Anda di halaman 1dari 11

Obgyn

Ginjal
Selama kehamilan normal, aliran darah ginjal
dan laju filtrasi
glomerulus meningkat secara bermakna (lihat Bab5,
129 dan Appendiks). Dengan memburuknya
preeklamsia,
mungkin timbul sejumlah perubahan anatomis dan
patofisiologis yang reversibel. Yang penting
secara klinis,
perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus berkurang.
Kadar yang
jauh lebih rendah dari nilai normal saat tidak
hamil jarang
terjadi dan hanya sebagai komplikasi penyakit berat
hal.
Filtrasi glomerulus yang sedikit berkurang dapat terjadi
akibat penurunan volume plasma. Sebagian
besar penurunan
ini kemungkinan timbul akibat meningkatnya
resistensi ar-
teriol aferen, yang dapat meningkat hingga
lima kali lipat
(Conrad dkk., 2009). Terdapat juga perubahan
morfologis
yang ditandai dengan endoteliosis glomerulus
yang menyum
bat sawar filtrasi. Penurunan filtrasi menyebabkan nilai
kreatinin serum meningkat hingga mencapai
nilai pada pe
rempuan tidak hamil, yaitu, 1 mg/mL, tetapi
kadang-kadang
bahkan lebih tinggi lagi (Lindheimer, 2008a)
Pada kebanyakan perempuan preeklamtik,
kadar natrium
urin meningkat. Osmolalitas urin, rasio kreatinin urin:
plasma, dan ekskresi natrium fraksional
juga merupakan
penanda keterlibatan mekanisme prerenal.
Kirshon dkk.,
(1988) menginfuskan dopamine intravena
pada perempuan
oligurik dengan preeklamsia, dan vasodilator
ginjal ini me
peningkatan keluaran urin, ekskresi natrium
fraksional, dan bersihan air bebas. Seperti
yang diperlihatkan
pada Gambar 34-6, infus kristaloid meningkatkan
tekanan
pengisian ventrikel kiri, dan meskipun
oliguria membaik
ementara, infus yang cepat dapat menyebabkan
edema paru
yang nyata secara klinis. Terapi cairan intravena
yang intensif
tidak diindikasikan untuk perempuan-perempuan
dengan oliguria
pada kasus seperti tadi, kecuali berkurangnya
keluaran urin
disebabkan oleh perdarahan
perdarahan
Kadar asam urat plasma biasanya meningkat pada pre
lamsia. Peningkatan ini melebihi penurunan pada laju
filtrasi glomerulus dan kemungkinan juga
disebabkan oleh
bertambahnya reabsorpsi tubular (Chesley
dan Williams,
1945). Pada saat yang sama, preeklamsia
dikaitkan dengan
berkurangnya ekskresi kalsium dalam urin,
mungkin karena
peningkatan reabsorpsi kalsium di tubulus
(Taufield dkk.,
1987). Kemungkinan penyebab lain adalah
peningkatan
produksi urat dalam plasenta sebagai
kompensasi terhadap
stres oksidatif

GGA

Nekrosis tubular akut jarang disebabkan


oleh preeklamsia
saja. Meskipun derajat ringan penyakit ini
dapat ditemukan
pada kasus yang tidak ditata laksana, gagal
ginjal yang nyata
secara klinis hampir selalu dicetuskan oleh
hipotensi akibat
perdarahan yang terdapat bersamaan. Hal
ini biasanya di
sebabkan oleh perdarahan obstetris hebat
tanpa penggantian
darah yang adekuat (lihat Bab 48, hal. 1101).
Drakeley dkk.,
(2002) menguraikan 72 kasus perempuan
yang mengalami
preeklamsia dan gagal ginjal. Separuhnya
mengalami sin
drom HELLP dan sepertiganya mengalami
solusio plasenta.
Seperti yang dibahas pada hal. 756, Haddad,
dkk. (2000)
melaporkan bahwa 5 persen dari 183
perempuan dengan
sindrom HELLP mengalami gagal ginjal akut.
Separuh dari
perempuan tadi juga , mengalami solusio plasenta, dan
sedensebagian besar mengalami perdarahan
pascapartum. Kadang-
kadang, terjadi nekrosis korteks ginjal yang ireversibel

