P E LAYANAN G I Z I
LANJ UT US IA
Perpuctekaan Depkes,_
No. Induk 5^6^^Ib, Ala
..
i
I
1. Judul I.NUTRITION
GERIATRIC - HEALTH SERVICES FOR THE
GED
KATA PENGANTAR
Upaya pelayanan kesehatan paripurna bagi para lanjut usia perlu dikembangkan
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan lanjut usia , termasuk di dalamnya
upaya pelayanan gizi pada lanjut usia. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya
angka kesakitan akibat penyakit degeneratif, disamping penyakit infeksi dan
kurang gizi. Karena itu upaya pelayanan gizi merupakan bagian yang penting untuk
meningkatkan status gizi dan kesehatan lanjut usia agar tetap sehat dan produktif.
Buku Pedoman Pelayanan Gizi Lanjut Usia ini disusun dengan tujuan agar
dapat dimanfaatkan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit, Puskesmas maupun
sarana pelayanan kesehatan lain dalam mengoptimalkan pelayanan gizi bagi lanjut
usia yang selaras dengan program kesehatan lainnya.
Kritik dan saran yang berguna bagi perbaikan dan penyempurnaan buku ini
sangat diharapkan, semoga pedoman ini dapat menjadi acuan dalam rangka
pengembangan program gizi pada lanjut usia.
i
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ............................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
LAMPIRAN ....................................................................................................... 30
Ill
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1. KMS La sia dan Brosur makanan Sehat untuk Lanjut Usia ...... 30
Lampiran 11. Menu U tuk Lansia dengan Berat Badan Kurang ..................... 40
Lampiran 12. Menu U tuk Lansia dengan Berat Badan Lebih (Kegemukan) ...41
Lampiran 14. Contoh M enu Untuk Lansia Tanpa Gigi dan Konstipasi ............. 54
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan Umur Harapan Hidup (UHH) merupakan salah satu indikator
keberhasilan pembangunan bidang kesehatan. Sasaran rencana strategi
Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014 adalah meningkatkan UHH dari
70,7 menjadi 72 tahun. Menurut hasil Susenas tahun 2000, jumlah lansia 14,4
juta jiwa atau 7,18% dari total jumlah penduduk, sedangkan pada tahun 2010
jumlah lansia sudah mencapai 19 juta jiwa atau sekitar 8,5% jumlah penduduk.
Hal ini menunjukkan peningkatan jumlah lansia dan diproyeksikan akan terus
meningkat, sehingga diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi 28,8 juta jiwa.
I
Berdasarkan Dat d Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, prevalensi
penyakit pada Ianj it usia 55-64 tahun adalah Penyakit Sendi 56,4%, Hipertensi
53,7%, Stroke 2C ,2%o, Penyakit Asma 7,3%, Jantung 16,1%, Diabetes 3,7%,
Tumor 8,8%. Mei ingkatnya penyakit degeneratif pada lanjut usia ini akan
meningkatkan be in ekonomi keluarga, masyarakat dan negara.
Pelayanan gizi se bagai bagian dari pelayanan kesehatan lanjut usia dapat
dilakukan di semi s fasilitas pelayanan kesehatan balk pemerintah maupun
swasta. Dengan i neningkatkan pelayanan gizi pada lanjut usia diharapkan
dapat menanggulc ngi masalah gizi lanjut usia sehingga pada akhirnya dapat
meningkatkan stat is gizi dan kesehatan lanjut usia.
B. Tujuan
Umum : Menin katkan status kesehatan lanjut usia agar sehat, mandiri dan
produl if melalui pelayanan gizi yang bermutu.
Khusus :
a. Meningkatkan kualitas tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan
gizi pada lanju usia.
b. Meningkatkan :ualitas pelayanan gizi pada lanjut usia.
c. Meningkatkan Status gizi lanjut usia.
C. Sasaran
Sasaran pelayana gizi lanjut usia terdiri dari:
1. Sasaran langs mg:
a. Pra lanjut sia (45-59 tahun)
b. Lanjut usia (60-69 tahun)
c. Lanjut usi risiko tinggi (>_ 70 tahun atau > 60 tahun dengan masalah
kesehatan
2. Sasaran tidak angsung:
a. Tenaga ke ehatan
b. Keluarga d mana lanjut usia berada
c. Masyaraka di lingkungan lanjut usia/kader lansia
d. Organisasi sosial yang bergerak di dalam pembinaan lanjut usia
2
D. Kebijakan dan Strategi
Kebijakan dan Strategi pelayanan gizi lanjut usia disesuaikan dengan kebijakan
dan strategi program kesehatan lanjut usia :
1. Kebijakan :
a. Pembinaan gizi lanjut usia dilaksanakan secara terpadu dengan
meningkatkan peran lintas program dan lintas sektor.
