Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ELEKTIF II

“BATAMBA”

KELOMPOK 6 :

Annisa Maidawati I1B115207


Fitria Noviana I1B115219
Monica Surtiono I1B115006
Muhammad Hapi I1B115035
Nopita Putri I1B115009
Nur Fatimah I1B115236
Tazkia Rahman I1B115030
Septiana I1B115245

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Oktober, 2018
LEMBAR PENGESAHAN

Mata Kuliah : Keperawatan Elektif II

Kelompok :6

Nama Anggota :

1. Annisa Maidawati I1B115207


2. Fitria Noviana I1B115219
3. Monica Surtiono I1B112006
4. Muhammad Hapi I1B115035
5. Nopita Putri I1B115009
6. Nur Fatimah I1B115236
7. Tazkia Rahman I1B115030
8. Septiana I1B115245

Banjarbaru, 7 Oktober 2018

Dosen Pengajar,

Dr. Arnida M.Si., Apt

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-
Nyalah sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah “Keterampilan+ramuan
komplementer yang ada dimasyarakat menggunakan obat tradisional dan aroma terapi” ini tepat
pada waktu yang telah ditentukan. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas yang diberikan
dosen mata kuliah Elektif II.

Pada kesempatan ini juga kami berterima kasih atas bimbingan dan masukan dari semua
pihak yang telah memberi kami bantuan wawasan untuk dapat menyelesaikan makalah ini baik
itu secara langsung maupun tidak langsung.

Kami menyadari isi makalah ini masih jauh dari kategori sempurna, baik dari segi kalimat,
isi maupun dalam penyusunan. olehkarenaitu, kritik dan saran yang membangun dari dosen mata
kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan semuanya, sangatkamiharapkan demi kesempurnaan
makalah ini dan makalah-makalah selanjutnya.

Banjarbaru, 7 Oktober 2018

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................................... i


KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................................... 1
B. Tujuan Makalah .................................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Pengertian Batamba ............................................................................................................ 2
B. Posisi dan Fungsi ................................................................................................................. 2
C. Proses Batamba .......................................................................................................................3
D. Tahapan Batamba ...................................................................................................................4

BAB III PENUTUP


A.Kesimpulan .............................................................................................................................7
B.Saran...............................................................................................................................................7

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ajaran islam bukanlah satu – satunya referensi bagi kelakuan religius orang
banjar, begitu pula dengan ritus dan upacara yang dijalankan. Itulah sebabnya,
kepercayaan terhadap unsur magis dunia gaib tidak bisa dilepaskan dari keseharian hidup
masyarakat banjar. Misalnya dalam konteks memaknai sakit dan ritual pengobatan yang
mesti dilakukan. Dalam masyarakat banjar, prosesi pengobatan tersebut dinamakan
dengan istilah batamba yang memiliki keunikan tersendiri.
Sakit bagi orang banjar diklasifikasikan menjadi tiga jenis penyakit; sakit medis,
sakit psikologis dan sakit magis. Sakit magis walaupun ada hubungannya dengan atau
tampak tanda – tandanya pada fisik dan psikis yang sakit, tetapi sakit jenis ini dalam
kepercayaan orang banjar harus diobati secara magis pula dengan cara – cara (ritual)
yang khas, persyaratan tertentu (sesajen, piduduk), dan dilakoni oleh seorang penanamba.
Sakit magis dimaknai sebagai sakit yang disebabkan oleh adanya pengaruh atau
ganggguan dari entitas gaib, makhluk gaib atau orang halus, misalnya kapuhunan,
kapidaraan, pulasit, kataguran, kasurupan, dan kapingitan, dikehendaki oleh seseorang
sebagai pembalasan atau permusuhan dengan cara memanfaatkan kekuatan atau makhluk
gaib; teluh, santet, atau guna – guna (parang maya), dan lain – lain. Dengan kata lain,
sakit ini timbul karena ketidakharmonisan hubungan antara manusia dengan alam gaib.
Dalam konteks yang demikian, kehadiran seorang penanamba menjadi sangat penting.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum makalah ini adalah menjelaskan pengobatan tradisional dalam
masyarakat banjar.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan pengertian batamba.
b. Menjelaskan posisi dan fungsi batamba.
c. Menjelaskan proses batamba.
d. Menjelaskan tahapan batamba

