Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN FIELD LAB

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT

DI PUSKESMAS NOGOSARI BOYOLALI

KELOMPOK A9

DHIMAZ DHANDY P G0015057


WINCENT CANDRA DIWIRYA G0015231
TEGAR UMAROH G0015223
NAHDAH LUPITA G0015181
AULIYA YUDIA YASYFIN G0015033
IRENE G0015115
NOVIA DYAH INDRIYATI G0015189
TAMYANA AMALIA C G0015221
LUTHFI PRIMADANI K G0015141
FAHIMA ALLA ILMA G0015075
BERNITA SILVANA C G0015043
ERVINA RUTH PRIYA S G0015071

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2017

LEMBAR PENGESAHAN
1
Telah disetujui dan disahkan laporan Field Lab yang berjudul Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat di Puskesmas Nogosari, Boyolali dengan keterangan
sebagai berikut:

Nama Penyusun :

Dhimaz Dhandy P G0015057


Wincent Candra Diwirya G0015231
Tegar Umaroh G0015223
Nahdah Lupita G0015181
Auliya Yudia Yasyfin G0015033
Irene G0015115
Novia Dyah Indriyati G0015189
Tamyana Amalia C G0015221
Luthfi Primadani K G0015141
Fahima Alla Ilma G0015075
Bernita Silvana C G0015043
Ervina Ruth Priya S G0015071
Program Studi : Pendidikan Dokter
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Sebelas Maret
Tempat Pelaksanaan : Puskesmas Nogosari, Boyolali
Hari, Tanggal Pelaksanaan : Rabu, 4 Oktober 2017, 11 Oktober 2017, Rabu, 25
Oktober 2017
Boyolali, 25 Oktober 2017

Mengetahui,

Kepala Puskesmas Instruktur

Astrid Fitrian Purwandari, dr. Ferra Dharmayanti, dr.


NIP. 19770917 200501 2 006 NIP. 198002282006042013

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
BAB I. PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang............................................................................. 4
B. Tujuan Pembelajaran ................................................................... 5
BAB II. KEGIATAN YANG DILAKUKAN 6
A. Persiapan Kegiatan ....................................................................... 6
B. Hari I ............................................................................................ 6
C. Hari II .......................................................................................... 7
D. Hari III ......................................................................................... 7
BAB III. PEMBAHASAN 8
BAB IV. PENUTUP 20
A. Simpulan ...................................................................................... 20
B. Saran ............................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA 24
LAMPIRAN 25

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perilaku hidup bersih dan sehat penting sekali dilakukan oleh setiap orang,
mulai dari anak-anak, remaja hingga usia dewasa dan orangtua (Jababeka, 2017).
Hal ini dikarenakan PHBS memiliki hubungan yang erat dengan kesehatan
seseorang (Oktama, 2011). Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan perilaku
yang dilakukan seseorang untuk selalu memperhatikan kebersihan, kesehatan, dan
berperilaku sehat (Nonik, 2015). Program PHBS telah dilaksanakan sejak tahun
1996 oleh Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat yang saat ini disebut Pusat
Promosi Kesehatan. Program PHBS dilaksanakan dalam berbagai tatanan, seperti
tatanan rumah tangga (Erwidodo, 2017).
Upaya peningkatan perilaku sehat di masyarakat belum menunjukkan hasil
optimal. Dari hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2014
menunjukkan bahwa di Indonesia sebanyak 38.5% masyarakat masih merokok di
dalam rumah ketika bersama anggota keluarga yang lain. Perokok laki-laki lebih
tinggi dari perempuan (72% dibanding 28%). Selanjutnya 77.3% penduduk usia
15 tahun ke atas kurang melakukan aktivitas fisik, dengan kategori 82% kurang
bergerak dan 11% tidak terbiasa melakukan aktivitas fisik. Berdasarkan hasil
pendataan untuk PHBS tatanan rumah tangga provinsi Jawa Tengah sebanyak
68% keluarga belum menjadi peserta dana sehat dan sebesar 72% keluarga belum
bebas asap rokok (Maryunani, 2013).
PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) di Rumah Tangga adalah upaya
untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau, dan mampu
mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam
gerakan kesehatan di masyarakat (Departemen Kesehatan RI, 2008). PHBS di
rumah tangga dilakukan untuk mencapai Rumah Tangga berperilaku hidup bersih
dan sehat. Perilaku hidup bersih dan sehat seseorang berhubungan dengan
peningkatan kesehatan individu, keluarga, masyarakat dan lingkungannya
(Sinaga, 2003).

