi berfungsi untuk menghilangkan sekam dari bijinya dan

lapisan aleuron, sebagian mapun seluruhnya agar menghasilkan beras yang putih serta

beras pecah sekecil mungkin. Setelah gabah dikupas kulitnya dengan menggunakan

alat pecah kulit, kemudian gabah tersebut dimasukkan ke dalam alat penyosoh untuk

membuang lapisan aleuron yang menempel pada beras. Selama penyosohan terjadi,

penekanan terhadap butir beras sehingga terjadi butir patah. Menir merupakan

kelanjutan dari butir patah menjadi bentuk yang lebih kecil daripada butir patah

(Damardjati, 1988).

Secara umum, mesin-mesin yang digunakan dalam usaha industri jasa

penggilingan padi adalah mesin pemecah kulit/ sekam, (huller atau husker),

Connveyor, mesin pemisah gabah dan beras pecah kulit (brown rice separator), mesin

penyosoh atau mesin pemutih (polisher), mesin pengayak bertingkat (sifter), mesin

atau alat bantu pengemasan (timbangan dan penjahit karung).


C. Rice Milling Unit (RMU)

Rice milling unit (RMU) merupakan jenis mesin penggilingan padi generasi

baru yang kompak dan mudah dioperasikan, dimana proses pengolahan gabah

menjadi beras dapat dilakukan dalam satu kali proses (one pass process). RMU rata-

rata mempunyai kapasitas giling kecil yaitu antara 0.2 hingga 1.0 ton/ jam, mesin ini

menyerupai mesin tunggal dengan fungsi banyak, dan menggunakan tenaga

penggerak motor diesel/ motor listrik. Di dalam RMU terdapat beberapa bagian mesin

yang berfungsi memecah sekam atau mengupas gabah, bagian mesin yang berfungsi

memisahkan gabah dari sekam lalu membuang sekamnya, bagian mesin yang

berfungsi mengeluarkan gabah yang belum terkupas untuk dikembalikan ke

pengumpan, bagian mesin yang berfungsi menyosoh dan mengumpulkan dedak, dan

bagian mesin yang berfungsi melakukan pemutuan berdasarkan jenis fisik beras (beras

utuh, beras kepala, beras patah, dan beras menir). Skema penanganan bahan dalam

penggilingan padi yang menggunakan RMU diperlihatkan dalam Gambar 1.


D. Analisis Teknis

a. Kapasitas kerja alat penggilingan

Kapasitas kerja alat penggilingan yang dimaksudkan adalah kapasitas produksi

ekonomis yaitu volume atau jumlah satuan produk yang dihasilkan selama satu satuan

waktu tertentu secara menguntungkan (Sutojo, 1993).

b. Efisiensi alat

Pengertian efisiensi dalam produksi merupakan perbandingan antara output dan

input, berkaitan dengan tercapainya output maksimum dengan sejumlah input. Jika

rasio ouput besar maka efisiensi dikatakan semakin tinggi. Dapat dikatakan bahwa

efisiensi adalah penggunaan input terbaik dalam memproduksi output (Susantun,

2000). Farel (1957) membedakan efisiensi menjadi tiga yaitu: efisiensi teknik,

efisiensi alokatif (harga), dan efisiensi ekonomi.

c. Rendemen

Menurut Nugraha et al. (1998). Kualitas fisik gabah terutama ditentukan oleh

kadar air dan kemurnian gabah. Yang dimaksud dengan kadar air gabah adalah jumlah

kandungan air dalam butiran gabah. Nilai rendemen beras giling dipengaruhi oleh

banyak faktor yang terbagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah faktor

yang mempengaruhi rendemen melalui pengaruhnya terhadap mutu gabah sebagai

bahan baku dalam proses penggilingan yang meliputi varietas, teknik budidaya,

cekaman lingkungan, agroekosistem, dan iklim. Kelompok kedua merupakan faktor


penentu rendemen yang terlibat dalam proses konversi gabah menjadi beras, yaitu

teknik penggilingan dan alat penggilingan. Kelompok ketiga menunjukkan kualitas

beras terutama derajat sosoh yang diinginkan, karena semakin tinggi derajat sosoh

maka rendemen akan semakin rendah.

E. Analisis Ekonomi

Analisis teknis ekonomi suatu industri dapat dikaji dengan menggunakan

pendekatan studi kelayakan proyek. Suatu kelayakan atau feasibility study adalah

suatu study atau telaah agar sesuatu yang didirikan dapat dilaksanakan secara efektif

dan efisien (Soetrisno, 1984). Husnan dan Suwarsono (2000) juga menyatakan bahwa

studi kelayakan adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek dilaksanakan

dengan berhasil.

Dari segi ekonomi, usaha mesin penggiling padi keliling dapat menguntungkan

kedua belah pihak apabila biaya pokok penggilingan dapat ditekan. Untuk

menganalisa pemikiran ekonomi lebih lanjut maka harus dicari faktor-faktor dominan

yang sangat mempengaruhi biaya pokok penggiling padi tersebut. Faktor-faktor yang

menimbulkan kenaikan biaya pokok harus ditekan dengan cara memberikan kondisi

atau persyaratan yang mempengaruhi turunnya biaya agar lebih murah (Irwanto,

1980).
Apabila seorang petani hendak memiliki alat dan mesin pertanian hendaknya harus

menentukan buatan, ukuran, dan tipe mesin apa yang paling efesien untuk usaha tani.

Ketika seseorang petani membeli mesin dan peralatan untuk usaha taninya, petani

tersebut harus menanggung sejumlah pengeluaran tertentu. Biaya-biaya usaha tani

diklasifikaikan menjadi dua, yaitu (a) Biaya tetap (fixed cost) dan (b) Biaya tidak tetap

(variabel cost). Biaya tetap ini sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus

dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Sedangkan biaya

yang tidak tetap adalah biaya total yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi

yang diperoleh. Sebagai contoh sarana produksi, jika menginginkan produksi yang

tinggi maka tenaga kerja perlu ditambah, Sehingga biaya ini sifatnya tidak tetap dapat

berubah-ubah tergantung besar kecilnya produksi yang diinginkan. (Loekman, 1984).

Dimana komponen biaya terdiri dari:

1. Biaya Tetap (Fix Cost)

Biaya tetap adalah suatu biaya yang tidak dipengaruhi oleh naik turunnya produksi

yang dihasilkan, seperti biaya tenaga kerja tidak langsung, penyusutan, bunga bank

dan asuransi(Khotimah, 2002).