b. Pembinaan gizi lanjut usia terutama ditujukan pada upaya peningkatan
kesehatan dan kemampuan untuk mandiri agar selama mungkin tetap
produktif dan berperan aktif dalam pembangunan.
c. Pembinaan gizi lanjut usia sebagai bagian dari upaya kesehatan
keluarga melalui pelayanan kesehatan di tingkat dasar dan rujukan.
d. Pembinaan gizi lanjut usia dilaksanakan melalui pendekatan holistik
dengan memperhatikan nilai sosial dan budaya.
e. Upaya promotif dan preventif dilaksanakan secara komprehensif
bersama-sama dengan upaya kuratif dan rehabilitatif.
f. Peningkatan peran serta masyarakat, swasta dan lanjut usia dilakukan
atas dasar kekeluargaan dan gotong-royong, dibina oleh pemerintah
pada semua tingkat administrasi.
2. Strategi:
a. Meningkatkan sosialisasi dan advokasi kepada stakeholder dan
pengambil kebijakan.
b. Meningkatkan pelayanan gizi lanjut usia baik individu maupun
masyarakat.
c. Meningkatkan upaya deteksi dini adanya masalah gizi lanjut usia.
d. Meningkatkan sistem informasi dalam setiap kegiatan pelayanan gizi
lanjut usia.
e. Menyediakan fasilitas pelayanan gizi lanjut usia.
f. Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan tenaga kesehatan dalam
pelayanan gizi lanjut usia.
g. Meningkatkan pendidikan gizi lanjut usia melalui KIE.
h. Memantapkan kerjasama lintas program, lintas sektor, LSM dan swasta.
i. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat dan
mandiri.
3
BAB II
GIZI LANJUT USIA
A. Batasan
Menurut WHO Ian is dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu :
1. Usia pertenga an (45-59 tahun)
2. Lanjut usia (60 -74 tahun)
3, Lansia tua (75 90 tahun)
4. Usia sangat to (> 90 tahun)
B. Proses Menua
Proses pertumbu an dan perkembangan manusia berlangsung sepanjang
masa, sejak dari j nin, bayi, balita, remaja, dewasa hingga masa tua. Proses
menua berlangsu g secara alamiah, terus menerus dan berkesinambungan.
Pada akhirnya ak n menyebabkan perubahan anatomi, fisiologi clan biokimia
pada jaringan tub h sehingga mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh
secara keseluruha .
4
Faktor yang mempengaruhi proses menua
FAKTOR EKSTERNAL
STESSOR PSIKOSOSIAL PENDIDIKAN
PENY. INFEKSI/
DEGENERATIF
KONSUMSI
I
HYGIENE SANITASI/
SOS-BUD
LINGKUNGAN
KELUARGA/ LINGKUP
PENGASUH PERGAULAN/
V KELOMPOK
EKONOMI MASYARAKAT
Berikut tabel kindisi lanjut usia yang dapat mempengaruhi status gizi.
KONDI I PERUBAHAN
NO STATUS GIZI
LANJUT SIA POLA MAKAN
1 Metabolisme b sal Kebutuhan energi Cenderung
menurun menurun kegemukan/obesitas
2 Aktivitas/ kegia an fisik Energi yang dipakai Cenderung
berkurang sedikit kegemukan/obesitas
3 Ekonomi menu gkat Cenderung
Konsumsi berlebih
kegemukan/obesitas
4 Makan tidak enak/ Dapat terjadi kurang
Fungsi indera enurun
nafsu makan menurun gizi
Kesulitan makan
Penyakit perio ntal makanan berserat Dapat terjadi kurang
5 atau (sayur, daging) , gizi dan kegemukan/
gigi tanggal cenderung makan obesitas
makanan lunak
6
Penurunan sekresi
Mengganggu Defisiensi zat gizi
6 asam lambung clan
penyerapan vitamin mikro
enzim pencernaan
clan mineral
makanan
Susah buang air Wasir (perdarahan) 6
7 Mobilitas usus menurun
besar anemia
8 Sering menggunakan Menurunkan nafsu Dapat terjadi kurang
obat-obatan/alkohol makan gizi
Kesulitan u ntuk
Gangguan kemampuan Dapat terjadi kurang
9 menyiapkan makanan
motorik gizi
sendiri
Kurang bersosialisasi
Nafsu makan Dapat terjadi kurang
10 , kesepian (perubahan
menurun gizi
psikologis)
Asupan makanan Dapat terjadi kurang
11 Pendapatan menurun
menurun gizi
spat terra i kurang
Sering makan/lupa
12 Demensia (pikun) gizi clan kegemukan/
makan
obesitas
C. Kebutuhan Gizi
Kebutuhan gizi pada lanjut usia spesifik, karena terjadinya perubahan proses
fisiologi clan psikososial sebagai akibat proses menua.