4
B. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapakan mahasiswa mampu
melakukan KIE PHBS. Adapun learning outcome pembelajaran ini adalah
diharapkan mahasiswa:
1. Mampu menjelaskan tentang dasar pelaksanaan KIE PHBS di masing-
masing wilayah kerja puskesmas masing-masing kelompok mahasiswa.
2. Mampu menjelaskan indikator penilaian PHBS dalam tatanan rumah
tangga, sekolah, tempat kerja, sarana kesehatan, dan tempat umum.
3. Mampu merinci manajemen program dan prosedur KIE PHBS keluarga
yang memiliki bayi dan balita.
4. Mampu merinci manajemen program dan prosedur KIE PHBS keluarga
yang tidak memiliki bayi dan balita di wilayah kerja masing-masing
puskesmas.

5
BAB II
KEGIATAN YANG DILAKUKAN

Kegiatan Field Lab topik Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) telah
dilaksanakan Kelompok A9 angkatan 2015 yang bertempat di Puskesmas
Nogosari, Boyolali dengan 3 kali pertemuan tatap muka untuk pelaksanaan Field
Lab dan 1 kali pertemuan untuk Koordinasi. Rincian kegiatan yang telah kami
laksanakan adalah sebagai berikut :

A. Persiapan Kegiatan

Pada hari Jumat tanggal 15 September 2017, perwakilan mahasiswa


Kelompok A9 melakukan koordinasi dan menyerahkan surat pengantar dari pihak
fakultas kepada dr. Astrid selaku Kepala Puskesmas Nogosari. Pada pertemuan
koordinasi ini, kami berkenalan dengan Ibu Dewi Ernawati selaku pemegang
program PROMKES topik Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yang akan
membimbing kami dalam melaksanakan 3 kali pertemuan Field Lab. Kami juga
mendapat pengarahan mengenai pelaksanaan Field Lab nantinya.

B. Hari I

Pertemuan pertama hari Rabu, 4 Oktober 2017, mahasiswa A9 datang 30


menit sebelum waktu yang telah ditentukan yaitu pukul 08.00. Kami berkumpul di
Aula Puskesmas Nogosari. Agenda pertama yang kami laksanakan adalah
perkenalan dengan Kepala Puskesmas Nogosari yaitu dr. Astrid dan juga
Instruktur Lapangan, Ibu Dewi Ernawati. Agenda kedua yaitu mendengarkan
materi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yang dijelaskan oleh dr. Astrid. Agenda
selanjutnya adalah berdiskusi bersama Ibu Dewi terkait hasil pemetaan PHBS
tatanan rumah tangga yang ada di puskesmas Nogosari, selain itu kami juga diberi
pengetahuan mengenai cara meningkatkan sambung rasa dalam menanyakan
beberapa pertanyaan terkait PHBS pada penduduk dan membahas apa saja yang
perlu dipersiapkan untuk lapangan selanjutnya. Agenda terakhir adalah melakukan
konsultasi terkait BRK dan kami diberi data hasil penilaian PHBS Desa Bendo
2015 untuk di analisis pada pertemuan ketiga.
6
C. Hari II

Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Rabu, 11 Oktober 2017,


mahasiswa A9 datang 10 menit sebelum waktu yang telah ditentukan yaitu pukul
10.50. Kami berkumpul di Aula Puskesmas Nogosari dan mempersiapkan alat-alat
untuk praktek terjun lapangan. Agenda pertama yaitu briefing oleh dr. Astrid
terkait keberangkatan ke Posyandu Balita. Dalam melakukan perjalanan ke
Posyandu Balita, Ibu Dewi ikut membersamai kami dan membantu mengenai
teknis survey. Selanjutnya kami memperkenalkan diri kepada ibu-ibu yang sudah
siap untuk menjadi subjek wawancara dalam pengisian data pemetaan PHBS
rumah tangga Dukuh Pilang. Setelah semua data terisi, kami berfoto bersama
sebagai bentuk dokumentasi kegiatan dan berpamitan dengan kader posyandu dan
Ibu Dewi.