Menurut Irwanto (1980) Biaya tetap adalah biaya yang tidak tergantung dari sistem

pemakaian alat mesin tersebut. Dengan kata lain bahwa biaya tetap per jam tidak

berubah dengan perubahan jam kerja tiap tahun dari pemakaian alat dan mesin pasca
panen tersebut. Ini berarti bahwa biaya ini tetap dihitung sebagai pengeluaran

walaupun alat dan mesin tidak dipergunakan. Komponen biaya ini sama sekali bersifat

independen terhadap pemakaian dari pada mesin atau alat. menyatakan bahwa yang

termasuk unsur biaya tetap mesin adalah:

a. Depresiasi (Penyusutan)

Penyusutan adalah berkurangnya nilai suatu benda modal karena pemakaian

sepanjang umur pakainya akibat berkurangnya fisik benda modal tersebut dan

berkurangnya fungsi benda modal. Wijanto (1996) menyatakan bahwa harga

pembelian mesin adalah harga mesin sampai di lokasi. Nilai sisa adalah harga

jual mesin setelah mencapai umur teknisnya. Nilai sisa diperkirakan senilai

10% dari harga pembelian. Irwanto (1980) menyatakan biaya penyusutan

bervariasi menurut umur desain dan perkiraan umur pemakaian dari mesin atau

alat. Penyusutan dapat didefinisikan sebagai penurunan (pemerosotan) dari

nilai modal suatu mesin atau alat akibat pertambahan umurnya. Biaya

penyusutan sering merupakan biaya yang terbesar per jamnya dan juga dapat

merupakan penurunan nilai suatu mesin atau alat selama waktu yang terus

berjalan tanpa perduli apakah mesin atau alat tersebut dipakai atau tidak.

Faktor-faktor yang menyebabkan nilai suatu mesin atau alat dapat merosot

adalah:
 Adanya bagian-bagian mesin atau alat menjadi rusak karena pemakaian

tidak dapat bekerja lagi seefektif pada keadaan sebelumnya, umumnya

yang dimaksud bagian mesin atau alat disini adalah bagian utama yang

tidak ekonomis lagi bila diganti.

 Adanya peningkatan biaya oprasi yang dibutuhkan per unit out put yang

sama pada tingkat performance mesin yang sudah terpakai lama

dibandingkan dengan yang masih baru.

 Munculnya mesin atau alat model baru yang lebih efesien dan praktis

akibat perkembangan teknologi. Model baru ini mengakibatkan nilai

mesin atau alat yang lama menjadi merosot.

 Adanya pengembangan proyek atau perusahaan. Proyek atau perusahaan

yang bertambah besar mengakibatkan mesin atau alat yang ada dan

sudah lama menjadi lebih tidak sesuai lagi dengan perkembangannya

yang baru, sehingga mesin atau alat yang lama menjadi merosot nilainya.

b. Biaya Bunga Modal

Bunga modal dihitung dengan modal yang dianggap diinvestasikan di tempat

lain dengan tingkat bunga tertentu. Irwanto (1980) menyatakan bahwa biaya

modal (interest) diperhitungkan untuk mengembalikan bunga modal yang


ditanam sehingga akhir umur peralatan diperoleh satu nilai uang yang sama

dengan nilai modal yang ditanam.

c. Biaya Pajak Alat/ Mesin Pertanian

Biaya pajak tiap tahun bagi mesin/ alat pertanian sangat bervariasi dari satu

negara ke negara lain. Di Amerika diperkirakan beban pajak yang digunakan

besarnya sekitar 2% dari harga awal pertahun, sedangkan beban asuransi kira-

kira 0 – 24% dari harga awal perubahan. Pada umunya bila diketahui besar

pajak maka dapat diperhitungkan pajak dari bunga serta asuransi dijumlahkan

tahunnya.

d. Beban Garasi atau Gudang

Beban garasi/ gudang terhadap mesin alat pertanian tidak nyata nilai uangnya

tetapi dapat terlihat terhadap alat/ mesin pertanian. Umumnya garasi/ gudang

dapat memberikan menejemen yang lebih baik, perbaikan yang mudah dan

aman, penampilan yang teratur dan baik, dapat mengurangi kerusakan tehadap

alat/ mesin akibat terkena suhu pada cuaca tertentu. Di Amerika Serikat beban

garasi/ gudang terhadap mesin/ alat pertanian persamaan diperkirakan 0,5 – 1%

dari harga awal pertahun. Umumnya digunakan 1% per tahun untuk mesin/ alat

pertanian. Dugaan menunjukkan bahwa beban ini sangat kecil dan

kemungkinan dapat diabaikan (Irwanto, 1980).


2. Biaya Tidak Tetap (Variable Cost)

Menurut Purwandi (1999), biaya tidak tetap adalah biaya operasional yang

dikeluarkan untuk berbagai keperluan yang diperlukan untuk menjaga kelancaran

operasi alat dan mesin pertanian. Biaya Operasi baru ada, apabila alat dan mesin

pertanian dioperasikan dan besarnya pun berbeda-beda tergantung pada jam operasi,

jenis pekerjaan, serta usia penggunaan alat dan mesin pertanian. Biaya tidak tetap ini

bervariasi menurut pemakaiannya. Unsur biaya tetap terdiri dari :

a. Biaya Bahan Bakar

Bahan bakar yang dibutuhkan alat mesin pertanian dihitung berdasarkan bahan

bakar yang digunakan oleh alat tersebut. Perkiraan penggunaan bahan bakar 0,2

liter/ Hp 100 jam tiap daya mesin. Irwanto (1980) menyatakan bahwa biaya ini

adalah pengeluaran solar atau bensin (bahan bakar) pada kondisi kerja per jam.

Satuannya adalah liter per jam, sedangkan harga per liter yang digunakan

adalah harga lokasi. Pemakaian bahan bakar suatu mesin/ peralatan yang tepat

(liter per jam) adalah bila ditentukan dengan mengukur rata-rata per jam

kondisi kerja yang diberikan.

b. Biaya Pelumas

Irwanto (1980) menyatakan bahwa perkiraan penggunaan minyak pelumas

(MP) 0,8 liter per HP 100 jam setiap daya mesin. Minyak pelumas untuk mesin
meliputi oli mesin, oli transmisi, oli final drive, oli hydraulic. Biaya oli mesin

dimaksudkan sebagai jumlah volume oli baru yang diisikan ke dalam mesin

tiap periode tertentu.

c. Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan Mesin Sumber Tenaga

Soedjatmiko (1997) telah dapat mengestimasikan bahwa biaya perbaikan da

pemeliharaan mesin sumber tenaga dianggap tetap karena kerusakannya hanya

sekali dalam setahun. Wijanto (1996) menyatakan bahwa biaya perbaikan dan

perawatan setiap seratus jam kerja mesin diperkirakan 2 – 4% dari (harga

pembelian-nilai sisa). Perawatan dan perbaikan sangat erat dengan operator dan

ketersediaan suku cadang. Apabila operator merawat mesin dengan baik sesuai

dengan petunjuk penggunaan dan perawatannya maka biaya perbaikan dapat

ditekan sampai batas wajar. Akan tetapi, bila operator ceroboh maka dalam

waktu singkat dapat terjadi kerusakan mesin yang fatal. Dalam perawatan dan

perbaikan mesin maka keterampilan operator, ketersediaan suku cadang, serta

pemilihan dan pelatihan kepada calon operator merupakan bahan pertimbangan

dalam memilih mesin (Wijanto, 1996).

d. Operator (Tenaga Kerja)

Wijanto (1996) menyatakan bahwa mesin biasanya dilayani oleh dua (2) orang

operator secara bergantian. Jumlah jam kerja mereka diperkirakan 8 jam


perhari. Irwanto (1980) menyatakan biaya operator per jam tergantung pada

keadaan lokal. Besar gaji operator bervariasi menurut lokasi. Besar biaya

operator per jam dapat diambil dari gaji operator bulanan atau jumlah pertahun

dibagi dengan total jam kerja.

