Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Terapi glukokortikoid banyak digunakan dalam berbagai kondisi medis
termasuk pernapasan, penyakit alergi, inflamasi dan autoimun. Penggunaan dosis
terapi glukokortikoid yang tidak tepat dapat menyebabkan banyak efek samping
termasuk supresi hipofisis hipotalamus dan Cushing sindroma. Semua bentuk
pengiriman glukokortikoid memiliki potensi untuk menyebabkan sindrom Cushing.
Disini kita menyajikan kasus sindrom Cushing eksogen yang dihasilkan dari
penggunaan berulang dosis tinggi intermiten prednisone oral untuk mengobati
eksaserbasi asma di bagian gawat darurat. Laporan kasus ini menyoroti pentingnya
pharmacovigilance di departemen gawat darurat dan pengaturan ambulatory.
Pengetahuan tentang sifat farmakokinetik, dosis harian, frekuensi dan perbedaan
dalam steroid individu metabolisme sangat penting dalam mencegah efek samping
yang terkait dengan penggunaan glukokortikoid yang berlebihan.
Pemberian sistemik glukokortikoid menyebabkan hipotalamus-pituitari-adrenal
(HPA) penekanan supresi oleh mengurangi produksi corticotrophin (ACTH), yang
mengurangi kortisol sekresi oleh kelenjar adrenal. Tingkat penekanan HPA adalah
tergantung pada dosis, durasi, frekuensi, dan waktu pemberian glukokortikoid. Risiko
supresi adrenal bergejala atau krisis adrenal akut oleh kortikosteroid inhalasi (ICS)
atau terapi jangka pendek intermiten kecil, terutama ketika dosis digunakan dalam
kisaran yang direkomendasikan tetapi lebih tinggi dengan oral kortikosteroid.
Sudah jelas bahwa risiko pengembangan CS karena pemberian kortikosteroid eksogen
tidak jarang. Saya telah terlihat di beberapa pengaturan yang berbeda di mana steroid
adalah pengobatan utama, terutama pada penyakit kronis. Perkembangan fitur Cushing
tergantung pada durasi dan dosis pemberian steroid. Terlepas dari kenyataan bahwa
risiko Iatrogenik Cushing's relatif lebih tinggi dengan steroid oral, kejadian yang
dilaporkan dari kondisi ini lebih tinggi dengan steroid topikal dan intranasal karena
penggunaan topikal yang tidak proporsional dan lebih tinggi. steroid intranasal secara
jangka panjang untuk beberapa kondisi (sanjay, manubolu.2017).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana anatomi dan fisiologis system endokrin?
2. Apa pengertian Chusing Syndrom?
3. Apa saja etiologi Chusing Syndrom?
4. Bagaimana patofisiologis Chusing Syndrom?
5. Bagaimana pathway Chusing Syndrom?
6. Apa saja tanda dan gejala Chusing Sydrom?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang Chusing Syndrom?
8. Apa saja penatalaksanaan Chusing Syndrom?
9. Apa saja komplikasi Chusing Syndrom?
10. Apa saja asuhan keperawatan Chusing Syndrom?

C. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui konsep patologis dari system endokrin
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologis system endokrin
2. Untuk mengetahui pengertian Chusing Syndrom
3. Untuk mengetahui etiologi Chusing Syndrom
4. Untuk mengetahui patofisiologis Chusing Syndrom
5. Untuk mengetahui pathway Chusing Syndrom
6. Untuk mengetahui tanda dan gejala Chusing Syndrom
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Chusing Syndrom
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan Chusing Syndrom
9. Untuk mengetahui komplikasi Chusing Syndrom
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan Chusing Syndrom

D. MANFAAT
1. Manfaat bagi institusi
Manfaat makalah ini bagi Institusi pendidikan kesehatan adalah untuk
mengetahui tingkat kemampuan mahasiswa sebagai peserta didik dalam
mengetahui Chusing Syndrom .
2. Manfaat bagi mahasiswa
Manfaat makalah ini bagi mahasiswa baik penyusun maupun pembaca adalah
untuk menambah wawasan mahasiswa dalam mengetahui tentang Chusing
Syndrom.
BAB II
PEMBAHASAN