D. Hari III

Pertemuan ketiga dilaksanakan Rabu, 25 Oktober 2017, mahasiswa A9


datang tepat waktu. Kami melaksanakan persentasi terkait apa yang telah kami
dapat melalui survey lapangan dan hasil analisis data PHBS Desa Bendo 2015.

7
BAB III
PEMBAHASAN
Pelaksanaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) memiliki lima
tatanan antara lain PHBS di tatanan rumah tangga, tatanan sekolah, tatanan tempat
kerja, tatanan tempat umum, dan tatanan sarana kesehatan. Kelompok kami
melakukan kegiatan penilaian tentang PHBS pada tatanan rumah tangga. Untuk
sumber data, kegiatan kelompok A9 di Puskesmas Nogosari menggunakan data
primer data sekunder. Data primer didapatkan dari hasil wawancara langsung
dengan para ibu di Posyandu Balita Desa Bendo Dukuh Pilang. Sedangkan data
sekunder didapat dari kegiatan survey yang telat dilakukan Puskesmas Nogosari
pada tahun 2015.

Adapun indikator yang digunakan di Puskesmas Nogosari terdiri atas 16


Indikator PHBS Tatanan Rumah Tangga meliputi 3 kelompok indikator yaitu
kelompok KIA dan gizi, kelompok kesehatan lingkungan, dan kelompok gaya
hidup, secara rinci, sebagai berikut:

1. Persalinan oleh tenaga kesehatan.

2. Pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali selama kehamilan.

3. Pemberian ASI eksklusif.

4. Penimbangan balita secara teratur.

5. Konsumsi makanan dengan gizi seimbang.

6. Penggunaan air bersih.

7. Penggunaan jamban sehat.

8. Kegiatan membuang sampah pada tempatnya.

9. Penggunaan lantai rumah kedap air.

10. Adanya aktivitas fisik/berolahraga.

11. Tidak merokok.

8
12. Kebiasaan cuci tangan dengan sabun.

13. Kebiasaan menggosok gigi dua kali sehari.

14. Tidak menyalahgunakan minuman keras/narkoba.

15. Kepesertaan dalam Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.

16. Kegiatan pemberantasan sarang nyamuk.

9
Selanjutnya mahasiswa melakukan analisis data dengan
mengklasifikasikan strata rumah tangga sesuai kriteria PHBS di bawah ini :

1. 0 – 5 = sehat pratama

2. 6 – 10 = sehat madya

3. 11 – 15 = sehat utama

4. 16 = sehat paripurna

Sementara itu, strata kelompok dihitung dengan rumus :

Jumlah Sehat Utama + Jumlah Sehat Paripurna x 100%


Jumlah KK

Hasil yang diperoleh kemudian digolongkan sesuai kriteria di bawah ini:

1. 0 – 24,4% = sehat pratama

2. 24,5% - 49,4% = sehat madya

3. 49,5% - 74,4% = sehat utama

4. ≥ 74,5% = sehat paripurna

10
Tabel 1. 1. Hasil Pemetaan PHBS Tatanan Rumah Tangga Dukuh Pilang dan Sambu Tahun 2017

Grafik 1.1 Hasil Pemetaan PHBS Tatanan Rumah Tangga Dukuh Pilang dan Sambu Tahun 2017

11
Grafik 1.2 Rekapitulasi Kriteria PHBS Tatanan Rumah Tangga Dukuh Pilang dan Sambu Tahun 2017

Berdasarkan hasil pemetaan PHBS Tatanan Rumah Tangga di Desa Bendo


Dukuh Pilang dan Dukuh Sambu diperoleh lima hasil dengan indikator PHBS
Tatanan Rumah Tangga yang terendah adalah:

1) Tidak merokok (36 %)

2) Penggunaan lantai rumah kedap air (48 %)

3) Kepesertaan dalam Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (72 %)

4) Kegiatan membuang sampah pada tempatnya (84 %)

5) Tidak menyalahgunakan minuman keras/narkoba (84 %)

12
Dalam survey PHBS Tatanan Rumah Tangga di Dukuh Pilang dan Sambu
didapatkan hasil dari 25 kepala keluarga (KK), 22 KK memiliki Strata Sehat
Utama dan 2 KK telah memiliki Strata Sehat Paripurna. Dari perhitungan,
didapatkan strata kelompok dukuh Pilang dan Sambu adalah:
(22 + 2)/25 x 100% = 96 %.