G. Memutuskan rencana pelaksanaan

Menurut Hardjosentono, et al, (1983) mesin-mesin pertanian memiliki jangka waktu

yang terbatas dengan harga mesin pertanian yang relatif tinggi. Faktor iklim, kondisi

pekerjaan yang dilakukan dan transportasi yang merupakan faktor pembatas.

Hambatan-hambatan di lapangan menyebabkan mesin mempunyai masa (jam) kerja

yang terbatas dalam setahun. Bila mesin tidak beroperasi maka mendapat kerugian

bagi pemilik mesin pertanian, maka pemilik mesin harus dapat mengatur,

mengusahakan dan menyesuaikan pekerjaaan yang dihadapi dengan faktor-faktor

penghambat agar mesin mempunyai efesiensi yang tinggi. Semakin besar jam kerja

pemakaian mesin, maka semakin baik dan menguntungkan bagi pemilik mesin

pertanian tersebut.

H. Metode Perhitungan Titik Impas (Break Event Point)

Suatu perusahaan dikatakan break event apabila setelah dibuat perhitungan laba rugi

dari suatu periode kerja atau dari suatu kegiatan tertentu, perusahaan itu tidak

memperoleh laba tetapi juga tidak mengalami kerugian.


Break event point (BEP) adalah suatu keadaan dimana dalam suatu operasi

perusahaan tidak mendapat untung maupun rugi sehingga impas (penghasilan = total

biaya) (Apriono , 2009).

Analisis BEP bertujuan menemukan satu titik baik dalam unit maupun rupiah

yang menunjukan biaya sama dengan pendapatan. Dengan mengetahui titik tersebut,

berarti belum diperoleh keuntungan atau dengan kata lain tidak untung tidak rugi.

Sehingga disaat penjualan melebihi BEP maka mulailah keuntungan diperoleh (Iman,

2007).

Sasaran analisis BEP mengetahui pada tingkat volume berapa titik impas

berada. Dalam kondisi lainnya, analisis BEP digunakan untuk membantu pemilihan

jenis produk atau proses dengan mengidentifikasi produk atau proses yang

mempunyai total biaya terendah untuk suatu volume harapan (Iman, 2007).

Metodologi break event analysis sekali lagi menjelaskan bahwa metode ini

dapat membantu pengusaha untuk menentukan berapa banyak barang yang harus

diproduksi dan penentuan harga per unit agar perusahaan tersebut dapat mencapai titik

impasnya sehingga tidak loss. Dan apabila perusahaan ingin bersaing dengan

kompetitornya dipasar, maka perusahaan tersebut harus bisa mengatur strategi agar

harga yang ditetapkan dapat bersaing tanpa harus menanggung loss, misalnya dengan

cara menekan variable cost agar lebih efisien lagi (Febri, 2010).

Setelah kita mengetahui manfaat dari BEP dalam suatu usaha komponen yang

berperan adalah biaya, dimana biaya yang dimaksud adalah biaya variabel dan biaya
tetap, dimana pada prakteknya untuk memisahkan atau menentukan suatu biaya

variabel atau tetap bukanlah pekerjaan yang mudah, Biaya tetap adalah biaya yang

harus dikeluarkan untuk keperluan produksi atau tidak, sedangkan biaya variabel

adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu unit produksi tetapi jika tidak

melakukan kegiatan produksi maka biaya tersebut dianggap tidak ada (Apriono,

2009).

I. Metode Benefit Cost Ratio

Metode benefit cost ratio (B/ C) adalah salah satu metode yang sering

digunakan dalam tahap-tahap evaluasi awal perencanaan investasi atau sebagai

analisis tambahan dalam rangka mengvalidasi hasil evaluasi yang telah dilakukan

dengan metode lainnya. Metode B/ C memberikan penekanan terhadap nilai

perbandingan antara aspek manfaat (Benefit) yang akan diperoleh dengan aspek biaya

dan kerugian yang akan ditanggung (cost) dengan adanya investasi tersebut (Giatman,

2006).

Metode B/ C didefinisikan sebagai perbandingan (rasio) nilai ekivalen dari

manfaat terhadap nilai ekivalen dari biaya-biaya. Nama lain rasio B/ C adalah rasio

investasi dengan penghematan. Keuntungan atau manfaat (benefit) didefinisikan

sebagai konsekuensi-konsekuensi proyek yang diinginkan oleh publik. Biaya (cost)

adalah pembayaran atau pengeluaran keuangan yang dibutuhkan dari pemerintah

(Ratnawidja, 2010).
J. Metode Pay back Period

Apabila kita telah mengumpulkan informasi yang diperlukan, kita sekarang dapat

menilai atau mengevaluasi layak tidaknya suatu usulan proyek. Karena pengkajian ini

hanya membahas berbagai konsep dasar dari pengujian usulan investasi tidaklah

berbeda dengan resiko perusahaan saat ini. Tingkat pengembalian modal memberikan

gambaran besarnya jumlah uang yang diterima kembali perusahaan karena melakukan

investasi dalam modal yang diukur dalam rupiah pertahun dari setiap rupiah yang

diinvestasikan (Paul et al., 1985).

Dengan demikian, penerimaan suatu proyek investasi baru tidak akan merubah resiko

total perusahaan. Pada pengkajian ini kita hanya akan membahas pendekatan untuk

menentukan layak tidaknya suatu usulan investasi tersebut. Pendekatan atau metode-

metode tersebut adalah metode payback period pengembalian. Payback period

menunjukkan berapa lama (dalam beberapa tahun) suatu investasi akan bisa kembali.

Payback period menunjukkan perbandingan antara investasi awal dengan aliran kas

tahunan. Apabila periode pengembalian kurang dari suatu periode yang telah

ditentukan proyek tersebut diterima, apabila tidak proyek tersebut ditolak. Jangka

waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi melalui penerimaan–

penerimaan yang dihasilkan oleh proyek investasi tersebut juga untuk mengukur

kecepatan kembalinya dana investasi (Hoqqie, 2009).


Payback period adalah suatu metode berapa lama investasi akan kembali atau periode

yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash

investment) dengan menggunakan aliran kas, dengan kata lain payback period

merupakan rasio antara initial cash investment dengan cash flownya yang hasilnya

merupakan satuan waktu. Suatu usulan investasi akan disetujui apabila payback

period-nya lebih cepat atau lebih pendek dari payback period yang disyaratkan oleh

perusahaan (Van, 2005).

