Seminar Asma Bab 2-1
Seminar Asma Bab 2-1
DIRUANG NAKULA 3
RSUD K.R.M.T WONGSONEGORO SEMARANG
Disusun Oleh
1. Mety Eva Rahayu (G2A014038)
2. Ellya Shahnaz Fitriani (G2A014039)
3. M.Zainova N.H (G2A014040)
4. Rizka Ayu (G2A014041)
5. Nur Fadlilah (G2A014042)
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 2
BAB 1 : PENDAHULUAN 3
A. Latar Belakang 3
B. Tujuan Penulisan 4
C. Metode Penulisan 5
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
lima belas tahun terakhir baik di negara berkembang maupun
maju.
Prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13 per seribu
penduduk Indonesia (PDPI, 2006). Dari hasil penelitian riskesdas,
prevalensi penderita asma di Indonesia adalah sekitar 4%.
menurut Sastrawan, dkk. (2008) angka ini konsisten dan
prevalensi asma bronkial sebesar 5-15%, sedangkan di jawa
tengah kasus asma pada tahun 2012 sebanyak 41,99 per seribu
penduduk, mengalami peningkatan dibanding 2006 dimana kasus
asma saat itu 39,62per seribu penduduk.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami tentang asuhan
keperawatan pada Tn. R dengan Asma Attack
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mengetahui konsep dasar pada kasus
Asma Attack yang meliputi :
1) Pengertian Asma Attack
2) Etiologi Asma Attack
3) Patofisiologi Asma Attack
4) Manifestasi Klinik Asma Attack
5) Penatalaksanaan Asma Attack
6) Konsep askep Asma Attack (Pengkajian fokus,
patways, Diagnosa keperawatan, fokus
intervensi dan rasional)
b. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan
keperawatan asama secara kasus pada Tn.R
4
c. METODE PENULISAN
Data penulisan makalah kami peroleh dari :
1. Research library
Pengambilan sumber dari buku-buku yang ada kaitannya
dengan pembahasan atau studi pustaka.
2. Web search
Pengambilan sumber dari internet yang ada hubungan nya
dengan Asma Attack.
5
BAB 1I
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Asma adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas yang
melibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas
bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan napas, dan gejala
pernapasan mengi dan sesak (Mansjoer, A. 2000. Hal 476).
Asma adalah penyakit obstruksi jalan napas, yang dapat pulih, dan
intermiten yang ditandai oleh penyempitan jalan napas, mengakibatkan
dispnea, batuk, dan mengi. Eksaserbasi akut terjadi dari beberapa menit
sampai jam, bergantian dengan periode bebas.
Menurut Smeltzer, dkk, Asma adalah penyakit jalan nafas
obstruktif interminen, reversible dimana trakea dan bronkhial berespons
dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu, yang dimanifestasikan
dengan penyempitan jalan nafas, yang mengakibatkan dispnea, batuk dan
mengi.
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
trachea dan bronchus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi
adanya penyempitan luas jalan napas dan derajatnya dapat berubah-ubah,
baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan. (The American
Thoracic Society).
Asma adalah keadaan klinik yang ditandai oleh masa penyempitan
bronchus reversible, dipisahkan oleh masa dimana ventilasi mendekati
keadaan normal. (Sylvia AP,; hal. 147).
B. ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologi dari belum diketahui suatu hal yang menonjol
pada penderita asma adalah fenomena hiperaktifitas bronkus. Bronkus
penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non
6
imunologi. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering
menimbulkan asma adalah :
1. Faktor ekstrinsik (alergik)
Reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen yang dikenal
seperti, debu,bulu binatang.
2. Faktor intrinstik ( non-alergik)
Tidak berhubungan dengan alergen seperti common cold infeksi trakus
respiratorius , dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum asma ini mempunyai karakteristik
dari bentuk alergik ( smelzter & bare,2002)
7
asma yang sudah ada disamping gejala asma yang timbul harus
segera diobati penderita asma yang mengalami stres atau gangguan
emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi maka asma belum
bisa diobati.
c. Stress
Stress atau ganggua emosi dapat menjadin pencetus serangan.
Selain itu memperberat serangan asma yang sudah ada disamping
gejala asma yang timbul harus seger diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja di laboratorium,
pabrik asbes,polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libut
atau cuti.
e. Olahraga atau aktifitas jasmani
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi setelah selesai aktifitas.
C. PATOFISIOLOGI
Suatu serangan Asma merupakan akibat obstruksi jalan napas difus
reversible. Obstruksi disebabkan oleh timbulnya tiga reaksi utama yaitu
kontraksi otot-otot polos baik saluran napas, pembengkakan membran
yang melapisi bronki, pengisian bronki dengan mukus yang kental. Selain
itu, otot-otot bronki dan kelenjar mukusa membesar, sputum yang kental,
banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara
terperangkap didalam jaringan paru. Antibodi yang dihasilkan (IgE)
kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap
antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibody, menyebabkan
pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti
8
histamine,bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi
yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan
paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan
bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, dan pembentukan
mucus yang sangat banyak. Selain itu, reseptor α- dan β- adrenergik dari
sistem saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor α- adrenergik
dirangsang, terjadi bronkokonstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika reseptor
β- adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α- dan β-
adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosine monofosfat
(cAMP). Stimulasi reseptor α- mengakibatkan penurunan cAMP, yang
mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel
mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor β- mengakibatkan peningkatan
tingkat cAMP yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan
menyebabakan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa
penyekatan β- adrenergik terjadi pada individu dengan Asma. Akibatnya,
asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan
konstriksi otot polos (Smeltzer & Bare, 2002).
D. MANIFIESTASI
Gambaran klinis asmA yang klasik terdiri atas batuk, sesak dan mengie
(wheezing) dan sebagian penderita disertai nyeri dada). Pada awal
serangan sering gejala tidak jelas, seperti rasa berat didada, dan pada asma
alergi mungkin disertai pilek atau bersin, Meskipun pada mulanya batuk
tanpa disertai sekret. tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan
mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulent
Tanda dan gejala yang ditemukan pada asma adalah:
1. Sesak napas/dispnea.
2. Batuk yang disertai lendir/batuk kering.
3. Nyeri dada.
4. Adanya suara nafas mengi (wheezing), yang bersifat paroksismal,
yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada malam hari.
9
5. Kemerahan pada jaringan.
Gejala pada asma yang lebih berat, antara lain :
1. Barrel chest
2. Sianosis
3. Gangguan kesadaran
4. Takikardi
5. Peningkatan tekanan darah
6. Pernafasan yang cepat dan dangkal.
KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin Timbul
adalah:
1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara didalam rongga Pleura
yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada.
Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi
dapat menyebabkan kegagalan napas.
2. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa yunani pneuma “udara”, juga dikenal
sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondis Dimana udara
hadir di mediastinum.pertama dijelaskan pada 1819 Oleh rene
Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik Atau situasi
lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru Saluran udara atau
usus kedalam rongga dada
3. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh Paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupu bronkiolus) atau akibat
pernapasan yang sangat dangkal.
4. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan olehj
amur dan tersifat oleh adanya gangguan pernafasan yang
10
berat.penyakit ini Juga dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ
lainnya,misalnya pada Otak dan mata.istilah Aspergilosis dipakai
untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus
5. Gagal napas
Gagal napas dapat terjadi bila pertukaran oksigen terhadap
Karbodiokisida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi
Oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
6. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi dimana lapisan
Bagian dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil
(bronkhiolis)
Mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan
produksi Lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu bentuk
berulang-ulang Dalam upaya mengeluarkan lendir yang
berlebihyan,atau merasa sulit Bernapas karena sebagian saluran udara
menjadi sempit oleh adanya lendir.
E. PENATALAKSANAAN
1. Waktu serangan.
a. Bronkodilator
1) Golongan adrenergik:
Adrenalin larutan 1 : 1000 subcutan. 0,3 cc ditunggu selama
15 menit, apabila belum reda diberi lagi 0,3 cc jika belum
reda, dapat diulang sekali lagi 15 menit kemudian. Untuk
anak-anak diberikan dosis lebih kecil 0,1 – 0,2 cc.
2) Golongan methylxanthine:
Aminophilin larutan dari ampul 10 cc berisi 240 mg.
Diberikan secara intravena, pelan-pelan 5 – 10 menit,
diberikan 5 – 10 cc. Aminophilin dapat diberikan apabila
sesudah 2 jam dengan pemberian adrenalin tidak memberi
hasil.
11
3) Golongan antikolinergik:
Sulfas atropin, Ipratroprium Bromide. Efek antikolinergik
adalah menghambat enzym Guanylcyclase.
b. Antihistamin.
Mengenai pemberian antihistamin masih ada perbedaan pendapat.
Ada yang setuju tetapi juga ada yang tidak setuju.
c. Kortikosteroid.
Efek kortikosteroid adalah memperkuat bekerjanya obat Beta
Adrenergik. Kortikosteroid sendiri tidak mempunayi efek
bronkodilator.
d. Antibiotika.
Pada umumnya pemberian antibiotik tidak perlu, kecuali: sebagai
profilaksis infeksi, ada infeksi sekunder.
e. Ekspektoransia.
Memudahkan dikeluarkannya mukus dari saluran napas. Beberapa
ekspektoran adalah: air minum biasa (pengencer sekret), Glyceril
guaiacolat (ekspektorans)
2. Diluar serangan
Disodium chromoglycate. Efeknya adalah menstabilkan dinding
membran dari cell mast atau basofil sehingga: mencegah terjadinya
degranulasi dari cell mast, mencegah pelepasan histamin, mencegah
pelepasan Slow Reacting Substance of anaphylaksis, mencegah
pelepasan Eosinophyl Chemotatic Factor)
Pengobatan Non Medikamentosa:
1. Waktu serangan:
a. pemberian oksigen, bila ada tanda-tanda hipoksemia, baik atas
dasar gejala klinik maupun hasil analisa gas darah.
b. pemberian cairan, terutama pada serangan asma yang berat dan
yang berlangsung lama ada kecenderungan terjadi dehidrasi.
12
Dengan menangani dehidrasi, viskositas mukus juga berkurang
dan dengan demikian memudahkan ekspektorasi.
c. drainase postural atau chest physioterapi, untuk membantu
pengeluaran dahak agar supaya tidak timbul penyumbatan.
d. menghindari paparan alergen.
2. Diluar serangan
a. Pendidikan/penyuluhan.
Penderita perlu mengetahui apa itu asma, apa penyebabnya,
apa pengobatannya, apa efek samping macam-macam obat,
dan bagaimana dapat menghindari timbulnya serangan.
Menghindari paparan alergen. Imti dari prevensi adalah
menghindari paparan terhadap alergen.
b. Imunoterapi/desensitisasi.
Penentuan jenis alergen dilakukan dengan uji kulit atau
provokasi bronkial. Setelah diketahui jenis alergen, kemudian
dilakukan desensitisasi.
c. Relaksasi/kontrol emosi.
untuk mencapai ini perlu disiplin yang keras. Relaksasi fisik
dapat dibantu dengan latihan napas.
13
j. TTV meliputi tekanan darah, suhu, respiratorik rate, dan nadi
k. Adanya patofisiologi lain seperti saat diauskultasi adanya
ronky,wheezing.
2. Riwayat kesehatan terdahulu
a. Riwayat merokok, yaitu sebagi penyebab utama kanker paru –
paru,emfisema, dan bronchitis kronis. Anamnesa harus mencakup:\
1) Usia mulai merokok secara rutin
2) Rata – rata jumlah rokok yang dihisap setiap hari.
3) Usai menghentikan kebiasaan merokok.
4) Pengobatan saat ini dan masa lalu
5) Alergi
6) Tempat tinggal
3. Riwayat kesehatan keluarga
Tujuan pengkajian ini:
a. Penyakit infeksi tertentu seperti TBC ditularkan melalui orang ke
orang.
b. Kelainan alergi seperti asma bronchial, menujukkan suatu
predisposisi keturunan tertentu.Asma bisa juga terjadi akibat
konflik keluarga.
c. Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang
tingkatpolusi udaranya tinggi.Polusi ini bukan sebagai penyebab
timbulnyapenyakit tapi bisa memperberat.
4. Riwayat kesehatan lingkungan
5. Pola gordon
a. Pola pemeliharaan kesehatan Gejala Asma dapat membatasi
manusia untuk berperilaku hidup normal sehingga pasien dengan
Asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang
memungkinkan tidak terjadi seranganAsma
b. Pola nutrisi dan metabolic
Perlu dikaji tentang status nutrisi pasien meliputi, jumlah,
frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhnnya.
14
Serta pada pasien sesak,potensial sekali terjadinya kekurangan
dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, halini karena dispnea saat
makan, laju metabolism serta ansietas yang dialami pasien.
c. Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna,
bentuk, konsistensi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam pola
eliminasi
d. Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian pasien, seperti olahraga,
bekerja,dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor
pencetus terjadinya Asma.
e. Polaistirahat dan tidur
Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat pasien meliputi
berapa lama pasien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat
kelelahan yang dialami pasien.Adanya wheezing dan sesak dapat
mempengaruhi pola tidur dan istirahat pasien.
f. Pola persepsi sensori dan kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi
konsep diri pasien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stresor
yang dialami pasien sehingga kemungkinan terjadi serangan Asma
yang berulangpun akan semakin tinggi.
g. Pola hubungan dengan oranglain
Gejala Asma sangat membatasi pasien untuk menjalankan
kehidupannya secara normal. Pasien perlu menyesuaikan
kondisinya berhubungan dengan oranglain.
h. Pola reproduksi dan seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhandasar manusia,bila
kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam
kehidupan pasien. Masalah ini akan menjadi stresor yang akan
meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan Asma.
i. Pola persepsi diri dan konsep diri
15
Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya. Persepsi yang
salah dapat menghambat respon kooperatif pada diri pasien. Cara
memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor dalam
kehidupan pasien.
j. Pola mekanisme dan koping
Stres dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik
pencetus serangan Asma maka perlu dikaji penyebab terjadinya
stress. Frekuensi dan pengaruh terhadap kehidupan pasien serta
cara penanggulangan terhadap stresor.
k. Pola nilai kepercayaan dan spiritual
Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini didunia dipercayai
dapat meningkatkan kekuatan jiwa pasien. Keyakinan pasien
terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada-Nya
merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif
(Perry,2005 &Asmadi 2008).
G. PAYTWAYS TERLAMPIR
16
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan utama atau imunitas
5. Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
I. INTERVENSI KEPERAWATAN
Tujuan dan kriteria
Diagnosa Kep Intervensi Rasional
hasil
DX : Bersihan Setelah diberikan askep NIC Label >> Respiratory 1. Mengetahui tingkat gangguan
jalan napas tidak selama 5x 24 jam, monitoring yang terjadi dan membantu
efektif diharapkan bersihan dalam menetukan intervensi
berhubungan jalan nafas klien kembali 1. Pantau rate, irama, yang akan diberikan.
dengan efektif dengan kriteria kedalaman, dan usaha 2. menunjukkan keparahan dari
peningkatan hasil: respirasi gangguan respirasi yang
produksi sekret 2. Perhatikan gerakan dada, terjadi dan menetukan
NOC Label >> amati simetris, intervensi yang akan
Respiratory status: penggunaan otot diberikan
airway patency aksesori, retraksi otot 3. suara napas tambahan dapat
supraclavicular dan menjadi indikator gangguan
Frekuensi interkostal kepatenan jalan napas yang
pernapasan 3. Monitor suara napas tentunya akan berpengaruh
dalam batas tambahan terhadap kecukupan
normal (16- 4. Monitor pola napas : pertukaran udara.
20x/mnt) bradypnea, tachypnea, 4. mengetahui permasalahan
Irama hyperventilasi, napas jalan napas yang dialami dan
pernapasn kussmaul, napas cheyne- keefektifan pola napas klien
17
normal stokes, apnea, napas untuk memenuhi kebutuhan
Kedalaman biot’s dan pola ataxic oksigen tubuh.
pernapasan 5. Adanya bunyi ronchi
normal NIC Label >> Airway menandakan terdapat
Klien mampu Management penumpukan sekret atau
mengeluarkan sekret berlebih di jalan nafas.
5. Auskultasi bunyi nafas
sputum secara 6. posisi memaksimalkan
tambahan; ronchi,
efektif ekspansi paru dan
wheezing.
Tidak ada menurunkan upaya
6. Berikan posisi yang
akumulasi pernapasan. Ventilasi
nyaman untuk
sputum maksimal membuka area
mengurangi dispnea.
atelektasis dan meningkatkan
7. Bersihkan sekret dari
gerakan sekret ke jalan nafas
mulut dan trakea;
besar untuk dikeluarkan.
lakukan penghisapan
7. Mencegah obstruksi atau
sesuai keperluan.
aspirasi. Penghisapan dapat
8. Anjurkan asupan cairan
diperlukan bia klien tak
adekuat.
mampu mengeluarkan sekret
9. Ajarkan batuk efektif
sendiri.
10. Kolaborasi pemberian
8. Mengoptimalkan
oksigen
keseimbangan cairan dan
11. Kolaborasi pemberian
membantu mengencerkan
broncodilator sesuai
sekret sehingga mudah
indikasi.
dikeluarkan
9. Fisioterapi dada/ back
NIC Label >> Airway
massage dapat membantu
suctioning
menjatuhkan secret yang ada
suction tubuh.
18
precaution, sarung terhadap aliran udara.
tangan, goggle, masker 12. waktu tindakan suction yang
sesuai kebutuhan tepat membantu melapangan
16. Gunakan aliran rendah jalan nafas pasien
untuk menghilangkan 13. Mengetahui adanya suara
sekret (80-100 mmHg nafas tambahan dan
pada dewasa) kefektifan jalan nafas untuk
17. Monitor status oksigen memenuhi O2 pasien
pasien (SaO2 dan SvO2) 14. memberikan pemahaman
dan status hemodinamik kepada keluarga mengenai
(MAP dan irama indikasi kenapa dilakukan
jantung) sebelum, saat, tindakan suction
dan setelah suction 15. untuk melindungai tenaga
kesehatan dan pasien dari
penyebaran infeksi dan
memberikan pasien safety
16. aliran tinggi bisa mencederai
jalan nafas
17. Mengetahui adanya
perubahan nilai SaO2 dan
satus hemodinamik, jika
terjadi perburukan suction
bisa dihentikan.
Dx: Setelah dilakukan NIC Label : Airway NIC Label : Airway Management
Ketidakefektifan tindakan keperawatan Management
pola napas selama 3 x 24jam pasien 1. Untuk memaksimalkan
19
batas normal sesuai 2. Meningkatkan ventilasi dan
2. Tidak asupan oksigen
menggunakan NIC Label : Oxygen Therapy 3. Menjaga aliran oksigen
otot-otot bantu mencukupi kebutuhan pasien
1. Mempertahankan jalan
pernapasan
napas paten NIC Label : Respiratory
NOC Label : Vital Sign 2. Kolaborasi dalam Monitoring
pemberian oksigen terapi
Tanda Tanda vital 3. Monitor aliran oksigen 1. Monitor keadekuatan
dalam rentang pernapasan
normal (tekanan NIC Label : Respiratory 2. Melihat apakah ada obstruksi
darah, nadi, Monitoring di salah satu bronkus atau
pernafasan) (TD adanya gangguan pada
1. Monitor kecepatan,
120-90/90-60 ventilasi
ritme, kedalaman dan
mmHg, nadi 80- 3. Mengetahui adanya sumbatan
usaha pasien saat
100 x/menit, RR : pada jalan napas
bernafas
18-24 x/menit, 4. Memonitor keadaan
2. Catat pergerakan dada,
suhu 36,5 – 37,5 C) pernapasan klien
simetris atau tidak,
menggunakan otot bantu
pernafasan
3. Monitor suara nafas
seperti snoring
4. Monitor pola nafas:
bradypnea, tachypnea,
hiperventilasi, respirasi
kussmaul, respirasi
cheyne-stokes dll
Dx: Gangguan Setelah diberikan asuhan NIC : Airway Management Airway Management
pertukaran gas keperawatan 1×12 jam,
berhubungan diharapkan kerusakan 1. Posisikan pasien untuk 1. Melancarkan pernapasan
20
Klien mampu atau dengan melakukan pernapasan
mengeluarkan suctioning 4. Mengetahui factor penyebab
secret 4. Catat dan monitor pelan, batuk dan gangguan
RR klien dalamnya pernapasan pernapasan
normal 16-20 dan batuk 5. Memperlancar saluran
x/menit 5. Berikan treatment pernapasan
Irama aerosol, sesuai kebutuhan 6. Memenuhi kebutuhan
pernapasan 6. Berikan terapi oksigen, oksigen dalam tubuh
teratur sesuai keebutuhan 7. Menyeimbangkan cairan
Exchange
Respiratory Monitoring 1. Untuk mendeteksi adanya
21
normal mencapai skala 5 kebutuhan. respirasi dan kardiovaskular.
(no deviation from 2. Monitor respiration rate
normal range) dan ritme (kedalaman Managemen Asam-Basa
dan simetris)
1. Untuk membuat klien agar
3. Monitor suara paru
bernafas dengan baik tanpa
4. Monitor adanya
adanya gangguan.
abnormal status respirasi
2. Untuk mengetahui tekanan
(cheyne stokes, apnea,
gas darah (O2 dan CO2)
kussmaul)
sehingga kondisi pasien tetap
5. Monitor warna kulit,
dapat dipantau.
temperature dan
3. Agar klien tidak mengalami
kelembapan.
alkalosis akibat kekurangan
6. Monitor adanya sianosis
asam yang berlebihan dari
pada central dan perifer
tubuh.
22
6. Pantau pola pernapasan.
7. Berikan terapi oksigen,
jika perlu.
Dx: Resiko tinggi Setelah diberikan asuhan NIC label : Wound Care NIC label : Wound Care
terhadap infeksi keperawatan selama 3 x
berhubungan 2 jam diharapkan pasien 1. Monitor karakteristik, 1. Untuk mengetahui keadaan
dengan tidak dapat terhindar dari warna, ukuran, cairan luka dan perkembangannya
adekuatnya risiko infeksi, dengan dan bau luka 2. Normal salin merupakan
pertahanan utama criteria hasil : 2. Bersihkan luka dengan cairan isotonis yang sesuai
23
terjadinya keperawatan
proses 5. Gunakan universal
penyembuhan precaution dan gunakan
luka sarung tangan selma
kontak dengan kulit yang
tidak utuh
6. Berikan terapi antibiotik
bila perlu
7. Observasi dan laporkan
tanda dan gejal infeksi
seperti kemerahan,
panas, nyeri, tumor
8. Kaji temperatur tiap 4
jam
9. Catat dan laporkan hasil
laboratorium, WBC
10. Kaji warna kulit, turgor
dan tekstur, cuci kulit
dengan hati-hati
11. Ajarkan keluarga
bagaimana mencegah
infeksi
dengan kelemahan klien stabil saat aktivitas kesehatan lain untuk terhadap terapi latihan yang
24
batas normal secara teratur. segera setelah terapi aktivitas.
(60-100x/mnt) 4. Monitor status 5. EKG memberikan gambaran
RR saat emosional, fisik dan yang akurat mengenai
aktivitas dalam social serta spiritual klien konduksi jantung selama
batas normal terhadap istirahat maupun aktivitas.
(12-20x/mnt) latihan/aktivitas. 6. Pemberian obat antihipertensi
Tekanan darah 5. Monitor hasil digunakan untuk
systole saat pemeriksaan EKG klien mengembalikan TD klien
aktivitas dalam saat istirahat dan dbn, obat digitalis untuk
batas normal aktivitas (bila mengkoreksi kegagalan
(100- memungkinkan dengan kontraksi jantung pada
120mmHg) tes toleransi latihan). gambaran EKG, diuretic dan
Tekanan darah 6. Kolaborasi pemberian vasodilator digunakan untuk
diastole saat obat antihipertensi, obat- mengeluarkan kelebihan
aktivitas dalam obatan digitalis, diuretic cairan.
batas normal dan vasodilator.
Energy Management
(60-80mmHg)
Energy Management
Hasil EKG
1. Mencegah penggunaan
dalam batas
1. Tentukan pembatasan energy yang berlebihan
normal
aktivitas fisik pada klien karena dapat menimbulkan
2. Tentukan persepsi klien kelelahan.
Fatigue Level
dan perawat mengenai 2. Memudahkan klien untuk
25
7. Anjurkan klien untuk dihentikan.
membatasi aktivitas yang
cukup berat seperti 7. Mencegah timbulnya sesak
26
ekspresi wajah, penerimaan dan bantuan atau
bahasa tubuh dan dukungan selama masa stress
tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan
Gangguan pola Kriteria Hasil : 1. Kaji masalah tidur 1. Untuk mengetahui gangguan
tidur b.d batuk yang Jumlah jam tidur dalam 2. Posisikan sesuai pola tidur dan masalah
berlebih batas normal 6-8 kenyamanan pasien istirahat tidur klien
jam/hari, jumlah jam 3. Berikan penyuluhan 2. Posisi yang nyaman akan
tidur tidak terganggu, tentang pentingnya membuat klien nyaman, dan
Tidak ada masalah istirahat & tidur dapat memenuhi istirahat
dengan pola, kualitas dan 4. Berikan lingkungan tidur
rutinitas tidur/istirahat yang nyaman dengan 3. Untuk meningkatkan
posisi semi fowler pengetahuan klien tentang
pentingnya istirahat tidur agi
tubuh
4. Tempat tidur yang nyaman
akan membantu klien
istirahat yang baik
27
BAB III
A. Pengkajian Fokus
Tn.S datang ke IGD RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang pada
tanggal 10 April 2018 pukul 23.00 dikarenakan sesak nafas, sebelumnya
diperiksakan ke bidan terdekat tetapi tidak ada perubahan, setelah
dilakukan pemeriksaan didapatkan hasil kesadaran pasien composmentis,
Untuk pemeriksaan paru didapatkan hasil terdapat bunyi wheezing dan
ronchi di pemeriksaan auskultasi, Pasien mengeluh sesak, sesak bertambah
ketika aktivitas dan akan berkurang ketika istirahat, pasien terlihat batuk
berdahak tetapi dahak hanya keluar sedikit warna putih kental, pasien
terlihat menggunakan otot bantu pernafasan,TD : 240/80 mmHg, RR : 27
x/menit, N: 80 x/menit, S:380C, SpO2 : 92%. Dari hasil pemeriksaan
laboratorim di dapatkan hasil leukosit : 11,0/Ul, hematokrit : 14,0%,
trombosit 346/uL, glukosa darah: 202 mg/dl, Kreatinin 1,3mg/dl.
Pemeriksaan foto thorax COR : apeks bergeser ke laterocaudal,
retrocardial space sempit (Kardiomegali LHV, elongatio dan klasifikasi
aorta),Pulmo : Corakan pada bronkovaskuler meningkat dan tampak
bercak pada parakardial kanan (curgga bronkopenumoni, curiga efusi
pleura kanan), Diafragma dan sinus costophrenicus kiri normal dan kanan
tumpul, tulang tidak tampak kelainan.
B. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi sekret
b. Pola nafas tidak efektif b.d bronkspasme
28
C. Pathwyas Kasus
29
D. Fokus Intervensi
No Intervensi Rasional
Dx (ONEC)
1 O:
a. Pantau TTV, rate, a. Mengetahui tingkat ganguan
irama, kedalaman, yang terjadi dan membantu
dan usaha respirasi dalam menentukan intervensi
yang akan diberikan
b. Monitor suara nafas
tambahan b. Untuk menunjukkan keparahan
dari gangguan respirasi yang
terjadi dan menentukan
intervensi yang akan diberikan
N:
a. Auskultasi bunyi
nafas tambahan :
a. Adanya bunyi ronchi
rochi, wheezing
menandakan terdapat
b. Berikan posisi penumpukan sekret atau sekret
nyaman atau semi berlebih dijalan nafas
fowler b. Posisi memaksimalkan ekspansi
paru dan menurunkan upaya
pernafasan, ventilasi menjadi
maksimal membuka area
E: atelektasi dan meningkatkan
a. Anjurkan asupan gerakan sekret jalan nafas besar
cairan adekuat untuk dikeluarkan
a. Mengoptimalkan keseimbangan
b. Ajarkan batuk
cairan dan membantu
efektif
mengencerkan sekret sehingga
C: mudah keluar
a. Kolaborasi b. Fisioterapi dada dapat
pemberian oksigen membantu menjatuhkan sekret
yang ada dijalan nafas
b. Kolaborasi
a. Meringkankan kerja paru untuk
pemberian
broncodilator sesuai memenuhi kebutuhan oksigen
indikasi serta memenuhi kebutuhan
oksigen dalam tubuh
b. Broncodilator meningkatkan
ukuran lumen percabangan
trakeobronkial sehingga
30
menurnkan tahanan terhadap
aliran udara & dapat
mengencerkan sekret
2. O:
a. Monitor kecepatan, a. Untuk menegtahui
ritme kedalaman dan keadekuatan pernafasan
usaha pasien saat
bernafas
b. Catat pergerakan
dada, simetris atau b. Melihat apakah ada
tidak, menggunakan obstruksi di salah satu
otot bantu bronkus atau adanya
pernafasan gangguan ventilasi
N:
a. Posisikan semi
fowler
a. Posisi memaksimalkan
ekspansiparu dan
menurunkan upaya
pernafasan, ventilasi
menjadimaksimal
membuka area atelektasi
dan meningkatkan gerakan
b. Auskultasi suara
nafas, catat adanya sekret jalan nafas besar
suara nafas untuk dikeluarkan
tambahan seperti b. Memonitor kepatenan jalan
wheezing dll nafas
E:
a. Anjurkan pasien a. Aktivitas yang berat dapat
membatasi aktivitas memperberat sesak
b. Ajarkan pasien b. Membantu pasien
pernapasan dalam memperpanjang waktu
ekspirasi sehingga pasien
akan bernapas lebih efektif
dan efisien.
C:
a. Kolaborasi a. Meningkatkan ventilasi dan
pemberian oksigen asupan oksigen
b. Monitor aliran b. Menjaga aliran oksigen
oksigen mencukupi kebutuhan
pasien
31
E. Analisa Sintesa Kasus
Diagnosa 1 Diagnosa 2
Penumpukan sekret di jalan Sesak nafas
nafas
Pemberian O2 nasal 3 liter
Pola nafas menjadi tidak efektif
(karena bronkus tersumbat) Kebutuhan O2 dalam tubuh
terpenuhi
Pemberian terapi nebulizer
Pola nafas tidak efektif teratasi
Sekret menjadi cair dan mudah
untuk dikeluarkan (dengan Sesak berkurang, RR menjadi
batuk efektif) normal, tidak ada penggunakan
otot bantu pernafasan
Jalan nafas menjadi bebas, sesak
berkurang, sekret bisa keluar
32
BAB IV
PEMBAHASAN
A. PERMASALAHAN KLIEN
Penyempitan saluran pernafasan ini disebabkan oleh
alergen yang masuk kedalam saluran pernafasan. Alergen yang
masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain
akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting
cell (APC). Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen
tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal
kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk
berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E
( IgE ).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada
dalam jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses
ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi
atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu
terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen
tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan
mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++
kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar
cAMP.
Untuk kasus ini klien Tn.R menderita asma sudah lama
sejak 5 tahun yang lalu. Klien sudah mencoba untuk berobat ke
klinik namun klien tidak rutin untuk mengontrolkan penyakitnya.
Klien kambuh sesaknya bila klien terkena debu dan klien
keluar malam (terkena angin malam). Klien lebih sering minum
obat dari warung bila sesak nafasnya kambuh.
Karena klien sesaknya kambuh dank lien sudah tidak
sanggup untuk menahannya, dengan criteria klien wajah pucat,
nafas dangkal, dan klien terlihat lemas klien memeriksakan
33
dirinya ke klinik. Kemudian dari klinik menyarankan untuk
memeriksakan ke RSUD Wongsonegoro Semarang.
Setelah klien sampai di IGD RSUD Wongsonegoro
Semarang klien di tangani beberapa perawat dan klien di lakukan
tindakan pemberian teraphy Oksigen dan di lakukan nebulizer.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mengatakan masih
sesak dank lien minta di rawat di Rumah sakit. Kemudian klien
dirawat di ruang Nakula 3 untuk mendapatkan tindakan-tindakan
keperawatan seuai intervensi keperawatan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dari permasalahan – permasalahan itu, muncul 3 diagnosa
keperawatan yaitu Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d
Murcus dalam jumlah yang berlebihan, peningkatan produksi
mucus,eksudat dalam alveoli dan bronkospasme, pola nafas tidak
efektif b.d Hiperventilasi, Gangguan pola tidur b.d dyspneu.
Diagnosa yang pertama adalah Ketidak efektifan bersihan jalan
nafas, menurut Nanda nic-noc (2013), ketidak efektifan jalan
nafas dalah ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau
obstruksi saluran pernafasan guna mempertahankan jalan nafas
bersih.
Data untuk menegakkan diagnosa ini adalah adanya
dispneu, bunyi nafas tambahan, perubahan pada irama dan
frekuensi pernafasan,adanya sputum, sianosis. Bila dikaitkan
dengan keadaan Tn.R, sangat sinkron dan sesuai dengan apa yang
yang dialami oleh klien, klien mengalami sesak nafas, terdengar
suara tambahan, terdapat seputum/dahak ditenggorokan klien. Hal
ini mendukung bahwa Tn.R mengalami masalah bersihan jalan
nafas tak efektif.
Masalah keperawatan yang kedua adalah Pola nafas tidak
efektif b.d hiperventilasi, Pola nafas tidak efektif adalah kelebihan
34
atau deficit pada oksigen dan/ eliminasi karbon di oksida pada
membrane alveolar kapiler. Hal ini diakibatkan adanya pernafasan
yang abnormal terlihat dari kecepatan irama dan kedalamannya
pernafasan, dan warna kulit klien terlihat abnormal yaitu pucat.
Data yang mendukung adanya gangguan pertukaran gas ini adalah
adanya wheziing, retraksi dada dangkal dan cepat. Hal ini selara
dengan keadaan klien yang mengalami masalah pola nafas tak
efektif.
35
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
Penyakit Asma (Asthma) adalah suatu penyakit kronik
(menahun) yang menyerang saluran pernafasan (bronchiale) pada
paru dimana terdapat peradangan (inflamasi) dinding rongga
bronchiale sehingga mengakibatkan penyempitan saluran nafas
yang akhirnya seseorang mengalami sesak nafas. Adapun tanda
dan gejala penyakit asma diantaranya :
Pernafasan berbunyi (wheezing/mengi/bengek) terutama
saat mengeluarkan nafas (exhalation). Tidak semua penderita
asma memiliki pernafasan yang berbunyi, dan tidak semua orang
yang nafasnya terdegar wheezing adalah penderita asma Adanya
sesak nafas sebagai akibat penyempitan saluran bronki
(bronchiale). Batuk berkepanjangan di waktu malam hari atau
cuaca dingin. Adanya keluhan penderita yang merasakan dada
sempit. Serangan asma yang hebat menyebabkan penderita tidak
dapat berbicara karena kesulitannya dalam mengatur pernafasan.
Langkah tepat yang dapat dilakukan untuk menghindari
serangan asma adalah menjauhi faktor-faktor penyebab yang
memicu timbulnya serangan asma itu sendiri
B. SARAN
Dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan
baik dari segi materi maupun pembahasan untuk itu kami
mengharapkan masukan dari pembaca.
Dengan selesainya makalah ini pembaca dapat memahami
tentang askep asma sehingga tenaga kesehatan, perawat pada
khususnya dapat memberikan asuhan keperawatan asma yang
tepat dan benar.
36
37