KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
Hipertensi gestasional
o TD > 140/90 mmHg untuk pertama kali selama kehamilan
o Tidak ada proteinuria
o TD kembali normal setelah <12 minggu postpartum.
o Diagnosis akhir hanya dapat dibuat postpartum
o Mungkin memperlihatkan tanda-tanda lain preeklamsi, misalnya nyeri
epigastrium atau trombositopenia
Preeklamsia
Kriteria minimum
TD > 140/90 mmHg setelah gestasi 20 minggu
Proteinuria > 300mg/24 jam atau > +1 pada dipstik
Peningkatan kepastian preeklamsi
TD > 160/100 mmHg
Proteinuria > 0,2g/24 jam atau > +2 pada dipstik
Kreatinin serum > 1,2 mg/dl kecuali apabila telah diketahui meningkat
sebelumnya
Trombosit <100.000/mm3
Hemolisis mikroangiopati (LDH meningkat)
SGPT (ALT) atau SGOT (AST) meningkat
Nyeri kepala menetap atau gangguan serebrum atau penglihatan lainnya
Nyeri epigastrium menetap
Eklampsia
Kejang yang tidak disebabkan oleh hal lain pada seorang wanita dengan
preklamsi
Preeklamsi pada hipertensi kronik
Proteinuria awitan baru > 300 mg/24 jam pada wanita pengidap hipertensi
tetapi tanpa proteinuria sebelum gestasi 20 minggu
Terjadi peningkatan proteinuria atau tekanan darah atau hitung trombosit <
100.000 /mm3 secara mendadak pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria
sebelum gestasi 20 minggu
Hipertensi kronik
TD > 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum gestasi 20
minggu
Hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah gestasi 20 minggu dan
menetap setelah 12 minggu postpartum.
Diagnosis dari preeklamsia berat dapat ditentukan secara klinis maupun laboratorium.
Klinis :
- Nyeri epigastrik
- Gangguan penglihatan
- Sakit kepala yang tidak respon terhadap terapi konvensional
- Terdapat IUGR
- Sianosis, edema pulmo
- Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau ≥ 110 mmHg untuk tekanan darah diastolik
(minimal diperiksa dua kali dengan selang waktu 6 jam)
- Oliguria (< 400 ml selama 24 jam)
Laboratorium :
- Proteinuria (2,0 gram/24 jam atau > +2 pada dipstik)
- Trombositopenia (<100.000/mm3)
- Creatinin serum >1,2 mg/dl kecuali apabila diketahui telah meningkat sebelumnya
- Hemolisis mikroangiopatik (LDH meningkat)
- Peningkatan LFT (SGOT,SGPT)
2. Differential Diagnosis
a. Hipertensi gestasional
b. Hipertensi kronik
3. Penanganan
Prinsip penatalaksanaan preeklamsia berat adalah mencegah timbulnya kejang,
mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta kerusakan dari
organ-organ vital dan melahirkan bayi dengan selamat.
Pada preeklamsia berat, penundaan merupakan tindakan yang salah. Karena preeklamsia
sendiri bisa membunuh janin.
PEB dirawat segera bersama dengan bagian Interna dan Neurologi, dan kemudian
ditentukan jenis perawatan/tindakannya. Perawatannya dapat meliputi :
a. Perawatan aktif, yang berarti kehamilan segera diakhiri.
Indikasi :
Bila didapatkan satu atau lebih dari keadaan berikut ini
1). Ibu :
a). Kehamilan lebih dari 37 minggu
b). Adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsia
c). Kegagalan terapi pada perawatan konservatif.
2). Janin :
a). Adanya tanda-tanda gawat janin
b). Adanya tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat.
3). Laboratorium :
Adanya sindroma HELLP .
Pengobatan Medikamentosa
1). Infus D5% yang tiap liternya diselingi dengan larutan RL 500 cc (60-125
cc/jam)
2). Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
3). Pemberian obat : MgSO4.
b. Pengelolaan Konservatif, yang berarti kehamilan tetap dipertahankan
Indikasi
Kehamilan kurang bulan (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending
eklamsi dengan keadaan janin baik.
Medikamentosa
Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan secara aktif. Hanya dosis
awal MgSO4 tidak diberikan i.v. cukup i.m. saja (MgSO4 40% 8 gr i.m.).
Penggunaan obat hipotensif pada preeklamsia berat diperlukan karena dengan
menurunkan tekanan darah kemungkinan kejang dan apopleksia serebri menjadi
lebih kecil. Namun, dari penggunaan obat-obat antihipertensi jangan sampai
mengganggu perfusi uteropalcental. OAH yang dapat digunakan adalah
hydralazine, labetolol, dan nifedipin.
Apabila terdapat oligouria, sebaiknya penderita diberi glukosa 20 % secara
intravena. Obat diuretika tidak diberikan secara rutin. Pemberian kortikosteroid untuk
maturitas dari paru janin sampai saat ini masih kontroversi.
Untuk penderita preeklamsia diperlukan anestesi dan sedativa lebih banyak
dalam persalinan. Namun, untuk saat ini teknik anestesi yang lebih disukai adalah
anestesi epidural lumbal.
Pada kala II, pada penderita dengan hipertensi, bahaya perdarahan dalam otak
lebih besar, sehingga apabila syarat-syarat telah terpenuhi, hendaknya persalinan
diakhiri dengan cunam atau vakum. Pada gawat janin, dalam kala I, dilakukan
segera seksio sesarea; pada kala II dilakukan ekstraksi dengan cunam atau
ekstraktor vakum.
4. Prognosis
Prognosis PEB dan eklampsia dikatakan jelek karena kematian ibu antara 9,8 –
20,5%, sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yaitu 42,2 – 48,9%. Kematian ini
disebabkan karena kurang sempurnanya pengawasan antenatal, disamping itu
penderita eklampsia biasanya sering terlambat mendapat pertolongan. Kematian ibu
biasanya karena perdarahan otak, decompensatio cordis, oedem paru, payah ginjal dan
aspirasi cairan lambung. Sebab kematian bayi karena prematuritas dan hipoksia intra
uterin.
B. SEKUNDIGRAVIDA
Sekundigravida adalah seorang wanita yang hamil untuk kedua kalinya.