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Kegiatan penelitian dilakukan di kawasan Aceh Besar dimulai pada bulan

Maret 2011 sampai dengan bulan Juli 2011.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Mesin penggiling

padi keliling, padi, meteran, timbangan, komputer, kalkulator, dan alat tulis.

C. Metode Penelitian
Metode perolehan data yang diperlukan pada penelitian ini berupa data primer yang

diperoleh dari hasil observasi pada petani dan pengusaha penggiling padi keliling, dan

distributor, diantaranya adalah: mengukur rendemen, berat padi, berat beras, berat

sekam padi, dan berat dedak pada setiap usaha mesin penggiling padi keliling dengan

menggunakan bahan 15 kg setiap mesin penggiling padi keliling terhadap daerah yang

diteliti. Serta data-data sekunder dari dinas Biro Pusat Statistik dan Dinas Pertanian

Provinsi Aceh.

D. Analisa Data

Metode data analisa dilakukan sebagai berikut :

1. Analisa Teknis

a. Kapasitas Kerja Alat Penggilingan

……..........................................................................................(1)

Dimana :

........... B = Kapasitas kerja alat penggilingan (Kg/jam)

........... W = Jumlah berat bahan yang digiling (Kg)

........... T = Rata-rata waktu dalam satu kali proses penggilingan (jam)

b. Efisiensi Alat
Efesiensi adalah suatu usaha untuk memperoleh output yang sebesar besarnya dengan

jumlah input tertentu, atau bagaimana mengusahakan input yang sekecil kecilnya

untuk memperoleh out-put yang tertentu. Nilai maksimal dari efisisiensi adalah 100

%, semakin mendekati angka 1 atau 100 % berarti semakin efisien suatu alat/ mesin

tersebut.

Ef = .............................................(2)

Dimana:

c. Rendemen

Rendemen adalah perbandingan antara berat awal dan hasil akhir produk. Adapun

persamaan yang digunakan untuk menghitung rendemen adalah :

……………………………………………..........(3)

Dimana :

R = Rendemen (%)

P = Massa padi sebelum diolah (kg)

S = Massa padi setelah diolah (Kg)

2. Analisa Ekonomi
- Biaya tetap (fixed cost) terdiri dari :

a. Biaya Penyusutan (D)

Biaya penyusutan ditentukan dengan persamaan metode garis lurus (MGL)

karena metode tersebut menganggap penurunan jumlah penyusutan suatu mesin

berlangsung dengan tingkat penurunan penyusutan yang tetap (linier) selama

umur pemakaiannya, selain itu biaya penyusutan alat dan mesin pertanian

setiap tahunnya sama dengan persamaan sebagai berikut :

………………………………………………………….....(4)

dimana:

D = Biaya Penyusutan (Rp/ thn)

P = Harga awal pembelian rice milling unit (Rp)

S = Harga akhir rice milling unit dimana 10% dari harga awal (Rp)

N = Umur Ekonomis alat

b. Biaya bunga modal dan asuransi (I)


Biaya bunga modal dan asuransi diperhitungkan untuk mengembalikan nilai

modal yang ditanam sehinga pada akhirnya umur peralatan diperoleh suatu

nilai uang yang “present value” nya sama nilai modal yang ditanam.

Biaya bunga modal dan asuransi (I) ditentukan dengan persamaan:

……………………………………………………..…(5)

dimana:

I = Bunga modal (Rp/thn)

i =Bunga modal per tahun (%)

P = Harga awal pembelian alat (Rp)

N = Umur ekonomis (tahun)

c. Biaya pajak dan garasi (PG)

Biaya pajak diperkirakan 2% dari harga pembelian pertahun dan biaya garasi

sebesar 1% dari harga pembelian pertahun (RNAM).

PG = ( 2% + 1%) (P) .................................................................(6)

dimana:
P = Harga pembelian mesin (Rp)

Jadi jumlah biaya tetap (Bt) adalah :

Bt = D + I + PD...........................................................................(7)

- Biaya Tidak Tetap (BTT) per jam

a. Biaya Bahan Bakar

Biaya bahan bakar (bb) ditentukan dengan persamaan:

Bb = 0,2l / HP/ jamxdaya mesin x harga bahan bakar................(8)

Menurut purwono (1992) pemakaian bahan bakar mesin adalah 0,2 lt/HP/jam,

biaya ini pengeluaran bensin atau solar pada kondisi jam kerja per jam.

b. Biaya oli pelumasan (OP)

OP = 0,8lt/HP/100 jam x daya alsintan x harga oli pelumas …..(9)

Menurut Soedjatmiko diperkirakan biaya total oli pelumas dan gemuk adalah 0,8 –

0,9 lt/ HP/ 100 jam.

c. Biaya perbaikan (reparasi)

…………………………………………………....(10)
dimana:

P = Harga awal mesin (Rp)

Menurut Wijanto (1996) biaya perawatan dan perbaikan setiap 100 jam kerja

peralatan diperkiran 2- 4 %.

d. Biaya tenaga kerja (TK)

Biaya tenaga kerja ditentukan dengan persamaan :

Tk = Jumlah tenga kerja x upah perjam…………………………...(11)

Dimana upah kerja tergantung daerah dimana pekerja itu bekerja

Total biaya titak tetap (btt) adalah :

Btt = Bb + OP + R + TK…………………………………………...(12)

e. Biaya total penggunaan alat/ biaya operasional

………………………………...………………………......(13)

Dimana:

BT : biaya tetap

BTT : biaya tidak tetap


X : jumlah jam kerja per tahun (jam/ tahun)

3. Break Even Point (BEP)

Melihat apakah biaya tetap mengimbangi nilai pendapatan, petani padi bisa

dilakukan break even point (BEP). Pada saat itu biaya suatu alat sama dengan

pendapatan yang diperolehnya nanti.

.......................................................................................(14)

Dimana:

FC : Biaya tetap

P : Harga jual per unit

VC : biaya variabel per unit

4. B/ C Ratio

- Benefit atau manfaat yang diperoleh adalah nilai yang diterima dari jasa

penggunaan alat dan mesin atau tarif upah terhadap suatu pekerjaan yang

dikerjakan dengan alat dan mesin per satuan waktu atau produk.

- Cost atau biaya yang dikeluarkan adalah nilai yang dikeluarkan atas

pengoperasian alat dan mesin per satuan waktu atau produk.


Rumus :

……………………………………….............(15)

Alternatif yang diambil adalah B/C > 1 maka usaha tersebut dinyatakan layak

diusakan, bila B/C < 1 maka usaha tersebut dinyatakan tidak layak diusahakan

(rugi).

