Ipi178634 PDF
Ipi178634 PDF
Ipi178634 PDF
Acep Saifullah
Universitas Ibnu Khaldun (UIK) bogor
Jl. KH. Sholeh Iskandar Km. 2 Kd, Badak Bogor
E-mail: acep_saifullah@yahoo.co.id
Abstract: Drugs in Islamic Law and Positive Law: A Comparative Study. Indonesia is threatened
by the danger of drug trafficking (narcotics, psychotropic and other addictive substances) and its
misuse. Indonesia is a target of various subversive activities but the provisions of the law as tools or
implementation of prevention still have a lot of shortcomings. Positive Law sanctions (Law no. 5
1997, Law no. 22 1997) are perceived not worth enough that it does not give deterrent effect to drug
offenders. Alternative law is required (read: Islamic Law) since Islamic law is also an integral part of
Indonesian national law. It can provide responsive and anticipatory solutions to drug problems in
Indonesia.
Keywords: had, ta’zir, qiyas
Abstrak: Narkoba dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif: Sebuah Studi
Perbandingan. Indonesia cukup rawan terhadap ancaman bahaya peredaran narkoba (narkotika,
psikotropika dan bahan adiktif lainnya) dan penyalahgunaannya. Indonesia merupakan sasaran
pelbagai kegiatan subversi tetapi hukum sebagai perangkat ketentuan, maupun alat ataupun
pelaksanaan pencegahan masih banyak kekurangan. Sanksi Hukum Positif (UU No. 5 tahun 1997,
UU No. 22 tahun 1997) dirasakan tidak setimpal, sehingga tidak menjerakan pelaku tindak pidana
narkoba. Diperlukan adanya alternatif hukum (baca: Hukum Islam) mengingat Hukum Islam juga
merupakan bagian integral dari hukum nasional Indonesia yang dapat memberikan solusi yang
responsif dan antisipatif terhadap permasalahan narkoba di Indonesia.
Kata Kunci: had, ta’zir, qiyas
47
48| AL-‘ADALAH Vol. XI, No. 1 Januari 2013
1
Misbâh al-Munîr, Al-Qâmus Muhîth, (Bayrut: Dâr al-
Fikr, t.t.), h. 567, lihat pula Muhammad ‘Alî Al-Sayis, Tafsîr 4
Satria Effendi M. Zein, Kejahatan terhadap Harta dalam
Ayât al-Ahkâm, jilid ke-1, (Mesir: ‘Ali Shâbih wa ‘Auladuh, t.t.), Perspektif Hukum Islam, dalam Pidana Islam di Indonesia:
h. 119. Peluang, Prospek dan Tantangan, ed. Jaenal Arifin, M. Arskal
2
Yanuar Sadewa, Bimbingan dan Penyuluhan Islam ter Salim GP, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), h.107.
hadap Bahaya Narkoba, makalah Badan Narkotika Nasional 21 5
Satria Effendi M. Zein, Kejahatan terhadap Harta dalam
Agustus 2007. Perspektif Hukum Islam, h. 107.
3
Ahmad Warson al-Munawir, al-Munawir Kamus Arab- 6
A. Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta:
Indonesia, (Yogyakarta: Agustus, 1984), h. 351, lihat pula Bulan Bintang, 1976), h.10, lihat pula H. A. Djazuli, Fiqh
Muhammad al-Hawari, Narkoba Kesalahan dan Keterasingan, Jinâyah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam), (Jakarta:
(Riyadh: 1408 H.), h.156. PT Raja Grafindo Persada, 1996), h. 1.
Acep Saipullah: Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif |49
Rasulullah Saw. mencambuk bagi peminum mempunyai akibat dan dampak yang lebih
khamr/pecandu Narkoba 40 kali, Abû Bakar luas dan bahkan lebih berbahaya dari khamr
mencambuk 40 kali, dan ‘Umar mencambuk itu sendiri. Apalagi jika over dosis akan
80 kali, kesemuannya itu sunnah dan inilah mengakibatkan kematian bagi pemakainya.
yang lebih saya senangi (yaitu 80 kali)”. (HR. Selain itu pula akan menimbulkan tindakan-
Muslim).11 tindakan pidana yang destruktif, seperti
Sementara itu Abû Hanîfah, Mâlik pencurian, perkosaan, pembunuhan dan
dan Ahmad berpendapat bahwa hukuman sebagainya.
