OLEH :
KELOMPOK 4
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
1. Sistem Ekonomi Dualisme
Sejak jaman penjajahan sampai sekarang ini perekonomian indonesia masih
juga menunjukkan ciri-ciri adanya dualisme, baik dualisme yang bersifat teknologis maupun
yang bersifat ekonomis, sosial, dan kultural. Masalah dualisme telah dibahas secara mendalam
oleh ahli ekonomi Indonesia dan ahli ekonomi asing J. Boeke, yang menadakan
penelitian untuk program doktor ekonominya di Indonesia pada tahun 1953 memberikan
definisi yang termasyhur mengenai masyarakat dualitas sebagai : "Masyarakat yang
mempunyai gaya sosial berbeda, yang masing-masing hidup berdampingan, Dalam proses
evoluşi sejarah normal yang berlaku bagi masyarakat homogen, ke dua gaya sosial tersebut
mewakili tahap perkembangan sosial yang berbeda, dipisahkan oleh sam gaya sosial lain yang
mewakilİ suatu tahap transisi, misalnya masyarakat sebelum kapitalisme dan masyarakat
kapitalisme majü yang dipisahkan oleh masyarakat kapitalisme awal. Di dalam masyarakat
düalistis satu dari kedua sistem sosial yang hidup berdampingan itu, dan seialu yang lebih
maju, berasal dari luar masyarakat tersebut dan mengalamj perkembangan di lingkungan yang
baru tanpa menggeser atau berasimilasi dengan sistem sosial yang asli. Dan akhirnya adak akan
timbul satu ciri umum yang berlaku bagi masyarakat tersebut secara keseluruhan”.
Selanjutnya Boeke mengatakan bahwa adanya sikap yang masih bersifat "pra kapitalis"
di dalam masyarakat dualistis membedakan sikap penduduk asli masyarakat tersebut
dengan masyarakat Barat terhadap rangsangan ekonomis di dalamnya. Menurut Boeke, sikap
dasar penduduk asli dipengaruhi oleh pendapat bahwa kebutuhan manusia itu terbatas
(limited wants). Apabila kebutuhan yang terbatas ini sudah terpenuhi maka tidak ada lagi
keinginan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar, dan oleh karena itu tidak akan ada
sikap baru terhadap kesempatan ekonomi lainnya. Beberapa penulis lain beranggapan bahwa
tidak adanya sikap penduduk asli dari berbagai masyarakat asal terhadap rangsangan
ekonomi bersumber dari kepercayaan mistik yang bersifat anti rasional. Menurut mereka
perhatİan penduduk lebih diarahkan kepada hal-hal yang tidak berhubungan dengan dunia
nyata, dan pandangan seperti ini tidak dapat dilepaskan dari warisan budaya dan spiriual
masyarakat Timur.
Beberapa penulis Iain (Indonesia dan Asing seperti Benjamin Higgins dan Mohamad
Sadli) tidak setuju dengan pandangan seperti itu. Mereka menunjukkan berbagai contoh
dan keadaan orang-orang Indonesia yang mempunyai sikap, seperti apa yang diramalkan
teori ekonomi barat terhadap rangsangan ekonomi. Menurut mereka orang Indonesia
mempunyai sikap yang sama terhadap rangsangan harga dan rangsangan ekonomi Iainnya.
Masalahnya, selama ini rangsangan-rangsangan yang sesuai sangat jarang timbul karena
adanya ketidaksempurnaan dan ketegaran dalam sistem perekonomian, dan sering pula
bersumber pada kebijaksanaan Pemerintah yang tidak tepat.
Para pengamat umumnya berpendapat bahwa ciri-ciri dualistis perekonomian
Indonesia seperti digambarkan Boeke masih tetap nyata terlihat, dan dari berbagai segi ciri-ciri
tersebut menjadi semakin nyata akibat adanya perubahan teknologi. Masuknya modal asing
sejak tahun 1968 telah mempertajam perkembangan antara sektor modem dan sektor
tradisional. Di samping itu, tersebarya teknologi baru di daerah pedesaan telah memperjelas
sifat dualistis perekonomian pedesaan dibandingkan dengan keadaan semasa jaman
penjajahan. Dari segi Iain tentunya kita dapat mengatakan bahwa kecenderungan ini adalah
akibat normal, dan harus ditanggung masyarakat yang mengalami kemajuan teknologi.
Kemajuan teknologi itu sendiri adalah unsur dasar dari proses pembangunan ekonomi.
Sebaliknya nampak akibat-akibat sosial dari kecenderungan lebih tajam ke arah dualisme yang
belum mendapat perhatian sepadan dari Pemerintah, dan kebijaksanaan-kebijaksanaan
Pemerintah yang dilaksanakan belum mampu mengurangi beban mereka Yang dirugikan
dalam proses pembangunan.
Pada dasamya ekonomi dualisme melihat dunia terbagi ke dalam dua kelompok
besar, yakni negara-negara kaya dan miskin, dan di negara-negara berkembang
terdapat segelintir penduduk yangkaya di antara begitubanyak penduduk yang miskin.
Dualisme adalah konsep yang menunjukkan adanya jurang pemisah yang kian antara negara-
negara kaya dan miskin, serta di Antara orang-orang kaya dan miskin pada berbagai tingkatan
di setiap negara. Pada dasarnya konsep ekonomi dualisme ini terdiri dari empat elemenkunci
sebagai berikut :
1) Beberapa kondisi berbeda, terdiri dari elemen “superior” dan "inferior", hadir secara
bersamaan (atau berkoeksistensi) dalam waktu dan tempat yang sama. Inilah hakikat
dari konsep dualisme. Contoh penerapan konsep dualisme ini antara lain dapat dilihat
pada pemikiran A. Lewis tentang koeksistensi metode-metode produksi modern di
kota metode tradisional di pedesaan, koeksistensi kelompok elit yang kaya raya dan
terdidik dengan banyaknya orang-orang miskin yang buta huruf, adanya koeksistensi
antara negara-negara industri yang serba makmur yang berkuasa dengan negara-
negara agraris kecil yang miskin serta lemah di dalam perekonomian internasional.
2) Koeksistensi tersebut bukanlah satu hal yang bersifat sementara atau
transisional, melainkan satu hal yang bersifa baku, permanen atau kronis.
Koeksistensi ini juga bukan merupakan fenomena sesaat yang akan mengikis seiring
dengan berlalunya waktu. Artinya, elemen yang superior memiliki kekuatan
untuk mempertahankan superioritasnya, sedangkan elemen yang inferior
tidaklah mudah untuk meningkatkan posisinya. Dalam kalimat lain,
koeksistensi internasional antara kaya dan miskin bukanlah hanya merupakan
sesuatu fenomena sejarah yang akan membaik dengan sendirinya bila saatnya sudah
tiba.
3) Kadar superioritas serta inferioritas dari masing-masing elemen tersebut bukan hanya
tidak menunjukkan tanda-tanda akan berkurang, melainkan bahkan cenderung
meningkat. Sebagai contoh, kesenjangan produktivitas antara para pekerja di negara-
negara maju dengan para pekerja di negara-negara berkembang tampaknya semakin
lama semakin melebar.
4) Hubungan saling keterkaitan antara elemen-elemen yang superior dengan elemen-
elemen yang inferior tersebut terbentuk dan berlangsung sedemikian rupa sehingga
keberadaan elemen-elemen superior sangat sedikit atau sama sekali tidak membawa
manfaat untuk meningkatkan kedudukan elemen-elemen yang inferior. Dengan
demikian apa yang disebut sebagai prinsip "penetesan kemakmuran ke bawah"
(trickle down effect) itu sesungguhnya sulit diterima. Bahkan di dalam kenyataannya,
elemen-elemen superior tersebut justru tidak jarang memanfaatkan, memanipulasi,
mengeksploitasi ataupun menggencet elemen-elemen yang inferior. Jadi, yang
mereka kembangkan justru keterbelakangannya.
Unsur pemikiran pokok yang terkandung pada masyarakat dualistis telah secara
implisit terkandung dalam teori perubahan struktural dan secara eksplisit telah dinyatakan
dalam teori ekonomi pembangunan ketergantungan internasional, sehingga konsep
masyarakat dualistis telah merupakan dasar dari teori pembangunan ekonomi.
Hall Hill. 1996. Transformasi Ekonomi Indonesia Sejak 1966. Yogyakarta: PAU
Ekonomi UGM