A. ANATOMI FISIOLOGI

Kelenjar adrenal terdiri dari sepasang,berbentuk piramid,terletak


retroperitoreal dibagian atas atau medial ginjal dan beratnya kira-kira 4 gram.
Kelenjar adrenal berada pada ujung ginjal kanan dan kiri yang tersusun atas 2
lapisan,yaitu:
1. Korteks adrenal (Lapisan Luar)
Tersusun atas 3 area atau zona yaitu pada bagian luar disebut zona glomerulosa
(15% dari korteks) yang menghasilkan hormon mineralokortikoid
(aldosteron),bagian tengah disebut zona fasikulata (78% dari korteks) yng
menghasilkan glukokortikoid (kortisol) dan lapisan paling dalam adalah zona
retikularis (7,5% dari korteks) yang mensekresi androgen dan estrogen. Fungsi
hormonnya sebagai berikut:
a) Mineralokortikoid (Aldosteron)
Hormon ini berperan dalam pengaturan keseimbangan elektrolit dengan cara
meningkatkan retensi sodium dan meningkatkan ekskresi potasium,membantu
mempertahankan tekanan darah dan kardiak output.
b) Glukokortikoid (Kortisol)
Hormon ini berperan dalam metabolisme karbohidrat,lemak,glukosa dan
protein,keseimbangan cairan dan elektrolit serta sebagai anti inflamasi.
c) Hormon androgen dan estrogen
Diantaranya adalah dehydroepiandrosteron (DHEA) hormon ini merupakan
prekursor-prekursor untuk konversi diperifer menjadi hormon androgen yang
aktif,testoterone dan dihidrotestoterone. Pada laki-laki dewasa sekresi
androgen adrenal yang berlebihan tidak mempunyai dampak klinis yang
berarti,namun pada usia anak-anak akan menyebabkan pembesaran penis
premature dan perkembangan diri ciri-cirinya seks sekunder. Pada wanita
peningkatan sekresi androgen dapat menyebabkan akne,hirsutisme dan virilasi.
2. Medulla adrenal
Mensekresi katekolamin,epinefrin dan norepinefrin. Pada saat terjadi
stress,epinefrin bekerja dihati merubah glikogen menjadi glukosa dan bekerja
dijantung dengan meningkatkan kardiak output. Norepinefrin berperan dalam
meningkatkan kontriksi pembuluh darah dan meningkatkan tekanan darah.

B. PENGERTIAN
Sindrom Chusing adalah kondisi klinis akibat pajanan kronik oleh kadar
glukokortikoid darah yang tinggi (McPhee,Stephen J & William F. Ganong.2010).
Sindrom chusing merupakan kumpulan abnormalitas klinis yang disebabkan
oleh keberadaan hormone morteks adrenal (khususnya kortisol) dalam jumlah berlebih
atau kortikosteroid yang berkaitan, dan hormone androgen serta aldosteron (dalam
tarif lebih rendah) (kowalak,wash.2011).
Penyakit chusing ( kelebihan kortikotropin yang diproduksi oleh kelenjar
hipofisis) menempati sekitar 80% kasus endogen sindrom chusing penyakit chusing
paling sering terjadi pada usia antara 20 and 40 tahun, dan tiga hingga 8 kali lipat lebih
sering pada wanita (kowalak,wash.2011).

C. ETIOLOGI
Sindroma Cushing terjadi akibat adanya hormon kortisol yang sangat tinggi di
dalam tubuh. Kortisol berperan dalam berbagai fungsi tubuh, misalnya dalam
pengaturan tekanan darah, respon tubuh terhadap stress, dan metabolisme protein,
karbohidrat, dan lemak dalam makanan.
Sindroma Cushing dapat diakibatkan oleh penyebab di luar maupun di dalam
tubuh. Penyebab sindroma Cushing dari luar tubuh yaitu sindroma chusing latrogenik
yaitu akibat konsumsi obat kortikosteroid (seperti prednison) dosis tinggi dalam waktu
lama. Obat ini memiliki efek yang sama seperti kortisol pada tubuh.
Penyebab sindroma Cushing dari dalam tubuh yaitu akibat produksi kortisol di
dalam tubuh yang berlebihan. Hal ini terjadi akibat produksi yang berlebihan pada
salah satu atau kedua kelenjar adrenal, atau produksi hormon ACTH (hormon yang
mengatur produksi kortisol) yang berlebihan dari kelenjar hipofise. Hal ini dapat
disebabkan oleh :
1. Hiperplasia adrenal yaitu jumlah sel adrenal yang bertambah. Sekitar 70-80%
wanita lebih sering menderita sindroma chusing.
2. Tumor kelenjar hipofise, yaitu sebuah tumor jinak dari kelenjar hipofise yang
menghasilkan ACTH dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menstimulasi
kelenjar adrenal untuk membuat kortisol lebih banyak.
3. Tumor ektopik yang menghasilkan hormon ACTH. Tumor ini jarang terjadi,
dimana tumor terbentuk pada organ yang tidak memproduksi ACTH, kemudian
tumor menghasilkan ACTH dalam jumlah berlebihan. Tumor ini bisa jinak atau
ganas, dan biasanya ditemukan pada paru-paru seperti oat cell carcinoma dari
paru dan tumor karsinoid dari paru, pankreas (tumor pankreas), kelenjar tiroid
(karsinoma moduler tiroid), atau thymus (tumor thymus).
4. Gangguan primer kelenjar adrenal, dimana kelenjar adrenal memproduksi
kortisol secara berlebihan diluar stimulus dari ACTH. Biasanya terjadi akibat
adanya tumor jinak pada korteks adrenal (adenoma). Selain itu dapat juga
tumor ganas pada kelenjar adrenal (adrenocortical carcinoma).
5. Sindrom chusing alkoholik yaitu produksi alkohol berlebih, dimana akohol
mampu menaikkan kadar kortisol.
6. Pada bayi, sindrom cushing paling sering disebabkan oleh tumor adrenokorteks
yang sedang berfungsi, biasanya karsinoma maligna tetapi kadang-kadang
adenoma benigna.

D. PATOFISIOLOGI
Sindrom cushing muncul perlahan-lahan selama berbulan-bulan/bertahun-
tahun dan bisa hilang timbul. Sindrom tersebut di sebabkan oleh adenoma sel basofil
adrenal, tumor non hipofisis(tumor paru, timus, pankreas), neoplasma adrenal, dan
kehamilan, serta obat-obatan kortikosteroid eksogen, yang mampu menyebabkan
penigkatan ACTH. Dimana peningkatan ACTH tersebut menyebabkan sel-sel basofil
menunjukkan degranulasi (crooke’s change) sekunder, yang merangsang terjadinya
hiperplasi dari korteks secara bilateral, dan kadang juga terjadi hipernodular hal
tersebutlah yang menyebabkan hiperkrtikolisme yang menjadi penyebab utama dari
sindrom cushing
Sindrom cushing menyebabkan gejala yang bervariasi diantaranya adalah BB
bertambah, amenorea sekunder(infertilitas), kelemahan otot, kelemahan wajah,
hipertensi, diabetes, dan lain-lain. Dari gejala yang timbul dari sindrom cushing dapat
menimbulakan komplikasi diantaranya adalah infeksi berat dan penyakit arteri
koroner, bahkan dapat menimbulkan kematian.
Pada-penyakit Cushing, hipersersekresi ACTH berlangsung secara episodik
dan acak serta menyebabkan hipersekresi kortisol dan tidak terdapat irama sirkadian
yang normal. Inhibisi umpan-balik ACTH (yang disekresi dari adenoma hipofisis)
oleh kadar glukokortikoid yang fisiologis tidak ada. Jadi, hipersekresi ACTH terus
menetap walaupun terdapat pening katan sekresi kortisol dan menyebabkan
berlebihan glukokortikoid kronis. Sekresi ACTH dan kortisol yang berlang sung
episodik menyebabkan kada rnya tidak menentu di dalam plasma; yang suatu
saat dapat berada dalam batas normal. Tetapi, hasil pemeriksaan kecepatan
produksi kortisol; kortisol bebas dalam urin atau kadar kortisol secara multipel yang
diambil dari contoh darah di waktu-waktu tertentu selama 24 jam memastikan
adanya hipersekresi kortisol.
(McPhee,Stephen J & William F. Ganong.2010)
E. PATHWAY
F. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejalanya bergantung pada derajat dan durasi hiperkortisolisme, ada
tidaknya kelebihan endogen, dan efek tambahan yang berkaitan dengan tumor. Efek
klinis yang spesifik bervariasai menurut system yang terkena, meliputi
(kowalak,wash.2011):
1. Diabetes militus disertai penurunan toleransi glukosa, hiperglikemia puasa, dan
glukosuria akibat resistensi insulin diinduksi oleh kortisol serta peningkatan
glukoneogenesis dalam hati (system endokrin dan metabolic).
2. Kelemahan otot akibat hipokalemia atau penurunan massa otot akibat peningkatan
katabolisme; fraktur patologis akibat penurunan ionisasi mineral tulang,
osteoporosis, osteopenia, dan retardasi pertumbuhan skeletal pada anak-anak
(system musculoskeletal)
3. Striae berwarna ungu (striae lividae), plethora fasialis (edema dan distensi
pembuluh darah), akne, bantalan lemak diatas os klavikula, didaerah tengkuk
(buffalo hump), pada muka (moon face), dan diseluruh batang tubuh (obesitas
trunkal) dengan lengan serta tungkai yang kurus; pembentukan parut yang sedikit
atau tidak ada, kesembuhan luak yang buruk akibat penurunan massa kolagen dan
kelmahan jaringan tubuh, infeksi jamur kulit.
4. Ulkus peptikum akibat peningkatan sekresi asam lambung serta pepsin dan
penurunan produksi mucus lambung, nyeri abdomen, peningkatan selera makan,
kenaikan berat badan (traktus GI).
5. Iritabilitas dan ketidakstabilan emosi yang berkisar dari perilaku euphoria hingga
depresi atau psikosis, insomnia akibat peranan kortisol dalam neurotransmisi, sakit
kepala (system saraf pusat).
6. Hipertensi akibat retensi natium dan retensi sekunder cairan, gagal jantung,
hipertrofi ventrikel kiri, edema pergelangan kaki (system kardiovaskular).
7. Peningkatan kerentangan terhadap infeksi akibat penurunan reprodukis limfosit
dan supresi pembentukan anti bodi, penurunan resistensi terhadap stress, (system
imunologi).
8. Retensi cairan, peningkatan sekresi kalium, pembentukan batu ureter akibat
peningktan demineralisasi tulang dengan disertai hiperkalsiuria (sytem renal dan
urologi).
9. Peningkatan reproduksi androgen dengan hipertrofi klitoris, virilisme ringan,
hirsutisme, amenore atau oligomenore pada wanita, disfungsi seksual, penurunan
libido, impotensi (system reproduksi).