7
3. Aktivitas fisik an pekerjaan
Lanjut usia m ngalami penurunan kemampuan fisik yang berdampak pada
berurangnya ktivitas fisik sehingga kebutuhan energinya juga berkurang.
Kecukupan z t gizi seseorang juga sangat tergantung dari pekerjaan sehari-
hari : ringan, dang, berat. Makin berat pekerjaaan seseorang makin besar
zat gizi yang ibutuhkan. Lanjut usia dengan pekerjaaan fisik yang berat
memerlukan at gizi yang lebih banyak.
4. Postur tubuh
Postur tubuh ang lebih besar memerlukan energi lebih banyak dibandingkan
postur tubuh ang lebih kecil.
5. Iklim/suhu ud ra
Orang yang ti ggal di daerah bersuhu dingin (pegunungan) memerlukan zat
gizi lebih unt mempertahankan suhu tubuhnya.
6. Kondisi kese atan (stress fisik dan psikososial)
Kebutuhan gi i setiap individu tidak selalu tetap, tetapi bervariasi sesuai
dengan kondi i kesehatan seseorang pada waktu tertentu. Stress fisik dan
stressor psik osial yang kerap terjadi pada lanjut usia juga mempengaruhi
kebutuhan gi . Pada lanjut usia masa rehabilitasi sesudah sakit memerlukan
penyesuaian ebutuhan gizi.
7. Lingkungan.
Lanjut usia y ng sering terpapar di lingkungan yang rawan polusi (pabrik,
industri, dll) p rlu mendapat suplemen tambahan yang mengandung protein,
vitamin dan ineral untuk melindungi sel-sel tubuh dari efek radiasi.
Pada prinsipnya butuhan gizi pada lanjut usia mengikuti prinsip gizi seimbang.
Konsumsi maka an yang cukup dan seimbang bermanfaat bagi lanjut usia
untuk mencegah tau mengurangi risiko penyakit degeneratif dan kekurangan
gizi. Kebutuhan g zi lanjut usia dihitung secara individu.
8
havermout, jagung, sagu, ubi jalar, ubi kayu dan umbi-umbian. Karbohidrat
yang berasal dari biji-bijian dan kacang-kacangan utuh berfungsi sebagai
sumber energi dan sumber serat. Dianjurkan agar lanjut usia mengurangi
konsumsi gula sederhana seperti gula pasir dan sirup.
3. Batasi konsumsi lemak dan minyak
Bagi lanjut usia, mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak
tinggi tidak dianjurkan, karena akan menambah risiko terjadinya berbagai
penyakit degeneratif seperti tekanan darah tinggi, jantung, ginjal, dan lain-
lain. Sumber lemak yang baik adalah lemak tidak jenuh yang berasal dari
kacang-kacangan, alpukat, miyakjagung, minyak zaitun. Lemak minyak ikan
mengandung omega 3, yang dapat menurunkan kolesterol dan mencegah
arthritis, sehingga baik dikonsumsi oleh lanjut usia. Lanjut usia sebaiknya
mengkonsumsi lemak tidak lebih dari seperempat kebutuhan energi.
4. Makanlah makanan sumber zat besi
Zat besi adalah salah satu unsur penting dalam proses pembentukan sel
darah merah. Zat besi secara alamiah diperoleh dari makanan seperti
daging, hati dan sayuran hijau. Kekurangan zat besi yang dikonsumsi bila
berkelanjutan akan menyebabkan penyakit anemia gizi besi dengan tanda-
tanda pucat, lemah, lesu, pusing, dan mats berkunang-kunang. Demikian
juga pada lanjut usia, perlu mengkonsumsi makanan sumber zat besi dalam
jumlah cukup.
5. Biasakan makan pagi
Makan pagi secara teratur dalam jumlah cukup dapat memelihara ketahanan
fisik, mempertahankan daya tahan tubuh dan meningkatkan produktifitas
kerja. Lanjut usia sebaiknya membiasakan makan pagi agar selalu sehat
dan produktif.
6. Minumlah air bersih dan aman yang cukup jumlahnya
Air minum yang bersih dan aman adalah air yang tidak berbau, tidak
berwarna, tidak berasa dan telah dididihkan serta disimpan dalam wadah
yang bersih dan tertutup. Air sangat dibutuhkan sebagai media dalam
proses metabolisme tubuh. Apabila terjadi kekurangan air minum akan
mengakibatkan kesadaran menurun.
7. Lakukan aktivitas fisik dan olahraga secara teratur
Agar dapat mempertahankan kebugaran, lanjut usia harus tetap berolah
raga. Aktifitas fisik sangat penting peranannya bagi lansia. Dengan
melakukan aktifitas fisik, maka lanjut usia dapat mempertahankan bahkan
meningkatkan derajat kesehatannya. Namun, karena keterbatasan fisik
yang dimilikinya perlu dilakukan penyesuaian dalam melakukan aktifitas
fisik sehari-hari.
9
8. Pesan lainny :
- Tidak m4 m alkohol
- Mambaca label makanan
D. Masalah gizi
Masalah gizi Ian ut usia merupakan rangkaian proses masalah gizi sejak
usia muda yang anifestasinya terjadi pada lanjut usia. Berbagai penelitian
menunjukkan bah a masalah gizi pada lanjut usia sebagian besar merupakan
masalah gizi lebi yang merupakan faktor risiko timbulnya penyakit degeneratif
seperti penyakit j ntung koroner, diabetes mellitus, hipertensi, gout rematik,
ginjal, perlemaka hati, dan lain-lain. Namun demikian masalah kurang gizi juga
banyak terjadi pa a lanjut usia seperti Kurang Energi Kronik (KEK), anemia dan
kekurangan zat gi i mikro lain.
b. Hipertensi
Berat badan yang berlebih akan meningkatkan beban jantung untuk
memompa darah ke seluruh tubuh. Akibatnya tekanan darah cenderung
menjadi lebih tinggi. Selain itu pembuluh darah pada lanjut usia sering
mengalami aterosklerosis (lebih tebal dan kaku), sehingga tekanan
darah akan meningkat. Bila terjadi sumbatan di pembuluh darah otak
akan memacu timbulnya stroke. Bila sumbatan terjadi di jantung dapat
menyebabkan serangan jantung berupa nyeri dada atau kematian otot
jantung (angina pektoris atau infark miokard) yang dapat menyebabkan
kematian.
c. Diabetes Mellitus
Adalah suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa
darah yang melebihi nilai normal (gula darah puasa >_ 126 gr/dl dan atau
gula darah sewaktu diatas 200 gr/dl). Diabetes umumnya disebabkan
oleh kerusakan sel beta di pankreas yang menghasilkan fungsi insulin,
sehingga kekurangan insulin atau dapat juga terjadi karena gangguan
fungsi insulin dalam glukosa ke dalam sel. Pada orang dengan berat
badan lebih, hiperglikemia terjadi karena insulin yang dihasilkan oleh
pankreas tidak mencukupi kebutuhan.
II
DM Tipe I : Diabetes disebabkan oleh kekurangan insulin karena
terjadi kerusakan sel dan pankreas. Umumnya B
normal atau di bawah normal dan disertai dengan
trias DM, polifagi, poliuri, polidipsi (banyak makan,
banyak minum dan banyak kencing)
DM Tipell Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM),
selain terjadi kerusakan sel dan pankreas juga disertai
tidak berfungsinya insulin, 75% penderita DM tipe II
adalah obesitas atau dengan riwayat obesitas.
f. Arthritis G ut
Kelainan etabolisme protein menyebabkan kadar asam urat dalam
darah meni gkat. Kristal asam urat akan menumpuk di persendian yang
menyebab an rasa nyeri dan bengkak sendi. Pada penderita gout perlu
pembatasa konsumsi lemak, protein, purin, untuk penurunan kadar
asam urat. isarankan banyak minum air putih minimal 8 gelas sehari.
12
BAB III
PELAYANAN GIZI INDIVIDU
Pelayanan gizi secara individu dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan oleh Tim
Asuhan Gizi dan merupakan salah satu bagian pelayanan kesehatan lanjut usia/
geriatri yang terpadu, sehingga pelaksanaannya ditangani bersama-sama secara
terkordinasi oleh berbagai disiplin ilmu terkait.
Kerjasama antara lanjut usia, keluarga/pengasuh dengan tim asuhan gizi sangat
penting untuk menunjang keberhasilan pelayanan gizi lanjut usia.
a. Rawat Jalan
Kegiatan pelayanan gizi rawat jalan merupakan pelayanan gizi secara individu
dengan serangkaian kegiatan asuhan gizi terstandar untuk melakukan dan
mendukung keberhasilan proses konseling gizi.
b. Rawat Inap
Kegiatan pelayanan gizi rawat map merupakan pelayanan gizi secara individu
dengan serangkaian kegiatan asuhan gizi terstandar untuk memberikan
intervensi gizi.
Kegiatan intervensi gizi yang diberikan meliputi pelayanan makan dan konseling
gizi, serta kunjungan rumah sebagai tindak lanjut kegiatan.