5. Payback Period

Payback period adalah masa atau jangka waktu kembalinya modal yang

ditanamkan dalam usaha penggunaan alat dan mesin pertanian, dengan formula :

……………………………………………………………….(16)

dimana :

PBP = Jangka waktu kembalinya modal (tahun)

IC = Modal awal (Rp)

B = Rata-rata keuntungan tahunan (Rp)

E. Bagan Alir Penelitian


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Dan Jumlah Mesin Penggiling Padi


Keliling
Secara geografis Kabupaten Aceh Besar terletak pada garis 5,2° - 5,8° Lintang

Utara dan 95,0° - 95,8° Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka,

Kota Sabang, dan Kota Banda Aceh, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten

Aceh Jaya, Sebelah Timur dengan Kabupaten Pidie, dan sebelah Barat berbatasan

dengan Samudera Indonesia. Luas wilayah Kabupaten Aceh Besar adalah 2.974,12

km2, Kabupaten Aceh Besar terdiri dari 23 Kecamatan, 68 Mukim, dan 604

Gampong/ Desa. Kabupaten Aceh Besar memberikan sumbangsih beras terbesar

kedua setelah Kabupaten Pidie, terutama pada Kecamatan Montasik dan Kecamatan

Indrapuri. Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1. padi dalam bentuk gabah harus

melalui proses penggilingan sebelum dapat dikonsumsi oleh masyarakat. (Statistik

Daerah Kabupaten Aceh Besar, 2010).


Tabel 1. Luas Tanam, Luas Panen dan Produksi Tanaman Padi Sawah Menurut
Kecamatan di Kabupaten Aceh Besar

Luas tanam Luas panen Produksi


No. Kecamatan
(ha) (ha) (Ton)
1. Lhoong 1.250 1.320 8.976,0
2. Lhoknga 435 302 1.872,4
3. Leupung 112 149 938,7
4. Indrapuri 3.787 4.278 29.518,2
5. Kuta Cot Glie 2.498 2.372 15.655,2
6. Seulimeum 1.943 1.649 10.533,6
7. Kota Jantho 171 160 848,0
8. Lembah Seulawah 421 637 4.140,5
9. Mesjid Raya 50 25 125,0
10. Darussalam 2.678 3.378 20.605,8
11. Baitussalam 55 47 235,0
12. Kuta Baro 1.642 3.847 25.774,9
13. Montasik 3.166 4.956 33.700,8
14. Blang Bintang 3.551 3.610 23.465,0
15. Ingin Jaya 3.827 3.874 25.955,8
16. Krueng Barona Jaya 105 476 2.380,0
17. Sukamakmur 3.448 2.885 19.618,0
18. Kuta Malaka 1.102 1.073 7.189,1
19. Simpang Tiga 1.796 1.331 8.784,6
20. Darul Imarah 763 582 3.492,0
21. Darul Kamal 1.080 550 3.300,0
22. Peukan Bada 222 137 712,4
23. Pulo Aceh 35 35 164,5
2009 34.137 37.673 247.986,00
Jumlah 2008 31.685 32.130 146.192,00
2007 43.214 38.737 185.647,00

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Aceh Besar,
2011

Masyarakat atau petani di kabupaten Aceh Besar yang tersebar dibeberapa

Kecamatan sebahagian besar lebih menggunakan mesin penggiling padi keliling

sebagai alat untuk menggiling padi dikarenakan bagi para petani di pedalaman akses

menuju ke kilang padi jauh dan juga petani lebih diuntungkan dengan lebih murahnya

ongkos penggilinggan yaitu Rp 500/ Kg sampai Rp 550/ kg dan petani juga bisa
membagi hasil penggilingan kepada petani dengan beras dan dedak dengan

perbandingan 10 Kg padi dengan 1 Kg beras dan dedak.

Jumlah penggiling padi kelililing yang beroperasi di Kabupaten Aceh Besar

sebanyak 112 mesin penggiling dengan berbagai macam merk dan tenaga penggerak,

serta tersebar di seluruh Kabupaten Aceh Besar. Merk yang biasa digunakan adalah

Echo N70, N 120 D, dan Esho NX 110 dan tenaga penggerak Feng Tian DTF 1115 N

24 HP, Xing Dong ZS 1115 24 HP dan Ying Tian ZS 1-115 25 HP.

B. Tipe-tipe Mesin Penggiling Padi Keliling di Kabupaten Aceh Besar


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Aceh Besar pada

beberapa Kecamatan, yaitu di Kecamatan Kuta Malaka, Montasik, Indrapuri, Blang

Bintang dan Seulimeum didapat tiga jenis motor penggerak yang biasa digunakan

sebagai penggerak mesin penggiling padi. Ketiga mesin Penggiling padi tersebut

seperti disajikan pada Lampiran 3.

Merk N120 D dengan motor penggerak merk XING DONG ZS 1115 merupakan

motor yang paling layak digunakan untuk mesin penggiling padi keliling karena

mesin tersebut memiliki umur ekonomis 5 tahun, mudah didapatkan di pasaran dan

harganya Rp. 4.500.000/ unit dan persentasi kehilangan hasil sebesar 1,05%.

C. Prinsip Kerja Mesin Penggiling Padi Keliling

Secara umum Penggilingan gabah menjadi beras sosoh, dimulai dengan

pengupasan kulit gabah, syarat utama proses pengupasan gabah adalah kadar
keringnya gabah yang akan digiling, bila diukur dengan alat pengukur kadar air

(moister tester) kekeringan ini mencapai angka 14 - 14,5%. Pada kadar air ini, gabah

akan mudah digiling/ dikupas kulitnya, alat ini sering disebut huller atau husker.

Pada mesin penggiling padi keliling menggunakan roll pada proses penggilingan

padi. roll terdiri dari satu buah yang berputar berlawanan arah terhadap ulir pembawa

gabah, kecepatan roll tersebut dapat diatur sehingga beras tidak retak. Mesin

pengupas ini dilengkapi dengan blower, fungsi blower disini adalah untuk

memisahkan sekam dan kulit ari pada beras. Untuk hasil yang sempurna biasanya

dilakukan sampai tiga kali penggilingan agar menghasilkan beras putih dan bersih.

D. Hasil Sampingan Mesin Penggiling Padi Keliling

Dalam proses penggilingan padi menjadi beras diperoleh hasil samping berupa

dedak dan menir. Secara umum hasil samping dari proses penggilingan padi

menggunakan penggiling padi keliling adalah sebagai berikut:

- Dedak adalah campuran antara sekam dan kulit ari padi yang masih kasar.

Biasanya dedak inilah yang digunakan untuk pakan ternak.

- Menir adalah beras yang hancur kecil-kecil karena proses penggilingan yang

dilakukan berapa kali, patahan beras mencapai 1/3 bagian dari beras utuh

(Widiowati, 2001).

E. Analisa Data

1. Analisa Teknis

a. Kapasitas Kerja Alat Penggilingan


Berdasarkan pengamatan di lapangan di berbagai Kecamatan di Aceh Besar

terhadap enam mesin penggiling padi keliling dengan berbagai merk,

menunjukkan bahwa mesin dengan kapasitas kerja alat yang paling besar

adalah merk N 120 D buatan Cina dengan kapasitas kerja alat pada satu kali

proses penggilingan dengan dua mesin penggiling padi keliling didapat

681,81 Kg/ jam dan 652,17 Kg/ jam dengan rata rata kapasitas kerja alat

penggilingan 667 Kg/ jam. Sedangkan merk Echo N70 memiliki kapasitas

kerja alat 600 Kg/jam dan 555,55 dengan rata rata kapasitas kerja alat

penggilingan 577,75 Kg/ jam, dan Esho NX110 sebesar 375 Kg/jam dan

535,71 dengan rata rata kapasitas kerja alat penggilingan 455,35 Kg/ jam.

Total rata rata keseluruhan Kapasitas Kerja Alat Penggilingan adalah

566,70 Kg/jam. Kapasitas kerja alat penggilingan pada ketiga mesin

penggiling padi keliling dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kapasitas Kerja Alat Penggilingan


Kapasitas Kerja alat
No. Tipe Merk
(Kg/ jam)
1. Tipe 1 Echo N70 (a) 600

Echo N70 (b) 555,5


Rata rata 577,7
2. Tipe 2 N 120 D (a) 681,8

N 120 D (b) 652,1


Rata rata 667
3. Tipe 3 NX 110 D( a) 375

NX 110 D (b) 535,7


Rata rata 455,3
b. Efisiensi Alat
Jenis penggiling padi keliling mempunyai efisiensi alat yang berbeda beda.

Pada mesin rice milling unit tipe N120D mempunyai kapasitas teoritis 1100

Kg/ jam didapat efisiensi sebesar 61,98% dan 59,28% dengan rata rata

efisiensi 60,63%, pada Echo N70 memiliki kapasitas 1100 Kg/ jam 180

didapat efisiensi alat sebesar 54,54% dan 50,50% didapat rata rata efisiensi

52,52%, sedangkan pada Esho NX110 dengan kapasitas 1100 Kg/ jam

didapat efisiensi alatnya sebesar 34,09% dan 48,70%, rata rata efisiensi

sebesar 41,40%. Adapun total rata rata pada ke tiga mesin penggiling padi

keliling adalah 51,51%, untuk lebih jelasnya efisiensi alat untuk ketiga

mesin penggiling padi keliling dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Efisiensi Alat


No. Tipe Merk Efisiensi Alat (%)
1. Tipe 1 Echo N70 (a) 54,54
Echo N70 (b) 50,50
Rata rata 52,52
2. Tipe 2 N 120 D (a) 61,98
N 120 D (b) 59,28
Rata rata 60,63
3. Tipe 3 NX 110 D( a) 34,09
NX 110 D (b) 48,70
Rata rata 41,40
c. Rendemen

Pada mesin penggiling padi keliling terdapat dua jenis produk/output yaitu

dari padi menjadi beras dan dari padi mejadi dedak. Beras utuh adalah hasil

terkupasnya antara kulit padi dan kulit ari pada beras dan dedak adalah

campuran antara sekam dan kulit ari padi yang masih kasar. Berdasarkan

sampel padi yang digunakan sebesar 15 Kg padi dan setelah mengalami dua
kali penggilingan menggunakan dua buah mesin penggiling padi keliling,

maka didapat hasil rata rata beras sebesar 71,65% dan rendemen dedak

sebesar 27% persentasi kehilangan hasil sebesar 1,35%, untuk mesin merk

Echo N70. Pada mesin merk N120D menggunakan berat sampel yang sama

diperoleh hasil rata rata beras sebesar 66,95% dan rendemen dedak sebesar

32% serta persentasi kehilangan hasil sebesar 1,05%. selanjutnya pada

merk Esho NX110 diperoleh hasil rata rata beras sebesar 59% dan

rendemen dedak sebesar 31,66%, dan persentasi kehilangan hasil sebesar

9,33%. Kehilangan hasil dari proses penggilingan terjadi dikarenakan

faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kinerja alat tersebut,

diantaranya sebahagian tertiup angin dan adanya menir. Dari ke tiga tipe

alat tersebut, persentasi kehilangan terbesar terdapat pada tipe tiga yaitu

NX 110 D sebesar 9,33%. Adapun persentasi kehilangan beras dan dedak

dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rendemen Beras dan Dedak hasil penggilingan dengan


menggunakan mesin penggiling padi keliling
Rendemen (%) Kehilang
No Tipe Merk an hasil
Beras Dedak
(%)
1. Tipe 1 Echo N70 (a) 71,3 28 0,7

Echo N70 (b) 72 26 2


Rata rata 71,6 27 1,3
2. Tipe 2 N 120 D (a) 67,3 32 0,7

N 120 D (b) 66,6 32 1,4


Rata rata 66,9 32 1,0
3. Tipe 3 NX 110 D( a) 60 33,3 6,6

NX 110 D (b) 58 30 12
Rata rata 59 31,6 9,3
2. Analisa Ekonomi

- Biaya Tetap

a. Depresiasi (penyusutan) yang terjadi pada beberapa unit mesin penggiling padi

keliling menunjukkan bahwa biaya penyusutan berkisar antara Rp.

3.960.000/tahun sampai Rp. 4.500.000/tahun. Dikarenakan perhitungan biaya

penyusutan menggunakan metode garis lurus, hal ini berarti nilai penyusutan

yang terjadi pada alat dan mesin sama besarnya setiap tahun sampai akhir

umur ekonomis, yaitu selama 5 tahun. Biaya penyusutan merupakan biaya

yang terbesar per jamnya dan juga dapat merupakan penurunan nilai suatu

mesin atau alat selama waktu yang terus berjalan tanpa perduli apakah mesin

atau alat tersebut dipakai atau tidak. Irwanto (1980)

b. Biaya Bunga Modal dan Asuransi

Pada saat ini tingkat bunga bank pada umumnya sebesar 11 %. Bunga modal

ini sangatlah dipengaruhi oleh tingkat bunga bank yang berlaku di daerah

setempat. Tingkat bunga bank ini berubah-ubah untuk setiap tahunnya. Dari

harga mesin yang ada di pasaran, maka didapat nilai bunga modal berkisar

antara Rp. 1.452.000/tahun sampai Rp. 1.650.000/tahun.

c. Biaya Pajak dan Garasi


Biaya pajak dan garasi harus dibebankan pada mesin/ alat pertanian

walau pun sukar untuk menentukannya. Biaya pajak diperkirakan 2 % dari

harga pembelian per tahun dan biaya garasi sebesar 1 % dari harga pembelian

per tahun. Dengan demikian maka didapat biaya pajak dan garasi alat

penggiling padi keliling berkisar antara Rp. 660.000/ tahun sampai Rp.

