Oleh:
Destari Amelia Rahma 31101600570
I. Latar Belakang
Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan lanjutan yang dilakukan setelah
pemeriksaan fisik pada penderita. Spesimen yang diperoleh dari pasien akan
mengalami berbagai macam pemeriksaan mikroskopik, biokimia, mikrobiologi
maupun imunofluoresensi. Pemeriksaan laboratorium saja belum dapat digunakan
untuk mengetahui sifat lesi ataupun menentukan diagnosis. Masih perlu lagi
dikumpulkan informasi dari bio data pasien, riwayat kesehatan umumnya, riwayat lesi
yang dikeluhkan, pemeriksaan klinis ekstra oral maupun intra oral. Suatu diagnosis
yang tepat juga akan dapat menghasilkan perawatan yang tepat. Untuk itu dilakukan
pemeriksaan penunjang agar diagnosis dapat ditentukan dengan yakin, sehingga tidak
ada keraguan dalam memberikan perawatan. Untuk lesi-lesi jaringan lunak mulut,
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan radiologi,
biopsi (eksisi dan insisi: scalpel, punch, needle, brush, aspirasi), pemeriksaan sitologi,
pemeriksaan mikrobiologi dan pemeriksaan darah
Dalam pemeriksaan penunjang dibutuhkan sampel yang representatif. Sampel
yang representatif adalah sampel yang sebisa mungkin mencerminkan dan
menggambarkan komposisi dari suatu bagian atau batch tertentu. Harus dipastikan
bahwa sampel terambil jumlah yang cukup pada saat pengambilan sampel dan
dihindari segala bentuk kesalahan yang dapat menyebabkan sampel menjadi bias.
Sebaiknya sebelum dilakukan pengambilan sampel terlebih dahulu diperhitungkan
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dengan bakteri pada sampel, seperti nasib sel
setelah dilakukan pengambilan sampel, kemungkinan sel menjadi mati atau malah
bertambah sehingga hal ini perlu diantisipasi.
Untuk menegakan diagnosis dalam pemeriksaan penunjang dapat menggunakan
banyak cara, beberapa diantaranya yang dilaksanakan dalam skillab ini adalah metode
swab, metode scraping, dan pemeriksaan saliva flow rate.
II. Tujuan
A. Teknik swab
Untuk menegakkan diagnosis lesi pada rongga mulut yang tidak terdiagnosis
dengan pemeriksaan klinis.
B. Teknik scraping
Tujuannya yaitu sitopatologi eksfoliatif mukosa oral adalah membantu
mendiagnosis lesi-lesi di rongga mulut yang tidak terdiagnosis dengan
pemeriksaan klinis saja dan membutuhkan hasil yang cepat dan non-invasif
dibanding biopsi bedah. Keuntungan dari sitopatologi eksfoliatif pada mukosa
oral adalah memperoleh hasil pemeriksaan penunjang yang mudah, cepat, dan
tidak menimbulkan luka yang luas.
A. Metode Swab
Metode swab dilakukan menggunakan cotton bud steril pada sampel yang memiliki permukaan
luas dan pada umumnya sulit dipindahkan atau sesuatu pada benda tersebut. Caranya dengan
mengusapkan cotton bud memutar sehingga seluruh permukaan kapas dari cotton bud kontak
dengan permukaan sampel. Swab akan lebih baik jika cotton bud dicelupkan terlebih dahulu ke
dalam larutan atraktan semisal pepton water. Teknik ini dilakukan dengan cara mengulaskan
swab stick atau cotton bud secara perlahan pada mukosa bukal dengan gerakan searah sepanjang
mukosa bukal dan menekan sebanyak 5 kali hinga seluruh swab stick berkontak dengan mukosa
bukal.
B. Metode Scraping
Sitopatologi eksfoliatif adalah cabang ilmu patologi yang mempelajari morfologi sel
terdeskuamasi baik yang normal maupun yang berubah karena proses patologis. Secara
fisiologis, sel-sel terutama yang berasal dari jaringan labil terus menerus terdeskuamasi
karena jaringan tubuh terus mengalami pembaruan. Tingkat deskuamasi yang terjadi
tergantung pada jenis dan lokasi jaringan, fungsi, kapasitas metabolismenya, dan keadaan
patologis. Karena sifat sel inilah sitopatologi eksfoliatif dapat dilakukan.
Eksfoliasi artifisial terjadi jika permukaan mukosa dikerok dan sel-sel yang masih kontak
dengan jaringan terambil sebelum waktu deskuamasi fisiologisnya. Metodenya antara
lain dengan kerokan (scrap), sikatan (brush), dan usapan (swab). Pengerokan dapat
dilakukan secara tegas maupun halus, tergantung pada tempat yang akan diambil
sediaannya. Penyikatan dengan menggunakan cytobrush atau dengan sikat gigi steril
diketahui merupakan cara yang paling baik untuk mengambil sel-sel mukosa oral. Namun
demikian, spatel untuk pengerokan masih dapat digunakan tetapi membutuhkan
pengambilan yang lebih banyak. 1,3,5 Saat ini sampel yang diambil dari eksfoliasi
mukosa oral tidak hanya bisa dilihat secara sitologis dengan pewarnaan rutin,
namun juga dapat diamati secara sitokimia, imunositokimia, dan dapat digunakan sebagai
sampel untuk pemeriksaan DNA. Penelitian yang dilakukan oleh Babshet (2011)
menemukan bahwa baik pemeriksaan histopatologis maupun sitologi eksfoliatif dengan
sikatan, keduanya dapat memperlihatkan dengan jelas perbedaan antara sel-sel jinak dan
ganas.
Metode sitologi eksfoliatif dapat dilakukan di jaringan lunak rongga mulut seperti
mukosa bukal, labial, lidah, serta palatal dan gingival. Dilakukan pengambilan sel-sel
dengan cara mengerok/scraping atau menyikat/brushing mukosa oral untuk mengambil
sel-sel yang masih kontak dengan jaringan atau yang sudah terdeskuamasi. Alat dan
bahan yang diperlukan adalah spatel kayu atau sikat, kaca objek, alkohol 95% untuk
fiksasi, dan pewarnaan Papanicolaou.
7. Label
B. Metode Scraping
Alat:
1. Masker
2. Handscoone
3. Stopwatch
4. Alat diagnostik
5. Kapas
6. Spatel kayu
7. Gelas objek
8. Tabung tertutup
Bahan:
1. Topical anestesi
2. Larutan garam fisiologis (NaCl)
3. Alkohol 95%
C. Pemeriksaan saliva flowrate
Alat:
1. Gelas kumur
2. Tabung ukur
3. Masker
4. Handscoone
5. Tisue
6. Kertas lakmus
7. Pipet
Bahan:
1. Air kumur
2. Permen karet
3. Air jeruk nipis
III. Prosedur kerja
A. Metode Swab
1. Melakukan informed concent pada pasien.
2. Operator menggunakan masker dahulu kemudia sarung tangan.
3. ambil swab stick/ cotton bud.
4. Ulaskan/ gosok swab stick/ cotton bud secara perlahan pad mukosa bukal
dengan gerakan seaarah sepanjang mukosa bukal dan menekan Selma 40
detik-1 menit hingga seluruh swab stick telah berkontak dengan mukosa
bukal.
5. Setelah melakukan ulasan, swab stick dikeluarkan dari rongga mulut secara
hati-hati agar swab stick tidak menyentuh gigi, bibir atau permukaan lain.
6. hindari swab stick menyentuh bagian sarung tangan.
7. Tempatkan swab stick pada tabung tertutup yang berisi media transport.
8. Berikan label pad tabung dengan informasi:
a. Identitas pasien
b. Tanggal pengambilan sampel
B. Metode Scraping
1. Persiapan:
Sebelum tindakan perlu disiapkan data-data lengkappenderita berupa
gambaran klinik dilengkapi dengan lokasi lesi, bentuk, ukuran, warna,
konsistensi, mudah dikerok atau tidak, keadaan jaringan di sekitar lesi.
2. Glass obyek diberian identitas pasien (nama pasien, tanggal pengambilan
sampel).
3. Melakukan informed concent pada pasien.
4. Untuk menghindari sakit, dapat diberikan topical anestesi.
5. Mukosa yang akan discraping dibersihkan perlahan-lahan menggunakan kapas
yang dibasahi oleh larutan garam fisiologis.
6. Kerok/ scraping mukosa bukal dengan tekanan secukupnyaa (jika terdapat
lesi, maka dilakukan hingga berdarah).
7. Pengerokkan mukosa dilakukan dengan menggunakan ujung spatel kayu.
8. Pengerokkan dilakukan berulang-ulang hingga mukosa bukal berwarna merah.
9. Specimen diusapkan di atas gelas obyek yang kering dengan gerakan zigzag.
I. Metode SWAB
A. Hasil pengamatan
B. Pembahasan
Pengambilan spesimen dilakukan pada mukosa bukal dengan gerakan searah
berkali-kali dengan meggunakan cotton bud selama 40-60 detik lalu keluarkan
cotton bud dari rongga mulut dan jangan berontak dengan permukaan atau benda
yang ada di rongga mulut. Cotton bud yang digosokkan pada mukosa bukal
tidak mengalami perubahan warna tetap pada warna semula sebelum
digosokkan.
Cotton bud ditempatkan pada tabung tertutup yang diberi identitas dan tanggal
pengambilan spesimen dan buat surat rujukan ke laboratorium terkait.
B. Pembahasan
Pengambilan spesimen dilakukan pada mukosa bukal dengan gerakan
searah berkali-kali menggunakan ujung spatel kayu, lalu spesimen dioleskan di
glass obyek dengan pola zig-zag dan segera rendam pada larutan fiksasi (alkohol
95%) diletakkan pada tabung dan beri identitas dan tanggal pengambilan
spesimen lalu buat surat rujukan ke laboratorium terkait. Dari hasil scrapping
tidak didapatkan sel yang abnormal .
Apabila didapatkan sel yang abnormal maka kerok bagian mukosa dengan
gerakan searah berkali-kali sampai mukosa merah berdarah.
C. Pembahasan
Untuk menghitung jumlah rata-rata saliva per menit menggunakan rumus :
Dari hasil pemeriksaan saliva flow rate dengan tanpa stimulasi, stimulasi
mekanik, stimulasi kimiawi didapatkan :
Tanpa stimulasi
0,5 𝑚𝑙
Rata-rata laju saliva = 5 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 = 0,1 ml/menit
Stimulasi Mekanik
7,5 𝑚𝑙
Rata-rata laju saliva = 5 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 = 1,5 ml/menit
Stimulasi Kimiawi
4,5 𝑚𝑙
Rata-rata laju saliva = 5 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 = 0,9 ml/menit
Tabel saliva flow rate:
Dengan Hormat,
Menghadapkan pasien Ny. Ani berumur 35 tahun.
Dengan diagnosa sementara RAS ( Recurrent Aphthous Stomatitis)
Telah dilakukan pengambilan spesimen berupa swab berasal lokasi mukosa bukal dengan media
pengiriman tabung tertutup yang berisi media transport.
Pada pemeriksaan klinis kami menemukan lesi berbentuk ulcer berukuran 10 mm berwarna putih
dengan tepi kemerahan dan disertai rasa sakit. Mohon pemeriksaan di bidang sejawat.
Ongole R, BN P. Clinical Manual For Oral Medicine and Radiology. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publishers (P) Ltd; 2008. 3-250p.
Sabirin, Indah Puti Rahmayani. 2015. Sitopatologi Eksfoliatif Mukosa Oral sebagai
Pemeriksaan Penunjang di Kedokteran Gigi. Jurnal Kedoketeran dan Kesehatan. Vol 2(1) : 157-
161.
Indriana Tecky. 2011. Perbedaan Laju Aliran Saliva dan pH karena Pengaruh Stimulus Kimiawi
dan Mekanis. Jurnal Kedokteran Meditek. Vol 17(44).
Drg. Soraya Dewi Isfandiasari. 2018. Catatan Oral Medicine.