TATALAKSANA
Kehamilan yang disertai komplikasi hipertensi
gestasional
diterapi berdasarkan keparahan, usia gestasi,
dan adanya
preeklamsia. Prinsip tata laksana, seperti
yang ditekankan
sebelumnya, juga mempertimbangkan cedera
sel endotel dan
disfungsi multi-organ yang disebabkan oleh
sindrom pre-
eklamsia
Preeklamsia tidak selalu dapat didiagnosis pasti. Jadi,
berdasarkan sifat alami penyakit ini, baik
American College
of Obstetricians and Gynecologists (2002a)
maupun Ke-
lompok Kerja National High Blood Pressure Education
Program (NHBPEP) (2000) menganjurkan
kunjungan ante-
natal yang lebih sering, bahkan jika preeklamsia hanya
"dicurigai." Meningkatnya tekanan darah sistolik
dan diastolik
dapat merupakan perubahan fisiologis normal
atau tanda penyakit
yang sedang berkembang. Pemantauan yang lebih
ketat memungkinkan lebih cepatnya didentifikasi
perubahan tekan-
an darah yang berbahaya, temuan laboratorium
yang pen
ting, dan perkembangan tanda dan gejala penting.
Tujuan dasar tata laksana untuk setiap kehamilan yang
disertai komplikasi preeklamsia adalah
1. Terminasi kehamilan dengan trauma
seminimal mungkin
bagi ibu dan janin
2. Kelahiran bayi yang dapat bertahan hidup
3.
Pulihnya kesehatan ibu secara sempurna
Pada banyak perempuan dengan preeklamsia,
khususnya
mereka dengan kehamilan aterm atau hampir
aterm, ketiga
tujuan tersebut dapat dipenuhi dengan
induksi persalinan.
Salah satu pertanyaan klinis terpenting untuk
tata laksana yang
berhasil adalah diketahuinya usia janin secara pasti

Evaluasi
Rawat inap dipertimbangkan setidaknya
pada perempuan
dengan hipertensi awitan dini, khususnya jika terdapat
hipertensi yang menetap atau memburuk
atau timbul pro-
teinuria. Dilakukan evaluasi sistematis yang
mencakup hal
hal berikut:
. Pemeriksaan rinci dilanjutkan dengan
pencatian harian
untuk menemukan gejala klinis, seperti nyeri
kepala, gang-
guan penglihatan, nyeri epigastrium, dan penambahan
berat badan yang cepat
. Berat badan ditimbang setiap hari.
o Analisis untuk proteinuria saat pasien masuk dan
setidak-nya tiap 2 hari setelahnya
e Pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk d
manset berukuran tepat setiap 4 jarn, kecuali antara
24.00 dan pukul 06.00; pengecualian ini tidak berlak
hasil pengukuran sebelumnya tinggi
. Pengukuran kadar kreatinin dan transaminase
dalam se
rum atau plasma, dan hemogram yang mencakup hit
ung
trombosit. Beberapa ahli menganjurkan pengukuran ka
dar asam urat dan dehidrogenase asam laktat
dalam serum
serta pemeriksaan faktor koagulasi, tetapi
hasil-hasil pene-
litian telah membuat manfaat pemeriksaan
tadi diragukan
(Conde-Agudelo, 2009; Cnossen, 2006;
Thangaratinam,
2006, dkk.)
. Evaluasi ukuran dan kesejahteraan janin serta volume
cairan amnion, baik secara klinis maupun
menggunakan sonografi.

Tujuan tata laksana seperti tadi adalah identifikasi dini


perburukan preeklamsia dan pembuatan
skema tata laksana
yang mencakup rencana terminasi kehamilan.
Jika salah satu
hasil pengamatan tadi mengarah pada diagnosis
preeklamsia
berat, seperti yang telah didefiniskan oleh
kriteria dalam
Tabel 34-2, tata laksana selanjutnya diuraikan
di bawah.
Pengurangan aktivitas fisik hampir'sepanjang hari ke
mungkinan bermanfaat. Tirah baring total
tidak diperlukan
Asupan protein dan kalori yang cukup harus
dipenuhi dalam
diet, serta asupan cairan dan natrium tidak
perlu dibatasi
aanatau dipaksakan. Tata laksana lanjutan
bergantung pada: (1)
keparahan preeklamsia, (2) usia kehamilan,
dan (3) kondisi
serviks.

Untungnya, banyak kasus tergolong ringan dan cukup


mendekati aterm sehingga dapat ditata
laksana secara kon
servatif hingga terjadinya persalinan spontan
atau hingga
serviks cukup matang untuk dilakukan
induksi persalinan
Namun, hilangnya semua tanda dan gejala
secara sempurna
tidak lazim terjadi hingga setelah pelahiran.
Penyakit dasar
hampir pasti menetap hinga setelah kehamilan

PERTIMBANGAN untuk pelahiran


Terminasi kehamilan merupakan satu-satunya
tata laksana pre-
eklamsia. Nyeri kepala, gangguan penglihatan,
atau nyeri
epigastrium merupakan petunjuk bahwa
kejang mungkin
akan terjadi, dan oliguria merupakan tanda
bahaya lainnya.
Preeklamsia berat memerlukan terapi
antikonvulsan dan
antihipertensi, dilanjutkan dengan pelahiran.
Terapi identik
dengan yang selanjutnya akan dijabarkan
untuk eklamsia.
Tujuan utama adalah untuk mencegah
kejang, mencegah
perdarahan intrakranial dan kerusakan berat
pada organ vi
tal lainnya, serta untuk melahirkan bayi yang sehat
Apabila janin masih kurang bulan, cenderung
dilakukan
penundaan terminasi kehamilan dengan
harapan bahwa be
berapa minggu tambahan di dalam rahim
akan mengurangi
risiko kematian neonatal atau penyakit berat
akibat kurang
bulanitas. Seperti yang telah dibahas, kebijakan
seperti itu
tentunya dibenarkan pada kasus yang lebih
ringan. Dilaku-
kan penilaian kesejahteraan janin dan fungsi plasenta,
khususnya jika janin imatur. Sebagian besar ahli meng-
anjurkan dilakukannya berbagai uji untuk
menilai kesejah
teraan janin, seperti yang diuraikan oleh
American College
of Obstetricians and Gynecologists (1999).
Pemeriksaan-
pemeriksaan ini mencakup uji non-stres atau
profil biofisik
(lihat Bab 15, hal. 354 dan 357). Pengukuran
rasio lesitin
sfingomielin (L/S) dalam cairan amnion dapat
memberikan
informasi mengenai kematangan paru-paru
(lihat Bab 29,
hal. 606)
Pada preeklamsia moderat atau berat yang
tidak membaik
setelah perawatan inap, biasanya dianjurkan
terminasi ke
hamilan untuk kesejahteraan baik ibu maupun
janin. Induksi
npersalinan dilakukan, biasanya dengan
pematangan serviks
prainduksi menggunakan prostaglandin atau
dilator osmotik
(lihat Bab 22, hal. 523). Bila induksi tampaknya hampir
pasti tidak akan berhasil, atau usaha induksi
telah gagal,
pelahiran dengan bedah caesar diindikasikan
untuk kasus-
kasus yang lebih berat.
Untuk perempuan dengan kehamilan mendekati aterm
yang memiliki serviks lunak dan sudah
mendatar sebagian,
bahkan preeklamsia yang lebih ringan
sekalipun mungki
lebih berisiko membahayakan ibu dan
janin-bayi-nya diban
dingkan induksi persalinan. Namun, Barton
dkk., (2009)
u-baru ini melaporkan tingginya morbiditas neonatus
pada ibu yang melahirkan sebelum usia
kehamilan 38 minggu
meskipun hanya memiliki hipertensi gestasional ringan
nonproteinuria

Last modified: 21:25

Anda mungkin juga menyukai