Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KEGIATAN

F.1 Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Intra Uterine Fetal Death


(Kematian Janin Dalam Rahim)

Disusun Oleh:
dr. Berlian Adji Putra Wibowo

Puskesmas Cebongan
Periode Maret 2018 – Juli 2018
Internsip Dokter Indonesia Kota Salatiga
Periode November 2017 - November 2018

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM)


Laporan F.1 Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Topik:
Intra Uterine Fetal Death (Kematian Janin Dalam Rahim)

Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter internsip


sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter
Indonesia
di Puskesmas Kota Salatiga

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal.....................2018

Mengetahui,
Dokter Internship, Dokter Pendamping

dr. Berlian Adji Putra Wibowo dr. Galuh Ajeng Hendrasti


NIP. 19821014 201001 2 017

A. Latar Belakang

WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist


menyatakan Intra Uterine Fetal Death ( IUFD ) adalah kematian pada fetus
3
dengan berat lahir 500 gram atau lebih. Menurut United States National
Center for Health Statistic, kematian janin atau fetal death dibagi menjadi
Early Fetal Death, kematian janin yang terjadi pada usia kehamilan kurang
dari 20 minggu, Intermediate Fetal Death, kematian janin yang berlangsung
antara usia kehamilan 20-28 minggu dan Late Fetal Death, kematian janin
yang berlangsung pada usia lebih dari 28 minggu.
Angka kematian janin termasuk dalam angka kematian perinatal yang
digunakan sebagai ukuran dalam menilai kualitas pengawasan antenatal.
Angka kematian perinatal di Indonesia tidak diketahui dengan pasti karena
belum ada survei yang menyeluruh. Angka yang ada ialah angka kematian
perinatal dari rumah sakit besar yang pada umumnya merupakan referral
hospital, sehingga belum dapat menggambarkan angka kematian perinatal
secara keseluruhan.
Penyebab kematian janin bersifat multifaktorial baik dari faktor fetal,
maternal, plasenta maupun iatrogenik dengan 25 – 35 % kasus tidak diketahui
penyebabnya. Untuk dapat menentukan penyebab pasti harus dilakukan
pemeriksaan autopsi. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang dapat menegakkan diagnosis kematian janin intra
uterin.
Penatalaksanaan kematian janin intra uterin ialah melakukan terminasi
kehamilan yang dapat dilakukan melalui penanganan ekspektatif dan
penanganan aktif. Ada beberapa metode terminasi kehamilan pada kematian
janin intra uterin, yaitu dengan induksi persalinan pervaginam dan persalinan
perabdominam (Sectio Caesaria ).
Pemeriksaan kehamilan ( antenatal care ) sangat berperan penting
dalam upaya pencegahan kematian janin dan secara tidak langsung dapat
menurunkan angka kematian janin.

B. Permasalahan
Setiap tahunnya diperkirakan terjadi 7,6 juta kematian perinatal di
seluruh dunia dimana 57% diantaranya merupakan kematian fetal atau
intrauterine fetal death (IUFD). Sekitar 98% dari kematian perinatal ini terjadi
1,2
di negara yang berkembang. . Kematian janin dapat terjadi antepartum atau
intrapartum dan merupakan komplikasi yang paling berbahaya dalam
kehamilan. Insiden kematian janin ini bervariasi diantara negara. Hingga saat
ini, IUFD masih menjadi masalah utama dalam praktek obstretrik. 3,4,5
Berkaitan dengan hal diatas, maka pengetahuan tentang intra uterine
fetal death perlu disosialisasikan kepada masyarakat sehingga masyarakat
memiliki pengetahuan dasar tentang upaya penanggulangan dan pencegahan
terjadinya intra uterine fetal death.

C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


1. Kegiatan
Strategi atau pendekatan yang ditempuh yaitu pemberdayaan
(empowerment). Pemberdayaan ini dilakukan dengan memberikan
kemampuan kepada individu (sasaran) melalui penyuluhan disertai diskusi
dan tanya-jawab. Pesan-pesan pokok materi penyuluhan IUFD antara lain :
definisi dari IUFD, faktor resiko IUFD, bahaya yang dapat ditimbulkan
akibat IUFD, pencegahan, serta penanganannya.

2. Menentukan Sasaran
Sasaran yang dipilih pada kegiatan penyuluhan IUFD ini terdiri
dari sasaran primer yaitu ibu hamil beserta sasaran sekunder yaitu para
kader posyandu di wilayah kerja Puskesmas Cebongan, Salatiga. Kader
kesehatan merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat di
lingkungan kesehatan. Kader kesehatan secara tidak langsung menjadi
kepanjangan tangan atau penghubung antara pelayanan kesehatan dalam
hal ini adalah puskesmas dengan masyarakat sehingga diharapkan mampu
menjadi penyalur informasi serta penggerak aktif di masyarakat dalam
pencegahan IUFD yang salah satunya melalui upaya posyandu rutin

3. Menetapkan Tujuan
a. Tujuan Umum
Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat tentang
kematian janin dalam rahim
b. Tujuan Khusus
 Memberi tambahan informasi kepada masyarakat tentang definisi
kematian janin dalam rahim
 Memberi informasi kepada masyarakat tentang upaya pencegahan
dan penanggulangan kematian janin dalam rahim

4. Menetapkan Metode dan Saluran Komunikasi KIE


Metode komunikasi yang digunakan berupa penyuluhan pada ibu
hamil dan kader posyandu di wilayah kerja Puskesmas Cebongan,
Salatiga. Media atau saluran komunikasi yang digunakan adalah slide
power point melalui LCD.

5. Penanggung Jawab
Penanggung jawab dari kegiatan ini terdiri dari dokter internsip dan
petugas PKM Cebongan.

D. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan : Penyuluhan tentang kematian janin dalam rahim
Tujuan : Meningkatkan pengetahuan ibu hamil dan kader
posyandu tentang kematian janin dalam rahim
Peserta : 20 orang
Waktu : Selasa, 15 Mei 2018, pukul 10.00-12.00 WIB
Metode : Pemberian materi melalui slide presentasi dengan Ms.
Power Point yang berisi materi penyuluhan kematian
janin dalam rahim meliputi: definisi dari kematian janin
dalam Rahim, faktor resiko kematian janin dalam
rahim, bahaya yang dapat ditimbulkan akibat kematian
janin dalam rahim, pencegahan serta penangananan
kematian janin dalam rahim.
Penanggung Jawab : Dokter internsip dan petugas PKM Cebongan

E. Monitoring dan Evaluasi


Kegiatan penyuluhan seperti ini dilakukan secara rutin oleh Puskesmas
Cebongan, Salatiga sebagai upaya promosi kesehatan dan sarana tukar
informasi bagi ibu hamil dan kader. Penyuluhan kali ini dilakukan pada
tanggal 15 Mei 2018, bertempat di aula Puskesmas Cebongan, Salatiga dan
dihadiri 20 orang ibu hamil dan kader posyandu di wilayah kerja Puskesmas
Cebongan, Salatiga. Tujuan penyuluhan ini adalah untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat dan memberikan edukasi khususrnya ibu hamil dan
para kader tentang pentingnya penanggulangan dan pencegahan kematian
janin dalam rahim.
Saat pemberian penyuluhan, peserta menyimak dengan tenang dan
terlihat antusias. Selama sesi diskusi, banyak dari peserta yang bertanya.
Adapun beberapa pertanyaan yang diajukan oleh peserta:
1. Perbedaan kematian janin dalam rahim dan aborsi?
2. Apa saja yang menyebabkan kematian janin dalam rahim?
3. Tanda dan gejala awal gangguan pada kehamilan?
4. Apakah bayi dengan posisi sungsang dapat menjadi resiko terjadinya
lilitan tali pusat?
5. Apakah berat bayi tidak bertambah pada hasil USG merupakan tanda
awal resiko terjadinya kematian janin dalam rahim?
6. Asupan makanan apa saja yang disarankan sebagai upaya
pencegahan kematian janin dalam rahim?
7. Kenapa ketuban pecah dini dapat meningkatkan resiko kematian
janin dalam rahim?
Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan pengecekan pemahaman
peserta penyuluhan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar
materi yang telah disampaikan. Pertanyaan dijawab dengan benar oleh peserta
penyuluhan merupakan bukti keberhasilan bahwa penyuluhan yang dilakukan
mampu diterima dan dipahami oleh peserta. Dengan adanya pemahaman
tersebut diharapkan mampu menjadi lini pertama sebagai upaya pencegahan
terjadinya kematian janin dalam rahim.
Proses penyuluhan berjalan lancar, sesuai dengan tujuan penyuluhan.
Para peserta berusaha untuk memahami materi, memanfaatkan sesi diskusi
dengan baik dan banyak dari peserta yang bertanya. Penyuluhan dimulai
pukul 10.00-12.00 dan ditutup dengan pembacaan doa bersama-sama.
Target pemberian pengetahuan kepada masyarakat sudah tercapai dan
semoga menambah pengetahuan tentang upaya penanggulangan dan
pencegahan kematian janin dalam rahim.

F. Tinjauan Pustaka Imunisasi


1. Definisi
Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 – International
Statistical Classification of Disease and Related Health Problems adalah
kematian fetal atau janin pada usia gestasional ≥ 22 minggu. WHO dan
American College of Obstetricians and Gynecologist (menyatakan Intra
Uterine Fetal Death ( IUFD ) ialah janin yang mati dalam rahim dengan
berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada
kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin merupakan hasil akhir
dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin atau infeksi2.

2. Epidemiologi
Beberapa studi yang dilakukan pada akhir-akhir ini melaporkan
sejumlah faktor risiko kematian fetal, khususnya IUFD. Peningkatan usia
maternal akan meningkatkan risiko IUFD. Wanita diatas usia 35 tahun
memiliki risiko 40-50% lebih tinggi akan terjadinya IUFD dibandingkan
dengan wanita pada usia 20-29 tahun. Risiko terkait usia ini cenderung
lebih berat pada pasien primipara dibanding multipara. Selain itu,
kebiasaan buruk (merokok), berat maternal, kunjungan antenatal care,
faktor sosioekonomi juga mempengaruhi resiko terjadinya IUFD.3
Hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dan IUFD telah
dilaporkan oleh Little dan Cnattingius. Stephansson dkk dalam studi kasus
kontrol terhadap 700 primipara dengan IUFD dan 700 kontrol melaporkan
bahwa primipara yang mengalami kelebihan berat badan (IMT 25-29,9)
ternyata memiliki risiko dua kali lipat akan terjadinya IUFD dibandingkan
wanita dengan IMT ≤ 19,9. Risiko ini akan jauh berlipat pada primipara
obesitas (IMT ≥ 30) 2..
Di Negara berkembang, angka lahir mati ini telah menurun dari 15-
16 per 1000 kelahiran total pada tahun 1960-an menjadi 7-8 per 1000
kelahiran pada tahun 1990.4 Dari data the National Vital Statistics Report
tahun 2005 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah kematian janin dalam
kandungan terjadi sekitar 6.2 per 1000 kelahiran5.1
3. Etiologi
Saat ini sudah diketahui beberapa faktor yang meningkatkan angka
kejadian IUFD, diantaranya adalah2,5 :
Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian
janin dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal atau kelainan patologik
plasenta.
 Faktor Maternal :
Post term (>42 minggu), diabetes melitus tidak terkontrol, seistemik lupus
erimatosus, infeksi, hipertensi, preeklampsia, eklampsia,
hemoglobinopati, umur ibu tua, penyakit rhesus, ruptura uteri,
antifosfolippid sindrom, hipotensi akut ibu, kematian ibu.
 Faktor Fetal :
Hamil kembar, hamil tubuh terhambat, kelainan kongenital, kelainan
genetik, infeksi
 Faktor plasental :
Kelainan tali pusat, lepasnya plasenta, ketuban pecah dini, vasa previa
Sedangkan faktor risiko terjadinya kematian janin intra uterine meningkat
pada usia ibu > 40 tahun, pada ibu infertil, riwayat bayi dengan berat
badan lahir rendah, infeksi ibu (ureplasma uretikum), kegemukan, ayah
berusia lanjut.

5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada kematian janin dalam rahim adalah1,3:
1. Tidak adanya denyut jantung janin (Funandoskop, doppler, maupun
USG)
2. Rahim tidak membesar, malahan mengecil
3. Palpasi janin oleh pemeriksa tidak begitu jelas.
4. Gerak janin tidak dapat dirasakan terutama oleh ibu sendiri.
5. Test kehamilan menjadi negatif (-), terutama setelah janin mati 10
hari.

6. Diagnosis
1. Anamnesis 2.,5
a. Pasien mengaku tidak lagi merasakan gerakan janinnya.
b. Perut tidak bertambah besar, bahkan mungkin mengecil (kehamilan tidak

seperti biasanya )
c. Perut sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti ingin melahirkan
d. Penurunan berat badan
2. Pemeriksaan fisik.
a. Inspeksi
Tinggi fundus uteri berkurang atau lebih rendah dari usia

kehamilannya. Tidak terlihat gerakan-gerakan janin yang biasanya dapat

terlihat pada ibu yang kurus.

b. Palpasi

Tonus uterus menurun, uterus teraba flaksid. Tidak teraba gerakan-

gerakan janin.

c. Auskultasi

Tidak terdengarnya denyut jantung janin setelah usia kehamilan 10-12

minggu pada pemeriksaan ultrasonic doppler merupakan bukti kematian

janin yang kuat

3. Pemeriksaan radiologi (USG)


a. Tulang-tulang tengkorak tutup menutupi (tanda Spalding)
Tumpang tindih (overlapping) secara ireguler tulang tengkorak, yang

terjadi akibat likuefaksi massa otak dan melemahnya struktur

ligamentosa yang membentuk tengkorak. Biasanya tanda ini muncul 7


hari setelah kematian. Namun ciri-ciri yang sama dapat ditemukan pada

kehamilan ekstrauterin dengan janin hidup.

b. Punggung janin sangat melengkung (tanda Naujokes)

c. Hiperekstensi kepala tulang leher janin (tanda Gerhard)

d. Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin (tanda Robert)

e. Femur length yang tidak sesuai dengan usia kehamilan

Spaldings Sign

7. Penatalaksanaan

Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin,


gawat janin atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak
terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak diobati. 1,3,6

1. USG merupakan sarana penunjang diagnostik pasti untuk


memastikan kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin
tanpa tanda kehidupan, tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala
janin dan cairan ketuban berkurang.
2. Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien.
Sebaiknya pasien selalu didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan
bahwa kemungkinan besar dapat lahir pervaginam.

3. Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun


ekspektatif, perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum
keputusan diambil.

4. Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan


spontan hingga 2 minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan
spontan akan terjadi tanpa komplikasi

5. Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan,


lakukan penanganan aktif.

6. Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai servik yaitu :

a. Jika servik matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin


atau prostaglandin.

b. Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan


prostaglandin atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan
amniotomi karena berisiko infeksi

c. Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir

7. Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit


menurun dan serviks belum matang, matangkan serviks dengan
misoprostol:

a. Tempatkan misoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang


sesudah 6 jam
b. Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis
menjadi 50 mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg
setiap kali dan jangan melebihi 4 dosis.

8. Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.

9. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan


mudah pecah, waspada koagulopati

10. Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat


dan melakukan kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.

11.Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan


adanya patologi plasenta dan infeksi .

8. Pencegahan
Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati

aterm adalah bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau

gerakan janin terlalu keras, perlu dilakukan pemeriksaan USG. Perhatikan

adanya solusio plasenta. Pada gemelli dengan T+T (twin to twin

transfusion) percegahan dilakukan dengan koagulasi pembuluh

anastomosis5.
Resiko kematian janin dapat sepenuhnya dihindari dengan antenatal

care yang baik. Ibu perlu menjauhkan diri dari penyakit infeksi, merokok,

minuman beralkohol atau penggunaan obat-obatan. Tes-tes antepartum

misalnya USG, tes darah alfa-fetoprotein, dan non-stress test fetal

elektronik dapat digunakan untuk mengevaluasi kegawatan janin sebelum

terjadi kematian dan terminasi kehamilan dapat segera dilakukan bila

terjadi gawat janin3.


9. Komplikasi
1. Disseminated intrvascular coagulation (DIC)5
Kematian janin akan mengakibatkan desidua plasenta menjadi rusak.

Plasenta yang rusak akan menghasilkan tromboplastin. Tromboplastin

masuk ke dalam peredaran darah ibu yang mengakibatkan pembekuan

intravaskular yang dimulai dari endotel pembuluh darah oleh

trombosit sehingga terjadi pembekuan darah yang meluas (DIC).


Dampak dari adanya DIC tersebut adalah terjadinya

hipofibrinogenemia (kada fibrinogen < 100 mg%), biasa pada 4-5

minggu sesudah IUFD. Kadar normal fibrinogen pada wanita hamil

adalah 300-700 mg%. Akbat kekurangan fibrinogen maka dapat

terjadi perdarahan post partum. Perdarahan postpartum biasanya

berlangsung 2 – 3 minggu setelah janin mati.

2. Ensefalomalasia multikistik8

Hal ini dapat terjadi pada kehamilan kembar, terutama kehamilan

monozigotik dimana memiliki sirkulasi bersama antara janin kembar

yang masih hidup dengan yang salah satu janinnya meninggal. Dalam

hal ini sering kali mengakibatkan kematian segera janin lainnya. Jika

janin kedua masih dapat bertahan hidup, maka janin tersebut memiliki

risiko tinggi terkena ensefalomalasia multikistik. Bila salah satu bayi

kembar ada yang meninggal dapat terjadi embolisasi bahan

tromboplastik dari janin yang meninggal melalui komunikasi vaskular

plasenta ke janin yang masih hidup dengan atau tanpa perubahan

hemodinamik (hipotensi) pada saat kematian janin seingga terjadi

infark cedera selular pada otak (ensefalomalasia multikistik, yang


diagnosisnya dikonfirmasi dengan ekoensefalografi), usus, ginjal, dan

paru.3

DAFTAR PUSTAKA
1. Agudelo AC, Beliza JM, Rossello LD. Epidemiology of Fetal Death in
Latin America. Acta Obstet Gynecol Scand 2010; 79: 371–8
2. Petersson K. Diagnostic Evaluation of Fetal Death with Special Reference
to Intrauterine Infection. Thesis dari Departement of Clinical Science,
Divison of Obstetrics and Gynecology, Karolinska Institutet, Huddinge
University Hospital, Stockholm, Sweden 2012.
3. Winknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi III,cetakan enam. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2012. 732-
35.
4. Patel PK. Profile of Fetal Deaths in Dhahira Region, Oman. Oman Medical
Journal 2014, ;23(1)
5. Mu J, Kanzaki T, Si X, Tomimatsu T, Fukuda H, Shioji M. Apoptosis and
Related Proteins in Placenta of Intrauterine Fetal Death in Prostaglandin F
Receptor Deficient Mice. Biology or Reproduction 2010;68:1968-74
6. James L Lindsey, MD. Evaluation of Fetal Death. Stanford School of
Medicine, Department of Obstetrics and Gynecology, Santa Clara Valley
Medical Center. 2008
7. Cuningham FG., Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth, JC.,
Wenstrom KD. Williams Obstetrics Edisi ke 21. New York : McGraw-Hill
2009
8. Sarah D. McDonald, MD . Risk of Fetal Death Associated With Maternal
Drug Dependence and Placental Abruption A Population-Based Study.
1Department of Obstetrics and Gynecology, McMaster University,
Hamilton ON. 2013

Anda mungkin juga menyukai