Anda di halaman 1dari 4

PROSES TRANSAKSI

Tahap Pertama
1. Seorang marketing harus menguasai pangsa pasar dari area yg mau ditawarkan Rumah, ruko,
gudang, kavling
2. Memahami keinginan klien
Misal :
rumah cluster / tidak cluster
rumah baru / lama
rumah lama : Lt 180-200. RP, 2 M
rumah baru : Lt 105-128 / LB 90. RP. 2 M
Harga Harus disesuaikan dg budget klien

Tahap Kedua
TAnda Bukti Keseriusan buyer
1. UTJ Uang Titipan Tanda Jadi Adalah uang yang dibayarkan oleh klien kepada pemilik property
untuk membeli sebuah properti
2. KESEPAKATAN JUAL BELI Tergantung kedua belah pihak
1. Di Harcourts dg KJB
2. Notaris

3. DOKUMEN
 Sertifikat
 PPJB - Perjanjian Pengikatan Jual Beli
 Surat perjanjian pembelian yg dikeluarkan oleh Developer untuk klien yg membeli di Developer
tsb

HGB = 20-30
Bukti kepemilikan tanah yg berjangka waktu untuk perpanjang

SHM
Bukti kepemilikan tanah yg tidak ada jangka waktunya

4. CARA BAYAR
 Cash 1 bln
 Bertahap
 Kpr
Pengertian PPJB, SHGB dan SHM
 Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)
PPJB dibuat untuk melakukan pengikatan sementara sebelum pembuatan AJB resmi di hadapan Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Secara umum isi PPJB adalah kesepakatan penjual untuk mengikatkan diri akan menjual kepada pembeli
dengan disertai pemberian uang tanda jadi atau uang muka berdasarkan kesepakatan.
Demikian juga PPJB juga dalam PPJB tersebut menyatakan kesediaan pembeli untuk membeli objek.
Beerikut beberapa hal yang wajib ada pada sertiap PPJB:
Subjek yang saling berikatan, dalam hal ini adalah penjual dan pembeli. Jika penjual dan pembeli adalah
orang pribadi maka subjek perjanjian diwakili oleh data-data yang ada dalam Kartu Tanda Penduduk
(KTP) masing-masing pihak.
Jika subjeknya adalah badan hukum, maka dalam PPJB diwakili oleh akta pendirian badan hukum
tersebut dan Surat Keputusan dari Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang pengesahan
sebagai badan hukum.
Objek yang diperjanjikan, dalam hal ini objek perjanjian adalah tanah dan bangunan seperti yang tertulis
dalam sertifikat haknya. Mungkin saja sudah dalam bentuk Sertifikat Hak Milik (SHM). Sertifikat Hak Guna
Bangunan (SHGB) atau jenis sertifikat lainnya seperti disyaratkan undang-undang.
Apabila objeknya belum bersertifikat, maka dalam perjanjian dicantumkan lokasi objek terebut dengan
mencantumkan alas haknya. Mungkin saja alas haknya adalah girik, ketitir, petok D, eigendom
verponding dan lain-lain.
Pasal tentang Tata cara pembayaran, pada pasal ini disepakati tata cara pembayaran dari pembeli ke
penjual. Apakah ada pembayaran uang tanda jadi, uang muka, termasuk besarnya dan kapan
pembayaran tersebut dilakukan.
Selanjutnya disepakati juga tentang tahapan pembayaran dan besarnya pembayaran tiap tahapan.
Termasuk kapan pembayaran dilunasi.
Pasal-pasal tentang hak dan kewajiban, pasal inilah yang mengatur seluruh perjanjian secara umum.
Misalnya hak dari penjual adalah menerima penjualan sesuai dengan jadwal yang sudah disepakati,
demikian juga hak dari pembeli adalah menerima objek sesuai dengan perjanjian.
Pasal tentang sanksi, pasal ini memuat sanksi yang diberikan kepada para pihak apabila ada salah satu
pihak yang wanprestasi (cidera janji). Untuk penjual, wanprestasinya bisa dalam bentuk tanahnya ada
permasalahan di kemudian hari sehingga pembeli tidak dapat menikmati apa yang dibelinya.
Sanksi untuk penjual bisa jadi dia diminta untuk mengembalikan uang yang sudah diterimanya ditambah
dengan denda yang besarnya disepakati secara bersama-sama.
Sementara untuk pembeli, wanprestasi dalam bentuk keterlambatan pembayaran cicilan kepada
penjual. Sanksi yang bisa diberikan kepada pembeli adalah dengan menerapkan denda untuk tiap
keterlambatan. Termasuk keterlambatan pelunasan.
Pasal tentang penyelesaian perselisihan, pasal ini berguna untuk panduan menyelesaikan dispute antar
para pihak. Biasanya penyelesaian sengketa untuk tahap pertama dilakukan secara kekeluargaan, namun
jika secara kekeluargaan tidak bisa diselesaikan maka akan dilakukan melalui peradilan perdata di mana
tempat para pihak berada atau di pengadilan yang disepakati.
Mungkin juga penyelesaian sengketa dilakukan di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) untuk
sengketa yang mengarah ke sengketa bisnis.
Umumnya PPJB dibuat di bawah tangan saja, tetapi tidak tertutup kemungkinan PPJB dibuat dengan
akta notaris.