Artinya, berdasarkan survey ini didapatkan Strata Kelompok Sehat


Paripurna (persentase >= 74,5 %). Hal tersebut menunjukkan bahwa program
PHBS di Dukuh Pilang dan Sambu telah berjalan dengan cukup baik.
Keberhasilan program dipengaruhi oleh dua aspek yaitu monitoring dan evaluasi
yang akurat oleh pihak puskesmas serta kesadaran masyarakat itu sendiri.

Berdasarkan analisis data di atas, diketahui bahwa indikator PHBS Tatanan


Rumah Tangga Dukuh Pilang dan Sambu yang memiliki nilai terendah adalah
indikator tidak merokok, disusul indikator penggunaan lantai rumah kedap air,
dan indikator kepesertaan dalam Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Intervensi
terutama dilakukan terhadap indikator yang memiliki nilai terendah, yaitu Tidak
Merokok.

Berikut rincian dari ketiga indikator tersebut berdasarkan hasil survey


wawancara:

1. Tidak merokok

Indikator ini memiliki nilai terendah dari keenambelas indikator


yang ditanyakan dalam survey PHBS, yaitu hanya 9 rumah/kepala
keluarga (KK) dari 25 KK yang rumahnya bebas dari asap rokok
(persentase rumah bebas asap rokok yaitu 36 %). Persentase rumah dengan
perokok di dalamnya yang cukup tinggi, 64 %, tentunya akan berisiko
menimbulkan berbagai masalah kesehatan yang berkaitan dengan asap
rokok, seperti impotensi, kanker, penyakit pernapasan, dan penyakit-
penyakit lain bagi perokok aktif maupun bagi orang di sekitarnya (perokok
pasif; istri, anak kecil, dan lainnya).

Masih banyaknya warga yang merokok kemungkinan disebabkan


karena:
 Merokok sudah menjadi kebiasaan bagi sebagian warga Pilang dan
Sambu. Pengaruh kebiasaan lingkungan sekitar membuat warga
yang lain menjadi mengikuti kebiasaan merokok.

 Menurut sebagian warga Pilang dan Sambu, merokok dirasakan


enak dan menyenangkan, serta membuat rasa ketagihan sehingga
ingin terus merokok.

 Kurangnya pengetahuan mengenai bahaya merokok dan belum


mengerti bagaimana caranya supaya bisa berhenti merokok.

2. Penggunaaan lantai rumah kedap air

Indikator ini memiliki nilai terendah kedua setelah indikator Tidak


Merokok. Dari hasil survey didapatkan data, hanya 12 dari 25 rumah KK
yang diwawancarai yang lantai rumahnya kedap air/ bukan tanah (48 %
rumah warga, lantainya sudah kedap air, 52 % belum kedap air). Rumah
yang sehat hendaknya memiliki lantai yang kedap air dan bukan tanah,
seperti menggunakan keramik, ubin, dicor, dan sejenisnya. Lantai rumah
yang tidak kedap air atau masih berupa tanah akan lebih mudah menyerap
air dan lembab sehingga udara di dalam rumah dapat turut menjadi lembab
sehingga menjadi tempat yang lebih optimal bagi pertumbuhan kuman.
Kuman lebih mudah berkembang biak pada keadaan hangat dan lembab,
terutama bila sirkulasi udara di dalam rumah kurang lancar dan paparan
sinar matahari yang kurang. Tanah yang lembab juga bisa menjadi tempat
perkembangbiakan cacing, sehingga dikhawatirkan penghuni rumah bisa
terinfeksi oleh cacing/ telur cacing.

Masih adanya sebagian rumah warga yang lantainya belum kedap


air/ masih tanah kemungkinan disebabkan:

 Belum tersedianya dana untuk membuat lantai rumah yang kedap


air.

 Beberapa warga masih merasa nyaman dengan lantai berupa tanah


karena dirasakan lebih dingin dan sejuk.