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Adapun pemeriksaan diagnostic pada pasien chusing syndrome, yaitu (Brunner &
Suddart.2013)
1. CT scan
Untuk menunjukkan pembesaran adrenal pada kasus sindro cushing.
2. Photo scanning
Pemeriksaan adrenal mengharuskan pemberiankortisol radio aktif secara
intravena.
3. Pemeriksaan elektro kardiografi
Untuk menentukan adanya hipertensi.
4. Uji supresi deksametason.
Mungkin diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis peyebab
sindrom cushing tersebut, apakah hipopisis atau adrenal.
5. Pengambilan sample darah
Untuk menentukan adanya varyasi diurnal yang normal pada kadar kortisol,
plasma.
6. Pengumpulan urine 24 jam.
Untuk memeriksa kadar 17 – hiroksikotikorsteroidserta 17 – ketostoroid yang
merupakan metabolic kortisol dan androgen dalam urine.

H. PENATALAKSANAAN
Adapun penatalksaannya yaitu (kowalak,wash.2011):
1. Pengobatan tergantung pada ACTH yang tidak seragam. Apakah sumber ACTH
ada hipofisis atau ektopik.
2. Jika dijumpai tumor hipofisis. Sebaiknya diusahakan reseksi tumor transfenoidal.
3. Jika terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak dapat ditemukan maka
sebagai gantinya dapat dilakukan radiasi kobait pada kelenjar hipofisis.
4. Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dengan adrenolektomi total dan diikuti
pemberian kortisol dosis fisiologik.
5. Bila kelebihan kortisol disebabkan oleh neoplasma disusul kemoterapi pada
penderita dengan karsinoma atau terapi pembedahan.
6. Digunakan obat dengan jenis metyropone, amino gluthemideo, p-ooo yang bias
mensekresikan kortisol (PatofisiologiEdisi 4 hal 1093).