 Sertifikat Hak Milik (SHM)


adalah sertifikat atas kepemilikan penuh hak lahan dan/atau tanah yang dimiliki pemegang sertifikat
tersebut.
SHM sering disebut sertifikat yang paling kuat karena pihak lain tidak akan campur tangan atas
kepemilikan tanah atau lahan tersebut.
Tanah dengan sertifikat SHM hanya boleh dimiliki oleh warga negara Indonesia (WNI). Jadi orang asing
atau berkebangsaan selain Indonesia tidak dapat memiliki tanah bersetifikat SHM.
Jika terjadi suatu masalah dengan tanah yang bersetifikat SHM, maka pemilik (nama yang tercantum
dalam SHM) adalah pihak yang dianggap sebagai pemilik sah berdasarkan hukum.
Tentu saja jika melihat karakteristiknya, tanah dengan sertifikat SHM adalah tanah dengan nilai yang
paling tinggi (mahal). Jadi jika Anda berinvestasi properti, tanah atau lahan dengan SHM tentu memiliki
nilai yang bagus.

Keuntungan tanah dengan sertifikat SHM adalah :


 Dapat diwariskan secara turun temurun.
 Sertifikat yang paling kuat dan penuh.
 Hak milik dapat diperjual belikan.
 Hak milik dapat dijadikan agunan untuk kredit.
 Tidak ada batas waktunya.

Tanah dengan status hak milik dapat hilang jika, terjadi salah satu kejadian berikut:
Tanah jatuh kepada negara, karena: pencabutan hak, penyerahan dengan sukarela oleh pemilik, karena
ditelantarkan, pewarisan tanpa wasiat kepada orang asing (tidak dimiliki oleh WNI).
Tanah musnah
 Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB)
Hak Guna Bangunan (HGB) atau Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) merupakan hak atas seseorang
untuk mendirikan dan memunyai bangunan-bangunan diatas tanah yang bukan miliknya sendiri.
Tanah tersebut dapat berupa tanah yang dimiliki oleh pemerintah ataupun tanah yang dimiliki
perseorangan atau badan hukum. Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) ini berlaku hingga 30 tahun dan
dapat diperpanjang hingga batas waktu 20 tahun.
Berdasarkan Peraturan Undang-Undang Pasal 36 ayat (1) UUPA, hak guna bangunan dapat dimilki oleh
setiap WNI dan badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Adapun Keuntungan dan kerugian memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan.
Keuntungan Membeli Properti dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan, Tidak Membutuhkan Dana Besar,
Peluang Usaha Lebih Terbuka. Properti dengan status HGB biasanya dijadikan pilihan untuk mereka yang
berminat memiliki properti tetapi tidak bermaksud untuk menempati dalam waktu lama.
Bisa dimiliki oleh Non WNI

Kerugian membeli Properti dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan


1. Jangka Waktu Terbatas
2. Tidak Bebas
Tanah yang dikuasai langsung oleh pemerintah dapat menjadi hak guna bangunan berdasarkan
penetapan pemerintah. Sedangkan tanah milik dapat menjadi HGB karena adanya perjanjian otentik
antara pemilik tanah dengan pihak yang akan memperoleh HGB.
Sertifikat Hak Guna Banguan (HGB) ini dinyatakan tidak berlaku lagi ketika:
1. Jangka waktunya berakhir;
2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena ada syarat yang tidak dipenuhi;
3. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
4. Dicabut untuk kepentingan umum;
5. Ditelantarkan;
6. Tanahnya musnah; atau orang atau badan hukum yang mempunyai hgb namun tidak lagi
memenuhi syarat, sehingga wajib melepaskan atau mengalihkan haknya kepada pihak lain. Jika
tidak dilepaskan atau dialihkan maka hgb tersebut batal demi hukum atau gugur dengan
sendirinya.

Anda mungkin juga menyukai