Anda di halaman 1dari 18

A.

Pengertian
Limfoma Non Hodgkin adalah keganasan primer berupa gangguan proliferatif tidak terkendali
dari jaringan limfoid (limfosit B dan sistem sel limfosit T). (Schwartz M William, 2010)
Limfoma non Hodgkin (LMNH) adalah neoplasma yang ganas pada sistem limfatik dan
jaringan limfoid. Seperti halnya kebanyakan neoplasma anak, penyebab LMNH juga tidak diketahui.
Sejumlah faktor, seperti infeksi virus, imunodefisiensi, aberasi kromosom, imunostimulasi kronis,
dan pemajanan terhadap lingkungan memicu terjadinya limfoma maligna. (Betz, 2009)
Limfoma Non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan (kanker) yang berasal dari sistem
kelenjar getah bening dan biasanya menyebar ke seluruh tubuh. Beberapa dari limfoma ini
berkembang sangat lambat (dalam beberapa tahun), sedangkan yang lainnya menyebar dengan cepat
(dalam beberapa bulan). Penyakit ini lebih sering terjadi dibandingkan dengan penyakit Hodgkin.

Penentuan stadium merupakan salah satu pola penting dalam manajemen LNH yang bertujuan
untuk mengetahui status penyakit dan memilih pengobatan yang relevan serta memudahkan evaluasi
hasil terapi. Klasifikasi yang populer digunakan adalah klasifikasi menurut Arnn Arborr (1971) sebagai
berikut:
STADIUM INTERPRETASI
Stadium I Terserang satu kelenjar limfe pada daerah tertentu atau ekstra limfatik
Stadium II Terserang lebih dari satu kelenjar limfe di daerah di atas diafragma dengan
atau tanpa ekstra limfatik
Stadium III Terserang kelenjar limfe diatas dan di bawah diafragma atau disertai
limfoma ekstra limfatik, limpa atau keduanya.
Stadium IV Tersebar menyeluruh pada organ ekstra limfatik dengan atau tanpa
melibatkan kelenjar limfe.

Ada 2 klasifikasi besar penyakit ini yaitu:


1. Limfoma non Hodgkin agresif.
Limfoma non Hodgkin agresif kadangkala dikenal sebagai limfoma non Hodgkin
tumbuh cepat atau level tinggi. Karena sesuai dengan namanya, limfoma non Hodgkin
agresif ini tumbuh dengan cepat. Meskipun nama ‘agresif’ kedengarannya sangat menakutkan,
limfoma ini sering memberikan respon sangat baik terhadap pengobatan. Meskipun pasien yang
penyakitnya tidak berespon baik terhadap standar pengobatan lini pertama, sering berhasil baik
dengan kemoterapi dan transplantasi sel induk. Pada kenyataannya, limfoma non Hodgkin
agresif lebih mungkin mengalami kesembuhan total daripada limfoma non Hodgkin indolen.
2. Limfoma non Hodgkin indolen.
Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai limfoma non Hodgkin
tumbuh lambat atau level rendah. Sesuai dengan namanya, limfoma non Hodgkin indolen
tumbuh hanya sangat lambat. Secara tipikal ia pada awalnya tidak menimbulkan gejala, dan
mereka sering tetap tidak terditeksi untuk beberapa saat. Tentunya, mereka sering ditemukan
secara kebetulan, seperti ketika pasien mengunjungi dokter untuk sebab lainnya. Dalam hal ini,
dokter mungkin menemukan pembesaran kelenjar getah bening pada pemeriksaan fisik rutin.
Kadangkala, suatu pemeriksaan, seperti pemeriksaan darah, atau suatu sinar-X, dada, mungkin
menunjukkan sesuatu yang abnormal, kemudian diperiksa lebih lanjut dan ditemukan terjadi
akibat limfoma non Hodgkin. Gejala yang paling sering adalah pembesaran kelenjar getah
bening, yang kelihatan sebagai benjolan, biasanya di leher, ketiak dan lipat paha. Pada saat
diagnosis pasien juga mungkin mempunyai gejala lain dari limfoma non Hodgkin. Karena
limfoma non Hodgkin indolen tumbuh lambat dan sering tanpa menyebabkan stadium banyak
diantaranya sudah dalam stadium lanjut saat pertama terdiagnosis.