I. KOMPLIKASI
Komplikasi sindrom chusing meliputi (kowalak,wash.2011):
1. Osteoporosis
Seseorang dengan osteoporosis telah kehilangan struktur tulang normal yang
membuat tulang kuat. Massa tulang dan kepadatan tulang menurun, dan tulang-
tulang menjadi lemah. Sebuah patah tulang pergelangan tangan , patah tulang
pinggul , atau fraktur kompresi vertebral adalah lebih umum pada mereka dengan
osteoporosis.
Gejala osteoporosis meliputi kehilangan tinggi, kifosis tulang belakang, nyeri
punggung kronis , sakit pinggul , dan nyeri pergelangan tangan . Gejala patah
tulang meliputi tiba-tiba, nyeri tulang yang parah.
2. Peningkatan kerentanan terhadap infeksi
3. Hirsutisme
Seorang wanita dengan hirsutisme memiliki rambut tubuh yang berlebihan
yang tumbuh di lokasi yang sama seperti pada laki-laki. Kebanyakan kasus
disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon ringan. mengurangi rambut yang ada.
Gejala hirsutisme meliputi pertumbuhan rambut yang berlebihan , jerawat ,
infertilitas , suara yang dalam, klitoris membesar, periode menstruasi yang berat,
dan periode menstruasi yang tidak teratur.
4. Batu ureter
5. Metastasis tumor malignan

J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Nama, Umur, Jenis kelamin, Agama, Pendidikan, Pekerjaan,Aalamat,
Status pernikahan, No.RM, Tanggal MRI, Tipe masuk RS.
b. Riwayat kesehatan
1) Diagnose medis: Syndrome Chusing
2) Keluhan Utama:
Adanya memar pada kulit, pasien mengeluh lemah, terjadi kenaikan
berat badan.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji apakah pasien pernah mengkonsumsi obat obatan
kartekosteroid dalam jangka waktu yang lama.
4) Riwayat Penyakit Sekarang :
Biasanya pasien mengalami obesitas, lemah, muka tampak bulat
(moon face), nyeri pinggang, kulit berminyak dan tumbuh jerawat
pada lengan dan kaki kurus dengan atrofi otot, kulit cepat memar,
penyembuhan luka sulit.
5) Riwayat Penyakit Keluarga :
Kaji apakah keluaraga pasien ada yang pernah menderita penyakit
chusing sindrom.
c. Pengkajian keperawatan
1) Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Saat sakit pasien langsung membeli obat diwarung terdekat/
berobat ke RS. Timbul rasa cemas, ketakutan ataupun mati cepat
karena terkena penyakit.
2) Pola Nutrisi
Pasien sindrom chusing akan dilakukan diet.
3) Pola Eliminasi
Urin dalam jumlah banyak , perubahandalam feses dan diare
4) Pola Aktivitas dan latihan
Pasien dengan sindrom chusing akan mengalami eletihan dan
mudah lelah.
5) Pola Istirahat dan Tidur
Kehilangan berat badan yang mendadak, mual dan muntah
6) Konsep Diri
Pasien kurang memahami/mengetahui tentang penyakit yang
dialaminya. Pasien juga tidak tau apa yang menyebabkan
munculnya penyakit pada dirinya.
7) Pola Seksualitas dan Reproduksi
Pasien belum dalam kondisi yang produktif.
8) Pola Peran dan Hubungan
Dalam keluarganya pasien mendapatkan perhatian lebih atau tidak
ketika dalam kondisi saat ini.
9) Pola Manajement dan Keyakinan
Keyakinan pasien dalam berdoa

d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum: Composmentis
2) Pemeriksaan Fisik
a) Tanda Tanda Vital
TD : Biasanya lebih dari 130/90, meningkat (hipertensi)
RR : Biasanya lebih dari 24x/menit.
N : Biasanya lebih dari 80x/menit.
S : biasanya lebih dari 35,5-36,5, meningkat.
b) Head to Toe
1.Kepala : kulit kepala kotor, berketombe, rambut tipis
2.Wajah: muka merah, berjerawat dan berminyak, moon
face,
3.Kulit dan Kuku: turgor kulit buruk, kulit kemerahan,
striae, crt kurang dari 3 detik.
4.Mata: simetris, konjungtiva anemis, sklera ikterik, pupil
tidak dilatasi
5.Telinga: simetris, tidak ada cairan yang keluar, tidak ada
tanda radang
6.Mulut: membran mukosa pucat, bibir kering,
7.Hidung: simetris kanan dan kiri, tidak ada tanda radang
8.Leher: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
pembesaran vena jugularis
9.Thorax
 Inspeksi: simetris, tidak terlihat retraksi intercoste ,
pergerakan dada simetris
 Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan
 Perkusi : terdengar suara sonor,
 Auskultasi: tidak terdapat bunyi abnormal.
10. Jantung:
 Inspeksi: simetris, tidak terdapat ictus cordis
 Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan
 Perkusi : terdengar suara pekak
 Auskultasi: irama teratur, tidak terdapat suara tambahn
jantung murmur dan gallop
11. Abdomen
 Inspeksi: tidak simetris, terdpat edema, striae
 Auskultasi: bising usus meningkat
 Perkusi : suara redup
 Palpasi : nyeri tekan
12. Ekstremitas: atrofi otot ekstremitas, tulang terjadi
osteoporosis, otot lemah
13. Genetalia: amenore

