Anda di halaman 1dari 8

PEREKONOMIAN INDONESIA

RINGKASAN MATA KULIAH SAP 4

SISTEM EKONOMI INDONESIA

OLEH :

KELOMPOK 4

Ngurah Surya Maotama (1607532129/17)


I Gusti Ayu Agung Yustika Nanda (1607532136/23)
Anak Agung Mas Prabha Iswara (1607532152/34)

PROGAM REGULER SORE

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2018
1. Sistem Ekonomi Dualisme
Sejak jaman penjajahan sampai sekarang ini perekonomian indonesia masih
juga menunjukkan ciri-ciri adanya dualisme, baik dualisme yang bersifat teknologis maupun
yang bersifat ekonomis, sosial, dan kultural. Masalah dualisme telah dibahas secara mendalam
oleh ahli ekonomi Indonesia dan ahli ekonomi asing J. Boeke, yang menadakan
penelitian untuk program doktor ekonominya di Indonesia pada tahun 1953 memberikan
definisi yang termasyhur mengenai masyarakat dualitas sebagai : "Masyarakat yang
mempunyai gaya sosial berbeda, yang masing-masing hidup berdampingan, Dalam proses
evoluşi sejarah normal yang berlaku bagi masyarakat homogen, ke dua gaya sosial tersebut
mewakili tahap perkembangan sosial yang berbeda, dipisahkan oleh sam gaya sosial lain yang
mewakilİ suatu tahap transisi, misalnya masyarakat sebelum kapitalisme dan masyarakat
kapitalisme majü yang dipisahkan oleh masyarakat kapitalisme awal. Di dalam masyarakat
düalistis satu dari kedua sistem sosial yang hidup berdampingan itu, dan seialu yang lebih
maju, berasal dari luar masyarakat tersebut dan mengalamj perkembangan di lingkungan yang
baru tanpa menggeser atau berasimilasi dengan sistem sosial yang asli. Dan akhirnya adak akan
timbul satu ciri umum yang berlaku bagi masyarakat tersebut secara keseluruhan”.
Selanjutnya Boeke mengatakan bahwa adanya sikap yang masih bersifat "pra kapitalis"
di dalam masyarakat dualistis membedakan sikap penduduk asli masyarakat tersebut
dengan masyarakat Barat terhadap rangsangan ekonomis di dalamnya. Menurut Boeke, sikap
dasar penduduk asli dipengaruhi oleh pendapat bahwa kebutuhan manusia itu terbatas
(limited wants). Apabila kebutuhan yang terbatas ini sudah terpenuhi maka tidak ada lagi
keinginan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar, dan oleh karena itu tidak akan ada
sikap baru terhadap kesempatan ekonomi lainnya. Beberapa penulis lain beranggapan bahwa
tidak adanya sikap penduduk asli dari berbagai masyarakat asal terhadap rangsangan
ekonomi bersumber dari kepercayaan mistik yang bersifat anti rasional. Menurut mereka
perhatİan penduduk lebih diarahkan kepada hal-hal yang tidak berhubungan dengan dunia
nyata, dan pandangan seperti ini tidak dapat dilepaskan dari warisan budaya dan spiriual
masyarakat Timur.
Beberapa penulis Iain (Indonesia dan Asing seperti Benjamin Higgins dan Mohamad
Sadli) tidak setuju dengan pandangan seperti itu. Mereka menunjukkan berbagai contoh
dan keadaan orang-orang Indonesia yang mempunyai sikap, seperti apa yang diramalkan
teori ekonomi barat terhadap rangsangan ekonomi. Menurut mereka orang Indonesia
mempunyai sikap yang sama terhadap rangsangan harga dan rangsangan ekonomi Iainnya.
Masalahnya, selama ini rangsangan-rangsangan yang sesuai sangat jarang timbul karena
adanya ketidaksempurnaan dan ketegaran dalam sistem perekonomian, dan sering pula
bersumber pada kebijaksanaan Pemerintah yang tidak tepat.
Para pengamat umumnya berpendapat bahwa ciri-ciri dualistis perekonomian
Indonesia seperti digambarkan Boeke masih tetap nyata terlihat, dan dari berbagai segi ciri-ciri
tersebut menjadi semakin nyata akibat adanya perubahan teknologi. Masuknya modal asing
