NIM : 140111100215
Kelas :A
TUGAS
Sebuah dokumen yang dibeberkan pada tanggal 2 Januari 2006 dari Kabinet
Perang Inggris (War Cabinet) di London menunjukkan bahwa pada awal bulan Desember
1942, kabinet telah merundingkan kebijakan mereka untuk hukuman dari para
pemimpin Nazi apabila mereka tertangkap. Perdana Menteri Inggris (Prime Minister of
the United Kingdom) Winston Churchill lalu menganjurkan suatu kebijakan dari eksekusi
musim panas dengan menerapkan Undang-undang Pembatalan Hak Sipil (Act of
Attainder) guna menghindari rintangan hukum, dan hanya ini cara yang bisa dilakukan
guna menghindari tekanan Amerika kelak dalam peperangan. Pada akhir tahun 1943
selama berlangsungnya pertemuan tripartit saat jamuan makan malam (Tripartite Dinner
Meeting) pada Konferensi Teheran, pemimpin Soviet, Joseph Stalin, mengusulkan untuk
mengeksekusi 50.000-100.000 perwira Jerman. Tanpa menyadari bahwa Stalin serius
dalam hal ini, Presiden Amerika Franklin D. Roosevelt bercanda bahwa mungkin 49,000
dapat dilakukan. Churchill mencela ide dari "eksekusi berdarah dingin dari tentara yang
berperang bagi negaranya" . Namun, ia juga menyatakan bahwa para penjahat perang
harus membayar kejahatannya, dan untuk itu sesuai dengan Deklarasi Moskow yang
mana ditulisnya sendiri, mereka harus diadili ditempat dimana kejahatan itu dilakukan.
Churchill sangat bersemangat untuk menentang eksekusi "berdasarkan
kepentingan politik.
Masing-masing dari keempat negara menyediakan seorang hakim dan seorang cadangan
juga jaksa penuntut, mereka adalah :
Kolonel Rt Hon Sir Geoffrey Lawrence (dari Inggris; hakim utama dan ketua)
Sir Norman Birkett (dari Inggris; cadangan)
Francis Biddle (dari Amerika; hakim utama)
John Parker (dari Amerika; cadangan)
Professor Henri Donnedieu de Vabres (dari Perancis; utama)
Robert Falco (dari Perancis; cadangan)
Major-General Iona Nikitchenko (dari Uni Soviet; utama)
Lieutenant-Colonel Alexander Volchkov (dari Uni Soviet; cadangan)
Ketua jaksa penuntut umum adalah Robert H. Jackson dari Amerika, SirHartley
Shawcross dari Inggris, Letnan Jenderal R. A. Rudenko dari Uni Soviet, dan François de
Menthon serta Auguste Champetier de Ribes dari Perancis.
a. Turut serta dalam suatu perencanaan atau konspirasi untuk melaksanakan kejahatan
terhadap perdamaian (crime against peace)
b. Merencanakan, memprakarsai, dan mengadakan peperangan agresi militer dan
ataupun kejahatan lainnya terhadap perdamaian
c. Kejahatan perang (War crime)
d. Kejahatan kemanusiaan
Melalui persidangan, khususnya antara bulan Januari dan Juli 1946, para
tersangka dan saksi telah diwawancarai oleh psikiater Amerika, Leon Goldensohn.
Catatannya memuat secara terinci tentang sikap, cara bertindak dan kepribadian dari para
tersangka yang selamat. Keputusan hukuman mati dilaksanakan pada tanggal 16 Oktober
1946 dengan cara digantung di tiang gantungan dengan menggunakan cara yang standar.
Hakim Perancis menyarankan untuk menggunakan regu tembak dari militer bagi para
terhukum yang berasal dari militer, sebagaimana standar yang diberlakukan pada
peradilan militer, tetapi hal ini ditentang oleh Biddle dan hakim dari Uni Soviet. Mereka
mengajukan argumentasi bahwa perwira militer tersebut vtelah melanggar etos militer
mereka dan tidak berharga untuk diperhadapkan kehadapan regu tembak yang hanya
akan menaikkan derajat mereja saja. Para terdakwa yang dijatuhi hukuman penjara
dikirm ke Penjara Spandau (Spandau Prison) pada tahun 1947.
IMT Tokyo ini serupa dengan IMT Nuremberg yang bersifat sementara, dimulai
tahun 1946 sampai dengan 1948. Dasar hukum dari mahkamah ini yaitu Charter dan
Principle yang dibuat oleh pemenang perang. Selain itu dalam IMT Nuremberg dikenal
adanya command responsibility dan asas retroaktif. Pengadilan Ad Hoc ini telah
membawa penjahat perang ke meja hijau, yang diantaranya dijatuhi pidana mati sebanyak
7 orang, 16 orang divonis penjara seumur hidup, 2 orang penjara, 2 orang dinyatakan
meninggal dunia, dan 1 orang dinyatakan gila. Yurisdiksi materil dari pengadilan Ad Hoc
ini meliputi Crimes Against Peace, Crimes Against Humanity, dan War Crimes.
International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia (ICTY) adalah sebuah
badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang didirikan untuk mengadili para penjahat
perang di Yugoslavia. Pengadilan atau tribunal ini berfungsi sebagai sebuah
pengadilan ad-hoc yang merdeka dan terletak di Den Haag,Belanda.
Badan ini didirikan oleh Resolusi 827 dari Dewan Keamanan PBB, yang
diluncurkan pada tanggal 25 Mei 1993. Badan ini memiliki yurisdiksi mengenai beberapa
bentuk kejahatan yang dilakukan di wilayah mantan negara Yugoslavia semenjak 1991:
pelanggaran berat Konvensi Jenewa 1949, pelanggaran undang-undang perang, genosida,
dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Badan ini hanya bisa mengadili orang secara
pribadi dan bukan organisasi atau pemerintahan. Hukuman maksimum
adalah penjara seumur hidup. Beberapa negara telah menanda-tangani perjanjian dengan
PBB mengenai pelaksanaan hukuman ini. Vonis terakhir dijatuhkan pada 15 Maret 2004.
Badan ini memiliki tujuan untuk mengakhiri semua sidang pada akhir 2008 dan semua
kasus banding pada 2010.
ICTY adalah perang pengadilan kejahatan pertama kali yang diciptakan oleh PBB
dan penegakan pertama pengadilan kejahatan internasional sejak Nuremberg dan
pengadilan Tokyo. Ini didirikan oleh Dewan Keamanan sesuai dengan Bab VII Piagam
PBB.tujuan dari pembentukan ini adalah,tanggung jawabnya terhadap kejahatan
kejahatan yang mengerikan seperti pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan, perbudakan,
perusakan harta milik dan kejahatan lainnya yang tercantum dalam Tribunal
statute.dengan membawa pelaku ke pengadilan.ICTY bertujuan untuk mencegah
kejahatan di masa depan dan membuat keadilan untuk para korban korbannya.
Tidak diragukan lagi, pekerjaan Tribunal telah memiliki dampak besar pada
negara-negara bekas Yugoslavia. Cukup dengan menghapus beberapa penjahat yang
paling senior dan terkenal dan menahan mereka bertanggung jawab Majelis telah mampu
mengangkat noda kekerasan, memberikan kontribusi untuk mengakhiri impunitas dan
membantu membuka jalan untuk rekonsiliasi.
Sudah kita lihat bahwa banyaknya pengaruh ICTY dalam hal pemberantas
kejahatan dan memajukan keadilan untuk orang orang yang terkena sebagai korban.ini
merupakan salah satu tindakan PBB yang bagus untuk menjunjung tinggi bahwa Hak
Asasi Manusia itu adalah penting.dan harus di tegakan agar tidak adanya kekerasaan dan
menghukum bagi yang melanggarnya.
4. Pengadilan internasional (International Criminal Tribuna) ICT Rwanda
Seperti halnya dengan ICTY, mahkamah ini dibentuk berdasarkan DK PBB
melalui resolusi no. 955, 8 November 1994, dibawah wewenang Bab VII Piagam.
Yurisdiksi ICTR ini hanya meliputi peristiwa-peristiwa yang terjadi oada tahun 1994 saja
dimana kelompok mayoritas etnik Hutu melakukan pembantaian terhadap kelompok etnis
minoritas Tutsi yang menelan korban jiwa sekitar 800.000 orang, sehingga dapat
dikatakan bahwa yurisdiksi mahkamah ini adalah internal armed conflict. Sedangkan
yurisdiksi materilnya meliputi Genosida, pelanggaran konvensi Geneva, dan Kejahatan
terhadap kemanusiaan. ICTR dalam melakukan kegiatannya secara pararel dengan sistem
peradilan Rwanda yang menuntut mereka yang melakukan perbuatan genosida dan dalam
melaksanakan tugas-tugasnya mendapatkan dukungan dan kerja sama yang baik dari
negara-negara Afrika lainnya. Pembentukan ICTR dan keberhasilan dalam melaksanakan
tugasnya ini memiliki arti yang penting bagi benua Afrika yang sering dilanda perang
saudara dan kudeta.