Anda di halaman 1dari 11

PENGAWASAN KEPABEANAN

Oleh : Bambang Semedi (Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai, periode 10 Mei 2013)

Pendahuluan

Pengawasan adalah suatu kegiatan untuk menjamin atau menjaga agar rencana dapat

diwujudkan dengan efektif. Masing-masing organisasi mempunyai rencana untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Untuk menjaga agar organisasi itu dapat mencapai tujuannya

mutlak diperlukan pengawasan. Pengawasan berfungsi menjaga agar seluruh jajaran berjalan

di atas rel yang benar. Pengawasan dapat dilakukan dari jauh maupun dari dekat.

Pengawasan dari jauh disebut pemantauan atau monitoring ini dapat dilakukan

menggunakan sarana telepon, fax, atau radio. Wujud pengawasan cara ini adalah permintaan

laporan kepada bawahan dan jawaban dari bawahan atas permintaan tersebut. Jika

pengawasan dari jauh tidak efektif dapat dilakukan pengawasan langsung ke obyeknya. Dalam

hal ini pengawasan yang dilakukan disebut sebagai pemeriksaan yang berarti pemeriksa

berhadapan langsung dengan obyek yang diperlukan.

Yang menjadi acuan kegiatan pengawasan adalah rencana, program kerja, prosedur

atau petunjuk pelaksanaan yang pada umumnya dituangkan dalam bentuk perundang-

undangan baik itu Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan

Menteri, Keputusan Dirjen (Direktur Jenderal) dan sebagainya. Bea Cukai harus memungut bea

masuk atas suatu jenis barang impor dengan suatu tarif tertentu pada hakikatnya adalah suatu

rencana yang dituangkan dalam perundang-undangan.

Pengawasan bekerja dengan memakai semua undang-undang, prosedur dan tatacara

yang telah ditetapkan sebagai tolok ukur atau pembanding. Untuk mengetahui apakah
1
pelaksanaan kegiatan pokok organisasi itu telah berjalan dengan baik. Pengawasan bekerja

pada saat pelaksanaan tugas pokok organisasi sedang berlangsung dan diharapkan segera

bisa mengoreksi pelaksanaan kegiatan apabila diketahui ada penyimpangan.

Pengertian pengawasan

Pengawasan adalah kegiatan untuk menjaga agar semua peraturan dipenuhi atau

dijalankan. Petugas Bea Cukai yang meneliti dokumen pada hakekatnya sedang melakukan

pengawasan. Sebab ia meneliti apakah importir memberitahukan tarif pos dengan benar sesuai

peraturan tentang klasifikasi atau memberitahukan harga barang dengan benar atau tidak,

sesuai peraturan tentang penetapan harga.

Petugas yang melakukan pemeriksaan barang impor pada hakikatnya melakukan

pengawasan karena ia meneliti apakah importir memberitahukan jumlah dan jenis barang

sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selama ini yang dianggap pengawasan adalah orang

mengawasi orang misalnya kegiatan seorang petugas Bea Cukai yang mengawasi petugas

lainnya yang sedang memeriksa barang.

Petugas Bea Cukai yang meneliti dokumen juga melakukan pengawasan kepada

importir atau eksportir yang mengajukan dokumen. Dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan

Nomor: KEP-32/KMK.01/1998 tanggal 4 Pebruari 1998 tentang Organisasi dan Tatakerja

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dalam ketentuan ini terjadi perubahan tugas dan fungsi

dimana Kantor Wilayah mempunyai fungsi operasi pencegahan pelanggaran peraturan

perundang-undangan.

Penindakan dan penyidikan yang tidak dimiliki oleh Kantor Pelayanan, fungsi

pengawasan berada di Kantor Wilayah dan Kantor Pelayanan hanya berfungsi pelayanan.

Dalam hal ini muncul pertanyaan apakah dengan demikian di Kantor Pelayanan Bea Cukai

2
tidak dimungkinkan adanya operasi pencegahan pelanggaran peraturan perundang undangan,

penindakan dan penyidikan.

Pembahasan

Menurut Colin Vassarotti (lihat Colin Vassarotti, “Risk Management – A Customs

Prespective”, hal.19) tujuan pengawasan Pabean adalah memastikan semua pergerakan

barang, kapal, pesawat terbang, kendaraan dan orang-orang yang melintas perbatasan Negara

berjalan dalam kerangka hukum, peraturan dan prosedur pabean yang ditetapkan. Untuk

menjaga dan memastikan agar semua barang, kapal dan orang yang keluar/masuk dari dan ke

suatu negara mematuhi semua ketentuan kepabeanan.

Setiap administrasi pabean harus melakukan kegiatan pengawasan. Kegiatan

pengawasan pabean meliputi seluruh pelaksanaan wewenang yang dimiliki oleh petugas

pabean dalam perundang-undangannya yaitu memeriksa: kapal, barang, penumpang,

dokumen, pembukuan, melakukan penyitaan, penangkapan, penyegelan, dan lain-lain. Dalam

modul pencegahan pelanggaran kepabeanan yang dibuat oleh WCO (World Customs

Organization) disebutkan bahwa pengawasan pabean adalah salah satu metode untuk

mencegah dan mendeteksi pelanggaran kepabeanan.

Berdasarkan modul WCO tersebut dinyatakan bahwa pengawasan Bea Cukai yang

mampu mendukung pendeteksian dan pencegahan penyelundupan paling tidak harus

mencakup kegiatan : penelitian dokumen, pemeriksaan fisik, dan audit pasca impor. Di samping

tiga kegiatan itu, patroli juga merupakan pengawasan Bea Cukai untuk mencegah

penyelundupan. Jika kita lihat uraian tugas dan fungsi Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tidak

terlihat adanya fungsi pencegahan pelanggaran, penindakan dan penyidikan tetapi kalau dilihat

3
pada fungsi seksi-seksi di dalamnya terlihat adanya fungsi patroli, pemeriksaan kapal,

periksaaan barang, pemeriksaan badan, penelitian dokumen dan sebagainya yang merupakan

kegiatan pengawasan (Customs Control) menurut terminologi WCO.

Apabila ditinjau dari kegiatan kepabeanan mulai dari saat kedatangan kapal atau

penumpang, pembongkaran barang, pemeriksaan dokumen, pemeriksaan barang atau

penumpang, nampaklah bahwa fungsi-fungsi yang dimiliki seksi-seksi di dalam Kantor

Pelayanan telah dapat melaksanakan sebagian fungsi pengawasan. Petugas Kantor Pelayanan

berwenang melakukan pengawasan pembongkaran, penelitian dokumen, pemeriksaan barang

dan pemeriksaan penumpang.

Yang tidak dapat dilaksanakan hanyalah kegiatan audit pasca impor, penindakan dan

penyidikan karena ketiga kegiatan ini tidak tercantum dalam uraian tugas dan fungsi Kantor

Pelayanan maupun seksi-seksi di dalamnya. Kegiatan penindakan dan penyidikan sebenarnya

merupakan tindak lanjut dari pengawasan pabean. Pengawasan pabean yang dilakukan melalui

penelitian dokumen, pemeriksaan fisik, audit pasca-impor, maupun patroli jika menemukan

adanya pelanggaran atau tindak pidana akan ditindaklanjuti dengan penindakan atau bahkan

penyidikan.

Penelitian dokumen atau audit yang menemukan dokumen palsu akan segera

ditindaklanjuti dengan penyidikan. Demikian juga apabila dalam pemeriksaan fisik ditemukan

barang larangan/terlarang akan ditindaklanjuti dengan penyidikan. Jika petugas Bea Cukai di

Kantor Pelayanan tidak mempunyai wewenang melakukan penindakan akan timbul masalah

apabila dalam tugasnya ia menemukan pelanggaran misalnya menemukan adanya pembawa

uang rupiah dalam jumlah lebih dari Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau setara

dengan itu. Petugas Bea Cukai yang menemukan pelanggaran akan melakukan penegahan

atau penyegelan, tetapi kalau tidak mempunyai wewenang untuk itu akan menimbulkan

keadaan vakum menunggu petugas dari Kantor Wilayah.


4
Kegiatan Bea cukai merupakan satu mata rantai yang tidak terputus mulai dari

kedatangan kapal, penyerahan pemberitahuan, penelitian dokumen, pemeriksaan barang

sampai dengan pengeluaran barang. Demikian pula apabila petugas menemukan pelanggaran

pada pemeriksaan barang harus ditindaklanjuti dengan penindakan atau penyidikan. Jika

wewenang penyidikan hanya diberikan kepada Kantor Wilayah akan menyebabkan

terhambatnya proses penyidikan.

Memberikan wewenang pemeriksaan terhadap petugas Kantor Pelayanan tetapi tidak

memberikan wewenang tindak lanjut berupa penindakan atau penyidikan seperti membuat

pengkotak-kotakan tugas yang akan menghambat pelaksanaan tugas dan fungsi Bea Cukai.

Meskipun dalam tugas dan fungsi Kantor Pelayanan tidak disebutkan secara tersurat adanya

wewenang penindakan dan penyidikan bahkan unit kerja penindakan dan penyidikan juga tidak

ada namun kedua kegiatan ini harus tetap dapat dilaksanakan di situ karena merupakan tindak

lanjut dari pemeriksaan barang.

Di kantor-kantor pelayanan saat ini terdapat juga Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)

yang berwenang melakukan penyidikan. Kalau mereka tidak difungsikan karena fungsi

penyidikan tidak ada dalam struktur organisasi Kantor Pelayanan akan menimbulkan kesulitan

kalau terjadi tindak pidana dan harus mendatangkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil dari Kantor

Wilayah. Dalam Undang-Undang Kepabeanan diatur wewenang Pejabat Bea dan Cukai mulai

dari pasal 74 sampai dengan pasal 92 yang antara lain berisi wewenang penindakan dan pasal

112 tentang wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai (PPNS Bea dan Cukai).

Jika wewenang-wewenang itu tidak dapat dijalankan oleh petugas Kantor Pelayanan

akan menyebabkan hambatan dalam tugas pokok Bea dan Cukai. Petugas Bea dan Cukai di

Kantor Pelayanan memeriksa barang, mencocokkan apakah semua barang yang diimpor telah

diberitahukan dengan benar atau apakah tarif dan harganya telah diberitahukan dengan benar.

5
Benar di sini adalah sesuai dengan undang-undang atau peraturan yang berlaku mengenai

pemberitahuan impor.

Kepala Kantor Wilayah dapat menunjuk pegawai-pegawai di Kantor Wilayah untuk

melakukan pemeriksaan barang di Kantor Pelayanan apabila ia menganggap terjadi

penyimpangan terhadap undang-undang atau peraturan yang berlaku karena diduga adanya

kolusi di kantor tersebut. Kepala Kantor Wilayah yang sudah memberikan informasi untuk

ditindaklanjuti tetapi tidak menghasilkan temuan oleh Kantor Inspeksi (Kantor Pelayanan Bea

dan Cukai) tentu akan mengirim sendiri petugas-petugas di Kantor Wilayah untuk langsung

mengadakan pemeriksaan.

Konsekuensi logis bagi atasan yang wajib mengawasi bawahan karena Kantor

Pelayanan dianggap sudah tidak mampu lagi melakukan tugas pengawasan. Kantor Wilayah

yang berfungsi koordinasi dan pengendalian. Kantor Pusat yang fungsinya adalah perumusan

kebijaksanaan, pembinaan atau pengendalian di bidang pencegahan, patroli, dan penyidikan

tetapi karena mempunyai fungsi pengawasan melekat terhadap kinerja Kantor Pelayanan dapat

mengirimkan tim untuk pencegahan di Kantor Pelayanan bawahannya.

Pengiriman tim ini sifatnya sewaktu-waktu jika dipandang perlu dan merupakan supervisi

dari atasan kepada bawahan. Bentuk pengawasan ini tidak bersifat day-to-day-operations

karena tempat kedudukan Kantor Pusat dan Kantor wilayah tidak berada di pelabuhan dimana

barang impor diproses. Dalam uraian tugas dan fungsi Kantor Pelayanan tidak disebutkan

adanya fungsi pencegahan, penindakan, penyidikan, verifikasi, dan audit.

Tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan oleh Kantor Wilayah. Bentuk pengawasan ini

sama dengan fungsi audit yang dilakukan oleh Kantor Pusat atau Kantor Wilayah Direktorat

Jenderal Bea dan Cukai yang sasarannya adalah pembukuan untuk tahun yang lalu. Kendala

yang mungkin muncul dalam pelaksanaan struktur ini adalah karena pelayanan dan

pengawasan dalam tugas Bea dan Cukai itu sulit dipisahkan. Hal ini disebabkan karena tugas
6
Bea dan Cukai mengandung aspek pencegahan, Bea dan Cukai mempunyai fungsi patroli

untuk mencegah pelanggaran.

Pemeriksaan barang di pelabuhan adalah upaya pencegahan (preventif) agar tidak

terjadi pelanggaran, demikian pula penelitian dokumen sebelum barang diizinkan keluar dari

pelabuhan. Petugas Bea dan Cukai di Kantor Pelayanan yang melakukan penelitian dokumen

berarti memberikan pelayanan kepada masyarakat tetapi penelitian dokumen itu juga sekaligus

suatu pengawasan pabean (Customs Control). Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa

pelayanan Bea dan Cukai terkait dengan tugas pengawasan.

Tugas pencegahan, penindakan dan penyidikan ini harus dilaksanakan terutama oleh

Kantor Wilayah. Hal ini nampak dari adanya fungsi pelaksanaan intelejen, patroli, dan operasi

pencegahan pelanggaran, penindakan, serta penyidikan yang tidak dimiliki oleh Kantor

Pelayanan. Bidang Pencegahan dan Penyidikan pada Kantor Wilayah diharapkan dapat

melakukan day-to-day-opretions (terus-menerus) dalam bidang pencegahan penindakan dan

penyidikan.

Informasi yang umumnya dipakai untuk kegiatan pengawasan berada di dalam dokumen

Airway Bill (AWB), Bill of Lading (B/L), manifest, Pemberitahuan Impor Barang (PIB),

Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), Invoice, Polis Asuransi, Certificate of Origin, Letter of

Credit (L/C), profit importir, data pemeriksaan kapal, data kapal, data Pengusaha Pengurusan

Jasa Kepabeanan, dan sebagainya yang berada di Kantor Pelayanan karena data tersebut

berada dalam dokumen-dokumen yang harus diserahkan kepada Bea dan Cukai dalam rangka

pelayanan. Kantor Wilayah hanya bisa memperoleh data tersebut apabila dikirim ke Kantor

Pelayanan. Untuk bisa melakukan pengawasan Kantor Wilayah harus mempunyai informasi

yang cukup. Informasi yang diperlukan ini justru berada di Kantor Pelayanan.

Sebenarnya Kantor Pelayanan adalah institusi yang paling efektif untuk mendeteksi dan

mencegah adanya pelanggaran atau penyelundupan karena menguasai informasi yang banyak.
7
Informasi tentang muatan kapal, jumlah, dan jenisnya, importir dan eksportir semua ada pada

Kantor Pelayanan. Petugas Kantor Pelayanan juga melihat dan mengawasi langsung

penimbunan atau pemuatan dan dapat mendeteksi adanya kejanggalan yang merupakan

indikator adanya pelanggaran.

Hal-hal seperti ini hanya dapat dilakukan oleh Kantor Wilayah jika informasi tentang

muatan kapal dan barang impor/ekspor dapat ditransfer secara elektronik dari Kantor

Pelayanan ke Kantor Wilayah. Namun informasi yang diperoleh dari pengolahan dokumen ini

juga tidak cukup untuk dapat melakukan pengawasan dengan efektif. Masih diperlukan adanya

informasi dari lapangan secara terus menerus mulai dari kapal datang, saat pembongkaran,

saat penimbunan, dan seterusnya. Ini berarti Kantor Wilayah harus menempatkan orang di

pelabuhan secara terus-menerus sesuai dengan hakikat day–to-day-operations.

Jika Kantor Wilayah berada pada satu kota dengan Kantor Pelayanan, kegiatan ini

dapat dilaksanakan tetapi jika Kantor Wilayah tidak berada dalam satu kota dengan Kantor

Pelayanan, day-today- operations tidak dapat dijalankan karena biayanya sangat besar.

Diperlukan banyak pegawai dan dana perjalanan dinas yang cukup besar untuk melaksanakan

hal ini. Informasi yang mungkin diperoleh di Kantor Wilayah hanyalah informasi yang berasal

dari informan atau laporan masyarakat tentang pengimporan suatu party barang yang

merugikan negara.

Mengenai hal inipun sebenarnya yang menguasai detail dari informasinya juga petugas-

petugas Kantor Pelayanan karena mereka mengetahui semua kegiatan Impor yang ada di situ

dan paling mengetahui kalau ada kejanggalan/penyimpangan yang terjadi. Informasi dari

masyarakat itu biasanya menyangkut kolusi antara petugas dan pengusaha yang kemudian

ditindaklanjuti oleh Kantor Wilayah dengan menurunkan tim untuk mengusut.

Tim inipun hanya bisa bekerja kalau mempunyai informasi yang cukup tentang

pengimporan barang. Informasi tentang kegiatan impor ini tersedia di Kantor Pelayanan dan
8
sebenarnya petugas-petugas di Kantor Pelayanan yang lebih mengetahui permasalahannya

dibandingkan dengan petugas yang dikirim dari Kantor Wilayah. Jika party barang yang

diinformasikan itu belum tiba di pelabuhan tindakan pencegahan dapat dilakukan tetapi

pencegahan ini kadang-kadang tidak menghasilkan tangkapan misalnya karena pengimporan

dibatalkan, barang tidak jadi dibongkar atau diperbaiki dari semua ketentuan dipenuhi.

Hukuman atau sanksi sanksi yang diberikan diharapkan membuat jera pelakunya

sehingga dikemudian hari tidak melakukan pelanggaran lagi. Jika dilihat dari banyaknya

importir/eksportir yang melakukan kegiatan tentunya tidak seluruh perusahaan diaudit. Untuk

menyeleksi perusahaan mana yang perlu dilakukan audit juga diperlukan informasi dan

informasi yang diperlukan ini tersedia di Kantor Pelayanan.

Jika tidak ada transfer informasi dari Kantor Pelayanan ke Kantor Wilayah akan sulit

bagi Kantor Wilayah menentukan sasaran audit. Fungsi pengawasan di Kantor Pelayanan saat

ini sebagian dilaksanakan oleh Seksi Kepabeanan yang melakukan kegiatan pemeriksaan

dokumen, pemeriksaan barang, pemeriksaan penumpang, dan Seksi Manifest dan Informasi

yang melakukan patroli dan pemeriksaan sarana pengangkut.

Tipe Pelanggaran dan Tersedianya Informasi.

Pengawasan pabean adalah salah satu cara untuk mencegah dan mendeteksi adanya

pelanggaran. Pengawasan yang efektif memungkinkan Bea dan Cukai mengurangi terjadinya

pelanggaran. Dari berbagai tipe pelanggaran sebagian besar adalah pengimporan atau

pengeksporan di pelabuhan tempat pengawasan Bea dan Cukai. Untuk tipe pelanggaran ini

informasinya lebih banyak dan lebih mudah diperoleh dari dokumen dokumen yang diajukan

pada Bea dan Cukai Kantor Pelayanan, tetapi untuk penyelundupan yang terjadi di luar tempat

kedudukan Bea dan Cukai informasinya harus dicari langsung di lapangan. Intelijen (termasuk

Surveillance) hanya dilakukan oleh petugas Kantor Wilayah tidak akan efektif dan tidak mungkin
9
bisa meliputi seluruh wilayah karena terbatasnya jumlah petugas dan dana dibandingkan

dengan luasnya wilayah.

Secara teoritis bisa secara rutin dikirim satuan tugas Surveillance dari Kantor Wilayah

untuk mengumpulkan dan mencari informasi ke seluruh wilayah tetapi secara teknis sulit kalau

wilayahnya relative luas. Akan lebih mudah kalau kegiatan intelijen juga dilakukan oleh Kantor

Pelayanan karena mereka berada didekat sumber informasi. Pada umumnya yang dianggap

informasi bagi orang awam adalah pemberitahuan dari seseorang atau badan secara tertulis

atau lisan bahwa akan terjadi penyelundupan yang dilakukan oleh seseorang.

Informasi yang sudah matang ini di Bea Cukai lazim disebut hasil intelijen atau intelijen

positif. Sebenarnya informasi tidak hanya sebatas yang sudah matang saja tetapi banyak

informasi yang masih mentah berserakan disana-sini berada dalam dokumen Pabean maupun

dokumen pelengkapnya, informasi ini kalau diolah juga akan menghasilkan informasi matang

(intelijen positif) yang dapat digunakan mendeteksi penyelundupan atau pelanggaran

Kepabeanan.

Simpulan, pengawasan secara umum berarti kegiatan untuk menjaga agar rencana yang

telah dibuat dapat dilaksanakan dengan efektif. Pengertian ini hakikatnya sama dengan definisi

Colin Vassarotti mengenai pengawasan pabean yaitu suatu kegiatan yang tujuannya

memastikan semua pergerakan barang, kapal, pesawat terbang, kendaraan dan orang-orang

yang melintas perbatasan negara berjalan dalam kerangka hukum, peraturan, dan prosedur

pabean yang telah ditetapkan. Pengawasan pabean antara lain adalah penelitian dokumen ,

pemeriksaan fisik dan audit pasca-impor.

1) Untuk dapat melaksanakan pengawasan diperlukan informasi yang mencukupi dan

khusus untuk Bea dan Cukai informasi yang diperlukan itu sebagian besar berada

dalam dokumen pabean atau dokumen pelengkap pabean yang diserahkan kepada Bea
10
dan Cukai di Kantor Pelayanan. Dengan demikian Kantor Pelayanan mempunyai akses

yang lebih besar dibandingkan Kantor Wilayah dalam penguasaan informasi ini dan

lebih mudah melakukan pengawasan.

2) Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No: 32/KMK.01/1998 tanggal 4

Pebruari 1998 tentang Organisasi dan Tatakerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai titik

berat fungsi pengawasan berada pada Kantor Pelayanan namun kalau dilihat dari

ketersediaannya informasi dan akses ke arah informasi Kantor Pelayanan lebih

potensial untuk melakukan pengawasan dalam pengertian dayto- day-operations.

3) Fungsi pengawasan yang bersifat pencegahan (Preventif) oleh Kantor Wilayah akan

menghadapi kendala kurangnya informasi, jumlah tenaga dan biaya yang harus

dikeluarkan tetapi untuk pengawasan yang tidak bersifat pencegahan misalnya verifikasi

dan audit dapat dilakukan sepenuhnya.

4) Meskipun di dalam fungsi Kantor Pelayanan tidak tersebut adanya pencegahan,

penindakan dan penyidikan namun seyogyanya kegiatan ini tetap dapat dilaksanakan di

Kantor Pelayanan sebab kegiatan-kegiatan tersebut merupakan tindak lanjut dari

pemeriksaan dokumen, pemeriksaan barang, pemeriksaan penumpang, hasil patroli.

DAFTAR PUSTAKA

www.beacukai.go.id

www.bppk.depkeu.go.id/webbc

www.wikipedia.com

11

Anda mungkin juga menyukai