Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Setiap individu pasti pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu. Nyeri
merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan kesehatan. Walaupun
merupakan salah satu dari gejala yang paling sering terjadi di bidang medis, nyeri
merupakan salah satu yang paling sedikit dipahami. Individu yang merasakan nyeri
merasa menderita dan mencari upaya untuk menghilangkannya.
Perawat meggunakan berbagai intervensi untuk dapat menghilangkan nyeri tersebut
dan mengembalikan kenyamanan klien. Perawat tidak dapat melihat dan merasakan nyeri
yang dialami oleh klien karena nyeri bersifat subjektif. Tidak ada dua individu yang
mengalami nyeri yang sama dan tidak ada kejadian nyeri yang sama menghasilkan respon
yang identik pada seseorang.
Nyeri terkait erat dengan kenyamanan karena nyeri merupakan faktor utama yang
menyebabkan ketidaknyamanan pada seorang individu. Pada sebagian besar klien,
sensasi nyeri ditimbulkan oleh suatu cidera atau rangsangan yang cukup kuat untuk
berpotensi mencederai. Bagi dokter nyeri merupakan masalah yang membingungkan.
Tidak ada pemeriksaan untuk mengukur atau memastikan nyeri. Dokter hampir semata-
mata mengandalkan penjelasan dari pasien tentang nyeri dan keparahannya. Nyeri alasan
yang paling sering diberikan oleh klien ditanya kenapa berobat.
Dampak nyeri pada perasaan sejahtera klien sudah sedemikian luas diterima sehingga
banyak institusi sekarang menyebut nyeri “tanda vital kelima”, dan mengelompokkannya
dengan tanda-tanda klasik suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan darah.
Nyeri dibanding tenaga professional perawatan kesehatan lainnya dan perawat
mempunyai kesempatan untuk membantu menghilangkan nyeri dan efeknya yang
membahayakan. Peran Perawat menghabiskan lebih banyak waktunya bersama pasien
yang mengalami pemberi perawatan primer adalah untuk mengidentifikasi dan mengobati
penyebab nyeri dan meresepkan obat-obatan untuk menghilangkan nyeri. Perawat tidak
hanya berkolaborasi dengan tenaga professional kesehatan lain tetapi juga memberikan
intervensi pereda nyeri, mengevaluasi efektivitas intervensi pereda nyeri,..

1
1.2 TUJUAN
Untuk lebih memahami mengenai konsep nyeri.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Nyeri.
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).Menurut
International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan
emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan
aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Teori Specificity “suggest” menyatakan bahwa Nyeri adalah sensori spesifik yang
muncul karena adanya injury, dan informasi ini didapat melalui sistem saraf perifer dan
sentral melalui reseptor nyeri di saraf nyeri perifer dan spesifik di spinal cord.
Secara umum Keperawatan mendefinisikan Nyeri sebagai apapun yang menyakitkan
tubuh, yang dikatakan individu yang mengalaminya, dan yang ada kapanpun individu
mengatakannya.
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. Nyeri, sakit, dolor (Latin)
atau pain (Inggris) adalah kata-kata yang artinya bernada negatif; menimbulkan perasaan
dan reaksi yang kurang menyenangkan. Walaupun demikian,kita semua menyadari
bahwa rasa sakit kerapkali berguna,antara lain sebagai tanda bahaya; tanda bahwa ada
perubahan yang kurang baik di dalam diri manusia.

Berikut adalah pendapat beberapa ahli mengenai pengertian nyeri :


1. Mc. Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika orang tersebut pernah
mengalaminya.
2. Wolf Weifsel Feurst (1974), nyeri merupakan suatu perasaan menderita secara fisik dan
mental atau perasaan yang bias menimbulkan ketegangan.
3. Arthur C. Curton (1983), nyeri merupakan suatu mekanisme produksi bagi tubuh,
timbul ketika jaringan sedang rusak, dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk
menghilangkan rangsangan nyeri.

3
4. Scrumum, mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat
terjadinya rangsangan fisik dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi
fisik, fisiologis, dan emosional.