1
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Batamba
Proses Pengobatan dalam masyarakat banjar disebut batamba. Secara etiomolgis,
batamba dalam bahasa banjar berasal dari kata tamba atau tatamba yang bermakna obat.
Batamba berarti berobat atau berdukun. Menambai bermaksud mengobati atau
menyembuhkan, dan panamba berarti orang yang memberikan pengobatan (Djebar,
Hapip, 2008). Dalam masyarakat Banjar, prosesi pengobatan tersebut dinamakan dengan
istilah batatamba. Secara etimologis, batatamba dalam bahasa Banjar berasal dari kata
tamba atau tatamba yang bermakna obat; batatamba berarti berobat atau berdukun;
mananambai bermaksud mengobati atau menyembuhkan; dan pananamba berarti orang
yang memberikan pengobatan (Hapip, 2008).
Batatamba memiliki keunikan tersendiri dan local wisdom (kearifan setempat)
yang terwariskan dari generasi ke generasi. Menurut Syamsiar Seman (2005), batatamba
dalam masyarakat banjar sangat unik, karena selain menggunakan ramuan – ramuan
tradisional dan mantera – mantera dari seorang penamba (tabib), batatamba juga
menggunakan benda – benda tertentu sebagai syarat pengobatan, misalnya kain
sasirangan yang dililitkan di kepala atau diselimutkan di badan untuk menyembuhkan
sakit kapingitan atau sakit panas. Batatamba dalam konteks ini tidak hanya berhubungan
dengan sakit yang bersifat medis atau psikologis, tetapi berkaitan pula dengan sakit
magis, yakni sakit yang disebabkan oleh adanya pengaruh – pengaruh dari unsur,
kekuatan, atau entitas gaib (Hermansyah, 2010).
B. Posisi dan Fungsi
Alfani daud (1997) mengklasifikasikan timbulnya penyakit magis dengan
penyebabnya kepada empat kelompok, yakni penyakit magis yang disebabkan oleh
ganggguan arwah (roh) kerabat dekat yang sudah meninggal, gangguan roh nenek
moyang yang diwakili oleh muwakkalnya (sahabatnya), gangguan orang lain (dukun).
Sehingga proses pengobatannya harus didekati dengan pengobatan magis (Alfani Daud,
1997). Kepercayaan terhadap jenis penyakit magis memicu persepsi bahwa ia hanya
boleh disembuhkan setelah dilakukan ritual batatamba dengan bantuan seorang tabib

2
tradisional (pananamba) yang memiliki kemampuan seperti ‘tawar magis’. Orang banjar
memahami bahwa tawar magis bisa membaca dan berkomunikasi dengan alam gaib dan
seterusnya atau digunakan untuk memberikan pengobatan tersebut didapat karena tiga
sebab. Pertama, secara geneologis dia memiliki garis keturunan (tutus) sebagai seorang
pananamba. Kedua, sebagai anugerah dari Tuhan setelah dia lulus menjalani ritual serta
prosesi tertentu untuk meraih kemampuan tersebut (misalnya balampah, meditasi, puasa
dan sebagainya). Ketiga, karena ketinggian ilmu agama yang dimiliki dan amal
ibadahnya, misalnya tuan guru atau alim ulama (Zulfa Jamalie, 2008).
Alfani Daud (1997) menyatakan bahwa kekuatan atau keterampilan, bahkan juga
kewibawaan yang dimiliki seseorang konon bukan semata – semata diperoleh dengan
belajar, melainkan dapat pula terjadi berkat kekuatan gaib yang ada pada dirinya, karena
ilmu gaib yang diwarisinya atau karena adanya makhluk gaib yang menopangnya. Selain
itu, orang yang mempunyai keterampilan khusus atau mempunyai keistimewaan
dibanding orang lain, seperti seniman wayang, seniman topeng, ulama, atau tokoh
berwibawa di kalangan bubuhan dianggap mempunyai potensi (kemampuan) untuk
mengobati. Hal ini nampaknya berkaitan dengan kekuatan gaib yang menopangnya
(menggampiri).
C. Proses Batamba
Secara teknis, ‘tawar magis’, tuah atau mana’ yang dimiliki oleh seorang pananamba
biasanya disalurkan melalui kekuatan supranatural dengan bacaan, berupa doa ataupun
mantera, tulisan dan symbol untuk menolak bala, misalnya jimat, air penawar yang
diminumkan, dimandikan (bemandi – mandi), dibasuhhkan ke wajah (batimpungas),
dipercikan (dipapai atau di tapungtawari), disemburkan (basambur), atau dengan
menggunakan benda – benda tertentu yang diyakini mengandung kekuatan dan ditakuti
oleh makhluk gaib, misalnya kain (kain sasirangan), kain berwarna kuning, cermin, sisir,
pisau kecil, benang hitam, daun sirih, bawang merah, sahang (merica), picis dan lain –
lain.
1. Bacaan doa dan mantera
Orang banjar meyakini bahwa bacaan – bacaan tertentu berupa do’a, zikir, atau
tawa’udz yang diambil dari alquran dan hadis nabi SAW mengandung kekuatan
magis yang bisa menolak pengaruh gaib (yang jahat) atau digunakan untuk

3
menyembuhkan mereka yang terkena gangguan dari makhluk gaib. Ayat-ayat
Alquran yang mengandung daya penyembuh terhadap penyakit dan digunakan
sebagai pengobatan tersebut.
2. Tulisan dan simbol
Tulisan dan simbol yang digunakan untuk menolak bala, misalnya jimat, tanda cacak
burung, atau gambar simbol swastika. Secara umum, masyarakat banjar menganggap
bahwa makhluk gaib, hantu dan sejenisnya takut dengan simbol ini. Simbol ini
biasanya terdapat pada rumah banjar tradisional dan dipakai untuk menandai rumah
yang baru dibangun.
3. Air penawar
Air penawar dimaksud atau disebut dengan air berkah, biasanya ada yang
diminumkan, dimandikan (bemandi – mandi), dibasuhkan ke wajah (batimpungas),
dipercikan (dipapai atau ditapungtawari), disemburkan (basambur). Orang banjar
memahami bahwa pada prinsipnya air berkah adalah air yang mengandung berkah
atau kebaikan, karena telah dibacakan bacaan – bacaan tersebut. Dalam prosesi
batatamba, air berkah yang diberikan oleh seorang penanamba sebagai media
penyembuhan. Air berkah yang digunakan untuk mengobati gangguan psikologis,
misalnya mereka yang terkena stress, susah tidur (insomnia), takut terhadap terhadap
sesuatu secara berlebihan (phobi), dan lain-lain.
4. Ramuan obat-obatan tradisional
Ramuan-ramuan untuk penyakit dalam terdiri dari akar-akaran, biji-bijian, dan daun-
daunan ditambah dengan doa-doa yang telah diajarkan oleh leluhur Suku Banjar sejak
masa silam. Kenyataan ini membuktikan kedekatan mereka terhadap alam. Pemberian
alam dimanfaatkan sebagai obat dan menghasilkan pengetahuan tentang obat. Hal ini
membuktikan kebesaran kebudayaan Melayu secara umum (Sam'ani, dkk., 2005).

D. Tahapan Batamba
Secara umum, proses keseluruhan dalam konseling ini terdiri dari empat tahapan yang
dikemukakan oleh Gladding (2012) dalam Rusmana (2009), yaitu: (1) tahap awal; (2)
tahap transisi; (3) tahap kerja dan (4) tahap terminasi (tahap pengakhiran).
1) Tahap Awal