750.000/ tahun. Umumnya garasi/ gudang dapat memberikan pengaturan yang

lebih baik, perbaikan yang mudah dan aman, penampilan yang teratur dan

baik, dapat mengurangi kerusakan tehadap alat/ mesin akibat terkena suhu

pada cuaca tertentu. Hal ini akan memberikan kerugian yang besar. Garasi

dapat memperkecil kerusakan alat/ mesin, diantaranya bebas dari hujan dan

panas matahari sehingga tidak berkarat dan lebih tahan lama.

Pengalaman menunjukkan bahwa adanya garasi/ gudang menyebabkan

biaya perbaikan menjadi lebih kecil bila dibandingkan dengan peralatan yang

tidak ada garasi/ gudang (Irwanto, 1980).

Biaya tetap adalah suatu biaya yang tidak dipengaruhi oleh naik

turunnya produksi yang dihasilkan, seperti biaya tenaga kerja tidak langsung,

penyusutan, bunga bank, asuransi, dan lain sebagainya (Khotimah, 2002).

Adapun biaya tetap dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Biaya Tetap

Bunga Pajak dan Total


Penyusutan biaya
No. Tipe/ Merk modal dan Garasi
(Rp/ tahun) tetap (Rp/
asuransi(Rp/ (Rp/ tahun)
tahun) tahun)
Rp Rp Rp Rp.
Echo N70
4.320.000 1.584.000 720.000 6.624.000
1. (a)
Echo N70 Rp.
Rp Rp Rp
(b) 6.624.000
4.320.000 1.584.000 720.000
Rp Rp Rp Rp.
Rata rata 6.624.000
4.320.000 1.584.000 720.000
Rp Rp Rp Rp.
N 120 D 6.072.000
3.960.000 1.452.000 660.000
(a)
2.
N 120 D Rp.
(b) Rp Rp Rp
3.960.000 1.452.000 660.000 6.072.000
Rp Rp Rp Rp.
Rata rata 6.072.000
3.960.000 1.452.000 660.000
Rp Rp Rp Rp.
NX 110 D
4.500.000 1.650.000 750.000 6.900.00
3. (a)
NX 110 D Rp.
Rp Rp Rp
(b) 6.900.00
4.500.000 1.650.000 750.000
Rp Rp Rp Rp.
Rata rata 6.900.00
4.500.000 1.650.000 750.000
- Biaya Tidak Tetap

Biaya tidak tetap untuk setiap jam yang harus dikeluarkan oleh para pemilik

mesin adalah dengan menunjukkan keseluruhan biaya bahan bakar, oli

pelumas, reparasi dan tenaga kerja. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan

terlihat bahwa biaya tidak tetap yang dikeluarkan para pemilik mesin berkisar

antara Rp. 148.140/ jam sampai Rp. 151.694,98/ jam. Biaya tidak tetap ini

akan terus berubah-ubah setiap jamnya seiring dengan harga dari masing-

masing bahan yang diperjual belikan di masyarakat. Sebagai contoh harga

bahan bakar, bila harga bahan bakar naik maka dengan sendirinya harga atau

biaya tidak tetap yang dikeluarkan juga bertambah.


a. Biaya Bahan Bakar

Jenis bahan bakar yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis solar.

Harga solar per liternya adalah Rp. 5000. Biaya bahan bakar yang

diperlukan untuk setiap jamnya berkisar antara Rp. 40/ jam sampai Rp.

41,65/ jam. Ini berdasarkan perhitungan dengan perkiraan penggunaan

bahan bakar 0,2 liter/ HP/ jam pada tiap daya mesinnya. Dengan demikian

maka biaya bahan bakar sangat dipengaruhi oleh daya mesin, jam kerja dan

harga bahan bakar tiap liternya.

b. Biaya Oli Pelumas

Biaya pelumas sangat dipengaruhi oleh daya mesin. Oli pelumas sangat

penting untuk menjaga operasional mesin berjalan dengan baik. Menurut

Wijanto (1996) bahwa pengisian oli yang ceroboh akan mengakibatkan

penambahan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemilik mesin. Misalnya,

oli pelumas diisi berlebihan yaitu melebihi batas tanda maksimum maka

akan menyebabkan sebagian oli ikut terbakar di ruang silinder sehingga

dapat menimbulkan atau mempercepat terjadinya endapan arang diruang

silinder.

Biaya pelumas yang diperlukan untuk setiap jammya berkisar antara Rp.

89.600/ jam sampai Rp. 93.333/ jam. Ini berdasarkan perhitungan dengan

menggunakan oli pelumas 0,8 liter/ HP x 100 jam pada setiap daya mesin.
Dengan demikian maka biaya oli pelumas sangat dipengaruhi oleh daya

mesin, jam kerja dan harga pelumas. Adapun biaya oli pelumas dapat

dilihat pada Tabel 6.

c. Biaya Perbaikan/ Reparasi

Wijanto (1996) menyatakan bahwa biaya perbaikan/ reparasi setiap seratus

jam kerja mesin diperkirakan 2 – 4 % dari harga pembelian mesin.untuk

biaya perbaikan/ reparasi pada beberapa mesin berkisar antara Rp. 4.320/

jam sampai Rp. 4.500/ jam.

d. Biaya Tenaga Kerja

Rata-rata hasil penggilingan padi perhari adalah 1.440 Kg padi, dengan dua

orang pekerja dan jam kerja adalah 8 jam perhari, maka diketahui dalam 1

jam hasil yang dapat digiling adalah 180 Kg/ jam padi. Padi yang

didapatkan oleh dua orang pekerja akan dibagi dua dengan pemilik mesin,

harga ongkos penggilingan padi adalah Rp. 500/ Kg, maka diperoleh 144 x

Rp. 500, sehingga akan didapatkan Rp. 90.000/ hari. Hasil ini akan dibagi

dua dengan pemilik mesin, dengan bagian pemilik mesin 40% dan pekerja

mendapatkan 60%, sehingga masing-masing pekerja akan mendapatkan

Rp. 54.000/hari. karena pekerja terdiri dari dua orang maka diperoleh upah

kerja Rp 27.200/ jam untuk masing masing pekerja. berdasarkan hasil


perhitungan tersebut diperoleh upah biaya tenaga kerja sebesar Rp 54.000/

jam. adapun biaya tetap dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Biaya Tidak Tetap

