Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

CEKUNGAN GORONTALO

OLEH:

KELOMPOK 1

FARIS BADRUDDIN (R1A1 16 006)


LAODE MUH. ALDINO (R1A1 16 012)
MERLIN PUSPITA (R1A1 16 014)
TIAN APRILIA AKSA (R1A1 16 035)
MUHAMAD ARLIN (R1A1 16 040)
WA ODE JATI ILMADARAJAT (R1A1 16 043)
KHALIL IBRAHIM (R1A1 16 067)

JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa , karena atas
berkat dan limpahan rahmat-Nyalah makalah ini dapat terselesaikan.
Dalam makalah ini akan membahas topik tentang “cekungan gorontalo”
yang dimana permasalahan materinya akan segera dibahas selanjutnya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini tak terlepas dari adanya
kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka dalam menerima kritikan dan
saran yang tentunya membangun demi perbaikan makalah ini dan untuk tugas-
tugas makalah kedepan.
Akhir kata kelompok pemateri sebagai penyusun dan penulis berharap
semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca.

Kendari, September 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. ..i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..................................................................... ........1


1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... ..2
1.3 Tujuan .......................................................................... ................2

BAB II GEOLOGI REGIONAL


2.1 Struktur Geologi………………….................……………….....3

2.2 Tektonik Geologi…………………………………….................4

2.3 Stratigrafi………………………………………….…...............8

BAB III SISTEM PETROLEUM

3.1 Kematangan Material Organik………….…...............................11

3.2 Reservoir……………………………………….………............11
3.3 Batuan Induk………………………………………............…...12
3.4 Migrasi…………………………………………......….…….…12
3.5 Jebakan…………………………………………….......…..…...13
3.6 Seal / Cap Rock……………………………………...........……14

BAB IV PROSPEK HIDROKARBON……………………………….....17

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan………………………………………........…..…...21

5.2 Saran…………………………………………….....….…….....21

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Awal mula pembentukan cekungan Gorontalo akibat oleh perekahan dan


rotasi searah jarum jam lengan utara Sulawesi pada Neogen pada sekitar 5 Ma
(Hamilton, 1979; Walpersdorf et al. 1997, 1998). Cekungan Gorontalo yang
lautnya sedalam maksimal 2000 m. Diapit dua cekungan yang dalam dibarat dan
timur, Leher Sulawesi ibarat sebuah tanah genting. Sebuah tanah genting yang tak
bisa dibuka untuk membuat sebuah celah/ terusan sebab Leher Sulawesi
bergunung-gunung setinggi 2000 meter. Cekungan Gorontalo adalah sebuah
enigma besar dalam geologi, seperti juga Selat Makassar yang membuat para
geologist berdebat lebih dari 30 tahun sebelum akhirnya sebuah sumur eksplorasi
minyak dibor di tengahnya beberapa tahun lalu di laut sedalam 2200 m dan sumur
menumbuk batuan volkanik berumur 60 juta tahun yang menunjukkan kaitan
generasi volkanik di kerak benua, bukan kerak samudera. Maka tahulah kita
bahwa Selat Makassar berasal dari kerak benua yang teregang menipis,bukan dari
pemekaran kerak samudera seperti disangkakan oleh sebagian orang. Lalu data
lain menguatkannya sebab sebuah sumur lain di selatannya menemukan minyak
yang berasal dari zat organik alga air tawar yang diendapkan di sedimen danau
berumur sekitar 45 juta tahun.Cekungan sedimen adalah suatu daerah rendahan,
yang terbentuk oleh proses tektonik, dimana sedimen terendapkan. Dengan
demikian cekungan sedimen merupakan depresi sehingga sedimen terjebak di
dalamnya. Depresi ini terbentuk oleh suatu proses nendatan (subsidence) dari
permukaan bagian atas suatu kerak. Berbagai penyebab yang menghasilkan
nendatan, di antaranya adalah: penipisan kerak, penebalan mantel litosper,
pembebanan batuan sedimen dan gunungapi, pembebanan tektonik, pembebanan
subkerak, aliran atenosper dan penambahan berat kerak.
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat diambil dalam membuat makalah ini yaitu
sebagai berikut :

1. Bagaimana kematangan material organik?


2. Apa yang dimaksud dengan reservoir ?
3. Apa yang dimaksud dengan batuan induk ?
4. Bagaimana proses migrasi pada batuan induk ke batuan reservoir ?
5. Apa sajakah jebakan yang dapat menjebak hidrokarbon ?
6. Bagaimana seal / cap rock berperan dalam menjebak hidrokarbon ?