B. Etiologi
Penyebab LNH belum jelas diketahui. Para pakar cenderung berpendapat bahwa terjadinya
LNH disebabkan oleh pengaruh rangsangan imunologis persisten yang menimbulkan proliferasi
jaringan limfoid tidak terkendali. LNH kemungkinan ada kaitannya dengan factor keturunan karena
ditemukan fakta bila salah satu anggota keluarga menderita LNH maka risiko anggota keluarga
lainnya terjangkit tumor ini lebih besar dibanding dengan orang lain yang tidak termasuk keluarga
itu. Pada penderita AIDS : semakin lama hidup semakin besar risikonya menderita limfoma.
Terdapat beberapa fakkor resiko terjadinya LNH, antara lain :
1. Imunodefisiensi : 25% kelainan heredier langka yang berhubungan dengan terjadinya LNH
antara lain adalah :severe combined immunodeficiency, hypogammaglobulinemia, common
variable immunodeficiency, Wiskott Aldrich syndrome dan ataxia-telangiectasia. Limfoma
yang berhubungan dengan kelainan-kelainan tersebut seringkali dihubugkan pula
dengan Epstein Barr Virus (EBV) dan jenisnya beragam.
2. Agen infeksius : EBV DNA ditemukan pada limfoma Burkit sporadic. Karena tidak pada semua
kasus limfoma Burkit ditemukan EBV, hubungan dan mekanisme EBV terhadap terjadinya
limfoma Burkit belum diketahui.
3. Paparan lingkungan dan pekerjaan : Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko
tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan
herbisida dan pelarut organic.
4. Diet dan Paparan lsinya : Risiko LNH meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan
tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV4,5.

C. Manifestasi Klinis

Gejala umum penderita limfoma non-Hodgkin yaitu :


1. Pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit.
2. Demam.
3. Keringat malam.
4. Rasa lelah yang dirasakan terus menerus.
5. Gangguan pencernaan dan nyeri perut.
6. Hilangnya nafsu makan.
7. Nyeri tulang.
8. Bengkak pada wajah dan leher dan daerah-daerah nodus limfe yang terkena.
9. Limphadenopaty.
a. Limfadenopati superficial. Sebagian besar pasien datang dengan pembesaran kelenjar getah
bening asimetris yang tidak nyeri pada satu atau lebih region kelenjar getah bening perifer.
b. Gejala konstitusional. Demam, keringat pada malam hari dan penurunan berat badan lebih
jarang terjadi dibandingkan pada penyakit Hodgkin. Adanya gejala tersebut biasanya
menyertai penyakit diseminata. Dapat terjadi anemia dan infeksi dengan jenis yang
ditemukan pada penyakit Hodgkin.
c. Gangguan orofaring. Pada 5-10% pasien, terdapat penyakit distruktur limfoid orofaringeal
(cincin waldeyer) yang dapat menyebabkan timbulnya keluhan “sakit tenggorok” atau
napas berbunyi atau tersumbat.
d. Anemia, netropenia dengan infeksi, atau trombositopenia dengan purpura mungkin
merupakan gambaran pada penderita penyakit sumsum tulang difus. Sitopenia juga dapat
disebabkan oleh autoimun.
e. Penyakit abdomen. Hati dan limpa sering kali membesar dan kelenjar getah bening
retroperitoneal atau mesenterika sering terkena. Saluran gastrointestinal adalah lokasi
ekstranodal yang paling sering terkena setelah sumsum tulang dan pasien dapat datang
dengan gejala abdomen akut.
f. Organ lain. Kulit, otak, testis dan tiroid sering terkena. Kulit juga secara primer terkena
pada dua jenis limfoma sel T yang tidak umum dan sindrom sezary.

Gejala dan Penyebab Limfoma

Kemungkinan
Gejala Penyebab
Timbulnya Gejala

Gangguan pernafasan dan Pembesaran kelenjar getah bening di 20 - 30 %


pembengkakan pada wajah dada
Hilang nafsu makan,
Pembesaran kelenjar getah bening di
sembelit berat, nyeri perut 30 - 40 %
perut
dan kembung

Pembesaran kelenjar getah bening di


Pembengkakan pada tungkai 10%
selangkangan atau perut

Penurunan berat badan Penyebaran limfoma ke usus halus > 10 %

Pengumpulan cairan
Penyumbatan pembuluh darah getah
disekitar paru-paru (efusi 20 -30 %
bening didalam dada
pleura)
Daerah kehitaman dan
Penyebaran limfoma ke seluruh
menebal dikulit yang terasa 50 - 60 %
tubuh
gatal
Perdarahan ke dalam saluran
pencernaan, Penghancuran sel darah
merah oleh limpa yang membesar
dan trlalu aktif, Penghancuran sel
Anemia darah merah oleh antibodi abnormal 30 %, pada
(berkurangnya sel darah (anemia hemolitik), penghancuran akhirnya dapat
merah) sum-sum tulang karena penyebaran mencapai 100 %
limfoma, ketidakmampuan sum-sum
tulang untuk menghasilkan sejumlah
sel darah merah karena obat atau
terapi penyembuhan

Penyebaran ke sum-sum tulang dan


Mudah terinfeksi oleh
kelenjar getah bening, menyebabkan 20 - 30 %
bakteri
berkurangnya pembentukan antibodi

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium lengkap, meliputi hal berikut.
a. Darah tepi lengkap termasuk retikulosit dan LED
b. Gula darah
c. Fungsi hati termasuk y-GT, albumin, dan LDH
d. Fungsi ginjal
e. Immunoglobulin.
2. Pemeriksaan biopsy kelenjar atau massa tumor untuk mengetahui subtype LNH, bila perlu
sitologi jarum halus (FN HB) ditempat lain yang dicurigai.
3. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang
4. Ct-Scan atau USG abdomen, untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar getah bening pada
aorta abdominal atau KGB lainnya, massa tumor abdomen, dan metastase kebagian
intraabdominal.
5. Pencitraan toraks (PA dan lateral) untuk mengetahui pembesaran kelenjar media stinum, bila
perlu CT scan toraks.
6. Pemeriksaan THT untuk melihat keterlibatan cincin waldeyer terlibat dilanjutkan dengan
tindakan gastroskopi
7. Jika diperlukan pemeriksaan bone scan atau bone survey untuk melihat keterlibatan tulang.
8. Jika diperlukan biopsy hati (terbimbing)

Tabel tes diagnostic dan interpretasi pada klien LNH

Jenis pemeriksaan Interpretasi hasil

Hitung darah lengkap:

a) Sel darah putih (SDP) Variasi normal, menurun atau meningkat secara nyata.

b) Diferensial SDP Neutofilia, monosit, basofilia, dan eosinofilia mungkin


ditemukan. Limfofenia sebagai gejala lanjut.

c) Sel darah merah dan Hb/Ht Menurun

Eritrosit

d) Morfologi SDM Normositik, hipokromik ringan sampai sedang

e) Kerapuhan eritrosit osmotik Meningkat

Laju endap darah (LED) Meningkat selam tahap aktif (inflamasi, malignansi)

Trombosit Menurun (sumsum tulang digantikan oleh limfomi atau


hipersplenisme)

Test comb Reaksi positif (anemia hemolitik), reaksi negative pada tahap
lanjut.

Alkalin fosfatase Mungkin meningkat bila tulang terkena

Kalsium serum Meningkat pada eksaserbasi

BUN Mungkin meningkat bila ginjal terlibat


Globulkin Hipogammaglobulinemia umum dapat terjadi pada penyakit
lanjut

Foto toraks, vertebra, ekstremitas Dilakukan untuk area yang terkena dan membantu penetapan
proksimal serta nyeru tekan pada stadium penyakit
area pelvis

CT scan dada, abdominal, tulang Dilakukan bila terjadi adenopati hilus dan memastikan
keterlibatan nodus limfe mediatinum, abdominal, dan
keterlibatan tulang.

USG abdominal Mengevaluasi luasnya keterlibatan nodus limferetroperitoneal

Biopsy sumsum tulang Menentukan keterlibatan sumsum tulang, invasi sumsum tulang
terlihat pada tahap luas.

Biopsy nodus limfe Memastikan klasifikasi diagnosis limfoma

E. Penatalaksanaan
Untuk terapi pasien LNH, tergantung tipe, stadium, usia dan kondisi kesehatan organ lainnya.
Untuk LNH indolen yang tidak menunjukkan gejala (asimptomatik), cukup dilakukan observasi
pada pasien dan jika menunjukkan gejala (simptomatik), pada stadium I maupun II, pilihan
terapi utamanya adalah radioterapi. Untuk LNH indolen stadium III dan IV, jika proliferasi
selnya lambat, bisa diberi kemoterapi dengan obat chlorambucill cyclophosphamid oral, jika
cepat dan jangkauannya luas dapat diberikan CVP, C-MOPP atau BACOP. Sedangkan LNH
agresif, terapi yang diberikan adalah kemoterapi kombinasi dosis tinggi. Radioterapi terkadang
juga digunakan untuk penyembuhan penyakit LNH (Santoso M, 2004). Terapi terpilih untuk
penderita dengan penyakit ekstranodal yang terbatas adalah radiasi, radioterapi lokal atau
radioterapi dengan lapangan yang luas terutama pada kasus limfoma histiositik difus. Penderita
penyakit stadium II difus memerlukan kombinasi kemoterapi dan radiasi. Agen kemoterapeutik
yang sering dipakai pada LNH adalah: ..............................................................................

Obat Toksisitas
Pemberian
Generik Dagang Akut Jangka Panjang
Agen Alkil:
Cyclophospamide Cytoxan, IV, Oral Nausea Alopesia, sistitis hemo-
Endoxan ragik, miolosupresi,
imunosupresi, amenorea,
steril pada pria.

Antibiotik: Adriamycin IV Vesikel Mielosupresi, Alopesia,


Doxorubicin berat dengan Toksisitas pada jantung
nekrosis dengan dosis kumulatif
jaringan,
nausea

Alkaloid alam: Oncovin IV Flebitis Neuropati perifer,


Vincristin lokal, nausea miopati, alopesia.

Adrenokortikoid: Orasone, Oral Gangguan Gangguan sal. cerna,


Prednison Deltasone saluran diabetes kimiawi, retensi
cerna, air, osteoporosis,
retensi air psikosis.
Sumber : Boediwarsono.2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : FK.UNAIR
F. ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, bahan yang dipakai sehari-hari, status
perkawinan, kebangsaan, pekerjaan, alamat, pendidikan, tanggal atau jam MRS, dan
diagnosa medis.

2) Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh tindak nyamanan kerena adanya benjolan.

3) Riwayat Penyakit Sekarang


Pada umumnya pasien dengan limfoma didapat keluhan benjolan terasa nyeri bila ditelan
kadang-kadang disertai dengan kesulitan bernafas, gangguan penelanan, berkeringat di
malam hari.Pasien biasanya megnalami dendam dan disertai dengan penurunan BB.

4) Riwayat Penyakit Dahulu


Pada pasien dengan limfoma biasanya diperoleh riwayat penyakit seperti pembesaran pada
area seperti : leher, ketiak, dll. Pasien dengan transplantasi ginjal atau jantung.

5) Riwayat kesehatan keluarga


Meliputi susunan anggota keluarga yang mempunyaio penyakit yang sama dengan pasien,
ada atau tidaknya riwayat penyakit menular, penyakit turunan seperti DM, Hipertensi, dan
lain-lain.

a.Data dasar pengkajian pasien


1) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Pasien lemah, cemas, nyeri pada benjolan, demam, berkeringat pada malam hari, dan
menurunnya BB.

b. Kulit, rambut, kuku


( tidak ada perubahan )

c. Kepala dan leher


Terdapat benjolan pada leher, yang terasa nyeri bila ditekan.

d. Mata dan mulut


Tidak ada masalah/perubahan.
e. Thorak dan abdomen
Pada pemeriksa yang dilakukan tidak didapatkan perubahan pada thorak maupun
abdomen.
f. Sistem respirasi
Biasanya pasien mengeluh dirinya mengeluh sulit untuk bernafas karena ada benjolan.
g. Sistem gastrointestinal
Biasanya pasien mengalami anorexia karena rasa sakit yang dirasakan saat menelan
makanan, sehinggapasien sering mengalami penurunan BB.
h. Sistem muskuluskeletal
Pada pasien ini tidak ada masalah.
i. Sistem endokrin
Terjadi pembesaran kelenjar limfe.
j. Sistem persyarafan
Pasien ini sering merasa cemas akan kondisinya, penyakit yang sedang dideritanya.

b. Pemeriksaan Penunjang
1. USG
Banyak digunakan untuk melihat pembesaran kelenjar getah bening.
2. Foto thorak
Digunakan untuk menentukan keterlibatan kelenjar getah bening mediastina.
3. CT- Scan
Digunakan untuk diagnosa dan evaluasi pertumbuhan limpoma
4. Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan Hb, DL, pemeriksaan uji fungsi hati / ginjal secara
rutin).
5. Laparatomi
Laparatomi rongga abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi kelenjar getah bening
pada illiaka, para aortal dan mesentrium dengan tujuan menentukan stadiumnya.

c. Diagnosa Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat ( mual,
muntah)
2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan proses inflamasi.
3. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
4. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi
5. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan tidak seimbangnya persediaan dan
kebutuhan oksigen kelemahan umum serta kelelahan karena gangguan pola tidur
6. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf
d. Perencanaan
No Diagnosa Tujuan / Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1. Nutrisi kurang dari Setelah 1. Lakukan 1. pasien dan keluarga
kebutuhan tubuh dilakukan pendekatan pada lebih kooperatif.
berhubungan dengan tindakan pasien dan
intake yang tidak keperawatan 2. pasien mendapat
keluarganya.
adekuat ( mual, selama 3 x24 informasi yang
muntah) jam Kebutuhan 2. Jelaskan pada tepat.
nutrisi klien pasien dan
dapat terpenuhi keluarga
dengan penyebabnya
Kriteria Hasil : dari rasa sakit 3. pasien mendapat
 BB dan cara informasi yang
meningakat tepat.
mengurangi rasa
 Nafsu
sakit.
makan
pasien 3. Jelaskan pada 4. untuk memudahkan
meningkat pasien tentang pasien menelan.
 Gangguan penyakitnya dan
penelanan akibatnya jika ia
berkurang tidak makan. 5. untuk mengetahui
 Rasa sakit 4. Anjurkan pada
perkembangan
pada waktu pasien
kelurga untuk
menelan
berkurang memberikan 6. untuk menetukan
makanan diet yang diperoleh
tambahan yang oleh px
ringan untuk
dicerna
5. Obervasi TTV
6. Kolaborasi
dengan tim
kesehatan dan
ahli gizi

2. Resiko terjadinya Setelah 1. beri penjelasan 1. pasien mengetahui


infeksi berhubungan dilakukan tentang proses terjadinya
dengan proses tindakan terjadinya infeksi
inflamasi. keperawatan
infeksi 2. pasien mengetahui
selama
2x24Tidak 2. beritahu pasien tanda-tanda
terjadi infeksi, tentang tanda- inflamasi dan
dengan Kriteria tanda inflamasi pencegahannya
Hasil : 3. beri kompres 3. menurunkan suhu
 Suhu tubuh basah tubuh pasien
dalam batas 4. Anjurkan pasien 4. agar keringat mudah
normal untuk memakai diserap dan suhu
 Tidak ada baju yang tubuh tidak
tanda menyerap meningkat
inflamasi keringat. 5. diharapkan dapat
 Keringat 5. Kolaborasi mempercepat proses
berkurang
dengan tim kesembuahn pasien
dokter dalam
pemberian obat

3 Cemas berhubungan Setelah 1. Observasi nafsu 1. Porsi makan yang


dengan kurangnya dilakukan makan klien tidak habis
pengetahuan tentang tindakan menunjukkan nafsu
penyakitnya. keperawatan makan belum
selama 2x24 jam 2. Beri makan klien membaik
tidak terjadi sedikit tapi 2. Meningkatkan
nutrisi kurang sering masukan secara
dari kebutuhan 3. Beritahu klien perlahan
tubuh dengan pentingnya 3. Klien dapat
kriteria hasil : nutrisi memahami dan mau
 Nafsu meningkatkan
makan 4. Pemberian diet masukan nutrisi
meningkat, TKTP 4. Peningkatan energi
 porsi habis, dan protein pada
 BB tidak tubuh sebagai
turun pembangun
drastis
4 Hipertermi Setelah 1. Observasi suhu 1. Dengan memantau
berhubungan dengan dilakukan tubuh pasien suhu diharapkan
tak efektifnya tindakan diketahui keadaan
termoregulasi keperawatan
sehingga dapat
sekunder terhadap selama 1x24 jam
inflamasi diharapkan suhu 2. Anjurkan dan mengambil tindakan
tubuh klien berikan banyak yang tepat.
menurun dengan minum (sesuai 2. Dengan banyak
Kriteria Hasil : kebutuhan cairan minum diharapkan
 TTV dalam anak menurut dapat membantu
batas umur) menjaga
normal
3. Berikan kompres keseimbangan
hangat pada cairan dalam tubuh
dahi, aksila, 3. Kompres dapat
perut dan lipatan membantu
paha. menurunkan suhu
4. Anjurkan untuk tubuh pasien secara
memakaikan konduksi
pasien pakaian 4. Dengan pakaian
tipis, longgar dan tersebut diharapkan
mudah menyerap dapat mencegah
keringat. evaporasi sehingga
5. Kolaborasi cairan tubuh
dalam pemberian menjadiseimbang.
antipiretik. 5. antipiretik akan
menghambat
pelepasan panas
oleh hipotalamus.

5 Intoleransi aktivitas Setelah 1. Mengevaluasi 1. Memberikan


yang berhubungan dilakukan
dengan tidak tindakan respon pasien kemampuan atau
seimbangnya keperawatan terhadap kebutuhan pasien
persediaan selama 2x24
dankebutuhanoksigen jamAktivitas aktivitas, dan memfasilitasi
kelemahan umum dapat terpenuhi
serta kelelahan selama mencatat dan dalam pemilihan
karena gangguan perawatan melaporkan intervensi
pola tidur dengan kriteria
hasil : adanya
 Laporan dispnea,
secara
verbal, peningkatan
kekuatan kelelahan, serta 2. Mengurangi stress
otot
meningkat perubahan dan stimulasi yang
dan tidak dalam tanda berlebihan, serta
ada
perasaan vital selama meningkatkan
kelelahan. dan setelah istirahat.
 Tidak ada
sesak aktivitas.
 Denyut 2. Memberikan
nadi
dalam lingkungan
batas yang nyaman 3. Bedrest akan
normal memelihara tubuh
 Tidak dan membatasi
muncul pengunjung selama fase akut
sianosis untuk menurunkan
selama fese
akut atas kebutuhan

indikasi. metabolisme dan

Menganjurkan memelihara

untuk
menggunakan energy untuk
memejen stress penyembuhan
dan aktivitas 4. Pasien mungkin
yang beragam. merasa nyaman
3. Menjelaskan dengan kepala
pentingnya dalam keadaan
beristirahat elevasi, tidur di
pada rencana kursi atau istirahat
tindakan dan pada meja dengan
perlunya bantuan bantal
keseimbangan
5. Meminimalkan
antara aktivitas
kelelahan dan
dengan
menolong
istirahat.
menyeimbangkan
4. Membantu
suplai oksigen dan
pasien untuk
kebutuhan.
berada pada
posisi yang
nyaman untuk
beristirahat dan
atau tidur.

5. Membantu
pasien untuk
memenuhi
kebutuhan self-
care.
Memberikan
aktivitas yang
meningkat
selama fase
penyembuhan.
6 Nyeri berhubungan Setelah 1. Tentukan 1. menentukan tindak
dengan interupsi sel dilakukan karakteristik
lanjut intervensi.
saraf tindakan dan lokasi
keperawatan nyeri,
selama 2x24 jam perhatikan
2. nyeri dapat
diharapkan isyarat verbal
intensitas nyeri dan non verbal menyebabkan
berkurang setiap 6 jam
gelisah serta
dengan kriteria
hasil : 2. Pantau tekanan tekanan darah
darah, nadi dan
 Klien pernafasan tiap meningkat, nadi,
merasa 6 jam pernafasan
nyaman
3. Terapkan meningkat
 Skala nyeri tehnik distraksi 3. mengalihkan
menurun (berbincang-
bincang) perhatian dari rasa
 GCS
4. Ajarkan tehnik nyeri
E4V5M6
relaksasi (nafas 4. relaksasi
 Tanda-tanda dalam) dan
vital sarankan untuk mengurangi
normal(nadi mengulangi bila ketegangan otot-
: 60-100 kali merasa nyeri
permenit, otot sehingga
suhu: 36- 5. Beri dan mengurangi
36,7 C, biarkan pasien
pernafasan memilih posisi penekanan dan
16-20 kali yang nyaman nyeri.
permenit)
6. Kolaborasi 5. mengurangi
dalam
keteganagan area
pemberian
analgetika. nyeri.
6. analgetika akan
mencapai pusat rasa
nyeri dan
menimbulkan
penghilangan nyeri.
DAFTAR PUSTAKA

Pearce Evelyn C, 2009. Anatomi Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia

Gibson John, 2003. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta : EGC

Handayani Wiwik, 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Hematologi. Jakarta : Salemba Medika

Schwartz M William, 2010. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta : EGC

Betz Cecily Lynn, 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC

Sacher, Ronald A, 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta : EGC

Otto, Shirley E, 2005. Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC

American Joint Cancer Comitee. 2012. Comparison Guide Cancer Staging Manual. AJCC: Chicago.
www.cancerstaging.com

Boediwarsono., Soebandiri., sugianto., Armi. A., Sedana. M.P., Ugroseno.,. 2007. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. FK UNAIR: Surabaya

Mansjoer, A. 2001.Kapita Selecta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1. Jakarta: Aesculapius


a. Pathway
Abnormalitas genetic, factor
lingkungan, infeksi virus

Pembesaran kelenjar Gangguan


Nyeri Hipertermi Resiko
getah bening termoregulasiResiko terjadinya infeksi
terjadinya infeksi

Mendesak jaringan sekitar Mendesak pembuluh darah Mendesak sel saraf

Sistem Sistem saraf Sistem Sistem Respons psikososial


pernapasan pencernaan muskuluskletal

Pa O2menurun Paralisis faringeal Efek hiperventilasi Sesak napas

PCO2 meningkat Penurunan suplai Tindakan invasif


oksigen kejaringan
Produksi asam
Sesak napas Kesulitan menelan
lambung
Peningkatan meningkat Koping tidak
produksi sekret Peningkatan efektif
Penurunan nafsu Peristaltik
makan menurun metabolisme
Penurunan
anaerob
imunitas
Kecemasan

Mual, nyeri Peningkatan


Pola napas tidak lambung konstipasi produksi asam
efektif laktat

Jalan nafas tidak
efektif

Kelemahan fisik
umum,odem
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Intoleransi aktivitas

Anda mungkin juga menyukai