Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia, sebagai salah satu negara yang telah merasakan dampak dari tindakan
korupsi, terus berupaya secara konkrit, dimulai dari pembenahan aspek hukum, yang
sampai saat ini telah memiliki banyak sekali rambu-rambu berupa peraturan –
peraturan, antara lain Tap MPR XI tahun 1980, kemudian tidak kurang dari 10 UU
anti korupsi, diantaranya UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan UU No. 31 tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Kemudian yang paling
monumental dan strategis, Indonesia memiliki UU No. 30 Tahun 2002, yang menjadi
dasar hukum pendirian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan demikian
pemberantasan dan pencegahan korupsi telah menjadi gerakan nasional. Seharusnya
dengan sederet peraturan, dan partisipasi masyarakat tersebut akan semakin
menjauhkan sikap, dan pikiran kita dari tindak korupsi.

Masyarakat Indonesia bahkan dunia terus menyoroti upaya Indonesia dalam


mencegah dan memberantas korupsi. Masyarakat dan bangsa Indonesia harus
mengakui, bahwa hal tersebut merupakan sebuah prestasi, dan juga harus jujur
mengatakan, bahwa prestasi tersebut, tidak terlepas dari kiprah KPK sebagai
lokomotif pemberantasan dan pencegahan korupsi di Indonesia. Berbagai upaya
pemberantasan korupsi, pada umumnya masyarakat masih dinilai belum
menggambarkan upaya sunguh-sunguh dari pemerintah dalam pemberantasan korupsi
di Indonesia. Berbagai sorotan kritis dari publik menjadi ukuran bahwa masih belum
lancarnya laju pemberantasan korupsi di Indonesia. Masyarakat menduga masih ada
praktek tebang pilih dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.

Sorotan masyarakat yang demikian tajam tersebut harus difahami sebagai bentuk
kepedulian dan sebagai motivator untuk terus berjuang mengerahkan segala daya dan
strategi agar maksud dan tujuan pemberantasan korupsi dapat lebih cepat, dan selamat
tercapai. Selain itu, diperlukan dukungan yang besar dari segenap kalangan akademis
untuk membangun budaya anti korupsi sebagai komponen masyarakat berpendidikan
tinggi.

Sesungguhnya korupsi dapat dipandang sebagai fenomena politik, fenomena sosial,


fenomena budaya, fenomena ekonomi, dan sebagai fenomena pembangunan. Karena
itu pula upaya penanganan korupsi harus dilakukan secara komprehensif melalui
startegi atau pendekatan negara/politik, pendekatan pembangunan, ekonomi, sosial
dan budaya. Berdasarkan pengertian, korupsi di Indonesia difahami sebagai perilaku
pejabat dan atau organisasi (negara) yang melakukan pelanggaran, dan penyimpangan
terhadap norma-norma atau peraturan-peraturan yang ada. Korupsi difahami sebagai
kejahatan negara (state corruption). Korupsi terjadi karena monopoli kekuasaan,
ditambah kewenangan bertindak, ditambah adanya kesempatan, dikurangi
pertangungjawaban. Jika demikian, menjadi wajar bila korupsi sangat sulit untuk
diberantas apalagi dicegah, karena korupsi merupakan salah satu karakter atau sifat

1
negara, sehingga negara=Kekuasaan=Korupsi. Maka dari itu, mari kita berusaha
untuk menghilangkan korupsi di Indonesia ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Pengertian Korupsi ?
2. Bentuk Korupsi ?
3. Jenis Korupsi ?

1.3 Tujuan

Harapan kami mempelajari ini supaya tidak ada lagi kurupsi di Negara ini dan bersih
seutuhnya, agar kehidupan kita sejahtera.supaya kita tau bentuk dari tindakan korupsi
di kehidupan sehari – hari

2
BAB II

PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Korupsi

Korupsi dan koruptor berasal dari bahasa latin corruptus, yakni berubah dari
kondisi yang adil, benar dan jujur menjadi kondisi yang sebaliknya (Azhar,
2003:28). Sedangkan kata corruptio berasal dari kata kerja corrumpere, yang
berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok, orang yang
dirusak,dipikat,atau disuap (Nasir,2006:281-282).

Korupsi adalah penyalahgunaan amanah untuk kepentingan pribadi (Anwar,


2006:10). Masyarakat pada umumnya menggunakan istilah korupsi untuk merujuk
kepada serangkaian tindakan-tindakan terlarang atau melawan hukum dalam
rangka mendapatkan keuntungan dengan merugikan orang lain. Hal yang paling
mengidentikkan perilaku korupsi bagi masyarakat umum adalah penekanan pada
penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan publik untuk keuntungan pribadi.

Dalam Kamus Lengkap Oxford (The Oxford Unabridged Dictionary) korupsi


didefinisikan sebagai penyimpangan atau perusakan integritas dalam pelaksanaan
tugas-tugas publik dengan penyuapan atau balas jasa. Sedangkan pengertian
ringkas yang dipergunakan World Bank, korupsi adalah penyalahgunaan jabatan
publik untuk keuntungan pribadi (the abuse of public office for private gain).

Definisi lengkap korupsi menurut Asian Development Bank (ADB) adalah korupsi
melibatkan perilaku oleh sebagian pegawai sektor publik dan swasta, dimana
mereka dengan tidak pantas dan melawan hukum memperkaya diri mereka sendiri
dan atau orang-orang yang dekat dengan mereka, atau membujuk orang lain untuk
melakukan hal-hal tersebut, dengan menyalahgunakan jabatan dimana mereka
ditempatkan.

3
Dengan melihat beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa korupsi secara
implisit adalah menyalahgunakan kewenangan, jabatan atau amanah secara
melawan hukum untuk memperoleh keuntungan atau manfaat pribadi dan atau
kelompok tertentu yang dapat merugikan kepentingan umum.

Dari beberpa definisi tersebut juga terdapat beberapa unsur yang melekat pada
korupsi. Pertama, tindakan mengambil, menyembunyikan, menggelapkan harta
negara atau masyarakat. Kedua, melawan norma-norma yang sah dan berlaku.
Ketiga, penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang atau amanah yang ada pada
dirinya. Keempat, demi kepentingan diri sendiri, keluarga, kerabat, korporasi atau
lembaga instansi tertentu. Kelima, merugikan pihak lain, baik masyarakat maupun
negara.

Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan


dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo.UU No. 20 Tahun 2001.
Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam tiga puluh
bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang dapat dikelompokkan; kerugian keuangan
negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang,
benturan kepentingan dalam pengadaan, gratifikasi. Pasal-pasal tersebut
menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana
penjara karena korupsi (KPK, 2006: 19-20).

Dalam UU No. 20 Tahun 2001 terdapat pengertian bahwa korupsi adalah


tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain,
atau korporasi yang berakibat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara. Ada sembilan tindakan kategori korupsi dalam UU tersebut, yaitu: suap,
illegal profit, secret transaction, hadiah, hibah (pemberian), penggelapan, kolusi,
nepotisme, dan penyalahgunaan jabatan dan wewenang serta fasilitas negara.

2.2 Bentuk Korupsi

1. Penyuapan (bribery) mencakup tindakan memberi dan menerima suap, baik


berupa uang maupun barang.

4
2. Embezzlement, merupakan tindakan penipuan dan pencurian sumber daya yang
dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang mengelola sumber daya tersebut, baik
berupa dana publik atau sumber daya alam tertentu.
3. Fraud, merupakan suatu tindakan kejahatan ekonomi yang melibatkan penipuan
(trickery or swindle). Termasuk didalamnya proses manipulasi atau mendistorsi
informasi dan fakta dengan tujuan mengambil keuntungan-keuntungan tertentu.
4. Extortion, tindakan meminta uang atau sumber daya lainnya dengan cara paksa
atau disertai dengan intimidasi-intimidasi tertentu oleh pihak yang memiliki
kekuasaan. Lazimnya dilakukan oleh mafia-mafia lokal dan regional.
5. Favouritism, adalah mekanisme penyalahgunaan kekuasaan yang berimplikasi
pada tindakan privatisasi sumber daya.
6. Melanggar hukum yang berlaku dan merugikan negara.
7. Serba kerahasiaan, meskipun dilakukan secara kolektif atau korupsi berjamaah.

Menurut Jeremy Pope (2007: xxvi) mengutip dari Gerald E. Caiden dalam Toward a
General Theory of Official Corruption menguraikan secara rinci bentuk-bentuk
korupsi yang umum dikenal, yaitu:

1. Berkhianat, subversif, transaksi luar negeri ilegal, penyelundupan.


2. Penggelapan barang milik lembaga, swastanisasi anggaran pemerintah, menipu
dan mencuri.
3. Penggunaan uang yang tidak tepat, pemalsuan dokumen dan penggelapan uang,
mengalirkan uang lembaga ke rekening pribadi, menggelapkan pajak,
menyalahgunakan dana.
4. Penyalahgunaan wewenang, intimidasi, menyiksa, penganiayaan, memberi ampun
dan grasi tidak pada tempatnya.
5. Menipu dan mengecoh, memberi kesan yang salah, mencurangi dan memperdaya,
memeras.
6. Mengabaikan keadilan, melanggar hukum, memberikan kesaksian palsu, menahan
secara tidak sah, menjebak.
7. Tidak menjalankan tugas, desersi, hidup menempel pada orang lain seperti
benalu.
8. Penyuapan dan penyogokan, memeras, mengutip pungutan, meminta komisi.

5
9. Menjegal pemilihan umum, memalsukan kartu suara, membagi-bagi wilayah
pemilihan umum agar bisa unggul.
10. Menggunakan informasi internal dan informasi rahasia untuk kepentingan pribadi;
membuat laporan palsu.
11. Menjual tanpa izin jabatan pemerintah, barang milik pemerintah, dan surat izin
pemrintah.
12. Manipulasi peraturan, pembelian barang persediaan, kontrak, dan pinjaman uang.
13. Menghindari pajak, meraih laba berlebih-lebihan.
14. Menjual pengaruh, menawarkan jasa perantara, konflik kepentingan.
15. Menerima hadiah, uang jasa, uang pelicin dan hiburan, perjalanan yang tidak pada
tempatnya.
16. Berhubungan dengan organisasi kejahatan, operasi pasar gelap.
17. Perkoncoan, menutupi kejahatan.
18. Memata-matai secara tidak sah, menyalahgunakan telekomunikasi dan pos.
19. Menyalahgunakan stempel dan kertas surat kantor, rumah jabatan, dan hak
istimewa jabatan.

2.3 Jenis Korupsi


Jenis korupsi yang lebih operasional juga diklasifikasikan sedikitnya ada 7 jenis
korupsi, yaitu :
1. Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan pengusaha
kepada penguasa.
2. Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang memiliki kepentingan
ekonomi kepada eksekutif atau legislatif untuk membuat peraturan atau UU yang
menguntungkan bagi usaha ekonominya.
3. Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan kekeluargaan,
pertemanan, dan sebagainya.
4. Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan negara secara
sewenang-wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah keuntungan
pribadi.
5. Korupsi transaktif, yaitu korupsi yang terjadi atas kesepakatan dua pihak dalam
bentuk suap, dimana yang memberi dan yang diberi sama-sama mendapatkan
keuntungan.

6
6. Korupsi otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang pejabat mendapat
keuntungan, dengan jalan memberikan informasi kepada pihak luar yang
sebenarnya harus dirahasiakan.

7. Korupsi suportif, yaitu korupsi yang dilakukan secara berkelompok dalam satu
bagian atau divisi dengan tujuan untuk melindungi tindak korupsi yang mereka
lakukan secara kolektif.

Menurut Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Undang-undang Nomor 20 tahun


2001,maka tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari dua segi yaitu korupsi Aktif
dan Korupsi Pasif.

 Korupsi Aktif :
1. Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
Korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara
(Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
2. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau Korporasi
yang menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat merugikan
keuangan Negara,atau perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang Nomor
31 Tahun 1999)
3. Memberi hadiah Kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi
hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut
(Pasal 4 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
4. Percobaan pembantuan,atau pemufakatan jahat untuk melakukan Tindak
pidana Korupsi (Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
5. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau
Penyelenggara Negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5
ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)

7
6. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara negara karena
atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya
dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b
Undang-undang Nomor 20 Tagun 2001)
7. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili
(Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
8. Pemborong,ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau penjual
bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,melakukan
perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang
atau keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal (1) huruf a Undang-
undang Nomor 20 tahun 2001)
9. Setiap ot\rang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan
bahan bangunan,sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana
dimaksud dalam huruf a (Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20
tahun 2001)
10. Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara
nasional Indonesia atau Kepolisian negara Reublik Indonesia melakukan
perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam
keadaan perang (Pasal 7 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 20 tahun
2001)
11. Setiap orrang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara
nasional indpnesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan
sengaja mebiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c
(pasal 7 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
12. Pegawai negeri atau selain pegawai negeri yyang di tugaskan menjalankan
suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu,dengan
sengaja menggelapkan uang atau mebiarkan uang atau surat berharga tersebut
diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan
perbuatan tersebut (Pasal 8 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
13. Pegawai negeri atau selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu,dengan
sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar khusus pemeriksaan
administrasi (Pasal 9 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)

8
14. Pegawai negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas
menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara
waktu dengan sengaja menggelapkanmenghancurkan,merusakkan,atau
mebuat tidak dapat dipakai barang,akta,surat atau daftar yang digunakan
untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang yang
dikuasai karena jabatannya atau membiarkan orang lain
menghilangkan,menghancurkan,merusakkan,attau membuat tidak dapat
dipakai barang,akta,surat atau daftar tersebut (Pasal 10 Undang-undang
Nomor 20 tahun 2001)

15. Pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yang :


a. Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang a
lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya
memaksa seseorang memberikan sesuatu atau menerima pembayaran
dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri (pasal 12
undang-undang Nomor 20 tahun 2001)

b. Pada waktu menjalankan tugas meminta,menerima atau memotong


pembayaran kepada pegawai Negeri atau Penyelenggara negara yang lain
atau kas umum tersebut mempunyai hutang kepadanya.padahal diketahui
bahwa hal tersebut bukan mrupakan hutang (huruf f)

c. Pada waktu menjalankan tugas meminta atau menerima pekerjaan atau


penyerahan barang seplah-olah merupakan hutang pada dirinya,padahal
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang (huruf g)

d. Pada waktu menjalankan tugas telah menggunakan tanah negara yang di


atasnya terdapat hak pakai,seolah-olah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan,telah merugikan orang yang berhak,apadahal
diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan atau

e. baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam
pemborongan,pengadaan,atau persewaan yang pada saat dilakukan

9
perbuatan,untuk seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk mengurus
atau mengawasinya (huruf i)

16. Memberi hadiah kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi
hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu (Pasal 13
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999).

 Korupsi Pasif

a. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau


janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya (pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor
20 tahun 2001)
b. Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau
untuk mepengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung dengan
perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat (2)
Undang-undang nomor 20 Tahun 2001)
c. Orang yang menerima penyerahan bahan atau keparluan tentara nasional
indonesia, atau kepolisisan negara republik indonesia yang mebiarkan
perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau c
Undang-undang nomor 20 tahun 2001 (Pasal 7 ayat (2) Undang-undang
nomor 20 tahun 2001)
d. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji
padahal diketahui atau patut diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau
janji tersebut diberikan utnuk mengerakkan agar melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya,atau sebaga akibat atau disebabkan karena telah melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya (pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-undang nomor 20 tahun
2001)
e. Hakim yang enerima hadiah atau janji,padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan

10
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (pasal 12 huruf c Undang-
undang nomor 20 tahun 2001)
f. Advokat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut
diduga,bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat
atau pendapat uang diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan
kepada pengadilan untuk diadili (pasal 12 huruf d Undang-undang nomor 20
tahun 2001)
g. Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi
yang diberikan berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan
kewajiban atau tugasnya (pasal 12 Undang-undang nomor 20 tahun 2001).

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

korupsi adalah tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri,
orang lain, atau korporasi yang berakibat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara. Ada sembilan tindakan kategori korupsi dalam UU tersebut,
yaitu: suap, illegal profit, secret transaction, hadiah, hibah (pemberian), penggelapan,
kolusi, nepotisme, dan penyalahgunaan jabatan dan wewenang serta fasilitas negara.

12

Anda mungkin juga menyukai