B. Fisiologi Nyeri.
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang
nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam
kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak.
Reseptor nyeri disebut juga nociceptor , secara anatomis reseptor nyeri (nociceptor) ada
yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nociceptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian
tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah
viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki
sensasi yang berbeda.
Nociceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari
daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit
(kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu reseptor A delta dan serabut C.
1. Reseptor A Delta
a. Merupakan serabut bermyelin
b. Mengirimkan pesan secara cepat
c. Menghantarkan sensasi yang tajam, jelas sumber dan lokasi nyerinya
d. Reseptor berupa ujung-ujung saraf bebas di kulit dan struktur dalam seperti, otot
tendon, dll.
e. Biasanya sering ada pada injury akut.
f. Diameternya besar.
2. Serabut C
a. Tidak bermyelin.
b. Diameternya sangat kecil.
c. Lambat dalam menghantarkan impuls.
d. Lokasinya jarang, biasanya dipermukaan dan impulsnya bersifat persisten.
e. Menghantarkan sensasi berupa sentuhan, getaran, suhu hangat, dan tekanan halus.

4
f. Reseptor terletak distruktur permukaan.

C. Klasifikasi Nyeri.
1. Berdasarkan sumbernya
a. Cutaneus / superficial,
Yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan. Biasanya bersifat burning
(seperti terbakar). Contoh: terkena ujung pisau atau gunting.
b. Deep somatic / nyeri dalam,
Yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pemb. Darah, tendon dan syaraf, nyeri
menyebar & lbh lama daripada cutaneus. Contoh: sprain sendi.
c. Visceral (pada organ dalam),
Stimulasi reseptor nyeri dlm rongga abdomen, cranium dan thorak. Biasanya
terjadi karena spasme otot, iskemia, regangan jaringan.
2. Berdasarkan penyebab
a. Fisik.
Bisa terjadi karena stimulus fisik. Contoh: fraktur femur.
b. Psycogenic.
Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi, bersumber dari emosi
/ psikis dan biasanya tidak disadari. Contoh: orang yang marah-marah, tiba-tiba
merasa nyeri pada dadanya.
3. Berdasarkan lama / durasinya.
a. Nyeri akut.
Merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, yang tidak
melebihi 6 bulan dan ditandai dengan adanya peningkatan tegangan otot.
b. Nyeri kronis.
Merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung dalam
waktu cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Yang termasuk dalam kategori nyeri
kronis adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri psikosomatis.

5
D. Stimulus Nyeri.
Seseorang dapat menoleransi, menahan nyeri (pain tolerance), atau dapat
mengenali jumlah stimulasi nyeri sebelum merasakan nyeri (pain threshold).
Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri, diantaranya :
1. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya karena bedah akibat terjadinya kerusakan
jaringan dan iritasi secara langsung pada reseptor.
2. Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat terjadinya penekanan pada
reseptor nyeri.
3. Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.
4. Iskemia pada jaringan, misalnya terjadi blockade pada arteria koronaria yang
menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat.
5. Spasme otot, dapat menstimulasi mekanik.

E. Teori Nyeri.
Terdapat beberapa teori tentang terjadinya rangsangan nyeri, diantaranya :
1. Teori pemisahan (specificity theory).
Menurut teori ini, rangsangan sakit masuk ke medulla spinalis melalui kornu dorsalis
yang bersinaps di daerah posterior, kemudian naik ke tractus lissur dan menyilang di
garis median ke sisi lainnya, dan berakhir di korteks sensoris tempat rangsangan nyeri
tersebut diteruskan.
2. Teori pola (pattern theory).
Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medulla spinalis dan
merangsang aktifitas sel T. Hal ini mengakibatkan suatu respons yang merangsang ke
bagian yang lebih tinggi, yaitu korteks serebri, serta kontraksi menimbulkan persepsi dan
otot berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri, persepsi dipengaruhi oleh modalitas dari
reaksi sel T.
3. Teori pengendalian gerbang (gate comtrol theory).
Menurut teori ini, nyeri tergantung dari kerja saraf besar dan kecil yang keduanya berada
dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat saraf besar akan meningkatkan
tertutupnya pintu mekanisme sehimgga aktivitas sel T terhambat dan menyebabkan
hantaran rangsangan ikut terhambat. Rangsangan serat besar dapat langsung merangsang

6
korteks serebri. Hasil persepsi ini akan dikembalikan ke dalam medulla spinalis melalui
serat efferent dan reaksinya mempengaruhi aktivitas sel T. Rangsangan pada serat kecil
akan menghambat aktivitas subtansia gelatinosa dan membuka pintu mekanisme,
sehingga merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya akan menghantarkan rangsangan
nyeri.
4. Teori transmisi dan inhibisi.
Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls-impuls saraf, sehingga
transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh neurotransmitter yang spesifik. Kemudian,
inhibisi impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls pada serabut-serabut besar yang
memblok impuls pada serabut lamban dan endogen opiate system supresif.

F. Tingkatan Nyeri.
1. Skala intensitas.
10 : Sangat dan tidak dapat dikontrol oleh klien
9, 8, 7 : Sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh klien dengan aktifitas
yang bisa dilakukan.
6 : Nyeri seperti terbakar atau ditusuk-tusuk.
5 : Nyeri seperti tertekan atau bergerak.
4 : Nyeri seperti kram atau kaku.
3 : Nyeri seperti perih atau mules.
2 : Nyeri seperti melilit atau terpukul.
1 : Nyeri seperti gatal, tersetrum atau nyut-nyutan.
0 : Tidak ada nyeri.
2. Tipe nyeri
10 : tipe nyeri sangat berat.
7-9 : tipe nyeri berat.
4-6 : tipe nyeri sedang.
1-3 : tipe nyeri ringan.

7
G. Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri.
Pengalaman nyeri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di
antaranya adalah :
1. Arti nyeri.
Arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hamper sebagian arti nyeri
merupakan negative, seperti membahayakan,merusak dll. Keadaan ini dipengaruhi oleh
berbagai factor, seperti usia, jenis kelamin, latar belakang sosial budaya, lingkungan, dan
pengalaman.
2. Persepsi nyeri.
Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sngat subyektif tempatnya pada korteks (pada
fungsi evaluative kognitif). Persepsi ini dipengaruhi oleh factor yang dapat memicu
stimulasi nociceptor.
3. Toleransi nyeri.
Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas nyeri yang dapat mempengaruhi
kemampuan seseorang menahan nyeri. Factor yang dapat mempengaruhi peningkatan
toleransi nyeri antara lain alcohol, obat-obatan, hipnotis, gesekan atau garukan,
pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat, dsb. Sedangkan faktir yang menurunkan
toleransi antara lain kelelahan, rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang tidak kunjung
hilang, sakit dll.
4. Reaksi terhadap nyeri.
Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respons seseorang terhadap nyeri, seperti
ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan menjerit. Semua ini merupakan bentuk respons
nyeri yang dapat dipengaruhioleh beberapa factor, seperti arti nyeri, tingkat persepsi
nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan social, kesehatan fisik dan mental,
rasa takut,cemas, usia dll.

8
H. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian nyeri yang faktual (terkini), lengkap dan akurat akan memudahkan
perawat di dalam menetapkan data dasar, menegakkan diagnose keperawatan yang tepat,
merencanakan terapi pengobatan yang cocok, dan memudahkan perawat dalam
mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang di berikan.
Tindakan perawat yang perlu dilakukan dalam mengkaji pasien selama nyeri akut
adalah:
1. Mengkaji perasaan klien (respon psikologis yang muncul).
2. Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri.
3. Mengkaji tingkat keparahan dan kualitas nyeri.
Pengkajian selama episode nyeri akut sebaiknya tidak dilakukan saat klien dalam
keadaan waspada (perhatian penuh pada nyeri), sebaiknya perawat berusaha untuk
mengurangi kecemasan klien terlebih dahulu sebelum mencoba mengkaji kuantitas
persepsi klien terhadap nyeri. Sedangkan untuk pasien dengan nyeri kronis maka
pengkajian yang lebih baik adalah dengan memfokuskan pengkajian pada dimensi
perilaku, afektif, kognitif (NIH, 1986; McGuire, 1992).
Donovan dan Girton (1984) mengidentifikasikan komponen-komponen tersebut,
diantaranya:
1. Penentuan ada tidaknya nyeri.
Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat harus mempercayai ketika pasien
melaporkan adanya nyeri, walaupun dalam observasi perawat tidak menemukan adanya
cedera atau luka.
a. Karakteristik nyeri (Metode P, Q, R, S, T).
1) Faktor Pencetus (P: Provocate),
Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri pada klien, dalam hal
ini perawat juga dapat melakukan observasi bagian-bagian tubuh yang mengalami cedera.
2) Kualitas (Q: Quality),

9
Kualitas nyeri merupakan seseuatu yang subjektif yang diungkapkan oleh klien. Misal
kalimat-kalimat: tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, perih, dan
tertusuk.
3) Lokasi (R: Region),
Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien untuk menunjukkan semua
bagian atau daerah yang dirasakan tidak nyaman oleh klien.
4) Keparahan (S: Severe),
Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang paling subjektif.
Pada pengkajian ini klien diminta untuk menggambarkan nyeri yang ia rasakan sebagai
nyeri ringan, nyeri sedang atau berat.

Gambar 1 Skala Intensitas Nyeri Numerik (0-10)

Skala Numerik (Numerical Rating Scale, NRS) digunakan sebagai pengganti


alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini psien menilai nyeri dngan skala 0 sampai 10. Angka
0 diartikan kondisi klien tidak merasakan nyeri, angka 10 mengindikasikan nyeri paling
berat yang dirasakan klien. Skala ini efektif digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri
sebelum dan sesudah intervensi terapeutik.

Gambar 2 Skala Analog Visual (VAS)

10
Skala Analog Visual (Visual Analog Scale, VAS) merupakan suatu garis lurus,
yangmewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal
pada setiap ujungnya. Skala analog visual merupakan pengukur keparahan nyeri yang
lebih sensitif karena pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian daripada
dipaksa memilih satu kata atau satu angka (McGuire, 1984).

Gambar 3 Skala Deskriptif Verbal

Skala Deskriptif Verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan salah satu
alat ukur tingkat keparahan yang lebih bersifat objektif. Skala ini merupakan sebuah garis
yang terdiri dari beberapa kalimat pendeskripsi yang tersusun dalam jarak yang sama
sepanjang garis. Kalimat pendeskripsi ini diranking dari tidak ada nyeri sampai nyeri
yang paling hebat. Perawat menunjukkan skala tersebut pada klien dan meminta untuk
menunjukkan intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan.

Gambar 4 Skala Nyeri Oucher

11
Untuk mengukur skala intensitas nyeri pada anak-anak dikembangkan alat yang
dinamakan “Oucher”, yang terdiri dari dua skala yang terpisah dengan nilai 0-100 pada
sisi sebelah kiri untuk anak-anak yang berusia lebih besar dan skala fotografik enam
gambar pada sisi sebelah kanan yang digunakan pada anak-anak yang lebih kecil.

Gambar 5 Skala Nyeri Wajah yang Dikembangkan Wong & Baker

5) Durasi (T: Time).


Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan, durasi, dan rangkaian nyeri
b. Faktor yang memperberat/memperingan nyeri.
Perawat perlu mengkaji faktor-faktor yang dapat memperberat nyeri pasien, misalnya
peningkatan aktivitas, perubahan suhu, stres, dan lain-lain.
1. Respon Fisiologis.
Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke batang otak dan thalamus,
system saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon stres. Stimulasi
pada cabang simpatis pada system saraf otonom menghasilkan respon fisiologis. Apabila
nyeri berlangsung terus menerus, berat, dalam dan melibatkan organ-organ visceral
(misal: infark, miokard, kolik akibat kandung empedu, atau batu ginjal) maka sistem
saraf simpatis menghasilkan suatu aksi.
Beberapa respon fisiologis terhadap nyeri yaitu:
a) Stimulasi Simpatik: (nyeri ringan, moderat, dan superficial).
· Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate.
· Peningkatan heart rate.
· Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP.
· Peningkatan nilai gula darah.
· Diaphoresis.

12
· Peningkatan kekuatan otot.
· Dilatasi pupil.
· Penurunan motilitas GI.
b) Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
· Muka pucat.
· Otot mengeras.
· Penurunan HR dan BP.
· Nafas cepat dan irregular.
· Nausea dan vomitus.
· Kelelahan dan keletihan.
2. Respon Perilaku.
Respon perilaku terhadap nyeri yang biasa ditunjukkan oleh pasien antara lain: merubah
posisi tubuh, mengusap bagian yang sakit, menopang bagian nyeri yang sakit,
menggeretakkan gigi, menunjukkan ekspresi wajah meringis, mengerutkan alis, ekspresi
verbal menangis, mengerang, mengaduh, menjerit, meraung.
3. Respon Afektif.
Respon ini diperhatikan oleh seorang perawat di dalam melakukan pengkajian terhadap
pasien dengan gangguan rasa nyeri.
4. Pengaruh Nyeri Terhadap Kehidupan Klien.
Pengkajian pada perubahan aktivitas ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
kemampuan klien dalam berpartisipasi terhadap kegiatan-kegiatan sehari-hari, sehingga
perawat juga mengetahui sejauh mana dia dapat membantu dalam program aktivitas
pasien. Perubahan-perubahan yang dikaji: perubaha pola tidur, pengaruh nyeri pada
aktivitas, serta perubahan pola interaksi pada orang lain.
5. Persepsi Klien Tentang Nyeri.
Perawat mengkaji persepsi klien terhadap nyeri yang ia alami dengan proses penyakit
atau hal lain dalam diri dan lingkungan.
6. Mekanisme Adaptasi Klien Terhadap Nyeri.
Perawat mengkaji cara-cara apa saja yang bisa klien gunakan untuk menurunkan nyeri
yang ia alami.

13
B. DIAGNOSIS.
Keberadaan nyeri pada klien dapat mencetuskan masalah keperawatan lainnya.
Penegakkan diagnosa keperawatan yang akurat akan dapat dilaksanakan apabila data dan
analisa pengkajian yang dilakukan cermat dan akurat.

C. INTERVENSI.
Perencanaan keperawatan yang dibuat untuk klien nyeri diharapkan berorientasi
untuk memenuhi hal-hal berikut:
1. Klien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri.
2. Klien melaporkan adanya peningkatan rasa nyaman.
3. Klien mampu mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki.
4. Klien mampu menjelaskan faktor-faktor penyebab nyeri.
5. Klien mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri saat
dirumah.

D. IMPLEMENTASI.
Tindakan yang dilakukan perawat untuk mengurangi rasa nyeri ada dua:
1. Tindakan Farmakologis.
Merekomendasikan petunjuk untuk pengobatan, WHO mengombinasikan penggunaan
obat-obatan analgesik dan obat-obatan adjuvan yang efektif untuk mengontrol nyeri
klien.
2. Tindakan Non Invasif.
Tindakan pengontrolan nyeri non invasive digunakan untuk mendukung terapi
farmakologis yang sudah diberikan. Jenis tindakan non invasive antara lain:
a) Membangun hubungan terapeutik rawat-klien.
b) Bimbingan antisipasi.
c) Relaksasi.
d) Imajinasi terbimbing.
e) Distraksi.
f) Akupunkur.
g) Biofeedback.

14
h) Stimulasi kutaneus.
i) Akupresur.
j) Psikoterapi.
3. Tindakan Invasif/Pembedahan.
Merupakan komplemen dari tindakan-tindakan lainnya dalam upaya membebaskan nyeri,
seperti tindakan perilaku-kognitif, fisik maupun terapi farmakologis. Tindakan ini
dilakukan apabila dengan tindakan-tindakan non invasif tidak dapat membebaskan nyeri.
Klien perlu diberikan pengetahua tentang implikasi setelah tindakan pembedahan untuk
mengontrol nyeri. Beberapa kasus pembedahan antara lain:
a) Cordotomy.
b) Neurectomy.
c) Sympatectomy.
d) Rhizotomy.

E. EVALUASI.
Evaluasi keperawatan terhadap pasien dengan masalah nyeri dilakukan dengan
menilai kemampuan dalam respon rangsangan nyeri, diantaranya: klien melaporkan
adanya penurunan rasa nyeri, mampu mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang
dimiliki, mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri.

15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang
didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan
kondisi terjadinya.Sedangkan pengertian nyeri secara umum keperawatan mendefinisikan
nyeri sebagai apapun yg menyakitkan tubuh yg dikatakan individu yg mengalaminya,
yang ada kapanpun individu mengatakanny
3.2 Saran
Jadi berhati – hati lah ketika kita melakukan sesuatu dalam segala hal agar tidak
terjadi kecelakaan yang dapat mengakibatkan nyeri pada tubuh kita.Namun, ketika kita
merasakan nyeri pada bagian tubuh kita sebaiknya kita lakukan pemeriksaan ke
puskesmas agar rasa nyeri yang terjadi pada tubuh kita tidak merambat ke bagian tubuh
lainnya.

16
DAFTAR PUSTAKA
Kozier. Fundamental Of Nursing. Potter dan Perry.2006. Fundamental Keperawatan.
Vol:2. Jakarta: EGC.

Asmadi.2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar


Klien. Jakarta: Salemba Medika.

17

Anda mungkin juga menyukai