A. Penapisan
Sebelum memberikan pelayanan gizi pada lanjut usia perlu dilakukan
penapisan gizi untuk menentukan apakah lanjut usia dalam kondisi malnutrisi.
Ada beberapa instrumen penapisan gizi yang dapat dilakukan pada lanjut
usia khususnya untuk gizi kurang, antara lain Mini Nutritional Assessment
(MNA) dan Nutritional Screening Initiative (NSI). Instrumen penapisan dapat
membantu untuk identifikasi status gizi lanjut usia. Berdasarkan hasil penapisan
selanjutnya lanjut usia yang berisiko perlu mendapat pelayanan gizi.
13
gizi. Dengan PAG diharapkan ahli gizi di tempat pelayanan kesehatan dapat
memberikan pelay nan secara efektif dan berkualitas terhadap lanjut usia.
PAGT meliputi :
Cara pengukuran :
a) Posisikan lansia berdiri tegak pada permukaan tanah/ lantai
yang rata tanpa memakai alas kaki(sandal, sepatu)
b) Posisikan Ujung tumit kedua telapak kaki dirapatkan dan
menempel di dinding dalam posisi agak terbuka di bagian jari-
jari kaki
c) Pandangan mata lurus kedepan
d) Kedua lengan menggantung santai menempel didinding tembok
e) Pada waktu mengukur TB, punggung, tumit, pantat dan belakang
kepala menempel pada tembok, posisi kepala tegak dan pandangan
mata lures ke depan, lengan menggantung di sisi
2. Pengukuran Berat Badan
a) Pengukuran dilakukan dengan menggunakan timbangan berat
badan tanpa pegas
b) Alat sudah ditera
c) Letakkan di lantai yang rata posisikan angka sampai
menunjukkan angka nol
d) Hasil pengukuran dibaca pada skala dengan ketelitian 0,1 cm
e) Upayakan mata pengukur sejajar dengan skala
Cara Pengukuran :
a) Lansia berdiri tegak dengan memakai pakaian seminimal
mungkin, tidak membawa beban atau benda apapun dan tanpa
alas kaki (sandal, sepatu)
b) Mata menutup lurus kedepan, dan tubuh tidak membungkuk
c) Pembacaan dilakukan pada alat secara langsung
3. Pengukuran Panjang Depa
Kondisi/ Syarat Pengukuran
a) Lansia yang diukur harus memiliki kedua tangan yang dapat
direntangkan sepanjang mungkin dalam posisi lurus mendatar/
horizontal dan dan tidak dikepal
b) Jika salah satu kedua tangan tidak dapat diluruskan karena sakit
atau sebab lainnya, maka pengukuran ini tidak dapat dilakukan
c) Panjang depa tidak dianjurkan diukur dalam posisi berbaring
atau telentang karena dapat mengurangi tingkat ketelitian hasil
pengukuran sehingga hasilnya kurang akurat (WHO 1995)
15
Cara P ngukuran :
a) La sia berdiri dengan kaki dan bahu menempel membelakangi
to bok sepanjang pita pengukuran yang ditempel di tembok.
b) Ba ian atas kedua lengan hingga ujung telapak tangan
me empel erat didinding sepanjang mungkin
c) Pe bacaan dilakukan dengan ketelitian 0,1 cm mulal dari
ba ian ujung jari tengah tangan kanan hingga ujung jari tengah
tan an kiri
4. Pengu uran Tinggi Lutut
a) Ko disi Sprat Pengukuran
Tin ggi lutut sangat erat hubungannya dengan tinggi badan
se ingga sering digunakan untuk memperkirakan tinggi badan
se eorang yang memiliki gangguan lekukan tulang belakang
tid k dapat berdiri karena lumpuh atau sebab lainnya
b) Al e ^ Pengukuran :
Pe ggaris kayu / stailess stell dengan mata pisau menempel
pa a sudut 9011 pada kaki kiri
Cara p ngukuran :
a) La sia diukur dalam posisi duduk atau berbaring / tiduran
dia as lantai atau kasur deengan permukaan rata / flat tanpa
me ggunakan bantal atau alas kepala (topi) apapun
b) Se itiga kayu diletakkan pada kaki kiri antara tulang kering
de gan tulang paha membentuk sudut 90
c) Pe ggaris kayu/ stailess stell ditempatkan diantara tumit sampai
ba ian tertinggi dari tulang lutut. Pembacaan dilakukan pada
ala ukur dengan ketelitian 0,1 cm.
5. Pengu uran Tinggi Duduk
Kondis syarat pengukuran :
a) Bil lansia tidak dapat berdiri tegak dan atau merentangkan
ke ua tangannya sepanjang mungkin dalam posisi lurus lateral
cla n tidak dikepal.
b) Jik salah satu atau kedua pergelangan tangan tidak dapat
dil ruskan karena sakit atau sebab lainnya
Alat P ngukuran :
a) AI ukur antropometer terdiri dari bangku duduk dari kayu
de gan panjang, lebar, dan tinggi masing-masing 40 cm bagi
Ian is laki-laki dan 35 cm bagi lansia perempuan.
16
b) Mikrotoa sepanjang 2 m yang ditempelkan di tembok/ dinding
Cara Pengukuran
a) Mikrotoa menempel erat di dinding tembok harus di nol-kan dulu
sampai lantai
b) Lansia duduk dengan posisi tubuh tegak , kepala dan tulang
belakang / punggung menempel rapat ke dinding
c) Tangan diletakkan dengan santai di atas paha
d) Lansia tidak menggunakan alas kepala (topi)
e) Kedua kaki tanpa atau dengan alas kaki dirapatkan ke dinding
bangku dan mata menatap lurus ke depan
t7 Pembacaan dilakukan pada mikrotoa yang ditempelkan di
dinding tepat di atas kepala , setelah dikurangi tinggi bangku
b) IMT (Indeks Massa Tubuh ) untuk lanjut usia dengan kondisi khusus
(tidak dapat berdiri atau bongkok ) dapat merujuk pada tabel BB/TL,
BB/PD, BB/TD (terlampir),
17
rv
e
W^MsNh '%V,
c) Lingka perut
Diguna an untuk menentukan obesitas sentral. Cara pengukurannya
adalah dengan berpuasa pada malam hari sebelum pemeriksaan
dan p a hari pemeriksaan mengenakan pakaian yang ringan.
Pengu uran dilakukan dalam posisi berdiri tegak dengan kedua
tangan disamping dan kaki rapat. Tepi tulang iga yang terendah
dan Kri to iliaka pada garis aksila tengah (mid- axillary line) diberi
tanda ngan pena. Pita pengukur non elastic diletakkan melintang
di perte gahan antara kedua tanda tersebut melingkari perut secara
horizon al. Kemudian dilakukan pembacaan dalam sentimeter.
Selam dilakukan pengukuran, pasien diminta untuk bernapas biasa
(Gibso , 2005). Klasifikasi lingkar perut adalah dikatakan obesitas
sentral ika lingkar perut pada laki-laki >_ 90 cm dan perempuan >_ 80
cm.
b. Biokimia
Data bioki is meliputi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang
lain yang m mberikan informasi mengenai status gizi guna menegakkan
diagnosis g zi.
Berikut ini alah beberapa parameter biokimia yang sering digunakan:
1. Albumi rendah/hipoalbuminemia mengindikasikan adanya
defisie i protein, stress akut, katabolisme, overload cairan, gagal
hati, p bedahan. Albumin tinggi/hiperalbuminemia kemungkinan
dehidra i dan gagal ginjal. Selain dalam darah, kadar albumin juga
dapat d periksa dalam urin.
2. Asam f lat serum rendah mengindikasikan adanya defisiensi asam
folat, vitamin B12, anemia makrositik, penggunaan obat-obatan
tertentu
3. Glukos darah tinggi/hiperglikemia mengindikasikan adanya
peruba an metabolisme karbohidrat, kelebihan intake energi,
kanker, diabetes mellitus, infus dekstrosa yang berlebihan, infeksi,
respon stres, penggunaan obat-obatan. Glukosa darah rendah/
hipoglik mia, kemungkinan penghentian makanan parenteral total
yang endadak, pemberian insulin yang berlebihan. Selain itu
glukosa dapatjuga diperiksa dengan urin reduksi.
4. Hemogl bin rendah mengindikasikan kemungkinan adanya
defisien i protein, Fe, anemia, perdarahan.
5. Natrium serum tinggi/hipernatremia mengindikasikan adanya defisit
volume airan, pemberian natrium yang berlebihan, kehilangan air
18
bebas yang terjadi sekunder akibat interaksi obat. Natrium serum
rendah/hiponatremia, kemungkinan kelebihan cairan, kehilangan
natrium lewat saluran cerna, sonde dengan formula susu rendah
natrium untuk waktu yang lama.
c. Minis
Data klinis meliputi suhu tubuh, tekanan darah, keluhan-keluhan yang
dirasakan seperti penurunan nafsu makan, gangguan metabolisme
berupa mual, muntah, kesulitan mengunyah dan menelan. Berikut ini
beberapa contoh tanda klinis :
1. Penurunan berat badan mengindikasikan defisiensi energi,
penurunan berat badan secara akut kemungkinan defisiensi cairan,
sedangkan peningkatan berat badan kemungkinan kelebihan intake
energi.
2. Rambut pudar, kering, mudah patah mengindikasikan defisiensi
protein, rambut mudah dicabut tanpa rasa sakit kemungkinan
defisiensi protein, rambut rontok kemungkinan defisiensi protein,
seng, biotin / kelebihan vitamin A, hilangnya pigmen rambut pada
sekeliling kepala, kemungkinan defisiensi protein dan tembaga.
3. Mimisan (Epistaksis) mengindikasikan defisiensi vitamin K,
pembesaran tiroid kemungkinan defisiensi iodium.
4. Hepatomegali mengindikasikan defisiensi protein atau kelebihan
vitamin A, ascites kemungkinan defisiensi protein dan atau kelebihan
intake cairan.
5. Kehilangan massa otot kemungkinan defisiensi energi .
6. Parestesia (sakit dan perasaan geli atau sensasi yang berubah
pada anggota gerak),ataksia (penurunan perasaan getaran dan
posisi tremor penurunan reflek tendon), konfabulasi, disorientasi
mengantuk, letargi kemungkinan defisiensi vitamin B dan C .
d. Riwayat makan
Mengkaji data riwayat makan yaitu mengkaji kebiasaan makan klien
secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif digunakan Formulir
Food Frequency (FFQ) dan dari hasilnya dapat diketahui seberapa
sering seseorang mengkonsumsi bahan makanan sumber zat gizi
tertentu. Secara kuantitatif digunakan Formulir Food Recall dan dari
hasilnya dapat diketahui berapa besar pencapaian asupan energi dan
zat gizi seseorang terhadap angka kebutuhan gizi.
19
e. Riwayat Personal
Penguml ulan dan pengkajian data riwayat pasien meliputi riwayat obat
dan supl men yang dikonsumsi, sosial budaya, riwayat penyakit dan
data umL m pasien, sebagai berikut:
2. MENEGAK N DIAGNOSIS
Setelah men apatkan data mengenai kebiasaan makan sebelum dirawat,
pola makan, entuk dan frekuensi makan serta pantangan makan, lakukan
pengkajian data dengan menganalisis asupan gizinya dan dibandingkan
dengan AKG erta anjuran gizi sesuai dengan penyakitnya, uraikan kepada
klien, analisis permasalahan yang dihadapi.
20
3. INTERVENSI GIZI
Intervensi gizi bertujuan untuk menanggulangi masalah gizi yang sudah
ditegakkan pada diagnosis gizi. Pemecahan masalah yang dipilih dengan
mempertimbangkan faktor-faktor seperti dukungan keluarga, sosial
ekonomi, pemanfaatan pekarangan, dll.
21
3. Perh tungan kebutuhan lemak
a) da lanjut usia konsumsi lemak dianjurkan tidak melebihi 20-
2 % dari kebutuhan energi dengan rasio lemak tidak jenuh
I mak jenuh = 2: 1
b) lesterol merupakan sejenis lemak yang hanya terdapat di
akanan hewani terutama pada otak, hati, daging berlemak,
k ping telur, konsumsinya harus dibatasi. Kolesterol tidak
elebihi 300 mgr / hari didalam makanan.
6. Serat^
Kebut han serat 25-30 gram/ hari
22
b. Preskripsi Diet
23
e) Aspe Pesan
1) B ntuk makanan disesuaikan dengan kemampuan makan
2) P rsi kecil tapi sering, jarak antara dua waktu makan tidak
k rang dari 3 jam
3) Bi sakan sarapan pagi dan makan malam lebih awal
4) Pi ihlah jenis makanan selingan yang sehat, seperti : buah
b ahan segar, dan makanan yang direbus
5) P rilaku makan sesuai dengan prinsip gizi seimbang bagi lansia
6) M kanan yang dikukus, dipanggang, direbus lebih balk daripada
di oreng.
7) D njurkan memilih makanan dengan bumbu yang tidak
m rangsang
c. Rujuk n
Pada asus tertentu yang membutuhkan penanganan khusus dan
lebih I njut rujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi.
24
Parameter yang harus diukur berdasarkan tanda dan gejala dari
diagnosis gizi.
c. Evaluasi hasil, Berdasarkan ketiga tahapan kegiatan monitoring dan
evaluasi di atas kita akan mendapatkan 4 jenis hasil, yaitu :
1) Dampak perilaku dan lingkungan terkait gizi yaitu tingkat
pemahaman, perilaku, akses, dan kemampuan yang mungkin
mempunyai pengaruh pada asupan makanan dan zat gizi
2) Dampak asupan makanan dan zat gizi merupakan asupan makanan
dan atau zat gizi dari berbagai sumber, misalnya makanan, minuman,
suplemen, dan melalui rute enteral maupun parenteral
3) Dampak terhadap tanda dan gejala fisik yang terkait gizi Pengukuran
yang terkait dengan antropometri, biokimia dan parameter
pemeriksaan fisik
4) Dampak terhadap pasien/ klien terkait gizi Pengukuran yang terkait
dengan persepsi pasien/ klien terhadap intervensi yang diberikan
dan dampakn pada kualitas hidupnya.
25
BAB IV
PE AYANAN GIZI MASYARAKAT
Pelayanan gizi mas arakat ditujukan bagi lanjut usia yang berada di keluarga,
kelompok lanjut usia posyandu lanjut usia, pos pembinaan terpadu/posbindu, dll)
clan panti werdha.
A. KELUARGA
Pelayanan gizi I njut usia yang berada di keluarga dilakukan oleh tenaga
kesehatan melalu pendampingan tenaga kesehatan terhadap anggota keluarga
dalam meningkat an dan mempertahankan status gizi lanjut usia. Pelayanan
gizi lanjut usia di eluarga terdiri dari:
a. Pendidikan gi
Pendidikan gi zi pada lanjut usia yang dilakukan di rumah pada prinsipnya
memberikan >endidikan pada lanjut usia dan keluarganya yang bertujuan
agar lanjut us a:
1) Mendapa kan gizi yang cukup sesuai dengan kondisinya (sehat/sakit).
2) Mencapai dan mempertahankan berat badan normal.
3) Mengatas perubahan fungsi saluran pencernaan yang menyertai
proses pe nuaan.
4) Mencega dan menghambat osteoporosis dan mencegah terjadinya
ganggua gizi (kegemukan/obesitas atau kurang gizi termasuk kurang
zat gizi m kro).
b. Penyediaan akanan
Penyediaan akanan pada lanjut usia sebaiknya dilakukan oleh anggota
keluarga ata pengasuh khusus untuk lanjut usia. Tenaga kesehatan dan
ahli gizi dari uskesmas melakukan kunjungan rumah untuk memberikan
nasehat diet an membantu menyusun menu untuk lanjut usia.
c. Rujukan
Pada kasus rtentu yang membutuhkan penanganan khusus dan lebih
lanjut seperti ^tidak ada asupan makan selama 3 hari terakhir dan terjadi
26
penurunan status gizi ( menjadi semakin kurus , lemah , lesu) dapat dirujuk
ke fasilitas kesehatan untuk mendapat pelayanan kesehatan Iebih lanjut.
Kelompok lanjut usia ( Poksila ) adalah salah satu bentuk Upaya Kesehatan
Bersumberdaya Masyarakat ( UKBM ), sebagai wadah pelayanan kepada
lanjut usia di masyarakat , dimana proses pembentukan dan pelaksanaannya
dilakukan oleh masyarakat bersama dengan Iintas sektor , LSM, swasta dan
organisasi sosial dengan kegiatan utama adalah upaya promotif dan preventif.
Kegiatan Kelompok Lanjut Usia dilakukan oleh kader terlatih yang didampingi
oleh tenaga kesehatan.
27
atau dari fasIlitas pelayanan kesehatan swasta . Topik penyuluhan
gan masalah gizi yang ada pads lanjut usia.
3. Penyelenggar n makanan
Penyusunan d t clan menu dapat dilakukan untuk kelompok namun tetap
memperhitung an kebutuhan individu lanjut usia yang dirawat. Untuk
kegiatan ini s aiknya panti memiliki ahli gizi sendiri agar pelayanannya
dapat berlang ung dengan Iebih baik. Contoh menu dapat dilihat pada
lampiran.
4. Konseling gizi
Pada kasus ng memerlukan konseling gizi pada lanjut usia di PSTW,
diberikan kons ling oleh ahli gizi atau tenaga kesehatan yang terlatih. Bila
ada masalah I bih lanjut sebaiknya dirujuk ke puskesmas atau rumah sakit
terdekat.
28
BAB V
PENUTUP
Pelayanan gizi lanjut usia merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dengan program kesehatan lanjut usia . Diharapkan Pelayanan gizi lanjut usia
menjadi salah satu program prioritas Kabupaten / Kota untuk meningkatkan status
kesehatan dan kesejahteraan lanjut usia secara berkesinambungan.
Buku Pedoman Pelayanan gizi lanjut usia bagi Tenaga Kesehatan ini diharapkan
dapat menjadi pegangan /rujukan tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan
dan masyarakat.
Semoga buku ini dapat bermanfaat dalam upaya meningkatkan status
kesehatan dan gizi lanjut usia sehingga dapat hidup sehat , aktif dan produktif
melalui pelayanan gizi yang bermutu.
29
Lampiran 1. KMS Lan^ia dan Brosur Makanan Sehat untuk Lanjut Usia
30