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut
b. Kerusakan Integritas Kulit
c. Gangguan Citra Tubuh
d. Resiko Infeksi
e. Resiko Cedera
f. Deficit Perawatan Diri
g. Gangguan rasa aman nyaman
3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri Akut
1). Batasan Karakteristik

a) Ekspresi wajah nyeri


b) Keluhan tentang karateristik nyeri dengan menggunakan standar
instrument nyeri
c) Perilaku distraksi
d) Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
2). NOC
Code Indikator 1 2 3 4 5
210201 Nyeri yang dilaporkan
210204 Panjangnya episode nyeri
210206 Ekspresi nyeri wajah
210208 Tidak bisa beristirahat
210224 mengerinyit

Ket:
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada

3). NIC (intervensi)


a) Pengurangan kecemasan
 Gunakan pendekatan yang tenang dan tidak menyakitkan
 Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku klien.
 Pahami situasi klien, krisis yang terjadi dari perspektif klien

b) Pemijatan
 Kaji keinginan pasien untuk dilakukan pemijatan
 Cuci tangan dengan air hangat
 Evaluasi dan dokumentasi respon terhadap pemijatan

c) Terapi musik
 Pertimbangankan minat klien pada musik
 Identifikasi music yang di sukai klien
 Bantu untuk menentukan posisi yang nyaman
 Berikan ipone yang sesuai indikasi
b. kerusakan integritas kulit
1) NOC

Indikator Out Come 1 2 3 4 5


110103 Elastisitas 1 2 3 4 5
110108 Tekstur 1 2 3 4 5
110109 Ketebalan 1 2 3 4 5
110111 Perfusi jaringan 1 2 3 4 5
110113 Integritas kulit 1 2 3 4 5
Keterangan
1 = sangat terganggu
2 = banyak terganggu
3 = cukup terganggu
4 = sedekit terganggu
5 = tidak terganggu
2) NIC
a) pengecekan kulit
 Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor kulit untuk adanya kekeringan yang berlebihan dan
kelembaban
 Monitoe infeksi, terutama didaerah edema
b) perawatan luka
 Monitor karateristik luka, termasuk dreinase, warna, ukuran,
dan bau.
 Ukur luas luka yang sesuai
 Oleskan salep yang sesuai dengan kulit/lesi
c) kontrol infeksi
 Isolasi orang yang terkena penyakit menular.
 Pakai sarung tangan steril yang tepat
 Berikan terapi antibiotik yang sesuai.
c. Gangguan Citra Tubuh
1) NOC
Code Indikator 1 2 3 4 5
120001 Gambaran internal diri 1 2 3 4 5
120002 Kesesuaian antara realitas tubuh 1 2 3 4 5
dan ideal tubuh dengan
penampilan tubuh
120008 Penyesuaian terhadap fungsi 1 2 3 4 5
tubuh
120009 Penyesuan terhadap perubahan 1 2 3 4 5
status kesehatan
Keterangan :
1 = tidak pernah positif
2 = jarang positif
3 =kadang –kadang positif
4 = sering positif
5 = konsisten positif
2) NIC
a) Peningkatan citra tubuh
 Tentukan harapan citra diri pasien didasarkan pada
tahap perkembangan
 Bantu pasien untuk mengidentifikasi tindakan-tindakan
yang akan meningkatkan penampilan
 Bantu pasien untuk mendiskusikan prubahan-perubahan
bagian tubuh disebabkan adanya penyakit atau
pembedahan dengan cara yang tepat
b) Bantuan perawatan diri
 Monitor kemampuan perawatan diri secara mandiri
 Bantu pasien menerima kebutuhan pasien terkait dengan
kondisi ketergantungan
 Ciptakan rutinitas aktivitas perawatan diri
c) Pengurangan kecemasan
 Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
 Dorong keluarga untuk mendampingi klien dengan cara
yang tepat
 Kaji untuk tanda verbal dan non verbal kecemasan
d) Peningkatan sistem dukungan
 Identifikasi tingkat dukungan keluarga, dukungan
keuangan, dan sumber daya lainnya
 Libatkan keluarga, orang terdekat, dan teman-teman
dalam perawatan dan perencanaan.
 Jelaskan kepada pihak penting lain bagaimana mereka
dapat membantu
e) Konseling
 Bangun hubungan terapeutik yang didasarkan pada rasa
saling percaya dan saling menghormati
 Tunjukan empati, kehangantan dan ketulusan
 Sediakan informasi faktual yang tepat dan sesuai
kebutuhan
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sindrom Chusing adalah kondisi klinis akibat pajanan kronik oleh kadar
glukokortikoid darah yang tinggi. Sindrom chusing merupakan kumpulan
abnormalitas klinis yang disebabkan oleh keberadaan hormone morteks adrenal
(khususnya kortisol) dalam jumlah berlebih atau kortikosteroid yang berkaitan, dan
hormone androgen serta aldosteron (dalam tarif lebih rendah).

