A. Latar belakang
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering diketemukan pada
pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya
merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel
kelenjar prostat. Hiperplasia prostat benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas
usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun.
Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang menjengkelkan
dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar prostat
atau benign prostate enlargement (BPE) yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher
buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi yang
khusus disebabkan oleh pembesaran kelenjar prostat disebut sebagai benign prostate
obstruction (BPO). Obstruksi ini lama kelamaan dapat menimbulkan perubahan struk-tur
buli-buli maupun ginjal sehingga menyebabkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun
bawah.
Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH seringkali berupa LUTS (lower urinary
tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi (storage
symptoms) yang meliputi: frekuensi miksi meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi
lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan
tahap selanjutnya terjadi retensi urine. Hubungan antara BPH dengan LUTS sangat
kompleks.
Tidak semua pasien BPH mengeluhkan gangguan miksi dan sebaliknya tidak semua
keluhan miksi disebabkan oleh BPH. Banyak sekali faktor yang diduga berperan dalam
proliferasi/pertumbuhan jinak kelenjar prostat, tetapi pada dasarnya BPH tumbuh pada pria
yang menginjak usia tua dan masih mempunyai testis yang masih berfungsi normal
menghasilkan testosteron. Di samping itu pengaruh hormon lain (estrogen, prolaktin), diet
tertentu, mikrotrauma, dan faktor-faktor lingkungan diduga berperan dalam proliferasi sel-sel
kelenjar prostat secara tidak langsung. Faktor-faktor tersebut mampu mempengaruhi sel-sel
prostat untuk mensintesis protein growth factor, yang selanjutnya protein inilah yang
berperan dalam memacu terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat. Fakor-faktor yang
mampu meningkatkan sintesis protein growth factor dikenal sebagai faktor ekstrinsik
sedangkan protein growth factor dikenal sebagai factor intrinsik yang menyebabkan
hiperplasia kelenjar prostat.
Terapi yang akan diberikan pada pasien tergantung pada tingkat keluhan pasien,
komplikasi yang terjadi, sarana yang tersedia, dan pilihan pasien. Di berbagai daerah di
Indonesia kemampuan melakukan diagnosis dan modalitas terapi pasien BPH tidak sama
karena perbedaan fasilitas dan sumber daya manusia di tiap-tiap daerah.
Berdasarkan hal tersebut kelompok tertarik untuk membahas tentang penyakit
Hyperplasia Prostat Benigna dan dapat mengaplikasikan dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada klien.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
perkemihan yaitu Hyperplasia Prostat Benigna.
2. Tujuan khusus
B. Etiologi
Menurut Purnomo (2003), hingga sekarang ini masih belum diketahui secara pasti
penyebab terjadinya BPH. Beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya
dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).
beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya BPH adalah :
a. Teori DHT
DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel
kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5a-
reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah dibentuk berikatan
dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan
selanjutnya terjadi sintesa protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel
prostat. Pada berbagai penelitian, aktivitas enzim 5a-reduktase dan jumlah RA lebih
banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif
terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat
normal.
b. Keseimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen
relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen testosteron semakin meningkat.
Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi
sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap
rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah RA, dan menurunkan jumlah
kematian sel prostat. Hal itu membuat sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur
yang lebih panjang sehingga massa prostat menjadi lebih besar.
c. Interaksi stroma-epitel
Diferensiasi dari pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh
sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma
mendapatkan stimulasi dari DHT dan estrandiol, sel-sel stroma mensintesis suatu
growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara
intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu
menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.
d. Berkurangnya kematian sel prostat (apoptosis)
Program apoptosis pada sel prostat merupakan mekanisme fisiologis untuk
mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat
yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan
menjadi meningkat sehingga massa prostat bertambah. estrogen diduga mampu
memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangkan faktor pertumbuhan TGFß berperan
dalam proses apoptosis.
e. Teori sel stem
Untuk mengganti sel-sel yang mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru.
Dalam kelenjar prostat dikenal stem sel yaitu sel yang mempunyai kemampuan
berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan
hormon androgen. Sehingga jika hingga hormon ini kadarnya menurun seperti yang
terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel
pada BPH dipostulasikan sebagai tidak tepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadinya
produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
C. Faktor Predisposisi
1. Volume buli-buli tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin, menahan kencing
terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang mengandung diuretikum
(alkohol, kopi), dan minum air dalam jumlah berlebihan.