Bahan Tenaga Total


Oli Perbaikan/ biaya tidak
bakar kerja
No. Merk pelumas reparasi tetap (Rp/
(Rp/ (Rp/
(Rp/ jam) (Rp/ jam) jam)
jam) jam)
Echo Rp
Rp Rp Rp
N70 151.694,98
41,65 93.333,33 Rp 4.320 54.000
(a)
1. Rp
Echo
Rp Rp Rp 4.320 Rp
151.694,98
N70
41,65 93.333,33 54.000
(b)
Rp Rp Rp Rp.
Rata rata Rp 4.320
41,65 93.333,33 54.000 151.694,98
Rp Rp Rp Rp.
N 120
41,65 93.333,33 Rp 3.960 54.000 151.334,98
D (a)
2.
N 120
Rp Rp Rp 3.960 Rp Rp
D (b)
41,65 93.333,33 54.000 151.334,98
Rp Rp Rp Rp.
Rata rata Rp 3.960
41,65 93.333,33 54.000 151.334,98
NX Rp.
Rp Rp
110 D 148.140
Rp 40 89.600 Rp 4.500 54.000
(a)
3. Rp
NX
Rp 40 Rp Rp 4.500 Rp
148.140
110 D
89.600 54.000
(b)
Rata rata Rp 40 Rp Rp 4.500 Rp Rp.
89.600 54.000 148.140
- Biaya Total Penggunaan Alat/ Biaya Operasional

Biaya operasional adalah total biaya tetap pertahun dibagi dengan jumlah

jam kerja pertahun, yang pada penelitian ini diketahui bahwa dari ketiga

merk mesin penggiling padi keliling, total biaya tidak tetap berkisar antara

Rp. 148.140/ jam sampai Rp. 151.694,98/ jam. jumlah jam perhari adalah 8

jam, jika mesin beroperasi selama 6 hari/ minggu, maka dalam setahun

jumlah jam kerjanya adalah 2.304 jam/ tahun. Adapun total penggunaan

alat dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Total Penggunaan Alat

Total Penggunaan alat/


No. Merk
Biaya operasional (Rp/ jam)
154.570
Echo N70 (a)
1.
Echo N70 (b)
154.570
Rata rata 154.570
153.970
N 120 D (a)
2.
N 120 D (b)
153.970
Rata rata 153.970
151.135
NX 110 D (a)
3.
NX 110 D (b)
151.135
Rata rata 151.135
3. Titik Impas (Break Even Point)

Break even point (BEP) diperoleh dengan menghitung keseluruhan biaya

yang dikeluarkan si pemilik mesin dalam menjalankan usaha jasanya, BEP adalah

suatu metode analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar beberapa
variable didalam kegiatan dalam suatu usaha, seperti tingkat produksi, biaya yang

dikeluarkan, serta pendapatan yang diterima perusahaan dari kegiatannya.

Break even point atau titik pulang pokok adalah suatu kondisi dimana

mesin beroperasi pada kapasitas yang tidak menguntungkan dan juga tidak

mengalami kerugian. Apriono (2009) menambahkan Break event point adalah

suatu keadaan dimana dalam suatu operasi perusahaan tidak mendapat untung

maupun rugi sehingga impas (penghasilan=total biaya). Pada penelitian ini dapat

diambil contoh pada mesin penggiling padi merk N120 D, dengan tenaga

penggerak Xing Dong ZS 1115 seharga satu unitnya Rp 22.000.000 dan umur

ekonomisnya 5 tahun. Dari hasil perhitungan, diperoleh Break event point sebesar

Rp 0,92/ Kg

4. B/ C Ratio

B/C ratio yang dihitung dalam penelitian ini adalah hasil dari perbandingan

antara Benefit dengan Total Cost, benefit dalam penelitian tersebut merupakan hasil

penjualan produksi diperoleh sebesar Rp. 666.000/jam. Sedangkan cost dalam

penelitian ini merupakan total biaya produksi dari perencanaan kapasitas produksi 180

kg perjamnya dengan biaya produksi Rp. 354.747.840/ tahun. Hasil analisis B/C ratio

dalam penelitian ini adalah 4,32, artinya jika nilai B/C lebih besar dari 1 maka proyek

tersebut layak untuk diusahakan. Giatman (2006) menambahkan untuk mengetahui

apakah suatu rencana investasi layak ekonomis atau tidak adalah dengan melalui
metode sebagai berikut yaitu Jika BCR ≥ 1 maka investasi layak (feasible) dan

sebaliknya jika BCR ≤1 maka investasi tidak layak (unfeasible).

5. Payback Period

Perencanaan Pay back period dalam penelitian tersebut adalah selama 5 tahun.

Menurut Giatman (2006) analisis payback period pada dasarnya bertujuan untuk

mengetahui seberapa lama (periode) investasi akan dapat dikembalikan saat terjadinya

kondisi pulang pokok (Break Event Point).

Pay back period yang diperoleh dari analisis adalah antara 0,08 sampai 0,09

tahun, artinya pengembalian modal investasi terjadi dalam jangka waktu dibawah satu

tahun. Analisis pengembalian modal tersebut menghasilkan analisa pengembalian

modal investasi yang sangat singkat (cepat) sehingga usulan proyek tersebut dapat

diterima.

Van (2005) menambahkan bahwa suatu usulan investasi akan disetujui apabila

payback period-nya lebih cepat atau lebih pendek dari payback period yang

disyaratkan oleh perusahaan.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan pengamatan di lapangan terdapat tiga merek mesin yang

digunakan oleh pengusaha penggiling padi keliling di Kabupaten Aceh

Besar sebagai tenaga penggerak mesin penggiling padi keliling yaitu FENG

TIAN DTF 1115N 24 HP, XING DONG ZS 1115 24 HP, YING TIAN ZS

1-115 25 HP. Dan merk mesin penggiling padi keliling yang paling layak

digunakan adalah tipe N 120 D dengan tenaga penggerak XING DONG ZS

1115 24 HP.
2. Mesin dengan kapasitas kerja alat yang paling besar adalah merk N 120 D

buatan Cina dengan kapasitas kerja alat pada satu kali proses penggilingan

dengan dua mesin penggiling padi keliling didapat 681,81 Kg/ jam dan

652,17 Kg/ jam dengan rata rata kapasitas kerja alat penggilingan 667 Kg/

jam, dan didapat efisiensi sebesar 61,98% dan 59,28% dengan rata rata

efisiensi 60,63% serta diperoleh rendemen rata-rata beras dan dedak sebesar

66,95% dan 32% dan persentasi kehilangan hasil adalah sebesar 1,05%.

3. Analisis BEP dalam unit adalah sebesar 3.120,37 Kg/ jam. BEP dari hasil

penjualan adalah sebesar Rp. 11.545.369/ jam

4. Berdasarkan nilai B/C Ratio, didapat kesimpulan bahwa semua jenis merk

mesin penggerak layak digunakan untuk mesin penggiling padi keliling.

Kesimpulan ini didapat karena nilai B/C berkisar 2,09. artinya jika nilai B/C

lebih besar dari 1 maka proyek tersebut layak untuk diusahakan.

5. Analisis Pay back period adalah sebesar 0,08 sampai 0,09 tahun, analisis

tersebut merupakan analisis pengembalian modal dalam waktu singkat dari

perencanaan keuangan selama 5 tahun. Maka investasi tersebut layak.

6. Penelitian menunjukkan bahwa semua merek motor penggerak layak

digunakan untuk mesin penggiling padi keliling baik ditinjau secara teknis

maupun ekonomis.

Anda mungkin juga menyukai