Penyebab sindrom chusing, Kelebihan hormon hipofisis anterior


(kortikotropin), Sekresi kortikotropin yang bersifat otonom dan ektopik oleh tumor
diluar kelenjar hipofisis (biasanya bersifat malignan, kerap kali berupa karsinoma oat
cell pada paru paru), Pemberian kortikosteroid yang berlebihan, termasuk pemakaian
yang lama.
Tanda dan gejalanya bergantung pada derajat dan durasi hiperkortisolisme, ada
tidaknya kelebihan endogen, dan efek tambahan yang berkaitan dengan tumor. fraktur
patologis akibat penurunan ionisasi mineral tulang, osteoporosis, osteopenia, dan
retardasi pertumbuhan skeletal pada anak-anak (system musculoskeletal), Striae
berwarna ungu (striae lividae), akne, bantalan lemak diatas os klavikula, didaerah
tengkuk (buffalo hump), pada muka (moon face), dan diseluruh batang tubuh (obesitas
trunkal) dengan lengan serta tungkai yang kurus; pembentukan parut yang sedikit atau
tidak ada, kesembuhan luak yang buruk akibat penurunan massa kolagen dan
kelmahan jaringan tubuh, infeksi jamur kulit. Iritabilitas dan ketidakstabilan emosi
yang berkisar dari perilaku euphoria hingga depresi atau psikosis, insomnia akibat
peranan kortisol dalam neurotransmisi, sakit kepala (system saraf pusat), Hipertensi
akibat retensi natium dan retensi sekunder cairan, gagal jantung, hipertrofi ventrikel
kiri, edema pergelangan kaki (system kardiovaskular), penurunan resistensi terhadap
stress, (system imunologi), Retensi cairan, peningkatan sekresi kalium, pembentukan
batu ureter akibat peningktan demineralisasi tulang dengan disertai hiperkalsiuria
(sytem renal dan urologi), Peningkatan reproduksi androgen dengan hipertrofi klitoris.
B. SARAN
Dengan selesainya makalah ini disusun, penulis berharap pembaca dapat mempelajari
dan memahami tentang penyakit sindrom chusing. Penulis juga mengharapkan adanya
kritik dan saran yang menbangun, sehingga penulis dapat menjadi lebih bai untuk
masa yang akan datang dalam penyusunan makalah.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart.2013.Keperwatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC.


Herdman,T.Heather.2015. Nanda International Inc.diagnosis keperawatan:definisi &
klasifiakasi 2015-2017 Ed:10. Jakarata: EGC
Journal of Sanjay Manubolu, MD, MPH *, Oguchi Nwosu, MD, FAAFP.2017.Journal
of Clinical and Translational Endocrinology: Case Reports. ELSEVIER.
Nursing Intervention Classification (NIC),6th edition.
Nursing Intervention Outcomes (NOC),5th edition.
Kowalak, Welsh.2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
McPhee,Stephen J & William F. Ganong.2010. Patofisiologi Penyakit. Jakarta: EGC
Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi: Berbasis kompetensi untuk keperawatan &
kebidanan, Ed:4. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai