Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan data yang dirilis W.H.O, penyakit kardiovaskular, termasuk


infark miokard infark (IMA), adalah penyakit nomor satu yang menyebabkan
kematian secara global. Sekitar 17,5 juta orang meninggal dunia akibat penyakit
kardiovaskular pada tahun 2012 atau sekitar 31% dari total kematian di seluruh
dunia. Dari jumlah tersebut, 7,4 juta orang meninggal dunia karena penyakit
jantung koroner. Dan lebih dari tigaperempat jumlah tersebut didapatkan pada
negara dengan pendapatan menengah dan rendah. Jika tidak segera ditangani,
diperkirakan pada tahun 2030, penyakit kardiovaskular akan membunuh 23,6 juta
jiwa di seluruh dunia (W.H.O, 2015).
Sementara di Indonesia, prevalensi penyakit jantung koroner sebesar 1,5%
pada tahun 2013. Artinya, sekitar 2.650.340 penduduk Indonesia terkena penyakit
jantung koroner. Meski prevalensi tertinggi pada rentang usia 45-54 tahun, namun
dijumpai juga pada rentang usia 15-24 tahun (0,1%) dan 25-34 tahun (0,2%)
(Riskesdas, 2013).
Penyakit jantung koroner adalah penyakit yang disebabkan karena
penurunan aliran darah melalui vasa arteri coronaria ke otot jantung. Hal ini
disebabkan oklusi trombotik sehingga otot jantung tidak bisa berfungsi dengan
baik. Otot jantung yang tidak mendapat suplai darah terus-menerus akan mengalami
iskemik hingga infark dan menjadi IMA (Loscalzo, 2010).
Pada kasus IMA, pasien dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) cenderung
lebih tinggi laju mortalitasnya pada 30 hari perawatan dibanding pasien tanpa
elevasi segmen ST (IMA-Non EST). Namun, pada pengamatan selama satu tahun,
laju mortalitas keduanya tidak berbeda secara signifikan (Marceau et al., 2013).
Salah satu dari tujuh hal yang menjadi faktor risiko kejadian morbiditas atau
mortalitas pada pasien IMA adalah diabetes. Pasien dengan diabetes biasanya selalu
memiliki kadar Hemoglobin A1c (HbA1c) yang tinggi (A.H.A, 2015).
Selama ini, kadar HbA1c merupakan faktor prediksi yang baik untuk melihat komplikasi
jangka panjang pada pasien diabetes. Berdasarkan data penelitian terkini, kadar
HbA1c mulai dikaitkan sebagai faktor prediksi untuk komplikasi dari penyakit
kardiovaskular. Pada penderita diabetes, kenaikan kadar HbA1c 1% dikaitkan
dengan peningkatan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskular sebesar 30%
(Lazzeri et at., 2014).
Sedangkan menurut Liu et al. (2011), kenaikan kadar HbA1c dikaitkan
dengan peningkatan risiko mortalitas hingga 84% pada pasien IMA yang belum
terdiagnosis dengan diabetes. Sementara, untuk pasien IMA yang sudah
terdiagnosis diabetes, kenaikan kadar HbA1c tidak memberikan efek yang
signifikan sebagai faktor prognosis untuk mortalitas.
Mengingat dampak yang ditimbulkan oleh penyakit IMA-EST ini, maka
perlu digunakan suatu faktor prediksi yang baik agar dokter mampu memberikan
pelayanan dan terapi yang paling baik untuk mencegah terjadinya luaran yang
buruk berupa major adverse cardiovasccular events (MACE). Salah satu faktor
prediksi yang mulai banyak diteliti adalah HbA1c. Oleh karena itu, peran HbA1c
dalam memprediksi luaran buruk pasien IMA-EST menjadi fokus penelitian ini.

B.TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan penyakit IMA.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melaksanakan / mengkaji data, merumuskan diagnosa keperawatan pada
pasien yang menderita penyakit IMA
b. Dapat merumuskan rencana tindakan keperawatan pada pasien IMA.
c. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien IMA.
d. Dapat melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan pada pasien IMA.
e. Dapat mendokumentasikan asuhan keperwatan pada pasien IMA.
C.MANFAAT PENULISAN

1. Bagi Mahasiswa
Menambah pengalaman dan wawasan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien IMA.
2. Bagi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam mengembangkan dan
meningkatkan mutu pendidikan di masa yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai