Anda di halaman 1dari 37

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM

MUSKULOSKELETAL PADA KASUS OSTEOPOROSI

OLEH:

KELOMPOK 5

1. Nafiatul Amrah
2. Nurzen Aprianti
3. Mia Anjalia Putri
4. Rinulia Andisva
5. Ririn Kurnia

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARATSEKOLAH TINGGI


ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM PRODI S. 1 KEPERAWATANTAHUN
AJARAN 2017/2018

KATA PENGANTAR

1
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah “Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal Pada Kasus Osteoporosi” ini dengan baik dan
tepat pada waktunya.

Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari teman-
teman untuk membantu menyelesaikan makalah ini.Oleh karena itu kami ucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua teman-teman yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah
ini.Oleh karena itu, kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang
dapat membangun kami.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Mataram 05 Oktober 2018

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................. 2
2
Daftar Isi………………..………………………………………………………...……... 3
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………….. 4
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………...…. 4
1.3 Tujuan……………………………………………………………….................... 4
1.4 Sistematika Penulisan………………………………………………...………… 5
1.5 Metode Penulisan……………………………….……………………………..... 5
Bab II Pembahasan
2.1 Konsep Dasar Penyakit ………….....……….……..……………….....……….. 6
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan ………..….……………..…….…..…… 19
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………...…… 39
3.2 Saran………………………………………………………………...………..… 40
Daftar Pustaka

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous,osteo artinya tulang, dan porous
berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos,

3
yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau
berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan
tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2009).
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di Roma,
Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang
yang rendah, disertai perubahan mikro arsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan
tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan
risiko terjadinya patah tulang (Suryati, 2006).
Osteoporosis kini telah menjadi salah satu penyebab penderitaan dan cacat pada kaum
lanjut usia. Bila tidak ditangani, osteoporosis dapat mengakibatkan patah tulang, cacat
tubuh, bahkan timbul komplikasi hingga terjadi kematian. Risiko patah tulang bertambah
dengan meningkatnya usia. Pada usia 80 tahun, satu dari tiga wanita dan satu dari lima
pria berisiko mengalami patah tulang panggul atau tulang belakang. Sementara, mulai
usia 50 tahun kemungkinan mengalami patah tulang bagi wanita adalah 40%, sedangkan
pada pria 13% (Tandra, 2009).

1.2 RUMUSAN MASALAH


Bagaimana konsep dasar penyakit dan konsep dasar asuhan keperawatan pada
penderita Osteoporosis?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan umum
Untuk konsep dasar penyakit dan konsep dasar asuhan keperawatan pada
penderita Osteoporosis.
1.3.2 Tujuan khusus
1) Untuk mengetahui definisi osteoporosis
2) Untuk mengetahui klasifikasi osteoporosis
3) Untuk mengetahui etiologi osteoporosis
4) Untuk mengetahui manifestasi klinis osteoporosis
5) Untuk mengetahui patofisiologi osteoporosis
6) Untuk mengetahui pathway osteoporosis
7) Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang osteoporosis
8) Untuk mengetahui komplikasi osteoporosis
9) Untuk mengetahui penatalaksanaan osteoporosis
10) Untuk mengetahui Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Osteoporosis

1.4 SISTEMATIKA PENULISAN


1.4.1 Bab I. Pendahuluan, berisi pendahuluan yang menjelaskan latar belakang
masalah, rumusan masalah, maksud dan tujuan, sistematika penulisan, metode
penulisan.

4
1.4.2 Bab II. Tinjauan Teori, berisi pembahasan yang menjelaskan tentang konsep dasar
penyakit dan konsep dasar asuhan keperawatan pada penderita Gagal Ginjal
Kronik.
1.4.3 Bab III. Penutup, berisi kesimpulan, dan saran.

1.5 METODE PENULISAN


Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini yaitu dengan studi
keputusan. Studi kepustakaan adalah suatu metode pengumpulan data dengan cara
mencari, mengumpulkan, dan mempelajari materi-materi dari buku maupaun dari media
informasi lainnya dalam hal ini yang berkaitan dengan Ilmu Keperawatan Medikal
Bedah.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DASAR PENYAKIT

2.1.1 DEFINISI

Osteoporosis adalah kondisi berkurangnya massa tulang dan gangguan


struktur tulang (perubahan mikroarsitektur jaringan tulang) sehingga menyebabkan
tulang menjadi mudah patah. (Duque and Troen, 2006 dan Hughes, 2006).

Secara tidak langsung massa tulang yang memiliki sedikit lebih rendah dari
orang normal. Sehingga untuk terjadinya patah tulang akan lebih rendah
dibandingkan dengan osteoporosis. Dari kejadian osteopenia ini lama kelamaan
akan menjadi akan menjadi osteoporosis. (Cosman, 2009).

5
Osteoporosis sering disebut juga dengan “silent disease”, karena penyakit ini
datang secra tiba-tiba, tidak memiliki gejala yang jelas dan tidak terdeteksi hingga
orang tersebut mengalami patah tulang. (Nuhonni,2009). Akan tetapi, menurut
Yatim (2003), biasanya seseorang yang mengalami osteoporosis akan merasa sakit/
pegal-pegal di bagian punggung atau daerah tulang tersebut. Dalam beberapa
hari/minggu, rasa sakit tersebut dapat hilang dengan sendiri dan tidak akan
bertambah sakit dan menyebar jika mendapat beban yang berat. Biasanya postur
tubuh penderita osteoporosis akan melihat membungkuk dan terasa nyeri pada
tulang yang mengalami kelainan tersebut (ruas tulang belakang). (Yatim, 2003).

2.1.2 ETIOLOGI
Osteoporosis (sekunder dan fraktur osteoporosis) disebabkan oleh
glukokortikoid yang mengganggu absorbs kalsium diusus dan peningkatan
ekstraksi kalsium lewat ginjal sehingga akan menyebabkan hipokalsemia,
hiperparatiroidisme sekunder dan peningkatan kerja osteoklas. Terhadap osteoblas
glukokortikoid akan menghambat kerjanya, sehingga formasi tulang menurun.
Dengan adanya peningkatan resorpsi tulang oleh osteoklas dan penurunan formasi
tulang oleh osteoblas, maka akan terjadi osteoporosis yang progresif. (Sudoyo Aru,
2006)
Faktor-faktor resiko terjadinya osteoporosis adalah : (Nurarif, A.H & Kusuma,
H.2015)
1. Umur : sering terjadinya pada usia lanjut.
2. Ras : Kulit putih mempunyai resiko paling tinggi.
3. Faktor keturunan : ditemukan riwayat keluarga dengan keropos tulang
4. Adanya kerangka tubuh yang lemah dan skoliosis vertebra. Terutama terjadi
pada wanita umur 50-60 tahun dengan densitas tulang yang rendah dan di atas
umur 70 tahun dengan BMI yang rendah. (BMI = Mody Mass Index yaitu berat
badan dibagi kuadrat tinggi badan).
5. Aktivitas fisik yang kurang.
6. Tidak pernah melahirkn.
7. Menopause dini (menopause yang terjadi pada umur 46 Tahun)
8. Gizi (kekurangan protein dan kalsium dalam masa kanak-kanak dan remaja).
9. Hormonal yaitu kadar esterogen plasma yang kurang.
10. Obat misaknya kortikosteroid.
11. Kerusakan tulang akibat kelelahan fisik.
12. Jenis kelamin : 3 kali lebih sering terjadi pada wanita

Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu (Agus.2016) :

6
1. Pembentukan massa puncak tulang yang kurang baik selama masa
pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang setelah menopause.
Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak sampai usia
40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun. Walaupun demikian
tulang yang hidup tidak pernah beristirahat dan akan selalu mengadakan
remodelling dan memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis beban
mekanik. Faktor pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2
proses yang selalu berada dalam keadaan seimbang dan disebut coupling.
Proses coupling ini memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan
aktivitas resorpsi tulang. Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda
dan 16-20 minggu pada usia menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-
10% massa skelet per tahun. Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu faktor lokal yang menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian
pada konsep Activation – Resorption – Formation (ARF). Proses ini
dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari tulang yang merangsang
preosteoblas supaya membelah membelah menjadi osteoblas akibat adanya
aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi proses
remodelling adalah faktor hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh
hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang
yang menghambat proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan
glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang inilah
yang menyebabkan osteoporosi.
2. Gangguan pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat.
Gangguan metabolisme kalsium dan fosfat dapat dapat terjadi karena
kurangnya asupan kalsium, sedangkan menurut RDA konsumsi kalsium untuk
remaja dewasa muda 1200mg, dewasa 800mg, wanita pasca menopause 1000 –
1500mgmg, sdangkan pada lansia tidak terbatas walaupun secara normal pada
lansia dibutuhkan 300-500mg. oleh karena pada lansia asupan kalsium kurang
dan ekskresi kalsium yang lebih cepat dari ginjal ke urin, menyebabkan
lemahnya penyerapan kalsium.

Selain itu, ada pula faktor risiko yang dapat mencetuskan timbulnya penyakit
osteoporosis yaitu :

1. Determinan Massa Tulang


a. Faktor genetik
7
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat
kepadatan tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan
yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya
mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa Kaukasia.
Jacii seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam
Amerika), relatif imun terhadap fraktur karena osteoporosis.
b. Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping
faktor genetk. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan
berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang.
Dengan perkataan lain dapat disebutkan bahwa ada hubungan langsung dan
nyata antara massa otot dan massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan
respons terhadap kerja mekanik Beban mekanik yang berat akan
mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai
contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan dijumpai adanya
hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama pada lengan atau
tungkainya; sebaliknya atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan
dijumpai pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu yang
lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa. Walaupun
demikian belum diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang
diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di sampihg
faktor genetik.
c. Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang
cukup (protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal
sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan
yang berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa
pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi
kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan
kemampuan genetiknya.
2. Determinan penurunan Massa Tulang
a. Faktor genetik
Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya fraktur. Pada
seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudahmendapat risiko
8
fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak
ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal.
Setiap individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat
genetiknya serta beban mekanis den besar badannya. Apabila individu
dengan tulang yang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang
(osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut
relatif masih mempunyai tulang tobih banyak dari pada individu yang
mempunyai tulang kecil pada usia yang sama
b. Faktor mekanis
Di lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor yang
terpenting dalarn proses penurunan massa tulang schubungan dengan
lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi
panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada
umumnya aktivitas fisis akan menurundengan bertambahnya usia; dan
karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang
tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
c. Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses
penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama
pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat
penting. Wanita-wanita pada masa pre menopause, dengan masukan
kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak banyak, akan mengakibatkan
keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan
kalsiumnya baik dan absorbsinyajuga baik, menunjukkan keseimbangan
kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause
ada hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan keseimbangan
kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa menopause
keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta
absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin yang bertambah. Hasil akhir
kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause adalah pergeseran
keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.
d. Protein

9
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi
penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan
ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan
meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan
secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut
mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi
kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah
pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang
mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan kecenderunganuntuk
terjadi keseimbangan kalsium yang negatif
e. Estrogen.
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan
mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini
disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari
makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
f. Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan
kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan
massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak
ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
g. Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering
ditemukan. Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan
masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang
meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti.

2.1.3 KLASIFIKASI
Klasifikasi osteoporosis : (chairuddin Rasjad, 2007)
1. Osteoporosis primer
Osteoporosis primer terbagi menjadi 2 tipe,yaitu :
- tipe 1 : tipe yang timbul pada wanita pasca menopause
- tipe 2 : terjadi pada orang lanjut usia baik pada pria maupun wanita.
2. Osteoporosis sekunder

10
Disebabkan oleh penyakit-penyakit tulang erosive (misalnya myeloma
multiple, hipertiroidisme, hiperparatioridisme) adan akibat obat-obatan yang
toksik untuk tulang (misalnya glukokortikoid)
3. Osteoporosis idiopatik
Osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dan di temukan pada :
a. Usia kanak-kanak (juvenii)
b. Usia remaja (adolesen)
c. Wanita pra-menopause
d. Pria usia pertengahan.

Menurut Farida Mulyaningsih (2008), osteoporosis di klasifikasikan sebagai


berikut :
1. Osteoporosis Postmenopausal
Terjadi karena kekurangan hormone estrogen, yang membantu mengatur
pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul
pada wanita yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bias mulai muncul lebih
cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki resiko yang sama
untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah
timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
2. Osteoporosis Senilis
Merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia
dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan
tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia
lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia di atas 70 tahun dan 2 kali lebih
sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan
postmenopausal.
3. Osteoporosis sekunder
Dialami kurang dari 5 % penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh
keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit osteoporosis bias
disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid,
paratiroid dan adrenalin) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturate,
anti kejang dan hormone tiroid yang berlebihan). Pemakaian alcohol yang
berlebihan dan merokok bias memperburuk keadaan osteoporosis.
4. Osteoporosis Juvenil Idiopatik
Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya belum diketahui. Hal ini
terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi
hormone yang normal. Kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki
penyebab yang jelas dari rapuhmya tulang (Mulyaningsih,2008)

11
2.1.4 MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala yang dapat ditimbulkan yaitu (Nurarif, A.H & Kusuma,
H.2015):
1. Manifestasi umum : penurunan tinggi badan, lordosis, Nyeri pada tulang, atau
fraktur, biasanya pada vertebra, pinggul atau lengan bagian bawah.
2. Nyeri tulang: terutama pada tulang belakang yang intensitas seranganya
meningkt pada malam hari.
3. Deformitas tulang : dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan
menyebabkan kifosis anguler yang dapat menyebabkan medulla spinalis
tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis.
4. Nyeri fraktur akut dapat diatasi dalam 2 hingga 3 bulan. Nyeri fraktur kronis
dimanifestasikan sebagai rasa nyeri yang dalam dan dekat dengan tempat
patahan.
5. (tanda McCokey) didapatkan protubernsia abdomen,spasme otot paravertebral
dan kulit yang tipis.

2.1.5 PATOFISIOLOGI
Osteoporosis merupakan kelainan metabolik tulang yang ditandai dengan
berkurangnya massa tulang dan adanya kerusakan dari arsitektur tulang sehingga
terjadi peningkatan kerapuhan tulang yang dapat menyebabkan mudah terjadi
fraktur. Massa tulang yang berkurang akan membuat tulang semakin tipis dan
rapuh sehingga mudah patah pada trauma yang ringan.
Bone remodelling terjadi seumur hidup dan mencapai puncaknya saat
dewasa (sekitar umur 30 tahun) kemudian menurun sesuai pertambahan umur,
kemudian terjadi keseimbangan antara aktivitas osteblastik dan osteoklastik
(pembentukan dan resorpsi tulang). Keseimbangan tersebut dipengaruhi oleh
hormon estrogen, paratiroid dan kalsitriol.
Pada pasca menopause, terjadi penurunan estrogen yang dapat
menyebabkan meningkatnya resorpsi tulang, dan diduga berhubungan dengan
peningkatan sitokin. Resorpsi tulang tersebut akan meningkatkan kadar kalsium
dalam darah dan menyebabkan penekanan terhadap hormon paratiroid. Kadar
hormon paratiroid yang rendah sering dijumpai pada penderita osteoporosis, yang
juga akan menurunkan kadar 1,25 dehydroxy vitamin D (kalsitriol), sehingga
penyerapan kalsium jadi menurun. Telah banyak diketahui bahwa osteoporosis
pasca menopause menunjukkan bahwa ada gangguan penyerapan kalsium serta
rendahnya kadar 1,25 Dehydroxy vitamin D dalam darah.(Agung.2016)
2.1.6 PATHWAY

12
Usia lanjut (menopause)

Defisiensi vit.D Menurunnya ekskresi Menurunnya aktivitas


estrogen fisik
Resistensi vit.D

- Penurunan reabsorbsi pada Penurunan sekresi GH


ginjal dan IGF-1
- Penurunan absorbsi kalsium
di usus
Gangguan fungsi osteoblast

Hipokalsemia

Meningkatnya PTH
(parathyroid hormon)

Hiperparatiroidisme sekunder

Meningkatnya resorbsi tulang

Osteoporosis

Fraktur Kurang informasi Gangguan


keseimbangan,
Pergeseran frakmen tulang Defisit pengetahuan penurunan aktivitas dan

Ansietas
Resiko Jatuh

Nyeri akut Deformitas


Resiko Cedera

Gangguan fungsi
ektremitas
Hambatan mobilitas fisik
2.1.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Defisitdapat
Pemeriksaan penunjang yang perawatan diri adalah, (Nurarif, A.H &
dilakukan
Kusuma, H.2015):
13
1. Radiologi
Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang
menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus
vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Penipisan korteks dan
hilangnya trabekula transversal merupakan kelainan yang sering ditemukan.
Lemahnya korpus vertebrae menyebabkan penonjolan yang menggelembung
dari nucleus pulposus kedalam ruang intervertebral dan menyebabkan
deformitas bikonkaf.
2. CT-Scan
Dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai
penting dalam diagnostic dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110
mg/cm3 biasanya tidak menimbulkan fraktur vertebra atau penonjolan,
sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada pada hampir semua klien
yang mengalami fraktur.
3. Pemeriksaan DEXA :digunakan untuk mengukur densitas tulang dan
menghitung derajat ostopenia (kehilangan tulang ringan-sedang) atau
osteoporosis (kehilangan tulang berat).
4. Pemeriksaan laboratorium
a. Kadar Ca, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
b. Kadar HPT (pada pasca menopause kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi
ekstrogen merangsang pembentukan Ct)
c. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun
d. Ekskresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.

2.1.8 KOMPLIKASI
1. Perubahan Tubuh
Komplikasi yang pertama yaitu terjadi perubahan bentuk tubuh. Bahkan
penderita osteoporosis sangat rentan mengalami pengurangan tinggi badan
akibat terjadinya penumpukan tulang belakang dan posisinya melengkung.
Lebih tepatnya kondisi ini disebut bungkuk atau humpback.
2. Bone Fractures
Penderita osteoporosis cenderung mengalami kepadatan tulang yang semakin
berkurang. Lama kelamaan kondisi tersebut akan membuat tulang menjadi
rapuh sehingga rentan patah tulang jika terjatuh.
3. Menimbulkan Rasa Nyeri
Kondisi Osteoporosis yang semakin memburuk akan menimbulkan rasa nyeri
dibagian leher, pinggang, bahu dan bahkan punggung. Jika dibiarkan maka

14
lama kelamaan akan membuat Anda tidak nyaman dan tentunya mengganggu
aktivitas.
4. Kerusakan Tulang Belakang
Tulang belakang merupakan salah satu bagian yang bermasalah bagi penderita
oateoporosis. Kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya tumpang tindih
antara satu dengan yang lainnya. Kerusakan struktur tersebut akan berpengaruh
terhadap bentuk tubuh.
5. Tekanan Pada Organ Dalam
Terjadinya pembengkokan tulang yang tidak wajar akan menyebabkan tekanan
terhadap organ dalam tubuh. Hal ini akan menekan tulang rusuk sehingga lama
kelamaan menekan usus, perut dan paru-paru. Pada kondisi yang lebih parah
akan menyebabkan penderitanya mengalami kesulitan untuk bernafas.
6. Tidak Memiliki Keseimbangan
Rasa nyeri yang ditimbulkan akan membuat penderita osteoporosis kehilangan
keseimbangan. Dengan terganggunya keseimbangan maka akan berpotensi
menyebabkan rasa nyeri yang berkepanjangan dan semakin parah.