sejak tahun 1968 telah mempertajam perkembangan antara sektor modem dan sektor
tradisional. Di samping itu, tersebarya teknologi baru di daerah pedesaan telah memperjelas
sifat dualistis perekonomian pedesaan dibandingkan dengan keadaan semasa jaman
penjajahan. Dari segi Iain tentunya kita dapat mengatakan bahwa kecenderungan ini adalah
akibat normal, dan harus ditanggung masyarakat yang mengalami kemajuan teknologi.
Kemajuan teknologi itu sendiri adalah unsur dasar dari proses pembangunan ekonomi.
Sebaliknya nampak akibat-akibat sosial dari kecenderungan lebih tajam ke arah dualisme yang
belum mendapat perhatian sepadan dari Pemerintah, dan kebijaksanaan-kebijaksanaan
Pemerintah yang dilaksanakan belum mampu mengurangi beban mereka Yang dirugikan
dalam proses pembangunan.
Pada dasamya ekonomi dualisme melihat dunia terbagi ke dalam dua kelompok
besar, yakni negara-negara kaya dan miskin, dan di negara-negara berkembang
terdapat segelintir penduduk yangkaya di antara begitubanyak penduduk yang miskin.
Dualisme adalah konsep yang menunjukkan adanya jurang pemisah yang kian antara negara-
negara kaya dan miskin, serta di Antara orang-orang kaya dan miskin pada berbagai tingkatan
di setiap negara. Pada dasarnya konsep ekonomi dualisme ini terdiri dari empat elemenkunci
sebagai berikut :
1) Beberapa kondisi berbeda, terdiri dari elemen “superior” dan "inferior", hadir secara
bersamaan (atau berkoeksistensi) dalam waktu dan tempat yang sama. Inilah hakikat
dari konsep dualisme. Contoh penerapan konsep dualisme ini antara lain dapat dilihat
pada pemikiran A. Lewis tentang koeksistensi metode-metode produksi modern di
kota metode tradisional di pedesaan, koeksistensi kelompok elit yang kaya raya dan
terdidik dengan banyaknya orang-orang miskin yang buta huruf, adanya koeksistensi
antara negara-negara industri yang serba makmur yang berkuasa dengan negara-
negara agraris kecil yang miskin serta lemah di dalam perekonomian internasional.
2) Koeksistensi tersebut bukanlah satu hal yang bersifat sementara atau
transisional, melainkan satu hal yang bersifa baku, permanen atau kronis.
Koeksistensi ini juga bukan merupakan fenomena sesaat yang akan mengikis seiring
dengan berlalunya waktu. Artinya, elemen yang superior memiliki kekuatan
untuk mempertahankan superioritasnya, sedangkan elemen yang inferior
tidaklah mudah untuk meningkatkan posisinya. Dalam kalimat lain,
koeksistensi internasional antara kaya dan miskin bukanlah hanya merupakan
sesuatu fenomena sejarah yang akan membaik dengan sendirinya bila saatnya sudah
tiba.
3) Kadar superioritas serta inferioritas dari masing-masing elemen tersebut bukan hanya
tidak menunjukkan tanda-tanda akan berkurang, melainkan bahkan cenderung
meningkat. Sebagai contoh, kesenjangan produktivitas antara para pekerja di negara-
negara maju dengan para pekerja di negara-negara berkembang tampaknya semakin
lama semakin melebar.
4) Hubungan saling keterkaitan antara elemen-elemen yang superior dengan elemen-
elemen yang inferior tersebut terbentuk dan berlangsung sedemikian rupa sehingga
keberadaan elemen-elemen superior sangat sedikit atau sama sekali tidak membawa
manfaat untuk meningkatkan kedudukan elemen-elemen yang inferior. Dengan
demikian apa yang disebut sebagai prinsip "penetesan kemakmuran ke bawah"
(trickle down effect) itu sesungguhnya sulit diterima. Bahkan di dalam kenyataannya,
elemen-elemen superior tersebut justru tidak jarang memanfaatkan, memanipulasi,
mengeksploitasi ataupun menggencet elemen-elemen yang inferior. Jadi, yang
mereka kembangkan justru keterbelakangannya.

Unsur pemikiran pokok yang terkandung pada masyarakat dualistis telah secara
implisit terkandung dalam teori perubahan struktural dan secara eksplisit telah dinyatakan
dalam teori ekonomi pembangunan ketergantungan internasional, sehingga konsep
masyarakat dualistis telah merupakan dasar dari teori pembangunan ekonomi.

2. Sistem Ekonomi Sosialis ala Indonesia


Istilah eknomi sosialis ala Indonesia muncul pada periode akhir dari kepemimpinan
Presiden Sukarno. Pada periode tersebut kiblat politik Indonesia adalah ke negara negara
sosialis Eropa Timur, Rusia dan RRC. Pada periode tersebut Indonesia adalah anti neo
kolonialisme dan neo liberalism, dan malahan keluar daru PBB, dan membentuk masyarakat
baru yang disebut New Emerging Forces. Perekonomian saat itu sangat mirip dengan
perekonomian negara sosialis sebagai berikut :
1) Pemerintah Indonesia telah menyusun Pembangunan Semesta Berencana Delapan
Tahun 1960-1968. Rencana tersebut bersifat menyeluruh di segala sector dan seluruh
wilayah namun belum sempat dilaksanakan.
2) Perusahaan perusahaan besar dimiliki oleh negara.
3) Sistem perbankan yang semua bank swasta milik belanda telah dinasionlisasi menjadi
milik pemerintah , kemudian diubah menjadi sistem perbankan rusia.
4) Sistem devisa yang dipakai waktu itu adalah sistem devisa yang sangat umum dipakai
oleh negara negara sosialis, yakni Exchange Control.
Harga barang dan jasa di dalam negeri, sebagaimana kita ketahui yang berlaku di Indonesia
waktu itu, selalui mengalami kenaikan. Untuk mengatasi hal ini pemerintah perlu mengadakan
penyesuaian nilai mata uangnya dengan melaksanakan kebijakan devaluasi.
Sebelum pemerintah melaksanakan devaluasi rupiah, dengan adanya kenaikan harga di
dalam negeri, para eksportir merasa disinsentif untuk melakukan ekspor, karena merasa
dirugikan. Disamping itu, para importir makin bergairah untuk mengimpor barang karena harga
devisa yang tetap dan relative rendah. Kebijakan devaluasi membalikkan posisi tersebut. Jadi
devaluasi bersifat mendorong ekspor dan mengekang impor.
Guna mendorong ekspor, disamping melaksanakan kebijakan devaluasi, pemerintah
Indonesia meluncurkan program perangsang ekspor melalui kebijakan bahwa kepada setiap
dolar hasil ekspor, para eksportir diperkenankan memakainya secara langsung sejumlah
presentase tertentu dari hasil ekspornya. Sebelum kebijakan tersebut, eksportir harus
menyerahkan atau menjual semua dolar hasil ekspornya kepada negara dengan kurs yang sudah
ditentukan. Dengan adanya kebijaksanaan tersebut para eksportir diperkenankan menggunakan
persentase tertentu dari ekspornya (10%) untuk keperluan sendiri. Kebijaksanaan perangsang
yang demikian ini dikenal sebagai Alokasi Devisa Otomatis (ADO) Eksportir.
3. Sistem Ekonomi Pancasila
Istilah tersebut muncul pada periode penggal ke dua dari masa Pemerintahan Orde Baru,
yakni setelah Pelita III (1974-79). Sistem perekonomian pada saat itu ditandai oleh:
1) Perencanaan ekonomi
Indonesia pada saat itu masih berada dalam perencanaan pembangunan ekonomi lima
tahunan dengan prioritas utama pada perkembangan sektor pertanian menuju swa sembada
beras/pangan.
2) Peranan perusahaan asing
Dengan diundangkannya UUPMA tahun 1967, modal asing baik yang bersifat
investasi langsung maupun porto folio makin merambah hampir kesemua sektor dan
wilayah Indonesia.
3) Peranan perusahaan domestic
Sejak diundangkannya UUPMDN, kredit diberikan kepada usaha-usaha domestik
besar. Perbankan dalam negeri yang mengalami masalah likuidasi diberikan bantuan
likuidasi Bank Indonesia (BLBI), namun banyak yang diselewengkan. Dengan fasilitas
tersebut timbul konglommerasi usaha dari hulu sampai hilir yang dikuasai oleh perusahaan
besar. Muncul konglomerat-konglomerat domestic
4) Peranan IGGI dan IMF serta hutang luar negeri
IGGI berfungsi untuk memberikan nasihat dalam APBN. Institusi yang memegang
peran penting dalam IGGI adalah Bank Dunia dan IMF. Indonesia mempunyai hutang
yang besar kepada kedua lembaga tersebut.
5) Sistem devisa
Sistem devisa yang sepenuhnya dikuasai negara diubah menjadi sepenuhnya
berdasarkan atas permintaan dan penawaran. Dalam perekonomian yang menggunakan
standar emas/perak, sistem devisa yang didasarkan atas permintaan dan penawaran, sifat
kurs devisanya tetap. Dalam perekonomian yang memakai standar kertas, kurs mata uang
asing bebas bergerak. Untuk menstabilkan kurs mata uang, banyak negara termasuk
Indonesia membuat suatu lembaga yaitu Foreign Exchange Stabilization Fund. Ia adalah
dana cadangan devisa yang berfungsi membeli dolar (devisa) kalau harga dolar (devisa) di
pasar mengalami kenaikan sampai tingkat tertentu, dengan demikian diharapkan kurs
devisa menjadi relatif terkendali. Sistem devisa yang demikian ini disebut Kurs Devisa
Bebas Terkendali.
Prof. Mubyarto berpandangan bahwa Indonesia nantinya/seharusnya menganut sistem
ekonomi Pancasila. Setidaknya ada 5 ciri-ciri dari sistem ekonomi Pancasila yang harus
diperhatikan, yakni:
1) Adanya peran dominan koperasi dalam kehidupan ekonomi.
2) Diterapkannya rangsangan-rangsangan yang bersifat ekonomis maupun moral untuk
menggerakkan roda perekonomian.
3) Adanya kecenderungan dan kehendak sosial.
4) Diberikannya prioritas utama pada terciptanya suatu ‘perekonomian nasional’ yang
tangguh.
5) Pengandalan pada sistem desentralisasi dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan
ekonomi, diimbangi dengan perencanaan yang kuat sebagai pemberi arah bagi
perkembangan ekonomi.
Ke lima butir di atas lahir dari satu seminar di Fakultas Ekonomi Gajah Mada pada
September 1980 yang kemudian (1981) hasil seminar tersebut diedit menjadi Ekonomi
Pancasila (penerbit BPFE Gajah Mada). Setelah melalui perdebatan yang panjang, Ekonomi
Pancasila bermetamorfosa menjadi Ekonomi Kerakyatan.
4. Sistem Ekonomi Kerakyatan
Demontrasi mahasiswa yang menuntut turunnya Suharto dari pemerintahan pada tahun
1997 dan meminta agar dilaksanakan reformasi. Reformasi yang dituntut adalah antara lain
reformasi dibidang politik mengenai kebebasan bersuara, berpolitik, atau secara singkat
kebebasan demokrasi dan dibidang ekonomi dikatan bahwa di bawah presiden Suharto
pemerintah terlalu memihak kepada perusahaan besar, pada hal terbukti dari krisis 1997 bahwa
UMKM yang terbukti tahan banting. Yang mengalami kehancuran adalah usaha besar, PHK
juga dilakukan oleh perusahaan besar, perusahaan multinasional. Kredit diarahkan terutama
untuk kepentingan perusahaan besar. Dominasi asing dalam perekonomian, seperti misalnya
peranan Bank Dunia, IMF, dan lembaga asing lainnya, dianggap sebagai satu hal yang
berlebihan dan rakyat menginginkan agar perekonomian lebih bersifat berdiri diatas kaki
sendiri. Oleh karena itu hutang kepada IMF dan Bank Dunia dibayar lunas. Namun hutang luar
negeri tidak seluruhnya lunas dalam waktu setahun, dan ironisnya adalah bahwa sementara
hutang luar negeri berkurang ternyata hutang dalam negeri meningkat dengan tajam. Beberapa
hal berikut ini merupakan kebijakan pemerintah selama dalam sistem ekonomi kerakyatan :
1) Peranan IGGI dikurangi, semula diganti dengan CGI sehngga badan tersebut hanya
bersifat konsultasi dalam menyusun kebijaksanaan ekonomi.
2) Investasi asing dengan UUPMA dan investasi dalam negeri dengan UUPMDN, yang
memberikan prioritas pada pengusaha besar tidk banyak mendapat sorotan, tidak
dihapuskan, namun berjalan seperti semula.
3) Tampak adanya usaha swastanisasi perusahaan negara namun belum selesai dan usaha
swastanisasi ini merupakan isu internasional dan bukanlah disebabkan oleh karena
sistem ekonomi kerakyatan.
4) Sistem devisa masih seperti sebelumnya, yakni didasarkan atas sistem pasar dengan
cadangan devisa yang besar untuk menjaga stabilitas kurs mata uang.
5) Dari tinjauan diatas dan pengamatan yang mendalam, sistem ekonomi kerakyatan ini
masih mempunyai ciri yang sangat kental sebagai sistem ekonomi pasar.
REFERENSI

Nehen, I K. 2012. Perekonomian Indonesia. Denpasar. Udayana University Press

Hall Hill. 1996. Transformasi Ekonomi Indonesia Sejak 1966. Yogyakarta: PAU
Ekonomi UGM

Anda mungkin juga menyukai