3. Kepesertaan dalam Jaminan Pemeliharaan Kesehatan


Indikator Dana Sehat menempati urutan ketiga dari bawah setelah
indikator Tidak Merokok dan Lantai Rumah Kedap Air, yaitu dari 25
keluarga yang diwawancara hanya 18 keluarga yang anggota keluarganya
menjadi peserta jaminan pemeliharaan kesehatan, seperti Askes, BPJS,
Jamsostek, Jamkesmas, dan sejenisnya. Dengan kata lain, baru 72 %
keluarga yang anggota keluarganya memiliki dana sehat. Meskipun
persentase tersebut sudah cukup tinggi, akan tetapi pemerintah Indonesia
berharap bahwa nantinya semua warga Indonesia akan menjadi peserta
Jaminan Kesehatan Nasional supaya program ini bisa benar-benar berjalan
dengan baik dan dapat tercapai pemerataan akses kesehatan bagi semua
masyarakat Indonesia.

Masih adanya keluarga yang belum menjadi peserta jaminan kesehatan


kemungkinan dikarenakan:

 Masih ada warga yang belum mengerti fungsi dari jaminan pemeliharaan
kesehatan, bagaimana alur pendaftaran dan mekanisme saat menjadi
peserta jaminan pemeliharaan kesehatan.

 Karena faktor ekonomi, sebagian warga merasa tidak mampu untuk


membayar iuran apabila menjadi peserta jaminan kesehatan. Terlebih jika
harus mendaftarkan seluruh anggota keluarga, maka warga merasa
keberatan.

 Kurang adanya kepercayaan sebagian masyarakat terhadap program


jaminan pemeliharaan kesehatan.
Tabel 1. 2. Hasil Pemetaan PHBS Tatanan Rumah Tangga Desa Bendo Tahun 2015

Grafik 1.3. Hasil Pemetaan PHBS Desa Bendo Tahun 2015


Grafik 1.4. Rekapitulasi Kriteria PHBS Tatanan Rumah Tangga Desa Bendo Tahun 2017
Sedangkan berdasarkan hasil pemetaan PHBS Tatanan Rumah Tangga di
Desa Bendo yang telah dilakukan oleh kader-kader pada tahun 2015 diperoleh
hasil lima indikator PHBS Tatanan Rumah Tangga yang terendah adalah:

1) Tidak merokok (360 dari 732 kepala keluarga)  49,2%

2) Kegiatan membuang sampah pada tempatnya (418 dari 732 kepala


keluarga)  57, 1%

3) Penggunaan lantai rumah kedap air (495 dari 732 kepala keluarga ) 
67,6 %

4) Kepesertaan dalam Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (497 dari 732 kepala


keluarga)  67,9 %

5) Tidak menyalahgunakan minuman keras/narkoba (540 dari 732 kepala


keluarga) 73,8 %

Dalam survey PHBS Tatanan Rumah Tangga di Desa Bendo didapatkan


data dari 732 kepala keluarga (KK), 42 KK memiliki Strata Sehat Madya, 632 KK
memiliki Strata Sehat Utama, dan 57 KK telah memiliki Strata Sehat Paripurna.
Dari perhitungan, didapatkan strata kelompok Desa Bendo adalah:
(57 + 632)/732 x 100% = 94,13%.

Artinya, berdasarkan survey ini didapatkan Strata Kelompok Sehat


Paripurna (persentase >= 74,5 %). Hal tersebut menunjukkan bahwa program
PHBS di Desa Bendo telah berjalan dengan cukup baik. Keberhasilan program
dipengaruhi oleh dua aspek yaitu monitoring dan evaluasi yang akurat oleh pihak
puskesmas serta kesadaran masyarakat itu sendiri.

Berdasarkan analisis data di atas, diketahui bahwa indikator PHBS Tatanan


Rumah Tangga Desa Bendo yang memiliki nilai terendah adalah indikator tidak
merokok, disusul indikator sampah (kegiatan membuang sampah pada
tempatnya), dan indikator dana sehat. Intervensi terutama dilakukan terhadap
indikator yang memiliki nilai terendah, yaitu Tidak Merokok.
Berikut rincian dari ketiga indikator tersebut:

1. Tidak merokok

Indikator ini memiliki nilai terendah dari keenambelas indikator


yang ditanyakan dalam survey PHBS, yaitu hanya 360 rumah/kepala
keluarga (KK) dari 732 KK yang rumahnya bebas dari asap rokok
(persentase rumah bebas asap rokok yaitu 49,2 %). Persentase rumah
dengan perokok di dalamnya yang cukup tinggi, 50,8 %, tentunya akan
berisiko menimbulkan berbagai masalah kesehatan yang berkaitan dengan
asap rokok, seperti impotensi, kanker, penyakit pernapasan, dan penyakit-
penyakit lain bagi perokok aktif maupun bagi orang di sekitarnya (perokok
pasif; istri, anak kecil, dan lainnya).