1.3 Tujuan
Tujuan yang dapat diambil dalam pembuatan makalah ini yaitu sebagai
berikut:

1. Untuk mengetahui kematangan material organik


2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan reservoir
3. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan batuan induk
4. Untuk mengetahui proses migrasi pada batuan induk ke batuan reservoir
5. Untuk mengetahui jebakan yang dapat menjebak hidrokarbon
6. Untuk mengetahui peranan seal / cap rock dalam menjebak hidrokarbon
BAB II

GEOLOGI REGIONAL

2.1 Struktur Geologi

Cekungan Gorontalo secara administratif terletak di Propinsi Gorontalo,


Sulawesi Tengah, memanjang arah timur-barat, luas 34.320 km², pada koordinat
120º5' - 120º50' BT dan 0º27' LU - 1º24' LS. Cekungan Gorontalo merupakan
salah satu cekungan sedimen di kawasan timur Indonesia yang diperkirakan
memiliki prospek migas. Batas cekungan berdasarkan pada anomali gaya berat
yang menunjukkan anomali negatif dan didukung oleh data isopach. Walpersdorf
et al., 1998 dan Kadarusman, 2004, beranggapan sumbu bukaan cekungan
Tomini-Gorontalo berarah timurlaut-baratdaya, sedangkan Hinschberger et al.
(2005) ke arah sebaliknya yaitu baratlaut-tenggara Batuan dasar cekungan
berumur Kapur, dengan ketebalan sedimen antara 500 - 2.000 m pada kedalaman
2.000 m. Cekungan Gorontalo merupakan salah satu cekungan sedimen di
kawasan timur Indonesia yang diperkirakan memiliki prospek migas. Batas
cekungan berdasarkan pada anomali gaya berat yang menunjukkan anomali
negatif dan didukung oleh data isopach. Cekungan ini belum tereksplorasi (Dirjen
Migas, 2003 dalam Balitbang DESDM, 2005) dan secara geologi termasuk dalam
cekungan sutura.

Cekungan ini berada di kawasan utara Sulawesi diapit oleh lengan timur
Sulawesi, disusun oleh batuan Komplek Ofiolit Sulawesi Timur dan batuan
sedimen Tersier terimbrikasi dan lengan utara Sulawesi yang disusun oleh batuan
gunung api Tersier - Kuarter (Lemigas, 2006). Bentuk cekungan itu sendiri tidak
ada informasi sebelumnya apakah berupa graben, half-graben atau lainnya.
Sedangkan berkaitan dengan posisi geografisnya, kemungkinan sumber sedimen
dominan berasal dari arah selatan Cekungan Gorontalo terbentuk akibat block-
faulting selama anjakan ke arah tenggara komplek ofiolit Sulawesi timur pada saat
tumbukan mikro kontinen Banggai-Sula. Cekungan tersebut secara cepat diisi
oleh endapan berumur Akhir Tersier-Kuarter sampai dengan ketebalan 5000m
(Hamilton, 1979). Arah pembukaan dan rotasi pembentukan Cekungan Gorontalo
yang berbeda menurut pendapat tiga ahli (Walpersdorf 1998, Kadarusman 2004
dan Hinschberger 2005).

Struktur utama Cekungan Gorontalo berarah barat-timur, cekungan ini muncul


dalam dua bagian berdasarkan konfigurasi kedalaman laut (bathymetric):

1. Sebelah barat Pulau Togan (Teluk Tomini), berkisar pada kedalaman


1.000 â-2.000 m.
2. Sebelah timur Pulau Togan, semakin dalam ke Laut Maluku melebihi
3.000 m.

Konfigurasi struktur cekungan ini secara umum mirip dengan Cekungan


Bone, bagian tengah kemungkinan terisi pada Neogen Tengah â Neogen Akhir
hingga saat sekarang, pada posisi cekungan volcano-magmatic arc dan cekungan
non-volcanic arc. Sesar-sesar mungkin berhubungan dengan bentukan graben
yang hadir di lepas pantai Poso di bagian baratdaya Teluk Tomini. Perbandingan
depresi utama bagian paling dalam antara Gorontalo dan Pulau Togan adalah
lebih dari 3 s (TWT) di atas akustik batuan dasar. Indikasi struktur tinggian batuan
dasar hanya teramati di bagian tengah cekungan.

Gambar 1. Lokasi Cekungan Gorontalo


Gambar 2. Struktur Geologi di Cekungan Gorontalo

2.2 Tektonik Geologi

Secara geologi, posisi Cekungan Gorontalo adalah hasil tumbukan


Lempeng Mikro Australia dengan Lempeng Sunda pada Mesozoikum. Kemudian
diikuti oleh regangan Sunda sebagai Lempeng Mikro Lhasa-Sikuleh yang
bertumbukan dengan Eurasia. Pada periode ini, tersebar pengendapan paparan
karbonat dengan beberapa intrusi yang berhubungan dengan proses volkanik -
Oligosen Miosen Tengah. Permian-Karbon (Konfigurasi Lempeng) Penelitian
pada umur ini masih sangat sedikit, penjelasan mengenai kerangka tektonik
Indonesia Timur di daerah ini hanya didukung oleh konfigurasi lempeng mikro.
Data tatanan tektonik terdahulu yang sering digunakan adalah model tektonik
Halmahera Tenggara sebagai Tertiary-derived terrain (Hall, 2002 dan Metcalf,
2002 dalam Jablonski dkk., 2007). Trias-Paleosen (Pre Break-up) Ketebalan
lempeng yang terpisah memperlihatkan konfigurasi lapisan yang rumit,
diinterpretasikan sebagai sisa pemekaran terdahulu. Lapisan-lapisan ini hadir di
sepanjang batas utara Cekungan Gorontalo. Pemisahan blok dimulai 205 jtl dan
kemudian bertumbukan dengan Sunda pada umur Kapur, kemudian sabuk ofiolit
terperangkap di antara kedua lempeng ini. Ofiolit yang tersingkap di darat telah
diintrusi oleh Granit Toboli berumur 96,37 jtl (Hall, 2002 dalam Jablonski dkk.,
2007). Eosen Awal-Eosen Tengah (Break-up Phase) Mengikuti tumbukan
Mangkalihat- Sulawesi Baratlaut dengan Sulawesi Timurlaut pada zaman Kapur,
Lempeng Mikro Lhasa-Sikeuleh bertumbukan dengan Lempeng Eurasia di
Burma-Sumatera bagian barat pada 51,5 jtl (Rowley, 1996 dalam Jablonski dkk.,
2007). Hal ini menyebabkan terjadinya rotasi Daratan Sunda searah jarum jam
dan terjadinya sejumlah bukaan tear rifts (Longley, 1997 dalam Jablonski dkk.,
2007) seperti pembukaan Teluk Bone, pembukaan Teluk Tomini/Cekungan
Gorontalo, subduksi Laut Sulawesi. Subduksi yang miring ke arah benua pun
(kira-kira ke arah barat saat itu) terjadi berkali-kali dan menghasilkan beberapa
periode magmatik dan volkanik di Sulawesi bagian barat (Satyana, 2014). Selama
periode ini, berkembang sejumlah endapan sungai - delta yang berpotensi
mengandung hidrokarbon (oil prone). Cekungan Gorontalo muncul dengan dua
deposenter sub-cekungan yang diperkirakan berhubungan dengan pemekaran
punggung Sulawesi di daerah utara dan mungkin juga memiliki hubungan dengan
Cekungan Bone di bagian selatan mendekati Zona Sesar Palu. Eosen Akhir -
Miosen Atas Periode signifikan bagi Sulawesi, pada kala ini terjadilah benturan,
collision, docking dua mikrokontinen Australia ke arah Sulawesi dari sebelah
tenggara (mikrokontinen Buton-Tukangbesi) dan dari sebelah timur
(mikrokontinen Banggai-Sula). Pada periode ini diperkirakan terjadi pembalikan
utama arah/polaritas busur-busur Sulawesi baik untuk busur magmatik maupun
jalur subduksinya dari semula cembung ke arah samudera menjadi cekung ke arah
samudera (ke arah timur pada kala ini). Pembalikan polaritas busur-busur
Sulawesi ini secara frontal adalah akibat benturan mikrokontinen dI Banggai-Sula
yang membenturnya di titik pusat Sulawesi, di bagian tengah, di pivot point-nya.
Bentuk “K” Sulawesi diperkirakan terjadi di kala ini. Sulawesi membalik dari
cembung ke timur menjadi cekung ke timur. Pembalikan busur-busur Sulawesi itu
terjadi melalui perpindahan massa kerak Bumi bernama ârotasiâ, Lengan
Tenggara berotasi melawan arah jarum jam sehingga membuka melebarkan Teluk
Bone di sebelah baratnya, Lengan Utara berotasi searah jarum jam sehingga
menutup Cekungan Gorontalo (Satyana, 2014). Skema pembentukan “K” pada
Pulau Sulawesi (Satyana, 2006) Miosen Atas - Resen Periode finalisasi
pembalikan busur-busur Sulawesi dan periode tectonic escape di Sulawesi.
Sebagaimana diteorikan, mengikuti benturan/collision maka akan ada post-
collision tectonic escape, maka setelah benturan Buton-Tukangbesi dan benturan
Banggai-Sula, terjadilah tectonic escape berupa sesar-sesar mendatar besar yang
meretakkan dan menggeser-geser Sulawesi. Sesar-sesar ini mengarah ke timur
umumnya, yaitu ke arah free oceanic edge saat itu sebagaimana teori tectonic
escape. Sesar-sesar mendatar besar Palu-Koro, Matano, Lawanopo, Kolaka, dan
Balantak terjadi melalui mekanisme post-collision tectonic escape. Tectonic
escape juga dimanifestasikan dalam bentuk retakan-retakan membuka,
ekstensional, di dalam area benturan Banggai-Sula atau Buton-Tukangbesi.