4
Tahap ini terjadi dimulai sejak konselibertemu konselor hingga berjalan sampai
konselor dan konseli menemukan masalah konseli. Pada tahap ini beberapa hal
yang perlu dilakukan, diantaranya:
a) Membangun hubungan konseling yang melibatkan konseli (rapport).
b) Memperjelas dan mendefinisikan masalah.
2) Tahap transisi
Tahap transisi adalah periode kedua setelah tahap awal. Dalam tahap ini terdiri
atas tahap storming (pancaraoba) dan norming (pembentukan aturan). Pada tahap
ini beberapa hal yang perlu dilakukan adalah:
a) Peningkatan hubungan dengan konseli.
b) Membuat penaksiran dan perjajagan. Konselor berusaha menjajagi atau
menaksir kemungkinan masalah dan merancang bantuan yang mungkin
dilakukan, yaitu dengan membangkitkan semua potensi konseli, dan
menentukan berbagai alternatif yang sesuai, untuk mengantisipasi masalah
yang dihadapi konseli.
c) Menegosiasikan kontrak. Membangun perjanjian antara konselor dengan
konseli, berisi: (a) Kontrak waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan
yang diinginkan oleh konseli dan konselor tidak berkebaratan; (b) Kontrak
tugas, yaitu berbagi tugas antara konselor dan konseli; dan (c) Kontrak
kerjasama dalam proses konseling, yaitu terbinanya peran dan tanggung
jawab bersama antara konselor dan konseling dalam seluruh rangkaian
kegiatan konseling.
3) Tahap Kerja
Pada tahap ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan terkait dengan
pendekatan Batatamba yang digunakan, diantaranya:
a) Bacaan Do’a
b) Air Penawar
c) Back to Nature
4) Tahap Terminasi
Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu:

5
a) Konselor bersama konseli membuat kesimpulan mengenai hasil proses
konseling.
b) Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan
kesepakatan yang telah terbangun dari proses konseling sebelumnya.
c) Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera).
d) Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya
e) Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu; (a) menurunnya kecemasan
konseli; (b) perubahan perilaku konseli ke arah yang lebih positif, sehat
dan dinamis; (c) pemahaman baru dari konseli tentang masalah yang
dihadapinya; dan (d) adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan
program yang jelas.

6
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Batamba yaitu proses pengobatan dalam masyarakat banjar. Menambai
bermaksud mengobati atau menyembuhkan, dan panamba berarti orang yang
memberikan pengobatan. Proses dalam batatamba biasanya disalurkan melalui kekuatan
supranatural dengan bacaan, berupa doa ataupun mantera, tulisan dan symbol untuk
menolak bala, misalnya jimat, air penawar yang diminumkan, dimandikan (bemandi –
mandi), dibasuhhkan ke wajah (batimpungas), dipercikan (dipapai atau di tapungtawari),
disemburkan (basambur), atau dengan menggunakan benda – benda tertentu yang
diyakini mengandung kekuatan dan ditakuti oleh makhluk gaib, misalnya kain (kain
sasirangan), kain berwarna kuning, cermin, sisir, pisau kecil, benang hitam, daun sirih,
bawang merah, sahang (merica), picis dan lain – lain.

B. Saran
Menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, kedepannya kami akan
lebih fokus dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang
lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu, kami membuka diri
terhadap kritik maupun saran yang sifatnya membangun dari pembaca – pembaca
sekalian.

7
DAFTAR PUSTAKA

Daud, Alfani. 1997. Islam dan Masyarakat Banjar; Deskripsi dan Analisa Kebudayaan Banjar.
Jakarta: Rajawali Press.

Hapip, Abdul Djebar. (2006). Kamus Banjar Indonesia. Banjarbaru: PT. Grafika Wangi
Kalimantan.

Hermansyah. (2010). Ilmu Gaib di Kalimantan Barat. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Rusmana, Nandang. (2009). Bimbingan Dan Konseling Kelompok Di Sekolah (Metode, Teknik
Dan Aplikasi). Bandung: Rizqi Press.

Sam’ani dkk. (2005). Urang Banjar dan Kebudayaannya. Kalimantan Selatan: Badan Penelitian
dan Pengembangan Daerah.

Syamsiar Seman, M. (2005). Sasirangan Kain Khas Banjar. Banjarmasin: Lembaga Pengkajian
dan Pelestarian Budaya Banjar Kalimantan Selatan.
Zulfa Jamalie. (2008). “Bagampiran dan Kepercayaan Masyarakat Banjar Terhadap Roh”,
Makalah, Konferensi Antar Universiti se Borneo-Kalimantan ke-4 di Universitas
Mulawarman Samarinda, 24-25 Juni 2008.

Anda mungkin juga menyukai