Masih banyaknya warga yang merokok kemungkinan disebabkan


karena:

 Merokok sudah menjadi kebiasaan bagi sebagian warga Desa


Bendo. Pengaruh kebiasaan lingkungan sekitar membuat warga
yang lain menjadi mengikuti kebiasaan merokok

 Menurut sebagian warga Desa Bendo, merokok dirasakan enak dan


menyenangkan, serta membuat rasa ketagihan sehingga ingin terus
merokok

 Kurangnya pengetahuan mengenai bahaya merokok dan belum


mengerti bagaimana caranya supaya bisa berhenti merokok

2. Sampah

Indikator ini memiliki nilai terendah kedua setelah indikator Tidak


Merokok. Dari hasil survey didapatkan data, hanya 418 dari 732 rumah
KK yang diwawancarai yang mengolah sampahnya dengan baik (dibakar,
dipilah, atau ditimbun) (57,1 % rumah warga sudah mengolah sampah
dengan benar, 42,9% lainnya belum).
Pengolahan sampah rumah tangga hendaknya dilakukan dengan
cara yang baik misalnya dengan membakar, menimbun, maupun memilah
sampah organik dan non organik. Hal ini penting dalam mejaga kesehatan
rumah maupun lingkungan. Sampah yang tidak diolah dengan baik, misal
dibuang di sungai ataupun dibiarkan membusuk, dapat menimbulkan
masalah bagi kesehatan dan bagi lingkungan.

Masih adanya sebagian rumah warga yang belum mengolah


sampahnya dengan baik kemungkinan disebabkan:

 Belum tersedianya sarana pengelolaan sampah bagi warga secara


kolektif, sehingga meskipun beberapa sudah dapat mengelola
sampahnya dengan baik, sebagian lainnya masih belum.

 Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai bahaya pengolahan


sampah yang tidak baik.

3. Lantai rumah kedap air

Indikator Lantai rumah kedap air menempati urutan ketiga dari


bawah setelah indikator Tidak Merokok dan Sampah. Dari hasil survey
didapatkan data 495 dari 732 rumah KK yang diwawancarai yang lantai
rumahnya kedap air/ bukan tanah (67,6 % rumah warga lantainya sudah
kedap air, 32,4 % belum kedap air). Rumah yang sehat hendaknya
memiliki lantai yang kedap air dan bukan tanah, seperti menggunakan
keramik, ubin, dicor, dan sejenisnya. Lantai rumah yang tidak kedap air
atau masih berupa tanah akan lebih mudah menyerap air dan lembab
sehingga udara di dalam rumah dapat turut menjadi lembab sehingga
menjadi tempat yang lebih optimal bagi pertumbuhan kuman. Kuman
lebih mudah berkembang biak pada keadaan hangat dan lembab, terutama
bila sirkulasi udara di dalam rumah kurang lancar dan paparan sinar
matahari yang kurang. Tanah yang lembab juga bisa menjadi tempat
perkembangbiakan cacing, sehingga dikhawatirkan penghuni rumah bisa
terinfeksi oleh cacing/telur cacing.

Masih adanya sebagian rumah warga yang lantainya belum kedap


air/masih tanah kemungkinan disebabkan:

