Anda di halaman 1dari 2

PROSEDUR TETAP RESUSITASI JANTUNG PARU

No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :


Tanggal terbit : Ditetapkan:
STANDAR DIREKTUR RSUD KABUPATEN BUTON
PROSEDUR
TETAP

dr. RAMLI CODE, MM.Kes


NIP. 19720116 200212 1 004
PENGERTIAN Adalah serangkaian tindakan untuk meningkatkan daya tahan hidup setelah
terjadinya henti jantung dan/atau henti nafas. Henti jantung adalah berhentinya
kontraksi jantung yang ditandai tak terabanya denyut jantung, denyut nadi dan atau
denyut arteri karotis. Henti nafas adalah berhentinya gerakan pernafasan dan
ditandai dengan tak terasanya hembusan nafas dari kedua lubang hidung.
TUJUAN Agar nyawa penderita henti jantung dan/atau henti nafas segera bisa diselamatkan
dan tidak memberikan gejala sisa.
KEBIJAKAN 1. Undang-undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
3. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
4. Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomorr 1165. A/MenKes/SK/X/2004 tentang
Komisi Akreditasi Rumah Sakit.
6. Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buton Nomor:
tentang kebijakan tatalaksana Resusitasi

PROSEDUR 1. Petugas melakukan tindakan pengamanan dengan menggunakan alat


pelindung diri (APD).
2. Petugas memastikan keamanan lingkungan sekitar.
3. Petugas menilai respon pasien dengan cara menggoncangkan bahu sambil
memanggil namanya atau Pak!!!/Bu!!!
4. Petugas meminta pertolongan, misalnya: pasien apnu
5. Petugas memperbaiki posisi pasien dalam posisi terlentang dan diletakkan
pada permukaan yang rata dan keras.
6. Petugas mengatur posisi penolong, berlutut sejajar dengan bahu pasien agar
saat memberikan bantuan nafas dan sirkulasi, penolong tidak perlu
mengubah posisi atau menggerakkan lutut.
7. Petugas memeriksa jalan nafas pasien ada tidaknya sumbatan jalan nafas,
jika berupa cairan dibersihkan dengan jari telunjuk yang dilapisi dengan kain,
jika benda keras dapat dikoresi dengan jari telunjuk yang dilapisi dengan
kain, jika benda keras dapat dikoreksi dengan jari telunjuk dibengkokkan,
atau suction, mulut dibuka dengan teknik cross finger dimana ibu jari
diletakkan berlawanan dengan telunjuk pada mulut pasien.
8. Petugas membuka jalan nafas pasien dengan cara tengadah kepala topang
dagu dan manuver pendorongan mandibula.
9. Petugas memastikan pasien tidak bernafas dengan cara melihat pergerakan
naik turunnya dada, mendengar bunyi nafas, merasakan hembusan nafas
pasien.
10. Petugas memberikan bantuan nafas pasien melalui mulut ke mulut, mulut ke
hidung, mask ke mulut dan hidung, bag valf mask ke mulut dan hidung
dengan cara memberikan hembusan nafas 2x1,5-2 detik tiap hembusan
dengan volume udara 700-1000 ml atau sampai dada pasien terlihat
mengembang.
11. Petugas memastikan ada tidaknya denyut jantung pasien dengan meraba
arteri karotis dengan jari telunjuk dan jari tengah merraba trakea, kemudian
jari digeser kesisi kanan atau kira-kira 1-2 cm raba dengan lembut selama 5-
10 detik.
12. Petugas memberikan bantuan sirkulasi atau disebut kompresi jantung luar
dengan cara:
a. Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga
kanan atau kiri sehingga bertemu dengan tulan dada (sternum)
b. Dari pertemuan tulang iga diukur kurang lebih 2 atau 3 jari keatas untuk
menempatkan tangan petugas untuk bantuan sirkulasi
c. Letakkan kedua tangan pada posisi tsb diatas dengan cara menumpuk
satu telapak tangan di atas telapak tangan lainnya, jari-jari tangan dapat
diluruskan dan atau menyilang
d. Dengan posisi badan tegak lurus, petugas menekan dinding dada pasien
dengan tenaga dari berat badannya secara teratur sebanyak 30 kali
dengan kedalaman berkisar antara 1,5-2 inci atau 3-5 cm (dewasa) 2-3
cm (anak), 1-2 cm (bayi).
e. Tekanan pada dada harus dilepaskan secara keseluruhannya dan dada
dibiarkan mengembang kembali ke posisi semula setiap kali melakukan
kompresi. Waktu yang digunakan untuk melepaskan kompresi harus
sama pada saat melepaskan kompresi
f. Rasio pemberian bantuan sirkulasi dan pemberian nafas adalah 30:2
(Dewasa), 5:1 (Anak), 3:1 (bayi). Dilakukan dengan 1 ataupun 2 penolong
dengan kecepatan kompresi 100x/menit atau 5 siklus untuk kemudian
dinilai apakah perlu dilakukan siklus berikutnya atau tidak.
13. Petugas mengevaluasi setiap sirkulasi

SOP TERKAIT
UNIT 1. Instalasi Gawat Darurat
TERKAIT 2. Instalasi Rawat Inap
3. Ruang Rawat Khusus

Anda mungkin juga menyukai