bagi peminum khamr 80 kali cambuk. Hal Berdasarkan ketentuan hukum di atas,
ini didasarkan pada tindakan ‘Umar bin baik had maupun ta’zîr, penyalahgunaan
Khattab, di mana menurut mereka sudah narkoba dengan segala pertimbangan yang
menjadi ijma’ pada masa khalifah ‘Umar diakibatkannya cukup kompleks. Sehingga
bin Khattab karena tidak seorangpun dari menurut analisis penulis melalui analisa
sahabat mengingkarinya. qiyas dengan khamr, maka penyalahgunaan
Dalam hal atsar ‘Umar ini, yaitu yang narkoba dapat dikenakan gabungan sanksi
menetapkan 80 kali cambuk sebagai had bagi hukuman yaitu hukuman had dan ta’zîr.
peminum khamr Imam Syâfi’î, menanggapai Mengenai penggabungan antara had
bahwa sanksi 80 kali cambuk itu merupakan dan ta’zîr ini, para ulama pada umum
had,12 tetapi hanya sebagai ta’zîr,13 karena nya membolehkan selama memungkinkan.
hukuman had bagi peminum khamr sebanyak Misalnya dalam mazhab Mâlikî dan Syâfi’î
40 kali cambuk seperti yang dipraktikkan menggabungkan hukuman bagi peminum
oleh Rasulullah. khamr/pemakai narkoba yaitu dengan me
Perbedaaan hukuman ta’zîr dengan nambahkan 40 kali cambukan.15
hukuman had, menurut Imam al-Mawârdi14
yaitu memberikan sanksi ta’zîr kepada 3. Cara pencegahan dan penanggulangan
orang yang sering melakukan kejahatan, narkoba
sedangkan dalam hukuman had tidak ada
Mengenai cara pencegahan narkoba dalam
perbedaan. Dalam hukuman had tidak
perspektif Hukum Islam ini penulis meng
boleh diberikan maaf, sedangkan dalam
ungkapkan beberapa hal yaitu:
ta’zîr ada kemungkinan pemberian maaf.
Hukuman had itu memungkinkan bisa a). Bimbingan agama (Dakwah Islamiyah)
menimbulkan kerusakan tubuh dan jiwa Mengenai bimbingan agama (dakwah
terhukum, sedangkan dalam hukuman ta’zîr Islamiyah) terhadap pencegahan narkoba
terhukum tidak boleh sampai mengalami ini hendaknya memperhatikan be
kerusakan itu. berapa hal. Pertama, pihak-pihak yang
Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan menangani bimbingan agama (Dakwah
penyalahgunaan narkoba, seperti diketahui Islamiyah) ini hendaknya terdiri dari
pelbagai aspek disiplin ilmu yang terdiri
dari: ulama (kiyai/ustadz), psikolog,
11
Abû Zakariya Yahya bin Syaraf al-Nawâwi, Syarah
kriminolog, psikiater, dokter, praktisi
Shahîh Muslim, (Bayrut: Dâr al-Fikr, t.t.), h. 1331-1332. hukum, sosiologi, aparat keamanan
12
Had merupakan hukuman yang ditetapkan oleh Syâri’ (polisi) dan pihak-pihak lain yang terkait
yaitu Allah.
13
Hukuman ta’zîr merupakan hukuman yang didasarkan dalam permasalahan narkoba ini. Kedua,
atas pertimbangan hakim (imam) yang dilaksanakan karena di persiapan yang matang dan perencanaan
pandang perlu untuk memberikan pelajaran kepada palakunya
demi menjaga kemaslahatan umat manusia itu sendiri
��
Sebagaimana yang dikutip oleh H. A. Djazuli, Fiqh
Jinâyah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam), h. 220- 15
H. A. Djazuli, Fiqh Jinâyah (Upaya Menanggulangi
221 dari al-Mawardi, al-Ahkâm al-Sulthâniyyah, h. 237-238. Kejahatan dalam Islam), h.162.
Acep Saipullah: Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif |51
26
Tim Pelaksana Program Pendidikan Remaja Sebaya 28
Anton M. Muliono, (penyunting), Kamus Besar Bahasa
Palang Merah Indonesia, Pedoman Pelatihan Remaja Sebaya Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h.6.
tentang Kesehatan dan Kesejahteraan Remaja, h. 115. 29
Dadang Hawari, Penyalahgunaan Narkotika dan Zat
27
Tim Pelaksana Program Pendidikan Remaja Sebaya Adiktif, (Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Palang Merah Indonesia, Pedoman Pelatihan Remaja Sebaya 1991), h.43
tentang Kesehatan dan Kesejahteraan Remaja, h.115. 30
Soedjono Dirdjono Sisworo, Alkoholisme, h, 80.