2. Massa prostat tiba-tiba membesar yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau
mengalami infeksi prostat akut.
3. Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor
atau yang dapat mempersempit leher buli-buli, antara lain golongan antikolinergik
atau adrenergik alfa.
D. Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravaskuler. Untuk
dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa
hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli.
Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh klien dirasakan sebagai keluhan pada saluran
kemih bagian bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan
gejala prostatismus (Price, 1996).
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan
aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika
berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat
jatuh ke dalam gagal ginjal.
Obstruksi yang diakibatkan oleh BPH tidak hanya disebabkan oleh adanya massa
prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang
ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itu
dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus (Price, 1996).
Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada
prostat normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2:1, pada BPH rasionya
meningkat menjadi 4:1. Hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot otot
polos prostat dibanding dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang
menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan
komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat.
I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah perdarahan, pembentukan bekuan, obstruksi
kateter serta disfungsi seksual tergantung dari jenis pembedahan. Kebanyakan prostatektomi
tidak menyebabkan impotensi meskipun aktifitas seksual dapat dilakukan kembali setelah 6-8
minggu karena fossa prostatik sudah sembuh. Komplikasi yang lain yaitu perubahan anatomis
pada uretra posterior menyebabkan ejakulasi retrogard yaitu setelah ejakulasi cairan seminal
mengalir kedalam kandung kemih dan diekskresikan bersama urin. Selain itu vasektomi
mungkin dilakukan untuk mencegah penyebaran infeksi dari uretra prostatik melalui vas
deference dan ke dalam epidedemis.
Setelah prostatektomi total ( biasanya untuk kanker ) hampir selalu terjadi
impotensi. Bagi pasien yang tak mau kehilangan aktifitas seksualnya, implant prostetik penis
mungkin digunakan untuk membuat penis menjadi kaku guna keperluan hubungan seksual
J. Pathways
dan output cairan Bantu klien untuk berkemih dengan Posisi yang nyaman membuat
Keterangan: posisi yang nyaman pengeluaran urine adekuat.
Tidak adekuat Ajarkan klien untuk minum 8 gelas Intake cairan yang adekuat
Sedikit adekuat air sehari menstimulasi eliminasi urine.
Moderat adekuat
Substansi adekuat
Total adekuat
2 Retensi urine b.d. Setelah dilakukan tindakan Kaji sistem urinearia secara Mendeteksi terjadinya masalah
tekanan uretra yang keperawatan selama 3x24 jam, klienkomprehensif meliputi: urine output,eliminasi urine untuk menentukan
tinggi. menunjukkan eliminasi urine yangpola pengeluaran urine, masalah
adekuat dengan indikator: eliminasi urine yang muncul.
Indikator Target Stimulasi refleks kandung kemih
Pola eliminasi urin 5 tindakan selanjutnya
dengan cara mendinginkan abdomen.
normal Membantu proses pengeluaran urine
Minta keluarga untuk melaporkan
Keseimbangan intake 4 dengan menstimulasi pusat mikturisi di
urine output
dan output cairan medulla spinalis pars sakralis yang akan
Tidak ada distensi 4 Monitor intake dan output cairan
menstimulasi otot detrusor untuk
abdomen Pasang kateter urine sesuai indikasi
Pengeluaran urin 4 berkontraksi secara teratur
Ajarkan pada klien atau keluarga
tanpa nyeri Memonitor output urine
untuk menjaga kebersihan kateter
Tidak ada darah 5 Intake cairan yang adekuat
dalam urin menstimulasi eliminasi urine
Keterangan:
Pemasangan kateter urine dapat
Tidak adekuat
membantu pengeluaran urine
Sedikit adekuat
Kebersihan kateter urine dapat
Moderat adekuat
mengurangi risiko terjadinya infeksi
Substansi adekuat
Total adekuat
3. Nyeri akut b.d. agenSetelah dilakukan tindakan Kaji lokasi, karakteristik, durasi, Memastikan nyeri yang dirasakan
cedera fisik. keperawatan selama 3x24 jamdan intensitas nyeri Mengetahui respon yang dirasakan
diharapkan nyeri yang dirasakan Kaji respon verbal dan non verbal Mengetahui respon fisiologis yang
klien berkurang, dengan kriteriaberkaitan ketidaknyamanan ditimbulkan akibat nyeri yang dirasakan
hasil : Monitor TTV Meningkatkan kenyamanan untuk
Tujuan Target Kontrol lingkungan yang dapatmengurangi nyeri
mempengaruhi nyeri seperti suhu, Meminimalkan nyeri yang dirasakan
pencahayaan dan kebisingan Pemberian analgesik dapat mengurangi
Nyeri terkontrol 4
TTV normal 4 Ajari prinsip manajemen nyeri nyeri yang dirasakan
Mengetahui 5 yaitu dengan teknik nafas dalam
penyebab nyeri Berikan analgesik sesuai order
Melaporkan kontrol 5
nyeri
Skala nyeri 2 4
Menunjukkan 5
penggunaan teknik
manajemen nyeri
Keterangan:
Tidak adekuat
Sedikit adekuat
Moderat adekuat
Substansi adekuat
Total adekuat
4. Gangguan pola tidurSetelah dilakukan tindakan Tentukan efek samping pengobatan Mengetahui penyebab gangguan pola
b.d kondisi terjagakeperawatan selama 3x24 jampada pola tidur klien tidur yang dialami klien
maladptive. diharapkan pola tidur klien normal, Jelaskan pentingnya tidur yang Tidur yang adekuat membuat tubuh
dengan kriteria hasil: adekuat selama sakit menjadi lebih segar
Target Ajarkan klien dan keluarga tentang Memberikan pengetahuan keluarga agar
Indikator faktor-faktor yang mempengaruhidapat memandirikan keluarga dalam
pola tidur mengatasi masalah gangguan pola tidur
Waktu tidur 4 Hindari suara keras, berikan Memberikan lingkungan yang
Kulitas tidur 4
Perasaan segar 5 lingkungan yang tenang danterapeutik
setelah tidur minimalkan gangguan Tidur siang merupakan cara untuk
TTV normal 5 Ajarkan untuk tidur siang jikamemenuhi kebutuhan tidur klien
Keterangan:
diperlukan untuk memenuhi kurang
Tidak adekuat
tidur
Sedikit adekuat
Moderat adekuat
Substansi adekuat
Total adekuat
BAB III
KESIMPULAN
Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat yang dapat
menyebabkan obstruksi dan ristriksi pada jalan urine (uretra). Sampai sekarang ini masih belum
diketahui secara pasti penyebab terjadinya BPH, namun beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
BPH erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging
(menjadi tua). Ada beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya BPH, yaitu :
Teori DHT, keseimbangan antara estrogen-testosteron, interaksi stroma-epitel, berkurangnya
kematian sel prostat (apoptosis), teori sel stem.
1. Volume buli-buli tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin, menahan kencing terlalu
lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang mengandung diuretikum (alkohol,
kopi), dan minum air dalam jumlah berlebihan.
2. Massa prostat tiba-tiba membesar yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau
mengalami infeksi prostat akut.
3. Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau
yang dapat mempersempit leher buli-buli, antara lain golongan antikolinergik atau
adrenergik alfa.
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat
aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravaskuler. Untuk dapat
mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat untuk melawan tahanan itu. Kontraksi
yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot
detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli.
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, M., Maas, M., & Moorhead S. (2005). Nursing Intervention Classificatian (NIC).
Second Ed. New York : Mosby.
Furqan. (2003). Evaluasi Biakan Urin Pada Penderita BPH Setelah Pemasangan Kateter
Menetap: Pertama Kali dan Berulang. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
York: Mosby.
McCloskey, J. & Gloria M. B. (2000). Nursing Outcome Classificatian (NOC). Second Ed.
New
York : Mosby.
McSloskey, JC., Bulechek, GM. (2000). Nursing Intervention Classification (NIC). New York:
Mosby.
NANDA. (2011). Nursing Diagnoses; Definitions & Classification. Philadelphia: Nanda
International.
Price, Sylvia A and Willson, Lorraine M. (1996). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
penyakit, Edisi empat. Jakarta: EGC.
Purnomo, B.P. (2003). Dasar-Dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto.
Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2 Jakarta, EGC.
Suddarth, Brunner. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Edisi VIII. Jakarta:
EGC.