Pengertian
Limfoma Non Hodgkin adalah keganasan primer berupa gangguan proliferatif tidak terkendali
dari jaringan limfoid (limfosit B dan sistem sel limfosit T). (Schwartz M William, 2010)
Limfoma non Hodgkin (LMNH) adalah neoplasma yang ganas pada sistem limfatik dan
jaringan limfoid. Seperti halnya kebanyakan neoplasma anak, penyebab LMNH juga tidak diketahui.
Sejumlah faktor, seperti infeksi virus, imunodefisiensi, aberasi kromosom, imunostimulasi kronis,
dan pemajanan terhadap lingkungan memicu terjadinya limfoma maligna. (Betz, 2009)
Limfoma Non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan (kanker) yang berasal dari sistem
kelenjar getah bening dan biasanya menyebar ke seluruh tubuh. Beberapa dari limfoma ini
berkembang sangat lambat (dalam beberapa tahun), sedangkan yang lainnya menyebar dengan cepat
(dalam beberapa bulan). Penyakit ini lebih sering terjadi dibandingkan dengan penyakit Hodgkin.
Penentuan stadium merupakan salah satu pola penting dalam manajemen LNH yang bertujuan
untuk mengetahui status penyakit dan memilih pengobatan yang relevan serta memudahkan evaluasi
hasil terapi. Klasifikasi yang populer digunakan adalah klasifikasi menurut Arnn Arborr (1971) sebagai
berikut:
STADIUM INTERPRETASI
Stadium I Terserang satu kelenjar limfe pada daerah tertentu atau ekstra limfatik
Stadium II Terserang lebih dari satu kelenjar limfe di daerah di atas diafragma dengan
atau tanpa ekstra limfatik
Stadium III Terserang kelenjar limfe diatas dan di bawah diafragma atau disertai
limfoma ekstra limfatik, limpa atau keduanya.
Stadium IV Tersebar menyeluruh pada organ ekstra limfatik dengan atau tanpa
melibatkan kelenjar limfe.
B. Etiologi
Penyebab LNH belum jelas diketahui. Para pakar cenderung berpendapat bahwa terjadinya
LNH disebabkan oleh pengaruh rangsangan imunologis persisten yang menimbulkan proliferasi
jaringan limfoid tidak terkendali. LNH kemungkinan ada kaitannya dengan factor keturunan karena
ditemukan fakta bila salah satu anggota keluarga menderita LNH maka risiko anggota keluarga
lainnya terjangkit tumor ini lebih besar dibanding dengan orang lain yang tidak termasuk keluarga
itu. Pada penderita AIDS : semakin lama hidup semakin besar risikonya menderita limfoma.
Terdapat beberapa fakkor resiko terjadinya LNH, antara lain :
1. Imunodefisiensi : 25% kelainan heredier langka yang berhubungan dengan terjadinya LNH
antara lain adalah :severe combined immunodeficiency, hypogammaglobulinemia, common
variable immunodeficiency, Wiskott Aldrich syndrome dan ataxia-telangiectasia. Limfoma
yang berhubungan dengan kelainan-kelainan tersebut seringkali dihubugkan pula
dengan Epstein Barr Virus (EBV) dan jenisnya beragam.
2. Agen infeksius : EBV DNA ditemukan pada limfoma Burkit sporadic. Karena tidak pada semua
kasus limfoma Burkit ditemukan EBV, hubungan dan mekanisme EBV terhadap terjadinya
limfoma Burkit belum diketahui.
3. Paparan lingkungan dan pekerjaan : Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko
tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan
herbisida dan pelarut organic.
4. Diet dan Paparan lsinya : Risiko LNH meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan
tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV4,5.
C. Manifestasi Klinis
Kemungkinan
Gejala Penyebab
Timbulnya Gejala
Pengumpulan cairan
Penyumbatan pembuluh darah getah
disekitar paru-paru (efusi 20 -30 %
bening didalam dada
pleura)
Daerah kehitaman dan
Penyebaran limfoma ke seluruh
menebal dikulit yang terasa 50 - 60 %
tubuh
gatal
Perdarahan ke dalam saluran
pencernaan, Penghancuran sel darah
merah oleh limpa yang membesar
dan trlalu aktif, Penghancuran sel
Anemia darah merah oleh antibodi abnormal 30 %, pada
(berkurangnya sel darah (anemia hemolitik), penghancuran akhirnya dapat
merah) sum-sum tulang karena penyebaran mencapai 100 %
limfoma, ketidakmampuan sum-sum
tulang untuk menghasilkan sejumlah
sel darah merah karena obat atau
terapi penyembuhan
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium lengkap, meliputi hal berikut.
a. Darah tepi lengkap termasuk retikulosit dan LED
b. Gula darah
c. Fungsi hati termasuk y-GT, albumin, dan LDH
d. Fungsi ginjal
e. Immunoglobulin.
2. Pemeriksaan biopsy kelenjar atau massa tumor untuk mengetahui subtype LNH, bila perlu
sitologi jarum halus (FN HB) ditempat lain yang dicurigai.
3. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang
4. Ct-Scan atau USG abdomen, untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar getah bening pada
aorta abdominal atau KGB lainnya, massa tumor abdomen, dan metastase kebagian
intraabdominal.
5. Pencitraan toraks (PA dan lateral) untuk mengetahui pembesaran kelenjar media stinum, bila
perlu CT scan toraks.
6. Pemeriksaan THT untuk melihat keterlibatan cincin waldeyer terlibat dilanjutkan dengan
tindakan gastroskopi
7. Jika diperlukan pemeriksaan bone scan atau bone survey untuk melihat keterlibatan tulang.
8. Jika diperlukan biopsy hati (terbimbing)
a) Sel darah putih (SDP) Variasi normal, menurun atau meningkat secara nyata.
Eritrosit
Laju endap darah (LED) Meningkat selam tahap aktif (inflamasi, malignansi)
Test comb Reaksi positif (anemia hemolitik), reaksi negative pada tahap
lanjut.
Foto toraks, vertebra, ekstremitas Dilakukan untuk area yang terkena dan membantu penetapan
proksimal serta nyeru tekan pada stadium penyakit
area pelvis
CT scan dada, abdominal, tulang Dilakukan bila terjadi adenopati hilus dan memastikan
keterlibatan nodus limfe mediatinum, abdominal, dan
keterlibatan tulang.
Biopsy sumsum tulang Menentukan keterlibatan sumsum tulang, invasi sumsum tulang
terlihat pada tahap luas.
E. Penatalaksanaan
Untuk terapi pasien LNH, tergantung tipe, stadium, usia dan kondisi kesehatan organ lainnya.
Untuk LNH indolen yang tidak menunjukkan gejala (asimptomatik), cukup dilakukan observasi
pada pasien dan jika menunjukkan gejala (simptomatik), pada stadium I maupun II, pilihan
terapi utamanya adalah radioterapi. Untuk LNH indolen stadium III dan IV, jika proliferasi
selnya lambat, bisa diberi kemoterapi dengan obat chlorambucill cyclophosphamid oral, jika
cepat dan jangkauannya luas dapat diberikan CVP, C-MOPP atau BACOP. Sedangkan LNH
agresif, terapi yang diberikan adalah kemoterapi kombinasi dosis tinggi. Radioterapi terkadang
juga digunakan untuk penyembuhan penyakit LNH (Santoso M, 2004). Terapi terpilih untuk
penderita dengan penyakit ekstranodal yang terbatas adalah radiasi, radioterapi lokal atau
radioterapi dengan lapangan yang luas terutama pada kasus limfoma histiositik difus. Penderita
penyakit stadium II difus memerlukan kombinasi kemoterapi dan radiasi. Agen kemoterapeutik
yang sering dipakai pada LNH adalah: ..............................................................................
Obat Toksisitas
Pemberian
Generik Dagang Akut Jangka Panjang
Agen Alkil:
Cyclophospamide Cytoxan, IV, Oral Nausea Alopesia, sistitis hemo-
Endoxan ragik, miolosupresi,
imunosupresi, amenorea,
steril pada pria.
a. Pengkajian
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, bahan yang dipakai sehari-hari, status
perkawinan, kebangsaan, pekerjaan, alamat, pendidikan, tanggal atau jam MRS, dan
diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh tindak nyamanan kerena adanya benjolan.
b. Pemeriksaan Penunjang
1. USG
Banyak digunakan untuk melihat pembesaran kelenjar getah bening.
2. Foto thorak
Digunakan untuk menentukan keterlibatan kelenjar getah bening mediastina.
3. CT- Scan
Digunakan untuk diagnosa dan evaluasi pertumbuhan limpoma
4. Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan Hb, DL, pemeriksaan uji fungsi hati / ginjal secara
rutin).
5. Laparatomi
Laparatomi rongga abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi kelenjar getah bening
pada illiaka, para aortal dan mesentrium dengan tujuan menentukan stadiumnya.
c. Diagnosa Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat ( mual,
muntah)
2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan proses inflamasi.
3. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
4. Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi
5. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan tidak seimbangnya persediaan dan
kebutuhan oksigen kelemahan umum serta kelelahan karena gangguan pola tidur
6. Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf
d. Perencanaan
No Diagnosa Tujuan / Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1. Nutrisi kurang dari Setelah 1. Lakukan 1. pasien dan keluarga
kebutuhan tubuh dilakukan pendekatan pada lebih kooperatif.
berhubungan dengan tindakan pasien dan
intake yang tidak keperawatan 2. pasien mendapat
keluarganya.
adekuat ( mual, selama 3 x24 informasi yang
muntah) jam Kebutuhan 2. Jelaskan pada tepat.
nutrisi klien pasien dan
dapat terpenuhi keluarga
dengan penyebabnya
Kriteria Hasil : dari rasa sakit 3. pasien mendapat
BB dan cara informasi yang
meningakat tepat.
mengurangi rasa
Nafsu
sakit.
makan
pasien 3. Jelaskan pada 4. untuk memudahkan
meningkat pasien tentang pasien menelan.
Gangguan penyakitnya dan
penelanan akibatnya jika ia
berkurang tidak makan. 5. untuk mengetahui
Rasa sakit 4. Anjurkan pada
perkembangan
pada waktu pasien
kelurga untuk
menelan
berkurang memberikan 6. untuk menetukan
makanan diet yang diperoleh
tambahan yang oleh px
ringan untuk
dicerna
5. Obervasi TTV
6. Kolaborasi
dengan tim
kesehatan dan
ahli gizi
Menganjurkan memelihara
untuk
menggunakan energy untuk
memejen stress penyembuhan
dan aktivitas 4. Pasien mungkin
yang beragam. merasa nyaman
3. Menjelaskan dengan kepala
pentingnya dalam keadaan
beristirahat elevasi, tidur di
pada rencana kursi atau istirahat
tindakan dan pada meja dengan
perlunya bantuan bantal
keseimbangan
5. Meminimalkan
antara aktivitas
kelelahan dan
dengan
menolong
istirahat.
menyeimbangkan
4. Membantu
suplai oksigen dan
pasien untuk
kebutuhan.
berada pada
posisi yang
nyaman untuk
beristirahat dan
atau tidur.
5. Membantu
pasien untuk
memenuhi
kebutuhan self-
care.
Memberikan
aktivitas yang
meningkat
selama fase
penyembuhan.
6 Nyeri berhubungan Setelah 1. Tentukan 1. menentukan tindak
dengan interupsi sel dilakukan karakteristik
lanjut intervensi.
saraf tindakan dan lokasi
keperawatan nyeri,
selama 2x24 jam perhatikan
2. nyeri dapat
diharapkan isyarat verbal
intensitas nyeri dan non verbal menyebabkan
berkurang setiap 6 jam
gelisah serta
dengan kriteria
hasil : 2. Pantau tekanan tekanan darah
darah, nadi dan
Klien pernafasan tiap meningkat, nadi,
merasa 6 jam pernafasan
nyaman
3. Terapkan meningkat
Skala nyeri tehnik distraksi 3. mengalihkan
menurun (berbincang-
bincang) perhatian dari rasa
GCS
4. Ajarkan tehnik nyeri
E4V5M6
relaksasi (nafas 4. relaksasi
Tanda-tanda dalam) dan
vital sarankan untuk mengurangi
normal(nadi mengulangi bila ketegangan otot-
: 60-100 kali merasa nyeri
permenit, otot sehingga
suhu: 36- 5. Beri dan mengurangi
36,7 C, biarkan pasien
pernafasan memilih posisi penekanan dan
16-20 kali yang nyaman nyeri.
permenit)
6. Kolaborasi 5. mengurangi
dalam
keteganagan area
pemberian
analgetika. nyeri.
6. analgetika akan
mencapai pusat rasa
nyeri dan
menimbulkan
penghilangan nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
Gibson John, 2003. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta : EGC
Handayani Wiwik, 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Hematologi. Jakarta : Salemba Medika
Betz Cecily Lynn, 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC
Sacher, Ronald A, 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta : EGC
American Joint Cancer Comitee. 2012. Comparison Guide Cancer Staging Manual. AJCC: Chicago.
www.cancerstaging.com
Boediwarsono., Soebandiri., sugianto., Armi. A., Sedana. M.P., Ugroseno.,. 2007. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. FK UNAIR: Surabaya
Kelemahan fisik
umum,odem
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Intoleransi aktivitas