 Belum tersedianya dana untuk membuat lantai rumah yang kedap


air
 Beberapa warga masih merasa nyaman dengan lantai berupa tanah
karena dirasakan lebih dingin dan sejuk
Apa yang kami sebutkan di atas merupakan hasil observasi dari data yang
sudah diambil oleh kader-kader Puskesmas Nogosari di Desa Bendo pada tahun
2015 dan dari hasil wawancara yang kami lakukan saat melakukan pendataan
PHBS pada sebagian warga Dukuh Pilang dan Sambu. Untuk mendapatkan hasil
yang lebih akurat mengenai kemungkinan penyebab ketiga indikator PHBS yang
memiliki nilai terendah tersebut sebaiknya dilakukan pengkajian yang lebih lanjut
dan mendalam.
BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan
Pelaksanaan PHBS di Dukuh Pilang dan Dukuh Sambu maupun Desa
Bendo secara keseluruhan telah berjalan cukup baik. Hal ini dibuktikan dari data
PHBS dari 25 KK di Dukuh Pilang dan Sambu didapatkan 1 KK masuk ke Strata
Madya, 22 termasuk Strata Utama, dan 2 KK telah masuk ke Strata Paripurna,.
Sedangkan di Desa Bendo didapatkan 42 KK memiliki Starta Sehat Madya, 632
KK memiliki Strata Sehat Utama, dan 57 KK telah memiliki Strata Sehat
Paripurna.

Berdasarkan indikator PHBS khusus Jawa Tengah yang berjumlah 16


indikator, 3 indikator terendah yang ditemui di Dukuh Pilang dan Sambu, Desa
Bendo, Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali adalah:
1. Tidak Merokok
2. Lantai kedap air/bukan tanah
3. Dana sehat
Sedangkan untuk Desa Bendo secara keseluruhan 3 indikator terendah yang
ditemui adalah:
1. Tidak merokok
2. Sampah
3. Lantai kedap air/bukan tanah

B. Saran
Pada survey PHBS ini didapatkan bahwa strata kesehatan kelompok warga
Dukuh Pilang dan Sambu maupun Desa Bendo secara umum adalah Sehat
Paripurna yang merupakan strata tertinggi menunjukkan bahwa PHBS di desa ini
sudah baik, walaupum masih ditemukan beberapa indikator yang nilainya masih
rendah. Kelompok masyarakat ini telah mencapai strata paripurna maka yang
harus dilakukan oleh puskesmas bukanlah tatalaksana melainkan lebih kepada
kegiatan penyuluhan untuk semakin meningkatkan PHBS di kelompok
masyarakat ini.

Karena permasalahan asap rokok dalam lingkungan rumah tangga menjadi


masalah yang paling banyak ditemukan dalam survey PHBS ini, maka sebaiknya
indikator ini mendapat perhatian yang lebih untuk diberikan penyuluhan. Dari
permasalahan tersebut, kami ingin mengusulkan beberapa solusi, yakni:

 Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan terdekat dengan


masyarakat lebih gencar dalam melakukan penyuluhan tentang bahaya
rokok, baik bagi perokok itu sendiri maupun bagi orang-orang di
sekitarnya (perokok pasif).

Penyuluhan dilakukan dalam bentuk yang lebih menarik dan mudah


dipahami oleh masyarakat, misalnya dengan pemutaran video atau
demonstrasi proses perusakan paru-paru oleh asap rokok dengan
menggunakan kapas yang dimasukkan dalam botol yang akan berubah
warna menjadi hitam dan terbakar setelah diberi asap rokok, ataupun
video-video lain yang menggambarkan bahaya asap rokok.

Untuk membuat warga lebih peduli terhadap masalah ini, penyuluhan juga
bisa dilakukan saat ada pertemuan warga, dengan mengundang warga yang
pernah sakit/ menjadi pasien karena merokok sebagai narasumber untuk
berbagi pengalaman sakitnya karena merokok.

Penyuluhan juga dapat dilakukan kepada para ibu rumah tangga yang
tergabung dalam PKK atau kepada anak-anak di sekolah sekaligus
meyakinkan mereka supaya berani memberi tahu/ menegur anggota
keluarganya yang merokok supaya berhenti.

Program ini diadaptasi dari salah satu program bernama “Bronkus” yang
diadakan oleh salah satu UKM (SCOPH CIMSA) di Fakultas Kedokteran
UNS yang telah berhasil menurunkan jumlah perokok di beberapa desa di
sekitar UNS.

 Mengadakan suatu program berkelanjutan dengan kader-kader yang akan


melakukan penilaian kondisi awal, penyuluhan dan follow up setiap
minggu, dan evaluasi dalam rangka membuat masyarakat berhenti
merokok.

Untuk meningkatkan nilai indikator lantai rumah kedap air/ bukan tanah
kami mengusulkan saran supaya dilakukan penyuluhan mengenai kondisi rumah
yang baik, kalau bisa lantai rumah diberi ubin atau dicor supaya tidak lembab dan
tidak beralaskan tanah langsung karena bisa menjadi sumber kuman. Selain itu
dapat dilakukan upaya preventif dengan pemberian obat cacing terhadap keluarga
yang rentan terinfeksi cacing.

Untuk meningkatan nilai indikator sampah kami mengusulkan supaya


lebih ditingkatkan penyuluhan kepada warga desa terhadap pentingnya
pengolahan sampah yang baik dan bahayanya jika sampah tidak dikelola dengan
baik dan benar. Dapat juga menjalankan program “Bank Sampah” yang telah
dilaksanakan dan sukses di berbagai daerah di Indonesia. Program ini didasarkan
pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Pelaksanaan 3R yang berbunyi, “Bank Sampah adalah tempat pemilahan dan
pengumpulan sampah yang dapat didaur ulang dan diguna ulang serta memiliki
nilai ekonomis tinggi”. Program ini merupakan gabungan dari proses perbankan
dan kegiatan 3R (Reuse, recycle, and reduce). Sampah rumah tangga yang telah
dipilah berdasarkan organik maupun non-organik akan ditukar dengan uang dalam
bentuk tabungan yang akan diberikan kepada warga. Kemudian, sampah yang
telah terkumpul akan diproses lagi menjadi karya-karya lain yang dapat bernilai
ekonomis seperti tas, sepatu, pakaian, dan lain sebagainya.

Sedangkan untuk meningkatkan nilai indikator dana sehat kami


mengusulkan supaya Puskesmas lebih sering memberi informasi kepada warga
mengenai Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, dengan menjelaskan keuntungan-
keuntungan, mekanisme pendaftaran, dan apa yang harus dilakukan apabila sudah
menjadi anggota jaminan. Hal ini dapat dilakukan ketika ada warga yang berobat
ke puskesmas dan ternyata belum memiliki jaminan kesehatan, promosi dalam
acara-acara pertemuan warga seperti PKK atau posyandu lansia maupun balita.
Selain itu dapat juga dilakukan pendaftaran peserta jaminan kesehatan secara
kolektif dalam satu RT atau RW sehingga lebih mempermudah warga yang
terkadang enggan untuk mengurus sendiri ke kantor jaminan kesehatan.

Dari berbagai kegiatan di atas, dapat dijadikan sebuah event besar yang
dapat dilakukan secara lintas sektoral di setiap tanggal 12 November dimana
bertepatan dengan Hari Kesehatan Nasional. Mungkin dapat diadakan lomba
desa/RT/RW sehat yang dimulai dari awal bulan November. Kemudian puncak
acara (12 November) digunakan untuk mengumumkan pemenang dari lomba
tersebut dan juga penyuluhan-penyuluhan tentang kesehatan lainnya seperti :
BPJS, merokok, NAPZA, kesehatan lingkungan, dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. (2008). Rumah Tangga Berperilaku Hidup Bersih dan
Sehat. Jakarta: Depkes RI.

Erwidodo. (2017). Laporan Kegiatan. Diakses Oktober 23, 2017, dari


https://www.scribd.com/document/345871433/LAPORAN-KEGIATAN-F2

Jababeka. (2017). Poin Penting dalam Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Jakarta:
Liputan 6.

Maryunani, A. (2013). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Jakarta: Trans Info
Media.

Nonik. (2015). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Diakses October 23, 2017, dari
https://www.scribd.com/doc/283163200/Perilaku-Hidup-Bersih-Dan-Sehat

Oktama, H. (2011). Hubungan Kesehatan dengan Perilaku. Pekanbaru.

Sinaga, D. H. (2003). Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.


Tabel 1.1. Hasil Pemetaan PHBS Tatanan Rumah Tangga
LAMPIRAN
Desa Rembun

LAMPIRAN

Gambar 1. Koordinasi Lapangan dengan Puskesmas Nogosari

Gambar 2. Pengarahan oleh Puskesmas Nogosari pada hari I


Gambar 3. Survei PHBS Tatanan Rumah Tangga di Dukuh Pilang

Gambar 4. Wawancara PHBS Tatanan Rumah Tangga di Posyandu


Kinantisaras 5, Dukuh Pilang
Gambar 5. Foto Bersama Kader Posyandu Kinantisaras 5

Anda mungkin juga menyukai