Dilihat dari tektoniknya, daerah penelitian ini termasuk dalam lengan utara
Sulawesi yang merupakan busur gunungapi yang terbentuk karena adanya
tunjaman ganda, yaitu Lajur Tunjaman Sulawesi Utara disebelah utara lengan
utara Sulawesi dan Lajur Tunjaman Sangihe Timur disebelah timur dan selatan
lengan utara (Simanjuntak 1986).

Penunjaman ini mengakibatkan adanya kegiatan magmatisme dan


kegunungapian yang menghasilkan batuan plutonik yang tersebar luas. Tunjaman
Sulawesi utara diduga aktif sejak awal Tersier dan menghasilkan busur gunungapi
Tersier yang terbentang dari sekitar Toli – toli sampai dekat Manado. Sedangkan
Tunjaman Sangihe Timur diduga aktif sejak awal kuarter dan menghasilkan lajur
gunungapi Kuarter dibagian Timur lengan utara Sulawesi dan menerus kearah
barat daya hingga Gunung Una – Una(Apandi dan Bachry, 1997).

Dilihat dari peta gorontalo bahwa terdapat beberapa zona yang diantaranya
Zona Pegunungan Utara Telongkabila-Boliohuto umumnya terdiri dari formasi-
formasi batuan gunung api berumur Miosen – Pliosen (kira-kira 23 juta hingga 2
juta tahun yang lalu). Umumnya terdiri dari batuan beku intermedier hingga asam,
yaitu batuan-batuan intrusif berupa diorit, granodiorit, dan beberapa granit.
Batuan lainnya merupakan batuan sedimenter bersumber dari gunung api terdiri
dari lava, tuf, breksi, atau konglomerat.
Zona kedua merupakan cekungan di tengah-tengah Provinsi Gorontalo,
yaitu Dataran Interior Paguyaman-Limboto. Dataran yang cukup luas yang
terbentang dari Lombongo sebelah timur Kota Gorontalo, menerus ke Gorontalo,
Danau Limboto, hingga Paguyaman, dan Botulantio di sebelah barat, merupakan
pembagi yang jelas antara pegunungan utara dan selatan. Dataran ini merupakan
cekungan yang diduga dikontrol oleh struktur patahan normal seperti dapat
diamati di sebelah utara Pohuwato di Pegunungan Dapi-Utilemba, atau di utara
Taludaa di Gunung Ali, Bone.
Sejak itu, proses-proses tektonik telah mengangkat laut ini menjadi lebih
dangkal yang akhirnya surut. Setelah menjadi dataran, cekungan ini menjadi
danau yang luas. Tetapi kembali terjadi proses pendangkalan hingga sekarang dan
hanya menyisakan Danau Limboto kira-kira seluas 56 km² dengan kedalaman 2,5
m yang merupakan kedalaman terdangkal dari seluruh danau di Indonesia
(Lehmusluoto dan Machbub, 1997). Proses-proses tektonik pengangkatan daratan
yang memang aktif di Indonesia Timur menyebabkan drainase menjadi lebih baik.
Air danaupun berproses menyurut dan sekarang ditambah dengan proses
sedimentasi dari perbukitan disekilingnya yang mempercepat proses
pendangkalan Danau Limboto.

Zona Pegunungan Selatan Bone-Tilamuta-Modello umumnya terdiri dari


formasi-formasi batuan sedimenter gunung api berumur sangat tua di Gorontalo,
yaitu Eosen – Oligosen (kira-kira 50 juta hingga 30 juta tahun yang lalu) dan
intrusi-intrusi diorit, granodiorit, dan granit berumur Pliosen. Batuan gunung api
tua umumnya terdiri dari lava basalt, lava andesit, breksi, batu pasir dan batu
lanau, beberapa mengandung batu gamping yang termetamorfosis. Seperti halnya
di utara, asosiasi batuan-batuan tersebut juga membawa pada kandungan mineral
logam emas yang ditambang secara manual oleh rakyat, seperti di Bone Pantai,
Tilamuta, dan Gunung Pani, Marisa.
Gambar 3. Tektonik di Sekitar Cekungan Gorontalo

2.3 Statigrafi Cekungan Gorontalo

Berdasarkan peta geologi lembar Tilamuta (S. Bachri, dkk, 1993) dan
lembar Kotamobagu (T.Apandi, dkk, 1997) dari Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi Bandung, stratigrafi wilayah Cekungan Limboto disusun
oleh formasi / satuan batuan sebagai berikut (Gambar 2.7):