2.1.9 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penderita osteoporosis terdiri atas :
a. Penyuluhan penderita
Pada penderita osteoporosis, factor resiko di luar tulang harus
diperhatikan program latihan kebugaran tubuh (fitness), melompat dan lari
tidak boleh dilakukan karena resiko besar patah tulang. Berdirilah tegak kalau
jalan, bekerja, masak, sikat gigi dan mencuci. Tidak boleh mengepel lantai
dengan berlutut dan membungkuk karena resiko patah tulang pinggang cukup
besar. Untuk memperkuat dan mempertahankan kekauatan neuromuskuler
memerlukan latihan tiap hari atau paling sedikit 3 hari sekali. Berdansa santai
dan jalan kaki cepat 20-30 menit sehari adalah sehat dan aman untuk penderita
osteoporosis.
Penderita perlu menyadari besarnya resiko jatuh. Setelah makan atau
tidur, duduk sebentar dulu sebelum berdiri dan pada permulaan berdiri
berpegangan dahulu pada tepi meja makan. Mereka yang sering kehilangan
keseimbangan bahan perlu memakai tongkat/walker.
b. Pencegahan
1) Pencegahan primer bertujuan untuk membangun kepadatan tulang dan
neuromuskuler yang maksimal. Ini dimulai dari balita, remaja dewasa
umur peetengahan sampai umur 36 tahun. Beberapa hal penting pada
pencegahan primer.
15
a. Pemberian kalsium yang cukup (1200 mg) sehari selama masa
remaja
b. Kegiatan fisik yang cukup dalam keadaan berdiri. Minimal jalan
kaki 30 menit setiap hari
c. mengurangi factor resiko rapuh tulang seperti merokok,alcohol
dan imibilisasi.
d. Menambah kalsium dalam diet sebanyak 800mg sehari pada
manual untuk wanita resiko tinggi penamahan
ekstrogen,disfofonat kalsitoninharus dipertimbangkan.
2) Pencegahan skunder yaitu pemberian hormone hormone ekstrogen dan
progesterone.Hormon hormone uni di laporkan menghentikan setidak
tidaknya mengurangi kehilangan tulang selama menopause.
3) Pencegahan tersier dilakukan bila poenderita mengalami patah tulang
pada osteoporosis atau pada orang yang masuk lanjut usia(lansia).
c. Pemberian gizi optimal
Pencegahan primer bertujuan agar kepadatan tulang yang maksimal
tercapai pada umur 36 tahun.pencegahan skunder bertujuan menghambat
kehilangan kepada tulang waktu menopause dengan pemberian hormone
pengganti.Selanjutnya kehilangan kepadatan tulang pada lansia di hambat
dengan pencegahan tersier.Pencegan primer,skunder dan tersier di laksanakan
melalui pengaturan gizi yang optimal,di imbangi dengan aktifitas fisik dan
olahraga yang sesuai dengan umur dan stadium kerapuhan
tulangpenderita.Kebutuhan kalsium sehari hari untuk mencegah osteoporosis.
1) Sebelum menopause kebutuhan sehari 800-1000 mg kalsium.
2) Selama menopause kebutuhan sehari 1000-1200 mg kalsium.
3) Selama menopause kebutuhan sehari 1200-1500 mg kalsium.
d. Upanya Rehabilitas Medik
Prinsip terapi fisik dan rehabilatas dapat bermafaat dalam
penatalaksanaan penderita osteroporosis.
Latihan ,dapat mengurangi hilangnya masa massa tulang dan
menambah massa tulang dengan cara meningkatkan pembentukan tualang
yang lebih besar daripada resorbsin tulang.
1) Pengobatan pada patah tulang
2) Pada orang tua dengan keluhan nyeri yang hebat pada lokalisasi tertentu
seperti pada punggung ,pinggul,pergelangan tangan,dan di sertai adanya
riwayat jatuh,maka sesegera memeriksa diri ke dokter untuk mengetahui
adanya patah tulang.Apabila pada pemeriksaan selanjutnya dindapatkan

16
adanya patah tulang,maka harus di pertimbsngkan tindakan tindakan
sebagai berikut:
a) Menghilangkan nyeri di sertai pemberian obat obatan untuk
membangun kekuatan tualang,yaitu kalsium,dan obata-obat
osteoporosis.
b) Tindakan pemasangan gips pada patah tulang pergelangan
tangsn.Tindakan penarikan tulang pada panggul dan di lanjutkan
dengan tindakan oprasi pada panggul dengan mengganti kepala
panggul pada patah leher paha.

2.2 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

2.2.1 PENGKAJIAN
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Seperti nama, umur, jenis kelamin, agama, suku atau bangsa, bahasa,
pendidikan, pekerjaan, status, dan tempat tinggal.
b. Keluhan Utama
Pasien mengeluh ngilu di bagian esktremitas.
c. Riwayat kesehatan
Pengkajian merupakan peranan penting pada saat evaluasi penderita
osteoporosis. Terkadang hal pertama yang dikleuhkan oleh pasien
mengarah pada diagnosis. Faktor lain yang diperhatikan antara lain umur,
jenis kelamin, ras, status haid, fraktur pada trauma minimal, imobilisasi
lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan cahaya
matahari, asupan kalsium, fosfor dan vitamin D, latihan teratur dan bersifat
bantalan berat.
Obat-obatan yang dikonsumsi pasien dalam jangka waktu lama harus
diperhatikan, seperti kortikosteroid, hormon tiroid, anti konvulsan, antasida
yang mengandung aluminium, sodium florida, dan bifosfonat etidronat,
alkohol dan kebiasaan merokok juga merupakan faktor resiko terjadinya
osteoporosis.
17
Penyakit lain yang harus ditanyakan juga kepada pasien terkait
osteoporosis adalah penyakit ginjal, saluran cerna hati, endokrin dan
insufisiensi pankreas.
Riwayat haid, menarche dan menopause, penggunaan alat kontrasepsi
juga harus diperhatikan. Selain itu danya beberapa penyakit tulang
metabolik yang bersifat menurun dalam riwayat keluarga dengan
osteoporosis juga harus diperhatikan.
d. Pengkajian psikososial
Gambaran klinis penderita dengan osteoporosis adalah wanita yang telah
mengalami menopause dengan keluhan rasa nyeri punggung yang
merupakan faktor predisposisi adanya multiple fraktur karena trauma.
Perawat perlu mengkaji konsep diri penderita terutama mengenai gambaran
diri khususnya kepada penderita kifosis yang berat.
Klien mungkin membatasi interaksi sosial sebab adanya perubahan yang
tampak atau keterbatasan fisik, tidak mampu duduk di kursi dan lain-lain.
Perubahan seksual bisa saja terjadi karena harga diri rendah atau
ketidaknyamanan selama posisi intercoitus.
Osteoporosis dapat menyebabkan fraktur berulang, maka perlu dikaji
perasaan cemas dan takut pada pasien.
e. Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga,
mengisis waktu luang, rekreasi, berpakaian,makan, mandi, toilet. Olahraga
dapat membentuk pribadi yang baik dan individu akan merasa dirinya
menjadi lebih baik. Selain itu juga dapat memperthankan tonus ototdan
gerakan sendi. Pada usia lanjut perlu aktivitas yang adekuat untuk dapat
mempertahankan fungsi tubuh.aktivitas tubuh memerlukan interaksi yang
kompleks antara saraf dan muskoloskeletal. Beberapa perubahan yang
terjadi sehubungan dengan menurunnya gerak persendian merupakan
kemampuan gerak cepat dan lancar menurun, stamina menurun dan
kemampuan memanipulasi ketrampilan motorik halus pun menurun.
2. Pemeriksaan fisik
a. Sistem pernafasan
Pada penderita kifosis berat terjadi perubahan pernafasan, karena adanya
penekanan pada fungsional paru.
b. Sistem kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardiovaskuler tidak memberikan bukti langsung atau
mayakinkan mengenai perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit

18
petunjuk diagnosa yang dapat diandalkan pada pembentukan trombosis.
Tanda-tanda tromboflebitis antara lain eritmia, eema, nyeri tekan dan tanda
homans positif. Intoleransi ortostatik bisa menunjukkan suatu gerakan
untuk berdiri tegak seperti gejala peningkatan denyut jantung, penurunan
tekanan darah, pucat, tremor tangan, berkeringat, kesulitan dalam
mengikuti perintah dan sinkop.
c. Sistem persyarafan
Nyeri punggung yang disertai dengan pembatasan pergerakan spinal
yang disadari dan halus merupakan indikasi adnya fraktur satu atau lebih
fraktur kompresi vertebral.

d. Sistem perkemihan

Bukti adanya perubahan-perubahan fungsi perkemihan termasuk tanda-


tanda fisik berupa urin sedikit dengan frekuensi sering, distensi abdomen
bagian bawah, dan batas kandung kemih dapat diraba. Gejala-gejala
kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk berekskresi
dan tekanan atau nyeri pada abdomen di bagian bawah.

e. Sistem pencernaan

Gangguan yang terjadi pada sistem pencernaan adalah konstipasi


termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian bawah, rasa penuh,
tekanan. Pengosongan rektum yang tidak sempurna, anoreksia, mual,
gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, da sakit kepala.

Pemeriksaan fisik kadang menemukan adanya fraktur, kifosis vertebrata


torakal atau penurunan tinggi menurun. Masalah mobilitas dan pernafasan
dapat terjadi akibat perubahan postur dan kelemahan otot. Konstipasi dapat
terjadi akibat inaktifitas.

f. Sistem muskoloskeletal

Inspeksi dan palpasi pada daerah columna vertebratalis, psien


dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dan penurunan tinggi
badan. Adanya perubahan dalam gaya berjalan, deformitas tulang, nyeri
spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebrata thorakal 8
dan lumbal 3. Indikator utama dari parahnya imobilitas pada sistem
19
muskoloskeletal adlahpenurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan
otot, rentang gerak sendi, dan kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara
periodikdapat digunakan untuk memantau perubahan dan keefektifan
intervensi.

3. Pemeriksaan penunjang

a. Radiologi, yang menjadi khas adalah densitas atau massa tulang yang
menurun yang terlihat pada vertebrata spinalis. Dinding depan corpus
vertebrata biasanya merupakan lokalisasi yang paling berat. Penipisan
korteks dan hilangnya trabeculla transversal adalah kelainan yang sering
ditemui lemahnya corpus vertebrate menyebabkan penonjolan yang
menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebratalis
dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
b. Ct-scan, dengan alat ini dapat diukur densitas tulang secara kuantitatif yang
mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Vertebral
mineral diatas 110 mg/cm3 dapat menimbulkan fraktur vertebrata atau
penonjolan, sedangkan dibawah 65 mg/cm3 hampir semua penderita
mengalami fraktur.
c. Foto Rontgen polos
d. Pemeriksaan DEXA :digunakan untuk mengukur densitas tulang dan
menghitung derajat ostopenia (kehilangan tulang ringan-sedang) atau
osteoporosis (kehilangan tulang berat).
e. Pemeriksaan laboratorium
1) Kadar Ca, P, dan alkali posphatase tidak menunjukkan kelainan yang
nyata.
2) Kadar HPT (pada post menopause kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi
estrogen dapat merangsang pembentukan Ct)
3) Kadar 1,25-(OH)2-D3 dan absorbsi CA menurun.
4) Ekskresi fosfat dan hydroksyproline terganggu sehingga kadarnya
meningkat
4. Pola pengkajian Gordon
a. Persepsi kesehatan/penanganan
Persepsi klien tentang status kesehatan umum. Ketaatan pada praktik
kesehatan preventif. Apabila pasien sakit, pasien segera berobat ke rumah
sakit/puskesmas.
b. Nutrisi-metabolik
Pola masukan makanan dan cairan, keseimbangan cairan dan elektrolit,
kemampuan umum untuk penyembuhan. Intake makanan pasien sebelum
20
sakit bisa menghabiskan 1 porsi makan, tetapi selama sakit intake makanan
pasien berkurang begitu juga dengan intake cairan.
c. Eliminasi
Pola fungsi pembuangan (usus, kandung kemih, kulit) dan persepsi klien.
d. Aktivitas/latihan
Pola latihan, aktivitas, bersenang-senang, rekreasi, dan kegiatan sehari-hari,
faktor-faktor yang mempengaruhi pola-pola individu yang diharapkan atau
diinginkan.
e. Kognitif-perseptual
Keadekuatan alat sensori, seperti penglihatan, pendengaran, pengecapan,
sentuhan, penghidu, persepsi nyeri, kemampuan fungsional kognitif.
f. Istirahat-tidur
Pola tidur dan periode istirahat-relaksasi selama 24 jam sehari, dan juga
kualitas dan kuantitas.
g. Persepsi diri/konsep diri
Sikap individu mengenai dirinya, persepsi terhadap kemampuan, citra tubuh,
perasaan senang dan pola emosi.
h. Peran-hubungan
Persepsi pasien tentang peran yang utama dan tanggungjawab dalam situasi
kehidupan sekarang.
i. Seksualitas/reproduksi
Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan klien dengan seksualitas.
Tahap dan pola reproduksi.
j. Koping/toleransi
Pola koping yang umum, toleransi stres, sistem pendukung, dan kemampuan
yang dirasakan untuk mengendalikan dan menangani situasi.
k. Nilai-keyakinan
Nilai-nilai, tujuan, atau keyakinan yang mengarahkan pilihan atau
keputusan.

5. Analisa data dan masalah

Data fokus Masalah Etiologi


DS: Nyeri akut Usia lanjut (menopause)
1. Pasien mengatakan nyeri
pada bagian tulang dan
Defisiensi vit.D & Resistensi
persendian vit.D
DO:

21
1. Klien tampak meringis
karena nyeri Penurunan reabsorbsi pada
2. Skala nyeri 5 (0-10)
ginjal & Penurunan absorbsi
3. TD: 130/90 mmHg
4. Nadi: 96 x/menit kalsium di usus
5. RR: 24x/menit
6. Suhu: 36 0C
Hipokalsemia

Meningkatnya PTH
(parathyroid hormon)

Hiperparatiroidisme sekunder

Meningkatnya resorbsi tulang

Osteoporosis

Fraktur

Pergeseram fragmen tulang


akibat fraktur

Nyeri akut
DS: Hambatan mobilitas fisik Usia lanjut (menopause)
1. Pasien mengatakan nyeri
ketika berjalan
2. Pasien mengatakan lemas Defisiensi vit.D & Resistensi
vit.D
DO:
1. Pasien mengalami
penurunan tinggi badan Penurunan reabsorbsi pada
ginjal & Penurunan absorbsi
kalsium di usus

22
Hipokalsemia

Meningkatnya PTH
(parathyroid hormon)

Hiperparatiroidisme sekunder

Meningkatnya resorbsi tulang

Osteoporosis

Fraktur

Pergeseram fragmen tulang


akibat fraktur

Deformitas

Fungsi ekstremitas dan


penurunan kekuatan otot.

Hambatan mobilitas fisik

DS: Defisiensi pengetahuan Usia lanjut (menopause)


1. Pasien mengatakan kurang
mengerti tentang
Defisiensi vit.D & Resistensi
penyakitnya vit.D
DO:
1. Pasien terlihat gelisah

23
2. Klien/keluarga banyak Penurunan reabsorbsi pada
bertanya ginjal & Penurunan absorbsi
kalsium di usus

Hipokalsemia

Meningkatnya PTH
(parathyroid hormon)

Hiperparatiroidisme sekunder

Meningkatnya resorbsi tulang

Osteoporosis

Kurangnya informasi proses


osteoporosis dan program
terapi.

Defisiensi pengetahuan
DS: Ansietas Usia lanjut (menopause)
1. Pasien mengatakan cemas
dengan adanya perubahan
Defisiensi vit.D & Resistensi
status kesehatannya vit.D
DO:
1. Wajah pasien terlihat
gelisah Penurunan reabsorbsi pada
ginjal & Penurunan absorbsi
kalsium di usus

Hipokalsemia

24
Meningkatnya PTH
(parathyroid hormon)

Hiperparatiroidisme sekunder

Meningkatnya resorbsi tulang

Osteoporosis

Kurangnya informasi proses


osteoporosis dan program
terapi.

Defisiensi pengetahuan

.Ansietas
DS: Resiko jatuh Usia lanjut (menopause)
1. Pasien mengeluh
kemampuan gerak cepat
Defisiensi vit.D & Resistensi
menurun vit.D
2. Pasien mengatakan
keseimbangan tubuhnya
menurun Penurunan reabsorbsi pada
DO: ginjal & Penurunan absorbsi
kalsium di usus
1. Tubuh pasien terlihat
bungkuk
Hipokalsemia

Meningkatnya PTH
(parathyroid hormon)

25
Hiperparatiroidisme sekunder

Meningkatnya resorbsi tulang

Osteoporosis

Gangguan keseimbangan,
penurunan aktifitas, dan
kekuatan otot.

Resiko jatuh
DS: Defisit perawatan diri Usia lanjut (menopause)
1. Pasien mengatakan malas
untuk mandi dan
Defisiensi vit.D & Resistensi
berdandan vit.D
2. Pasien merasa lemas
DO:
1. Rambut pasien terlihat Penurunan reabsorbsi pada
kusam dan kotor ginjal & Penurunan absorbsi
2. Kuku panjang dan tidak kalsium di usus
terawat

Hipokalsemia

Meningkatnya PTH
(parathyroid hormon)

Hiperparatiroidisme sekunder

Meningkatnya resorbsi tulang

26
Osteoporosis

Fraktur

Pergeseram fragmen tulang


akibat fraktur

Deformitas

Fungsi ekstremitas dan


penurunan kekuatan otot.

Hambatan mobilitas fisik

Gangguan fungsi ekstremitas.


DS: Risiko cedera Usia lanjut (menopause)
1. Pasien mengeluh
kemampuan gerak cepat
Defisiensi vit.D & Resistensi
menurun vit.D
DO:
1. Tulang belakang terlihat
bungkuk Penurunan reabsorbsi pada
ginjal & Penurunan absorbsi
kalsium di usus

Hipokalsemia

Meningkatnya PTH
(parathyroid hormon)

27
Hiperparatiroidisme sekunder

Meningkatnya resorbsi tulang

Osteoporosis

Gangguan keseimbangan,
penurunan aktifitas, dan
kekuatan otot.

Resiko jatuh

Risiko cedera

2.2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa yang muncul akibat osteoporosis antara lain:

1. Nyeri akut berhubungan dengan fraktur dan spasme otot.


2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan fungsi ekstremitas
dan penurunan kekuatan otot.
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi proses
osteoporosis dan program terapi.
4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi dan perubahan dalam
status kesehatan.
5. Resiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan, penurunan
aktifitas, dan kekuatan otot.
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan fungsi ekstremitas.
7. Resiko cedera berhubungan dengan dampak perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh.

28
B. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa 1: Nyeri akut berhubungan dengan fraktur dan spasme otot.
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam nyeri akut dapat diatasi
Kriteria hasil:
1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3) Mampu mengenali (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Intervensi Rasional
1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. pengkajian yang dilakukan secara
komprehensif termasuk lokasi, komprehensif dapat
karakteristik, durasi, frekuensi, mengidentifikasikan secara
kualitas, dan faktor presipitasi mendetail dan menyeluruh
mengenai keluhan pasien.
2. Kontrol lingkungan yang dapat
2. Gangguan lingkungan dan
mempengaruhi nyeri seperti suhu
rangsangan dapat meningkatkan
ruangan, kebisingan
tekanan vaskuler serebral
3. Ajarkan tekhnik nonfarmakologi
3. Meningkatkan relaksasi dan dapat
(distraksi, guide imagery)
mengurangi nyeri
4. Berikan analgetik sesuai indikasi
4. Analgetik dapat mengurangi nyeri

2. Diagnosa 2: Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan fungsi


ekstremitas dan penurunan kekuatan otot.
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam, hambatan mobilitas fisik dapat
diatasi
Kriteria hasil:
1) Klien dapat meningkatkan aktivitas fisik
2) Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
3) Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan
berpindah
4) Mampu memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi

Intervensi Rasional
1. Periksa vital sign sebelum/sesudah 1. Mengetahui perubahan TTV pasien
latihan dan lihat respon pasien saat sebelum dan sesudah latihan,
latihan. sebagai evaluasi respon pasien
setelah dilakukan latihan.
2. Konsultasikan dengan terapi fisik
2. Kolaborasi dengan terapist akan
29
tentang rencana ambulasi sesuai lebih baik
dengan kebutuhan pasien.
3. Membantu pasien sehingga
3. Bantu pasien untuk menggunakan
memudahkan pasien saat berjalan
alat bantu saat berjalan dan cegah
dan mencegah terjadinya cedera
terjadinya cedera
4. Mengetahui kemampuan pasien
4. Kaji kemampuan pasien dalam
dalam mobilisasi
mobilisasi
5. Melatih pasien dalam memenuhi
5. Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri
kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai dengan kemampuannya
sesuai kemampuan
6. Agar pasien tahu bagaimana teknik
6. Ajarkan pasien bagaimana merubah
merubah posisi
posisi dan berikan batuan jika
diperlukan.

3. Diagnosa 3: Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi


proses osteoporosis dan program terapi.
Tujuan : setelah dilakuka perawatan 1x24 jam, defisiensi pengetahun dapat diatasi
Kriteria hasil:
1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis
dan program pengobatan.
2) Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
3) Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya.

Intervensi Rasional
1. Jelaskan tentang proses penyakit 1. Pasien mengetahui proses terjadinya
dengan cara yang tepat penyakit yang dialaminya
2. Identifikasi kemungkinan penyebab 2. Mengetahui kemungkinan penyebab
dengan cara yang tepat. terjadinya penyakit dengan tepat
3. Diskusikan perubahan gaya hidup 3. Mencegah terjadinya komplikasi di
yang mungkin diperlukan untuk masa yang akan datang
mencegah komplikasi di masa yang
akan datang atau proses pengontrolan
4. Dengan terapi yang tepat akan
penyakit.
4. Diskusikan pilihan terapi atau mempercepat penyembuhan pasien.
5. Membantu pasien dalam
penanganan
5. Dukung pasien untuk mengeksplorasi mengeksplorasi atau mendapatkan
atau mendapatkan pilihan kedua pilihan kedua dengan cara yang tepat
30
dengan cara yang tepat atau yang atau yang diindikasikan.
diindikasikan.

4. Diagnosa 4: Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi dan perubahan dalam


status kesehatan.
Tujuan: setelah dilakukan perawatan 1x24 jam, ansietas dapat diatasi
Kriteria hasil:
1) Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
2) Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas
3) TTV dalam batas normal
4) Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan

Intervensi Rasional
1. Gunakan pendekatan yang 1. Mengurangi kecemasan pasien
2. Pasien mengetahui tujuan prosedur
menenangkan
2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang yang dilakukan pasien
3. Teknik relaksasi dapat mengurangi
dirasakan selama prosedur
3. Intruksikan pada pasien untuk kecemasan
menggunakan teknik relaksasi
4. Dengarkan dengan penuh perhatian
4. Meningkatkan kepercayaan pasien
5. Identifikasi tingkat kecemasan terhadap perawat
6. Bantu pasien mengenal situasi yang 5. Mengetahui tingkat kecemasan pasien
6. Membantu pasien dalam mengenal
menimbulkan kecemasan
situasi yang menimbulkan kecemasan

5. Diagnosa 5: Resiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan, penurunan


aktifitas, dan kekuatan otot.
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam resiko jatuh dapat diatasi
Kriteria hasil:
1) Keseimbangan: kemampuan untuk mempertahankan ekuilibrum
2) Perilaku pencegahan jatuh: tindakan individu atau pemberi asuhan untuk
meminimalkan faktor resiko yang dapat memicu jatuh dilingkungan individu
3) Tidak ada kejadian jatuh
4) Pasien mampu memahami cara pencegahan jatuh

Intervensi Rasional
1. Identifikasi defisit kognitif atau fisik 1. Mengetahui kekurangan pengetahuan
pasien yang dapat meningkatkan atau fisik pasien yang dapat
potensi jatuh dalam lingkungan meningkatkan potensi jatuh dalam
tertentu lingkungan tertentu

31
2. Identifikasi perilaku dan faktor yang 2. Dengan mengetahui perilaku dan
mempengaruhi resiko jatuh faktor yang mempengaruhi resiko
jatuh, kita dapat memberikan informasi
kepada pasien sehingga kemungkinan
kejadian munculnya gangguan dapat
3. Ajarkan pasien bagaimana jatuh untuk
dicegah
meminimalkan cedera
3. Pasien mengetahui bagaimana cara
4. Memberikan pengetahuan kepada
meminimalkan cedera ketika jatuh
anggota keluarga tentang faktor resiko
4. Agar anggota keluarga lebih waspada
yang berkontribusi terhadap jatuh dan
dan mencegah terjadinya jatuh
bagaimana mereka dapat menurunkan
5. Meminimalkan efek samping dari obat
resiko tersebut
5. Berkolaborasi dengan anggota tim yang berkontribusi terhadap jatuh
kesehatan lain untuk meminimalkan
efek samping dari obat yang
berkontribusi terhadap jatuh

6. Diagnosa 6: Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan fungsi ekstremitas.

Tujuan: setelah dilakukan perawatan 2x24 jam, defisit perawatan diri dapat diatasi
Kriteria hasil:
1) Klien terbebas dari bau badan
2) Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs
3) Dapat melakukan ADLS dengan bantuan

Intervensi Rasional
1. Monitor kemampuan pasien 1. Mengetahui kemampuan
untuk perawatan diri yang pasien dalam perawatan
mandiri mandiri
2. Monitor kebutuhan pasien 2. Mengetahui kebutuhan pasien
untuk alat-alat bantu untuk untuk alat-alat bantu untuk
kebersihan diri, berpakaian, kebersihan diri, berpakaian,
berhias, toileting dan makan berhias, toileting dan makan
3. Sediakan bantuan sampai 3. Melatih pasien untuk bisa
pasien mampu secara utuh melakukan self-care secara
untuk melakukan self-care utuh
4. Dorong pasien untuk
32
melakukan aktivitas sehari- 4. Pasien menjadi lebih
hari yang normal sesuai semangat dalam melakukan
kemampuan yang dimiliki aktivitas sehari-hari secara
normal
5. Ajarkan pasien/keluarga
untuk mendorong 5. Melatih pasien/keluarga dapat
kemandirian, untuk meningkatkan kemandirian
memberikan bantuan hanya
jika pasien tidak mampu
melakukannya

7. Diagnosa 7: Resiko cedera berhubungan dengan dampak perubahan skeletal dan


ketidakseimbangan tubuh.

Tujuan: cedera tidak terjadi dengan criteria hasil klien tidak jatuh dan tidak
mengalami fraktur, klien dapat menghindari aktivitas yang mengakibatkan
fraktur.

Kriteria hasil:

1) Klien terbebas dari cidera


2) Klien mampu menjelaskan cara/metode untuk mencegah injury/cidera
3) Klien mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan/perilaku personal.

Intervensi Rasional
1. Ciptakan lingkungan yang bebas 1. Menciptakan lingkungan yang aman
dari bahaya missal : tempatkan klien mengurangi risiko terjadinya
pada tempat tidur rendah, berikan kecelakaan
penerangan yang cukup, tempatkan
klien pada ruangan yang mudah
untuk diobservasi
2. Pergerakan yang cepat akan
2. Ajarkan pada klien untuk berhenti
memudahkan terjadinya fraktur
secara perlahan,tidak naik tangga
kompresi vertebra pada klien
dan mengangkat beban berat
3. Observasi efek samping obat-obatan osteoporosis.
3. Obat-obatan seperti diuretic,
yang digunakan
fenotiazin dapat menyebabkan
pusing, mengantuk dan lemah yang
merupakan predisposisi klien untuk
33
4. Pasang side rail tempat tidur jatuh.
4. Terhindar dari kemungkinan jatuh
dari tempat tidur

2.2.3 IMPLEMENTASI
Implementasi yang dilakukan berdasarkan rencana keperawatan yang telah
dibuat dan disesuaikan dengan kondisi klien (Colvy, Jack, 2010).

2.2.4 EVALUASI
Hasil evaluasi keperawatan pada klien osteoporosis adalah:
1. Nyeri akut dapat diatasi
2. Hambatan mobilitas fisik dapat diatasi
3. Defisiensi pengetahun dapat diatas
4. Ansietas dapat diatasi
5. Resiko jatuh dapat diatasi
6. Cedera tidak terjadi dengan criteria hasil klien tidak jatuh dan tidak
mengalami fraktur, klien dapat menghindari aktivitas yang mengakibatkan
fraktur.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

34
Osteoporosis adalah kondisi terjadinya penurunan densitas atau matriks atau massa
tulang, peningkatan porositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi disertai dengan
kerusakan arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan
tulang sehingga tulang menjadi mudah patah. Penyakit osteoporosis adalah berkurangnya
kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah.
Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi
keras dan padat. Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan mineral dalam tulang,
maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis.
Selain itu osteoporosis dapat disebabkan faktor genetik, mekanis, hormonal, makanan,
protein, estrogen, rokok, kopi, alkohol dan kalsium juga mempengaruhi terjadinya
osteoporosis sebab wanita-wanita pada masa pre menopause, dengan masukan
kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak banyak, akan mengakibatkan keseimbangan
kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik dan
absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif.
Diagnosa yang muncul akibat osteoporosis diantaranya, Nyeri akut berhubungan
dengan fraktur dan spasme otot, Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan fungsi ekstremitas dan penurunan kekuatan otot, Defisiensi pengetahuan
berhubungan dengan kurangnya informasi proses osteoporosis dan program terapi,
Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi dan perubahan dalam status
kesehatan, Resiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan, penurunan
aktifitas, dan kekuatan otot, dan Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan
fungsi ekstremitas

3.2 SARAN

Dengan adanya makalah ini perawat diharapkan mampu memberikan perawatan dan
edukasi kepada pasien atau masyarakat sedini mungkin akan terjadinya osteoporosis,
karena selain dari faktor genetik juga di sebabkan oleh waktor makan sehingga dengan
memberikan edukasi pada masyarakat, masyarakat mampu mencegah dengan memulai
hidup sehat, olah raga yang tertur guna melatih kekuatan otot dan tulang sehingga dapat
menimalisir terjadinya osteooporosis.

35
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Sudart. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta : EGC.

Doenges E Marilynn, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Willkinson, Juditha. M. 2011. Buku Diagnosis Keperawatan: diagnosis (NANDA), intervensi


(NIC), kriteria hasil (NOC) alih bahasa Esti Ayuningsih: editor edisi bahasa Indonesia,
Dewi Widiarti-ed. 9. Jakarta: EGC

36
Tandra, Hans. 2009. Osteoporosis Mengenal, Mengatasi, dan Mencegah Tulang Keropos.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Muttaqin, Arif.2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal.


Jakarta: EGC

Noer, Sjaifoellah. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Cet. 3, Ed. 2. Jakarta : Balai
Penerbit

Prince, Sylvia Anderson, 2000., Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed. 4,

Jakarta: EGC.

Ricky, W.S (2015) : Latihan Beban Bagi penderita Osteoporosis, Jurnal Olahraga Prestasi,
11 (2), 42-51.

Renidayati, Clara & Sunardi (2011) : Faktor Terjadinya Osteoporosis Pada Wanita
Menopaus , Jurnal Keperawatan, 7 (2), 130-135.

Yasinta, Judha & Tia (2016) : Hubungan Pengetahuan Lansia Tentang Osteoporosis Dengan
Prilaku Mengkonsumsi Makanan Erkalsium Di Panti Wredha X Yogyakarta, Jurnal
Keperawatan, 3 (1), 66-71.

37

Anda mungkin juga menyukai