54| AL-‘ADALAH Vol. XI, No. 1 Januari 2013
Zat adiktif ini sering pula disebut 1997 tentang Psikotropika. Jika pecandu
dengan Zat Psikoaktif yaitu “zat yang mem narkoba yang menggunakan narkotika dan
punyai pengaruh pada sistem saraf pusat (otak) sejenisnya maka terkena sanksi hukuman
sehingga bila digunakan akan mempengaruhi penjara 4 atau 2 atau 1 tahun tergantung
kesadaran, perilaku, pikiran dan perasaan”. jenis pemakaian golongan narkotika yaitu
Penyalahgunaan zat psikoaktif ini merupakan pasal 84 Undang-Undang No. 22 tahun 1997
suatu pola penggunaan zat yang bersifat tentang Narkotika. Pasal 85 Undang-Undang
patologik (tidak sehat). Paling sedikit satu No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika 32
bulan lamanya sedemikian rupa penggunaanya menyatakan bahwa:
sehingga menimbulkan gangguan pada fungsi Barangsiapa tanpa hak dan melawan
sosial dan pekerjaan. Penekanan satu bulan hukum:
lamanya tidak boleh diterjemahkan secara a. menggunakan narkotika golongan I bagi
harfiah, namun menunjukan demikian diri sendiri, dipidana dengan pidana
seringnya sehingga menimbulkan gangguan penjara paling lama 4 (empat) tahun;
fungsi sosial.31
b. Menggunakan narkotika golongan II
Berdasarkan definisi-definisi yang ter bagi diri sendiri, dipidana dengan pidana
ungkap di atas, dapat diambil konklusi yang penjara paling lama 2 (dua) tahun;
signifikan bahwa narkotika, psikotropika,
alkohol dan zat adiktif merupakan bahan- c. Menggunakan narkotika golongan II
bahan yang dapat memberikan pengaruh bagi diri sendiri, dipidana dengan pidana
secara langsung terhadap sistem kerja syaraf, penjara paling lama 1 (satu) tahun.
menimbulkan perubahan-perubahan khusus Dan jika pecandu narkoba menggunakan
kepada fisik, dan penggunaan yang secara psikotropika dan sejenisnya selain untuk
berlebihan akan menimbulkan perubahan- kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau
perubahan khusus pada fisik dan penggunaan ilmu pengetahuan maka diancam dengan
yang secara berlebihan akan mengakibatkan hukuman yang disamakan dengan para
ketergantungan pada diri pemakainya, dan pengedar narkoba yaitu dipidana denda
jika dilihat dari sifat adiksinya, maka baik paling sedikit Rp. 150.000.000,- dan paling
narkotika, psikotropika, maupun alkohol banyak Rp. 750.000.000,- sebagaimana di
ketiganya dapat digolongkan kepada zat dalam pasal 59 ayat (1) Undang-Undang
adiktif yang bersifat psiko-aktif. No.5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
Bunyi dari ketentuan pidana pasal 59
Ketetapan Pidana yang Berkaitan ayat (1)33 secara lengkap yaitu:
dengan Narkoba Menurut Undang- (1) Barang siapa:
Undang Narkotika dan Psikotropika a. Menggunakan psikotropika golongan I
Sanksi Hukum Bagi Pecandu Narkoba selain dimaksud dalam pasal 4 ayat (2),
Sanksi hukuman bagi pemakai (pecandu) atau
narkoba menurut hokum positifdi Indonesia b. Memproduksi dan/atau mengguna kan
berdasarkan kepada dua ketentuan yaitu dalam proses produksi psikotropika
Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang golongan I sebagaimana dimaksud dalam
Narkotika dan Undang-Undang No. 5 Tahun pasal 6, atau
31
Asliati Asril, Penyalahgunaan Narkotika, Alkohol Psikotropika
dan Zat Adiktif Lainnya (NAPZA). Makalah dalam Seminar 32
Redaksi Sinar Grafika, Undang-undang Narkotika dan
Keperawatan “Kiat Penanggulangan Penyalahgunaan NAPZA” yang Psikotropika, ( Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, November 1999),
diselenggarakan oleh YAYASAN FLORENCE NIGHTINGALE h. 41.
INDONESIA The Indonesian Florence Nightingale Foundation, 33
Redaksi Sinar Grafika, Undang-undang Narkotika dan
di Auditorium PK St. Carolus, Jakarta, 20 Nopember 1999. Psikotropika, h. 103-104.