a. Endapan Permukaan
1. Alwium (Qal),
2. Endapan Danau (Qpl),

b. Satuan Batuan Sedimen dan Gunungapi


1. Formasi Anombo (Teot), terdiri dari : lava basal, lava andesit, breksi
gunung api, dengan selingan batupasir wake, batupasir hijau, batulanau,
batu gamping merah, batugamping kelabu, dan sedikit batuan termalihkan.
2. Formasi Dolokapa (fmd), terdiri dari : batupasir wake, batulanau,
batulumpur, konglomerat, tuf, tuf lapili, aglomerat, breksi gunungapi dan
lava bersusunan andesit sampai basal.
3. Batuan Gunungapi Bilungala (Tmbv)
4. Satuan Breksi Wobudu (Tpwv)
5. Batuan Gunungapi Pinogu (TQpv)
6. Batugamping Klastik (TQI)
7. Batugamping Terumbu (QI),

c. Satuan Batuan Intrusi


1. Diorit Bone (Tmb),
2. Diorit Boliohuto (Tmbo)
3. Satuan Batuan Retas, terdiri dari : Andesit (Ta) dan Basal (fb).

Gambar 4. Skema rotasi lengan atas sulawesi


Gambar 5. Stratigrafi di Cekungan Gorontalo
BAB III

SISTEM PETROLEUM

3.1 Kematangan Material Organik

Maturity atau kematangan adalah proses perubahan zat-zat organic


menjadi hidrokarbon. Proses pematangan diakibatkan oleh kenaikan suhu di
dalam permukaan bumi dimana kematangan atau pematangan dibagi menjadi 3,
yaitu:

a. Immature : Adalah sourcerock yng belum mengalami perubahan menjadi


hidrokarbon
b. Mature : Adalah source rock yang sedang mengalami perubahan menjadi
hidrokarbon
c. Overmature: Adalah source rock yang telah mengalami pematangan
menjadi hidrokarbon

3.2 Reservoir

Reservoir Rock (Batuan Reservoir) Adalah batuan dimana minyak bumi


dan atau gas bumi dapat mengalir ke atau di dalamnya karena sifat batuannya
yang berporous (dan permeable), seperti batupasir atau batuan karbonat. Minyak
dan gas yang dihasilkan oleh source rock tidak harus bermigrasi sampai tersimpan
dalam suatu wadah, sebuah batuan yang memiliki porositas dan permebilitas
untuk meloloskan hidrokarbon. Batuan reservoir atau reservoir rock adalah
batauan yang dapat menyimpan fluida hidrokarbon karena memenuhi kriteria
yang memungkinkan fluida migas untuk kemudia tersimpan di dalam reservoir
tersebut. Batupasir (sandstone), memiliki banyak ruang pori dan juga permeable
untuk dapat menyimpan migas namun dengan semakin berkembangnya teknologi
dan penelitian yang dilakukan, banyak perusahaan yang menemukan keberadaan
minyak pada batuserpih (shale) oleh karena masuknya fluida migas pada rekahan
yang terdapat pada shale.
3.3 Batuan Induk

Ada beberapa pengertian dari batuan induk ataupun sorce rock yaitu
sebagai berikut :

a. Batuan induk (Source rocks) adalah batuan sedimen berbutir halus yang
memiliki kapabilitas sebagai sumber hidrokarbon (Waples, 1985)
b. Pengertian batuan induk adalah batuan sedimen yang sedang, akan, atau
telah menghasilkan hidrokarbon (Tissot and Welte, 1984 vide Peter and
Cassa, 1994).
c. Source rock adalah batuan karbonat yang berasal dari zat-zat organic yang
terendapkan oleh batuan sedimen. Sehingga tidak terjadi siklus carbon
seperti selayaknya. Justru karbonat terendapkan dan menjadi batu. Jadi,
batuan induk itu adalah batuan sedimen yang bisa menghasilkan
hidrokarbon. Pada bukti yang terdapat pada data-data geokimia,
hidrokarbon berasal dari material organik yang terkubur dalam batuan
sedimen yang disebut batuan induk. Untuk mengetahui dan
memperkirakan distribusi dan jenis dari batuan induk dalam ruang dan
waktu, sangat penting untuk mengetahui sumber biologis dari petroleum.
Lapisan batuan induk (source beds) terbentuk ketika sebagian kecil dari
karbon organik yang bersikulasi dalam siklus karbon di bumi tekubur
dalam lingkungan sedimentasi dimana oksidasi terhalang untuk dapat
berlangsung.

3.4 Migrasi

Migrasi adalah Pergerakan hidrokarbon dari sumber mereka ke batuan


reservoir. Migrasi Adalah berpindahnya minyak dan gasbumi dari sumbernya ke
posisi perangkap melalui batuan permeable atau rekahan akibat adanya sesar. Dari
jumlah hidrokarbon yang terbentuk hanya 1% saja yang bermigrasi dan
terperangkap, sisanya hilang ke permukaan bumi. Pergerakan hidrokarbon baru
yang dihasilkan keluar dari batuan induk mereka adalah migrasi utama, disebut
juga expulsion.

a. Gerakan lebih lanjut dari hidrokarbon dalam batuan reservoir kedalam


perangkap hidrokarbon atau daerah lain akumulasi adalah migrasi
sekunder.
b. Migrasi biasanya terjadi dari daerah struktural rendah ke daerah yang lebih
tinggi di bawah (dari tekanan tinggi ke rendah)
c. Permukaan karena daya apung relatif hidrokarbon dibandingkan dengan
batuan sekitarnya.
d. Migrasi dapat lokal atau dapat terjadi di sepanjang jarak ratusan kilometer
di cekungan sedimen yang besar, dan penting untuk pembentukan sistem
petroleum yang layak.

3.5 Jebakan

Sebuah konfigurasi batuan yang cocok untuk menjebak hidrokarbon oleh


formasi yang relatif kedap melalui mana hidrokarbon tidak akan bermigrasi.
Perangkap digambarkan sebagai :

a. Perangkap Structural : Perangkap Hidrokarbon yang terbentuk dalam


struktur geologi seperti lipatan dan patahan.
b. Perangkap Stratigrafi : Perangkap Hidrokarbon yang dihasilkan dari
perubahan jenis batuan atau pinch-out, ketidakselarasan, atau fitur sedimen
lainnya seperti terumbu atau buildups.
c. Perangkap Kombinasi : Kombinasi antara struktural dan stratigrafi.
Dimana pada perangkap jenis ini merupakan faktor bersama dalam
membatasi bergeraknya atau menjebak minyak bumi. Jebakan merupakan
komponen penting dari sistem petroleum.
3.6 Seal / Cap rock

Karena besarnya tekanan ribuan kaki di bawah permukaan bumi, minyak


terdorong untuk pindah ke daerah denga tekanan lebih rendah. Jika hal tersebut
dibiarkan , maka minyak akan terus bergerak ke atas sampai di permukaan atau di
atas tanah. Meskipun rembesan atau seeps ini menandakan adanya minyak di
bawah tanah, hal ini juga minyak dan gas menyebar secara tidak beraturan atau
dapat dikatakan melarikan diri, dan itu berarti bahwa banyak tidak banyak lagi
migas yang tersisa di bawah permukaan untuk ditemuka. Tidak seperti batuan
reservoir yang bertindak seperti spons, seal rock bertindak seperti dinding dan
langit-langit yang menghalangi cairan untuk bergerak melaluinya. Batuan
reservoir umumnya adalah batuan yang tidak memiliki ruang pori.

Kehadiran dari petroleum play akan sangat tergantung dari adanya


kehadiran batuan tudung (caprock) regional atau batuan penutup (seal). Adanya
batuan penutup ini tidak hanya menentukan efisiensi dari sistem mekanisme
perangkap petroleum, tetapi juga akan mempengaruhi arah migrasi petroleum
ketika keluar dari batuan induk. Kontinuitas dari batuan penutup secara regional
akan menentukan apakah cekungan akan mempunya sistem migrasi yang vertikal
atau lateral.
a. Syarat batuan penutup
Prinsip fisika dasar yang menentukan keefektifan batuan penutup sama
dengan prinsip yang mengontrol migrasi sekunder dari petroleum. Suatu batuan
penutup akan efektif jika tekanan kapiler lebih besar dari tekanan buoyancy ke
atas yang terjadi akibat terkumpulnya kolom hidrokarbon di bawahnya. Tekanan
kapiler dari batuan penutup secara dominan merupakan fungsi dari ukuran pori
batuan yang secara lateral mungkin bervariasi.

b. Jenis batuan penutup


Survey di dunia menunjukkan bahwa litologi yang efektif untuk batuan
penutup adalah batuan klastik yang berbutir halus dan evaporit. Ductility adalah
satu syarat yang penting, terutama pada daerah yang terganggu oleh proses
tektonik. Salt dan anhidrit adalah batuan yang paling ductile, diikuti oleh organic-
rich shales. Batuan penutup tidak perlu terlalu tebal untuk efektif asalkan secara
lateral mereka tetap ada dan menerus. Kedalaman batuan penutup tidak terlalu
penting, dimana batuan penutup ini biasanya akan efektif pada bermacam-macam
kedalaman. Faktor-faktor yang berpengaruh pada keefektifan batuan penutup
adalah litologi, ductility, ketebalan, kontinyuitas secara lateral dan kedalaman.

c. Sesar sebagai seal leaks


Jika pada suatu seal terdapat adanya sesar, maka hal ini dapat
dimungkinkan telah terjadi suatu seal leaks. Seal leaks terjadi jika fluida yang
dapat mengalir keluar melalui ‘leak’ yang terdapat pada seal tersebut.
Dikarenakan adanya rekahan dan zona lemah yang biasanya menyertai sesar,
maka fluida akan dapat mengalir keluar melalui sesar tersebut.

d. Pengertian perangkap
Perangkap merupakan suatu kondisi geologi di bawah permukaan yang
menjadi tempat akumulasi petroleum dan membatasi adanya migrasi petroleum ke
arah permukaan bumi. Industri eksplorasi hidrokarbon sangat berkepentingan
dalam menemukan tempat akumulasi petroleum ini.

e. Jenis perangkap
Tujuan utama dari klasifikasi perangkap adalah untuk melakukan satu
perbandingan antara satu prospek, atau satu play dengan yang lain. Suatu tipe
perangkap tertentu dalam suatu cekungan mungkin ditunjukkan oleh distribuasi
ukuran lapangan dan rasio sukses pemboran yang berbeda. Klasifikasi perangkap
lebih jauh lagi akan menunjukkan suatu estimasi yang berguna tentang prospek,
volume dari petroleum play dan juga resiko (risk) nya. Terdapat berbagai macam
perangkap, antara lain:
- Perangkap struktur
Perangkap struktur adalah perangkap yang diakibatkan oleh tektonik,
diapirisme, proses gravitasi dan kompaksi. Peragkap jenis ini merupakan sumber
utama cadangan petroleum yang telah ditemukan. Satu point yang penting dari
perangkap ini adalah pergerakan terjadi pada isi cekungan (basin fill) pada suatu
saat setelah terjadinya proses deposisi. Perkembangan dari kebanyakan perangkap
struktur dapat diketahui dari mekanisme pembentukan cekungan, setting tektonik
dan sejarah penimbunan dari isi cekungan (basin-fil).

- Perangkap stratigrafi
Perangkap stratigrafi adalah perangkap yang dihasilkan oleh perbedaan
kelompok stratigrafis baik secara lateral ataupun vertikal. Geometri dari
perangkap jenis ini berasal dari morfologi pengendapan dari pengisian cekungan
yang asli, atau dari perubahan diagenesa. Suatu perangkap stratigrafi yang paling
banyak diketahui adalah akibat dari perubahan fasies atau ketidaselarasan
(unconformity), dan dapat juga termasuk tertutupnya pori oleh biodegraded oil,
gas hidrat atau permafrost.

- Perangkap kombinasi,Mono sealing surface trap,Poly sealing surface trap


Mayoritas lapangan minyak raksasa sejauh ini ditemukan pada suatu
perangkap antiklin.

Gambar 6. Sistem Petroleum


BAB IV

PROSPEK HIDROKARBON

Gambar 7. Peta tunjuk lokasi daerah Gorontalo

Untuk mengetahui prospek hidrokarbon, maka tentunya hal yang perlu


dilakukan adalah melakukan penelitian atau metode-metode tertentu di zona atau
wilayah yang dianggap memiliki kemungkinan terdapatnya hidrokarbon. Pada
beberapa tahun terakhir ini, para ahli baik itu dari geologist, geophysicist maupun
pakar-pakar yang menggeluti ilmu kebumian melihat fenomena cekungan sebagai
prospek hidrokarbon yang menjanjikan. Umumnya, semua material-material yang
berasal dari darat akan terakumulasi pada suatu cekungan dimana seiring
berjalannya waktu maka jika dikaitkan dengan pembentukan hidrokarbon
material-material organic atau organic matter yang kemudian terendapkan pada
suatu cekungan akan menjadi cikal bakal dari penemuan hidrokarbon di cekungan
tersebut.
Metode screening dan ranking merupakan satu cara yang bisa dilakukan
dalam rangka meminimalisir kegagalan dalam kegiatan eksplorasi migas. Metode
ini dilakukan untuk memilih lokasi yang melalui proses penilaian/scoring dengan
dua tahap, yaitu tahap pertama berdasarkan data geologi dan geofisika (G & G)
dan tahap kedua berdasarkan keberadaan data dan posisi geografis. Pada tahap
pertama scoring dilakukan berdasarkan data indikasi migas, sistem petroleum,
intensitas tektonik, ketebalan sedimen, tipe cekungan, umur sedimen dan jenis
lempeng/basement, sedangkan tahap kedua scoring menggunakan data kegiatan
eksplorasi, seismic lines spacing, dimensi cekungan, open area dan lokasi
(onshore/offshore).
Berdasarkan hasil ranking yang dilakukan oleh Tri muji Susantoro dan
Herru Lastiadi Setiawan, maka pada tahap pertama diperoleh peringkat cekungan
dari 46 cekungan sedimen yang dilakukan khusus di KTI (Kawasan Timur
Indonesia) dan dilakukan dengan mengacu pada beberapa kriteria seperti pada
tabel berikut:
Tabel 1 Ranking/peringkat cekungan tahap 1 berdasarkan data G & G
Dari hasil seleksi tahap pertama, kemudian dilakukan seleksi tahap kedua
untuk memperoleh peringkat cekungan 20 besar terbaik sperti pada tabel berikut:

Tabel 2 Peringkat cekungan untuk tahap II berdasarkan keberadaan data dan


lokasi geografis.

Pada tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat beberapa cekungan produksi,


cekungan yang telah mendapat penemuan hidrokarbon dan cekungan yang belum
ada penemuan. Cekungan Gorontalo merupakan salah satu dari beberapa
cekungan yang masuk dalam kategori belum ada penemuan. Sehingga, untuk
prospek hidrokarbon di cekungan belum diketahui pasti walaupun nama cekungan
Gorontalo ini sempat melambung beberapa tahun belakangan ini dimana
sedimennya cukup tebal, bertumpuk-tumpuk dari umur Trias sampai Paleogen,
atau sekitar 250 juta tahun. Semua ini menjadi terbuka diketahui setelah sebuah
perusahaan seismik melakukan survei seismik marin di Teluk Tomini yang dalam
ini pada tahun 2006 Gorontalo yang berada di teluk Tomini tersebut memiliki
kedalaman yang cukup dalam yakni 2000 m. Adapun cekungan Gorontalo ini
memiliki kedalaman yang cukup dalam yakni kurang lebih 2000 m. Minimnya
survey yang dilakukan di cekungan Gorontalo untuk memperoleh data valid
tentang sistem petroleum menjadi salah satu dari sekian hal yang membuat
sulitnya dilakukan penentuan prospek hidrokarbon di cekungan tersebut walaupun
sistem petroleum sudah bekerja di beberapa cekungan yang belum ada penemuan
termasuk di cekungan Gorontalo. Sehingga untuk menjelaskan secara rinci
mengenai sistem petroleum di cekungan Gorontalo sangat sulit dijelaskan
dikarenakan belum ada kegiatan produksi dan data data pelengkap mengenai
gambaran bawah permukaan di sekitar cekungan gorontalo.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Cekungan Gorontalo merupakan salah satu cekungan sedimen di kawasan


timur Indonesia yang diperkirakan memiliki prospek migas. Cekungan Gorontalo
yang lautnya sedalam maksimal 2000 m. Diapit dua cekungan yang dalam dibarat
dan timur, Leher Sulawesi ibarat sebuah tanah genting. Cekungan ini salah satu
dari beberapa cekungan yang masuk dalam kategori belum ada penemuan.
Sehingga, untuk prospek hidrokarbon di cekungan belum diketahui pasti
walaupun nama cekungan Gorontalo ini sempat melambung beberapa tahun
belakangan ini dimana sedimennya cukup tebal, bertumpuk-tumpuk dari umur
Trias sampai Paleogen dan Bentuk cekungan itu sendiri tidak ada informasi
sebelumnya apakah berupa graben, half-graben atau lainnya. Sedangkan berkaitan
dengan posisi geografisnya, kemungkinan sumber sedimen dominan berasal dari
arah selatan Cekungan Gorontalo terbentuk akibat block-faulting selama anjakan
ke arah tenggara komplek ofiolit Sulawesi timur pada saat tumbukan mikro
kontinen Banggai-Sula.terbentuknya cekungan gorontalo diakibatkan adanya
aktiitas lempeng tektonik.

5.2 Saran

Saran yang dapat diambil dari makalah ini agar selalu dilakukan koreksi-
koreksi dan masukan yang bersifat membangun yang dapat menberikan
pemahaman dan ilmu yang benar dan tepat sehingga juga dapat bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA

Jablonski, D., Priyono, P., Westlake, S., Larsen, O. A., 2007, Geology and
Exploration Potential of the Gorontalo Basin, Central Indonesia-Eastern
of the North Makassar Basin, Indonesian Pet. Assoc., 31st Annual
Convention Proceeding. PERTAMINA dan BEICIP - FRANLAB, 1992,
Global Geodynamics, Basin Classification and Exploration Play-Types In
Indonesia, Vol. I, PERTAMINA, hal.209.42 Proceedings.

Kingstone, J., 1978, Oil and Gas Generation, Migration and Accumulation in the
North Sumatera Basin,Indonesian Pet. Assoc., 7thAnnual Convention

Migasreview.com, 2013, Tiga Sumur Eksplorasi di Wilayah Indonesia


Timur Temukan Cadangan Migas, http://migasreview.com/ tiga-sumur-
eksplorasi-di-wilayah-indonesiat m u r - t e m u k a n - c a d a n g a n -
migas.html#sthash.78FnZcCP.dpuf.

Mulhadiono, Sutomo, J.A., 1984, The Determination of Economic Basement of


Rock Formation in Exploring the Langkat-Medan Area, North Sumatera
Basin, Indonesian Pet. Assoc., 13th Annual Convention Proceedings.

Neben, S., 2003, Seismik Stratigraphy of the Celebes Sea, IAGI 32nd and HAGI
28th Annual Convention and Exhibition. Jakarta.Peter KE and Cassa MR.,
1994, Applied Source Rock Geochemistry, in Magoon
LB and Dow WG, 1994, The Petroleum System from Source to
Trap,AAPG Memoir 60, p. 93-117

Anda mungkin juga menyukai