Acep Saipullah: Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif |55
kepada hadis Nabi Muhammad. Menyikapi dalam rangkaian peredaran narkoba, setelah
hadis Nabi yang terurai pada bab sebelumnya, produsen (pembuat narkoba) kemudian
para ulama bersepakat bahwa bagi para baru pemakai narkoba. Sehingga sangat laik
pemakai khamr (Narkoba) dikenakan had pengedar apalagi produsen narkoba dijatuhi
berupa hukuman dera atau cambuk, baik hukuman mati yang merupakan hukuman
sedikit ataupun banyak. 38 Tetapi para ta’zîr di dalam hukum Islam.
ulama berbeda pendapat mengenai berat Sedangkan sanksi hukuman yang di
ringannya sanksi hukuman tersebut. Dari berikan bagi pengedar narkotika menurut
kalangan mazhab Mâlikiyah dan Hanâfiyah hukum positif di Indonesia, yaitu dengan
berpendapat bahwa pemakai Narkoba pidana minimal pidana penjara 2 tahun dan
dikenakan sanksi 80 kali cambuk, sementara pidana maksimal pidana hukuman mati atau
itu dari mazhab Syâfi’iyah menyatakan seumur hidup. Sebagaimana yang diatur
bahwa pecandu narkoba diberikan sanksi dalam BAB XII yaitu pasal 78, 79, 80, 81,
cambuk 40 kali. Sedangkan dari mazhab 82, 83, 84, 87 dan pasal 96, 97, 98, 99 dan
Hambali terjadi perbedaan pendapat, yaitu pasal 100, Undang-undang No. 22 tahun
ada yang berpendapat 80 kali cambuk dan 1997 tentang Narkotika. Sedangkan sanksi
yang lainnya berpendapat hanya 40 kali hukuman yang diberikan bagi para pengedar
cambuk. psikotropika dengan pidana minimal pidana
Imam Syâfi’i menyatakan bahwa had penjara 4 tahun dan pidana maksimal pidana
bagi pecandu narkoba adalah 40 kali mati atau seumur hidup atau pidana penjara
cambuk, hal didasarkan kepada tindakan 20 tahun yang diatur dalam BAB XIV yaitu
‘Ali ibn Abî Thalib yang mencambuk Walîd pasal 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 68,
ibn Uqbah dengan 40 kali cambuk, hal 69, 70, 71 dan pasal 72, Undang-undang
ini pula merupakan sanksi hukum yang No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika.
diperintahkan Rasulullah yang dilaksanakan
pada saat Abû Bakar al-Shiddiq menjabat 3. Pemberlakuan atau penerapan hukum
khalifah. narkoba
Berdasarkan kepada hadis riwayat Ibn Mengenai pemberlakuan atau penerapan
Mâjah bahwa Rasulullah bersabda: hukum narkoba di dalam hukum Islam
Apabila Mereka meminum khamr, maka dan hukum positif penulis mengemukakan
pukullah mereka. Kemudian jika mereka tentang sanksi hukuman yang diberikan
kembali minum, maka pukul lagi mereka. kepada pemakai/pecandu dan pengedar
Jika mereka kembali lagi, maka pukul lagi narkoba. Dalam hal sanksi hukuman bagi
dan jika mereka kembali lagi, maka bunuhlah pengedar narkoba di dalam hukum Islam
mereka. (Ibn Majjah). tidak dikodifikasikan dalam sebuah undang-
Kiranya dapat dijadikan pegangan di undang tersendiri dalam hukum positif
dalam menentukan hukuman bagi pe di Indonesia. Sedangkan Undang-undang
ngedar narkoba. Seseorang dapat dihukum Narkoba di Indonesia telah dikodifikasikan
dengan hukuman mati setelah beberapa dalam sebuah undang-undang dan telah
kali melakukan meminum khamr (sudah dilaksanakan (diundangkan) sejak tahun
menjadi pecandu narkoba). Jika peminum/ 1997 (baca: Undang-Undang No. 22 Tahun
pecandu narkoba dapat dihukum dengan 1997 tentang Narkotika dan Undang-
hukuman mati, apalagi pengedarnya. Hal ini Undang No. 5 Tahun 1997 tentang
disebabkan pengedar merupakan posisi kedua Psikotropika) yang mempunyai kekuatan
mengikat bagi seluruh warga Negara
Indonesia dan warga Negara asing yang
38
Ibn Rusyd, Bidâyah al-Mujtahid, Jilid II, (Bayrût: Dâr
al-Fikr, 1995), h. 364. berada di wilayah Indonesia.
Acep Saipullah: Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif |59