Anda di halaman 1dari 34

1

FAKTOR-FAKTOR PENENTU LOKASI INDUSTRI PT. GUDANG GARAM, TBK,


KEDIRI JAWA TIMUR INDONESIA

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Geografi Industri
Yang dibina oleh Fatiya Rosyida, S.Pd, M.Pd

Oleh
Dian Lisna Wati 130721611768
Milang Kumara 130721611782
Muhammad Ra’ad Assidiqy 130721611756
Retno Diah Suryani 130721611778
Sefrilla Syah Malida 130721611766

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GEOGRAFI
April 2016
2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi pertanian sangat besar.
Potensi pertanian Indonesia salah satunya disebabkan oleh wilayah daratan Indonesia yang
dilewati barisan pegunungan. Dengan potensi pertanian yang begitu besar, Indonesia negara
yang subur, sangat cocok untuk pertanian dan perkebunan. Sebagian besar penduduk
Indonesia bermata pencaharian dengan bercocok tanam. Salah satu tanaman perkebunan
yang tetap dipelihara oleh petani yakni tanaman tembakau. Tembakau sangat potensial
untuk pangsa pasar dalam negeri mengingat tembakau sebagai bahan dasar pembuatan rokok.
Permintaan tembakau oleh industri rokok di dalam negeri sangat tinggi.
Proses industrialisasi secara teknis mutlak harus memiliki tiga dimensi, yaitu bahan
mentah, pabrik dengan segala perangkatnya, dan pangsa pasar. Dengan berorientasi ketiga
dimensi tersebut maka dibutuhkan lokasi industri untuk mengkorelasikan ketiganya. Suatu
perindustrian berhasil apabila dapat menyeimbangkan ketiga dimensi tersebut dengan lokasi
indutri. Itulah sebabnya mengapa para pakar memikirkan/membuat teori lokasi industri.
Adanya persaingan dalam dunia industri mengakibatkan faktor-faktor lokasi dapat mejadi
hal yang penting. Pemilihan lokasi berarti menghindari sebanyak mungkin seluruh segi-segi
negatif dan mendapatkan lokasi dengan paling banyak faktor positif. Penentuan lokasi yang tepat
akan meminimumkan beban biaya (investasi dan operasional) jangka pendek maupun jangka
panjang, dan ini akan meningkatkan daya saing perusahaan.
Dewasa ini, dibutuhkan suatu kejelian dalam menentukan lokasi industri supaya dapat
meminimalkan ketimpangan teknis selanjutnya. Tidak jarang terjadi adanya perusahaan
membuat kesalahan-kesalahan dalam pemilihan lokasi dan tempat fasilitas-fasilitas produksinya.
Sebagai contohnya yang pertama, suatu perusahaan memilih lokasi dimana tenaga kerja sulit
didapat. Enam bulan setelah ditempati perusahaan menghadapi masalah tenaga kerja. Kedua,
perusahaan lain membeli tanah untuk lokasi pabriknya sangat murah, tetapi kemudian disadari
kondisi tanahnya sangat jelek sehingga perusahaan harus mengeluarkan biaya yang sangat besar
untuk membangun pondasinya. Ketiga, perusahaan memilih belokasi dikawasan industri jauh
diluar kota, padahal produk perusahaan harus cepat sampai ketangan konsumen, maka
3

perusahaan harus cepat sampai ketangan konsumen, maka perusahaan harus harus membayar
biaya distribusi yang sangat besar. Keempat, lokasi suatu perusahaan tidak memungkinkan
pembuangan limbahnya, masyarakat menuntut perusahaan pinah dan sebagainya.
Tanpa perencenaan lokasi yang tepat, perusahaan dapat tergelincir kedalam perangkap-
perangkap tersebut. Akibatnya perusahaan akan beroperasi dengan tidak efisien dan efektif. Oleh
karena itu perusahaan-perusahaan perlu lebih berhati-hati dan melakukan analisa-analisa lebih
baik, agar kesalahan-kesalahan yang mungkin dibuat dapat diperkecil atau bahkan dihilangakan
sama sekali.
Faktor-faktor penting yang dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi masing-masing
perusahaan adalah berbeda-beda. Alasan utama terjadinya perbedaan dalam pemilihan lokasi
adalah adanya perbedaan kebutuhan masing-masing perusahaan. Lokasi yang baik adalah suatu
persoalan individual. Hal ini sering disebut pendekatan situasional atau contigency utuk
pembuatan keputusan bila dinyatakan secara sederhana, semuanya begantung.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah pengaruh faktor tenaga kerja, kemitraan, kondisi sosial, bahan baku,
pasar, biaya angkut, pasar, aglomerasi, bahan bakar, produktivitas tenaga kerja, dan
aksesbilitas terhadap penentuan lokasi industri PT. Gudang Garam Tbk. Kediri?
1.3 Tujuan
Mendeskripsikan pengaruh faktor tenaga kerja, kemitraan, kondisi sosial, bahan baku,
pasar, biaya angkut, pasar, aglomerasi, bahan bakar, produktivitas tenaga kerja, dan aksesbilitas
terhadap penentuan lokasi industri PT. Gudang Garam Tbk. Kediri.
1.4 Manfaat
Mengetahui pengaruh faktor tenaga kerja, kemitraan, kondisi sosial, bahan baku, pasar,
biaya angkut, pasar, aglomerasi, bahan bakar, produktivitas tenaga kerja, dan aksesbilitas
terhadap penentuan lokasi industri PT. Gudang Garam Tbk. Kediri.
1.5 Hipotesis
Faktor tenaga kerja, kemitraan, kondisi sosial, bahan baku, pasar, biaya angkut, pasar,
aglomerasi, bahan bakar, produktivitas tenaga kerja, dan aksesbilitas berpengaruh terhadap
penentuan lokasi industri PT. Gudang Garam Tbk. Kediri.
4

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Menurut Smith (1981:45-64) dalam Santoso (2012), faktor-faktor lokasi industri


adalah tanah, modal,bahan baku, tenaga kerja, pasar, transportasi, pelaku dan kesempatan.
Harding (1984:83) dalam Santoso (2012), menyebutkan bahwa faktor lokasi pabrik terdiri dari
faktor lokasimakro dan factor spesifik. Faktor lokasi makro yaitu jarak dari bahan baku,
posisiterhadap lokasi pasar, tenaga kerja, akses transportasi, persetujuan pemerintah dan biaya
hidup. Sedangkan factor spesifik yaitu kemudahan tenaga kerja, sumber energydan air, posisi
fasilitas kota, pengaturan limbah, peraturan daerah tentang lingkungandan jalan, tanah dan iklim,
serta lahan untuk perluasan industri.
Djoyodipuro (1992:30-67) dalam Santoso (2012) menyebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi lokasi industri adalah tanah, tenaga dan manajemen, pasar dan harga, bahan baku
danenergy, kebijakan pemerintah, kebijakan pengusaha dan transportasi. Menurut Dirdjojuwono
(2004:39-40) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang perludiperhatikan dalam pemilihan lokasi
industri antara lain, bentuk permukaan tanah rata,sumber bahan mentah, pasar, ketersediaan
tenaga kerja, mempunyai aksesbilitas/kemudahan cukup baik, baik terhadap bahan baku, bahan
jadi atau hasil produksi dan pusat-pusat transportasi, memiliki prasarana yang lengkap, peranan
pemerintah, ketersediaan listrik dan air.
Purnomo (2004:26-34) dalam Santoso (2012), membedakan faktor-faktor pemilihan
lokasi industri menjadi dua, yaitu faktor primer dan faktor sekunder. Faktor primer merupakan
faktor yangberpengaruh langsung pada proses produksi dan distribusi. Faktor primer terdiri
dariketersediaan sumber bahan baku, pemasaran, transportasi, ketersediaan tenaga kerjaserta
sumber listrik. Sedangkan faktor sekunder meliputi peraturan pemerintah, sistem perpajakan,
sikap masyarakat setempat dan fasilitas pendukung.
Dari berbagai uraian faktor penentuan lokasi industri yang dikemukakan para ahli diatas,
maka variabel yang digunakan dalam makalah ini adalah:
5

2.1 Teori Lokasi Industri

A. Teori Lokasi Industri Weber


Alfred Weber (1907 – 1933), memiliki teori yang menyebutkan bahwa lokasi industri
sebaiknya diletakkan di tempat yang memiliki biaya yang paling minimal. Menurut teori Weber
pemilihan lokasi industri didasarkan atas prinsip minimisasi biaya. Weber menyatakan bahwa
lokasi setiap industri tergantung pada total biaya transportasi dan tenaga kerja di mana
penjumlahan keduanya harus minimum. Tempat dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja
yang minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum. Dalam menjelaskan
keterkaitan biaya transportasi dan bahan baku Weber menggunakan konsep segitiga lokasi atau
locational triangle untuk memperoleh lokasi optimum yang menunjukkan apakah lokasi optimum
tersebut lebih dekat ke lokasi bahan baku atau pasar (Nursyahbani, 2011).
Menurut Weber, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu faktor
tenaga kerja dan biaya transportasi yang merupakan faktor regional yang bersifat umum serta
faktor deglomerasi/aglomerasi yang bersifat lokal dan khusus. Weber berbasis kepada beberapa
asumsi utama, antara lain:
1) Wilayah yang akan dijadikan lokasi industri memiliki: topografi, iklim dan penduduknya
relatif homogen.
2) Sumber daya atau bahan mentah yang dibutuhkan cukup memadai.
3) Upah tenaga kerja didasarkan pada ketentuan tertentu, seperti Upah Minimum Regional
(UMR)
4) Hanya ada satu jenis alat transportasi.
5) Biaya angkut ditentukan berdasarkan beban dan jarak angkut.
6) Terdapat persaingan antarkegiatan industri.
7) Manusia yang ada di daerah tersebut masih berpikir rasional.
6

Keterangan:
M= Market
R= Bahan Baku
P = Lokasi Biaya Terendah
(a) : apabila biaya angkut hanya didasarkan pada jarak.
(b) : apabila biaya angkut bahan baku lebih mahal dari pada hasil industri.
(c) : apabila biaya angkut bahan baku lebih murah dari pada hasil industri.
Weber juga menjelaskan mengenai adanya gelaja aglomerasi industri. Gejala aglomerasi
merupakan pemusatan produksi di lokasi tertentu. Pemusatan produksi ini dapat terjadi dalam
satu perusahaan atau dalam berbagai perusahaan yang mengusahakan berbagai produk. Gejala ini
menarik industri dari lokasi biaya angkutan minimum, karena membawakan berbagai bentuk
penghematan ekstern yang disebut Aglomeration Economies. Tentu saja perpindahan ini akan
mengakibatkan kenaikan biaya angkutan, sehingga dilihat dari segi ini tidak lagi optimum. Oleh
karena itu, industri tersebut baru akan pindah bila penghematan yang dibawa oleh Aglomeration
Economies lebih besar daripada kenaikan biaya angkutan yang dibawakan kepindahan tersebut.
Perkembangan suatu kawasan (region) berasal dari satu titik, yaitu pusat kota yang
dalam tahap selanjutya bersifat menyebar. Setiap perkembangan yang terjadi pada suatu
kawasan, terutama dalam kaitannya dengan sektor industri, akan memberikan pengaruh yang
cukup besar dalam mendorong perkembangan sektor-sektor lainnya. Maka, dapat dikatakan pula
bahwa perkembangan suatu kawasan mempunyai dampak terhadap perkembangan kota yang
berada di sekitarnya.

B. Teori Lokasi Industri Optimal (Theory Of Optimal Industrial Location) Dari Losch
Teori ini didasarkan pada permintaan (demand), sehingga dalam teori ini diasumsikan
bahwa lokasi optimal dari suatu pabrik atau industri yaitu apabila dapat menguasai wilayah
pemasaran yang luas, sehingga dapat dihasilkan pendapatan paling besar. Untuk membangun
teori ini, Losch juga berasumsi bahwa pada suatu tempat yang topografinya datar atau homogen,
jika disuplai oleh pusat (industri) volume penjualan akan membentuk kerucut. Semakin jauh dari
pusat industri semakin berkurang volume penjualan barang karena harganya semakin tinggi,
akibat dari naiknya ongkos transportasi. Berdasarkan teori ini, setiap tahun pabrik akan mencari
lokasi yang dapat menguasai wilayah pasar seluas-luasnya. Di samping itu, teori ini tidak
7

menghendaki wilayah pasarannya akan terjadi tumpang tindih dengan wilayah pemasaran milik
pabrik lain yang menghasilkan barang yang sama, sebab dapat mengurangi pendapatannya.
Karena itu, pendirian pabrik-pabrik dilakukan secara merata dan saling bersambungan sehingga
berbentuk heksagonal.

C. Teori Tempat yang Sentral (Theory Of Cental Place) Dari Walter Christaller
Teori ini didasarkan pada konsep range (jangkauan) dan threshold (ambang). Range
(jangkauan) adalah jarak tempuh yang diperlukan untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan
masyarakat, sedangkan threshold (ambang) adalah jumlah minimal anggota masyarakat yang
diperlukan untuk menjaga keseimbangan suplai barang (. Menurut teori ini, tempat yang sentral
secara hierarki dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
1) Tempat sentral yang berhierarki 3 (K = 3), merupakan pusat pelayanan berupa pasar yang
senantiasa menyediakan barang-barang bagi daerah sekitarnya, atau disebut juga kasus pasar
optimal.
2) Tempat sentral yang berhierarki 4 (K = 4), merupakan situasi lalu lintas yang optimum.
Artinya, daerah tersebut dan daerah sekitarnya yang terpengaruh tempat sentral itu senantiasa
memberikan kemungkinan jalur lalu lintas yang paling efisien.
3) Tempat sentral yang berhierarki 7 (K = 7), merupakan situasi administratif yang optimum.
Artinya, tempat sentral ini mempengaruhi seluruh bagian wilayah-wilayah tetangganya.

Untuk menerapkan teori ini, diperlukan beberapa syarat di antaranya sebagai berikut:
1. Topografi atau keadaan bentuk permukaan bumi dari suatu wilayah relatif seragam sehingga
tidak ada bagian yang mendapat pengaruh lereng atau pengaruh alam lain dalam hubungannya
dengan jalur angkutan.
2. Kehidupan atau tingkat ekonomi penduduk relatif homogen dan tidak memungkinkan adanya
produksi primer yang menghasilkan padi-padian, kayu, dan batubara.

D. Model Gravitasi dan Interaksi (Model Of Gravitation And Interaction) Dari Issac
Newton dan Ullman
Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa tiap massa mempunyai gaya tarik (gravitasi)
untuk berinteraksi di tiap titik yang ada di region yang saling melengkapi (regional
8

complementarity), kemudian memiliki kesempatan berintervensi (intervening opportunity), dan


kemudahan transfer atau pemindahan dalam ruang (spatial transfer ability). Teori interaksi ialah
teori mengenai kekuatan hubungan-hubungan ekonomi (economic connection) antara dua tempat
yang dikaitkan dengan jumlah penduduk dan jarak antara tempat-tempat tersebut. Makin besar
jumlah penduduk pada kedua tempat maka akan makin besar interaksi ekonominya. Sebaliknya,
makin jauh jarak kedua tempat maka interaksi yang terjadi semakin kecil. Untuk menggunakan
teori ini perhatikan rumus berikut.
I = P1 P2
d
Keterangan:
I = gaya tarik menarik diantara kedua region.
d = jarak di antara kedua region.
P = jumlah penduduk masing-masing region.

E. Teori Susut dan Ongkos Transport (Theory Of Weight Loss And Transport Cost)
Teori ini didasarkan pada hubungan antara faktor susut dalam proses pengangkutan dan
ongkos transport yang harus dikeluarkan, yaitu dengan cara mengkaji kemungkinan penempatan
industri di tempat yang paling menguntungkan secara ekonomi. Suatu lokasi dinyatakan
menguntungkan apabila memiliki nilai susut dalam proses pengangkutan yang paling rendah dan
biaya transport yang paling murah. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa:

1) Makin besar angka rasio susut akibat pengolahan maka makin besar kemungkinan
untuk penempatan industri di daerah sumber bahan mentah (bahan baku), dengan catatan
faktor yang lainnya sama.
2) Makin besar perbedaan ongkos transport antara bahan mentah dan barang jadi maka
makin besar kemungkinan untuk menempatkan industri di daerah pemasaran.

2.2 Teori Upah


Pemberian upah kepada tenaga kerja dalam suatu kegiatan produksi pada dasarnya
merupakan imbalan/balas jasa dari para produsen kepada tenaga kerja atas prestasinya yang telah
disumbangkan dalam kegiatan produksi.
9

Upah tenaga kerja yang diberikan tergantung pada:


a). Biaya keperluan hidup minimum pekerja dan keluarganya.
b). Peraturan undang-undang yang mengikat tentang upah minimum pekerja (UMR).
c) Produktivitas marginal tenaga kerja.
d) Tekanan yang dapat diberikan oleh serikat buruh dan serikat pengusaha.
e) Perbedaan jenis pekerjaan.

Para ahli mengemukakan teori upah tenaga antara lain (Amalia, 2011):
A. Teori Upah Wajar (alami)
Teori ini dikemukakan oleh David Ricardo. Teori ini menerangkan bahwa upah menurut
kodrat adalah upah yang cukup untuk pemeliharaan hidup pekerja dengan keluarganya. Di pasar
akan terdapat upah menurut harga pasar adalah upah yang terjadi di pasar dan ditentukan oleh
permintaan dan penawaran. Upah harga pasar akan berubah di sekitar upah menurut kodrat. Oleh
ahli-ahli ekonomi modern, upah kodrat dijadikan batas minimum dari upah kerja.

B. Teori Upah Besi


Teori upah ini dikemukakan oleh Ferdinand Lassalle. Penerapan sistem upah kodrat
menimbulkan tekanan terhadap kaum buruh, karena kita ketahui posisi kaum buruh dalam posisi
yang sulit untuk menembus kebijakan upah yang telah ditetapkan oleh para produsen.
Berhubungan dengan kondisi tersebut maka teori ini dikenal dengan istilah “Teori Upah Besi”.
Untuk itulah Lassalle menganjurkan untuk menghadapi kebijakan para produsen terhadap upah
agar dibentuk serikat pekerja.

C. Teori Dana Upah


Teori upah ini dikemukakan oleh John Stuart Mill. Menurut teori ini tinggi upah tergantung
kepada permintaan dan penawaran tenaga kerja. Sedangkan penawaran tenaga kerja tergantung
pada jumlah dana upah yaitu jumlah modal yang disediakan perusahaan untuk pembayaran upah.
Peningkatan jumlah penduduk akan mendorong tingkat upah yang cenderung turun, karena tidak
sebanding antara jumlah tenaga kerja dengan penawaran tenaga kerja.
10

D. Teori Upah Etika


Menurut kaum Utopis (kaum yang memiliki idealis masyarakat yang ideal) tindakan para
pengusaha yang memberikan upah hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum,
merupakan suatu tindakan yang tidak “etis”. Oleh karena itu sebaiknya para pengusaha selain
dapat memberikan upah yang layak kepada pekerja dan keluarganya, juga harus memberikan
tunjangan keluarga.
Pendapatan adalah nilai maksimal yang dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu
periode dengan mengharapkan keadaan yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula,
pendapatan merupakanbalas jasa yang diberikan kepada pekerja atau buruh yang punya majikan
tapi tidak tetap.

2.3 Kemitraan
Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong royong atau kerjasama
dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok. Menurut Notoatmodjo (2003),
kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau
organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Terdapat 3 prinsip kunci
yang perlu dipahami dalam membangun suatu kemitraan oleh masing-masing naggota kemitraan
yaitu:
1. Prinsip Kesetaraan (Equity)
Individu, organisasi atau institusi yang telah bersedia menjalin kemitraan harus merasa
sama atau sejajar kedudukannya dengan yang lain dalam mencapai tujuan yang disepakati.

2. Prinsip Keterbukaan
Keterbukaan terhadap kekurangan atau kelemahan masing-masing anggota serta berbagai
sumber daya yang dimiliki. Semua itu harus diketahui oleh anggota lain. Keterbukaan ada sejak
awal dijalinnya kemitraan sampai berakhirnya kegiatan. Dengan saling keterbukaan ini akan
menimbulkan saling melengkapi dan saling membantu diantara golongan (mitra).
3. Prinsip Azas manfaat bersama (mutual benefit)
11

Individu, organisasi atau institusi yang telah menjalin kemitraan memperoleh manfaat
dari kemitraan yang terjalin sesuai dengan kontribusi masing-masing. Kegiatan atau pekerjaan
akan menjadi efisien dan efektif bila dilakukan bersama. Menurut Beryl Levinger dan Jean
Mulroy (dalam Kuswidanti, 2008), ada empat jenis atau tipe kemitraan yaitu:
1. Potential Partnership
Pada jenis kemitraan ini pelaku kemitraan saling peduli satu sama lain tetapi belum
bekerja bersama secara lebih dekat.
2. Nascent Partnership
Kemitraan ini pelaku kemitraan adalah partner tetapi efisiensi kemitraan tidak maksimal.
3. Complementary Partnership
Pada kemitraan ini, partner/mitra mendapat keuntungan dan pertambahan pengaruh
melalui perhatian yang besar pada ruang lingkup aktivitas yang tetap dan relatif terbatas seperti
program delivery dan resource mobilization.
4. Synergistic Partnership
Kemitraan jenis ini memberikan mitra keuntungan dan pengaruh dengan masalah
pengembangan sistemik melalui penambahan ruang lingkup aktivitas baru seperti advokasi dan
penelitian.

Tujuan kemitraan meliputi beberapa aspek, yang diantaranya yaitu (Damanik, 2015) :
a) Tujuan dari Aspek Ekonomi
Dalam kondisi yang ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan secara lebih
kongkrit yaitu :
 Meningkatkan pendapataan usaha kecil dan masyarakat;
 Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan;
Mengenal tiga jenis efisiensi diantaranya yaitu pertama, efisiensi teknis adalah cara
yang paling efektif dalam menggunakan suatu sumber yang langka (tenaga kerja, bahan baku,
mesin dan lain sebagainya) atau sejumlah sumber dalam suatu pekerjaan tertentu. Kedua,
efisiensi statis meliputi efisiensi teknis yang mencerminkan alokasi sumber-sumber yang ada
dalam rangkaian waktu tertentu, dengan kata lain, efisiensi ekonomi diperoleh bila tak ada
kemungkinan realokasi sumber lain yang dapat meningkatkan output produk lainnya. Ketiga,
efisiensi dinamis, pada pihak lain menghubungkan pertumbuhan ekonomi dengan kenaikan
12

sumber yang seharusnya menyebabkan pertumbuhan ini. Jadi walaupun dua perekonomian
mungkin telah meningkatkan persediaan modal dan tenaga kerja mereka dengan persentase yang
sama, tapi tingkat pertumbuhan nasional dalam kedua kasus ini mungkin sangat berlainan.

b) Tujuan dari Aspek Sosial dan Budaya


Kemitraan usaha dirancang sebagai bagian dari upaya pemberdayaan usaha kecil.
Pengusaha besar berperan sebagaai faktor percepatan pemberdayaan usaha kecil sesuai
kemampuan dan kompetensinya dalam mendukung mitra usahanya menuju kemandirian usaha,
atau dengan perkataan lain kemitraan usaha yang dilakukan oleh pengusaha besar yang telah
mapan dengan pengusaha kecil sekaligus sebagai tanggung jawab sosial pengusaha besar untuk
ikut memberdayakan usaha kecil agar tumbuh menjadi pengusaha yang tangguh dan mandiri.
Adapun sebagai wujud tanggung jawab sosial itu dapat berupa pemberian pembinaan dan
pembimbingan kepada pengusaha kecil, dengan pembinaan dan bimbingan yang terus menerus
diharapkan pengusaha kecil dapt tumbuh dan berkembang sebagai komponen ekonomi yng
tangguh dan mandiri.

c) Tujuan dari Aspek Teknologi


Secara faktual, usaha kecil biasanya mempunyai skala usaha yang kecil dari sisi modal,
penggunaan tenaga kerja, maupun orientasi pasarnya. Demikian pula dengan status usahanya
yang bersifat pribadi atau kekeluargaan; tenaga kerja berasal dari lingkungan setempat;
kemampuan mengadopsi teknologi, manajemen, dan adiministratif sangat sederhana; dan
struktur permodalannya sangat bergantung pada modal tetap. Sehubungan dengan keterbatasan
khususnya teknologi pada usaha kecil, maka pengusaha besar dalam melaksanakan pembinaan
dan pengembangan terhadap pengusaha kecil meliputi juga memberikan bimbingan teknologi.
Teknologi dilihat dari arti kata bahasanya adalah ilmu yang berkenaan dengan teknik. Oleh
karena itu bimbingan teknologi yang dimaksud adalah berkenaan dengan teknik berproduksi
untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
d) Tujuan dari Aspek Manajemen
Manajemen merupakan proses yang dilakukan oleh satu atau lebih individu untuk
mengkoordinasikan berbagai aktivitas lain untuk mencapai hasil-hasil yang tidak bisa dicapai
apabila satu individu bertindak sendiri. Sehingga ada 2 (dua) hal yang menjadi pusat perhatian
13

yaitu : Pertama, peningkatan produktivitas individu yang melaksnakan kerja, dan Kedua,
peningkatan produktivitas organisasi di dalam kerja yang dilaksanakan. Pengusaha kecil yang
umumnya tingkat manajemen usaha rendah, dengan kemitraan usaha diharapkan ada
pembenahan manajemen, peningkatan kualitas sumber daya manusia serta pemantapan
organisasi.

2.4 Keadaan Sosial Budaya Indonesia


Secara spesifik keadaan sosial Indonesia sangat kompleks, mengingat penduduk
Indonesia kurang lebih sudah di atas 200 juta dalam 30 kesatuan suku bangsa. Oleh karena itu
pada bagian ini akan dibicarakan keadaan sosial Indonesia dalam garis besar. Kesatuan politis
Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas 6000 buah pulau yang terhuni dari jumlah
keseluruhan sekitar 13.667 buah pulau. Dapat dibayangkan bahwa bahasa Indonesia yang
dijadikan sebagai bahasa nasional belum tentu sudah tersosialisasikan pada 6000 pulau tersebut,
mengingat sebagian besar bermukim di pedesaan. Hanya 10-15% penduduk Indonesia yang
bermukim di daerah urban. Indonesia sudah tentu bukan hanya Jawa dan Bali saja, karena
kenyataan Jawa mencakup 8% penduduk urban. Sementara itu bahasa Indonesia masih dapat
dikatakan sebagai “bahasa bagi kaum terdidik/sekolah
Demikianlah, Indonesia sebagai sebuah “nation state” yang menurut Benedict Anderson
merupakan sebuah imajinasi. Kenyataan di dalam “nation state” terdapat komunitas dalam
kemajemukan (heterogeneity), perbedaan (diversity). Dengan demikian bahasa Indonesia
merupakan suatu pengertian tanda budaya yang didalamnya penuh dengan perbedaan
(hibriditas). Hampir sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di daerah “rural” sehingga
budaya heterogen pedesaan sangat mewarnai pola tutur bahasa Indonesia. Kenyataan
menunjukkan tidak semua masyarakat Indonesia hidup di daerah industri dan berperan sebagai
masyarakat industrial, masyarakat informatif, dan bagian dari masyarakat global. Di sebaran
pulau-pulau Indonesia masih ditemui kebudayaan “hunting and gathering” yang terdapat secara
terbatas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan beberapa pulau kecil lain yang kira-kira
berjumlah 1-2 juta dengan pola hidup langsung dari alam. Hampir semua pula di Indonesia
masih banyak kebudayaan masyarakat bercorak agraris, baik dengan bercocok tanam yang
berpindah-pindah, pertanian tadah hujan, pertanian irigasi sawah, perkebunan dan pertanian
mekanis. Oleh karena unsur budaya agraris masih mendominasi masyarakat Indonesia, maka
14

masih dijumpai masyarakat dengan akar primordialisme yang kuat serta kebiasaan feodal. Hal ini
turut mengkondisikan warna kebudayaan Indonesia serta masyarakat dalam bertutur dalam
bahasa Indonesia. Terlebih-lebih kondisi sekarang, saat politik memberi kesempatan
desentralisasi dan hak otonom, maka semangat primordialisme dapat muncul dalam berbagai
aspek salah satunya dalam penggunaan bahasa Indonesia.
Oleh sebab itulah dalam memahami Sosial Budaya dan psikologi masyarakat Indonesia
yang nantinya berimplikasi pada tindak tutur berbahasa Indonesia, paling tidak dalam
pendekatan silang budaya memperhatikan tiga hal yaitu (a) masyarakat dalam perspektif agama,
(b) perspektif spiritual, dan (c) perspektif budaya. Dari perspektif agama, masyarakat Indonesia
dalam berperilaku menyelaraskan diri dengan tatanan yang diyakini berasal dari Tuhan,
perspektif spiritual merujuk pada pengembangan potensi-potensi internal diri manusia dalam
aktualisasi yang selaras dengan hukum non materi, dan perspektif budaya yang merujuk pada
tradisi penghayatan dan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan untuk membangun sebuah
kehidupan yang comfort baik secara individu maupun kolektif. Dalam konteks perubahan social
sekarang masyarakat Indonesia dalam sekat pluralisme terakomodasi secara otomatis dalam
civics responsibility, social economics responsibilities, dan personal responsibility.

2.5 Sumber tenaga kerja


Alternatif yang dipakai adalah apakah tenaga kerja yang dibutuhkan unskill,
dengan pertimbangan tingkat upah rendah, budaya hidup sederhana, mobilitas tinggi sehingga
jumlah gaji dianggap sebagai daya tarik, ataukah tenaga kerja skill, apabila pemisahaan
membutuhkan fasilitas yang lebih baik, adanya pemikiran masa depan yang cerah, dibutuhkan
keahlian, dan kemudahan untuk mencari pekerjaan lain.

2.6 Bahan mentah (bahan baku)


Bahan mentah merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi dalam kegiatan industri,
sehingga keberadaannya harus selalu tersedia dalam jumlah yang besar demi kelancaran dan
keberlanjutan proses produksi. Apabila bahan mentah yang dibutuhkan industri, cadangannya
cukup besar dan banyak ditemukan maka akan mempermudah dan memperbanyak pilihan atau
alternatif penempatan lokasi industri. Apabila bahan mentah yang dibutuhkan industri
cadangannya terbatas dan hanya ditemukan di tempat tertentu saja maka akan menyebabkan
15

biaya operasional semakin tinggi dan pilihan untuk penempatan lokasi industri semakin terbatas.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengkaji bahan baku menurut Atesya (2013) antara lain:

a. Jenis bahan baku


b. Jumlah dan kualitas bahan baku
c. Persebaran asal bahan baku
d. Potensi bahan baku untuk masa yang akan datang

2.7 Pasar
Menurut Robinson (1979) dalam Eni dan Tri (2012) Industri dibangun karena adanya
tuntutan konsumen. Tujuan utama kegiatan industri memproduksi barang untuk dijual kepada
konsumen. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa pasar atau konsumen merupakan bagian
penting bagi berlangsungnya kegiatan industri. Jika konsumen yang membutuhkan banyak,
berarti industri tersebut mempunyai pasar yang cukup luas. Banyak faktor yang memengaruhi
luasnya daerah pemasaran pada suatu industri. Faktor-faktor tersebut antara lain kebutuhan
masyarakat terhadap produk dan strategi pemasaran dari perusahaan.
Dalam ilmu Ekonomi, luasnya wilayah pemasaran sangat ditentukan oleh strategi
pemasaran. Strategi pemasaran adalah serangkaian tindakan terpadu menuju keunggulan
kompetisi yang berkelanjutan. Strategi pemasaran dipengaruhi dua faktor sebagai berikut.

1) Faktor mikro, yaitu perantara pemasaran, pemasok, pesaing, dan masyarakat.

2) Faktor makro, yaitu demografi/ekonomi, politik/ hukum, teknologi/fisik, dan sosial/budaya.

Sedangkan strategi dan kiat pemasaran dari sudut pandang penjual atau pelaku industri
adalah 4P, yaitu tempat yang strategis (place), produk yang bermutu (product), harga yang
kompetitif (price), dan promosi yang gencar (promotion). Sedangkan dari sudut pandang
pelanggan dikenal 4C, yaitu kebutuhan dan keinginan (customer needs and wants), biaya
pelanggan (cost to customer), kenyamanan (convenience), dan komunikasi (communication).

2.8 Biaya Angkut


Transportasi sangat diperlukan dalam industri. Industri yang lokasinya berorientasi pada
biaya angkut, berarti bahwa sedapet mungkin lokasi industri berada di daerah yang lancar
transportasinya. Kelancaran transportasi tersebut sangat penting dengan tujuan untnk
16

mendatangkan bahan baku, dan memasarkan hasil produksi dengan cepat dan tepat waktu. Besar
kecil biaya transportasi dipengaruhi oleh faktor jarak, tempat, keamanan, jenis barang yang
diangkut dari volume barang. Besarnya biaya angkut perlu diperhitungkan dalam pendirian
industri.

2.9 Aglomerasi
A. Konsep Aglomerasi
Istilah aglomerasi pada dasarnya berawal dari ide Marshall tentang penghematan
aglomerasi (agglomeration economies) atau disebut sebagai industri yang terlokalisir (localized
industries). Aglomerasi adalah konsentrasi spasial dari aktivitas ekonomi di kawasan perkotaan
karena penghematan akibat lokasi yang berdekatan (economies of proximity) yang diasosiasikan
dengan kluster spasial dari perusahaan, para pekerja dan konsumen (Montgomery dalam
Kuncoro, 2002).
Sementara Markusen menyatakan bahwa aglomerasi merupakan suatu lokasi yang “tidak
mudah berubah” akibat adanya penghematan eksternal yang terbuka bagi semua perusahaan
yang letaknya berdekatan dengan perusahaan lain dan penyedia jasa-jasa, dan bukan akibat
kalkulasi perusahaan atau para pekerja secara individual (Kuncoro, 2002).

B. Teori Aglomerasi Neo-Klasik


Sumbangan terbesar teori neo klasik adalah pengenalan terhadap ekonomi aglomerasi
dengan argumentasi bahwa aglomerasi muncul dari prilaku para pelaku ekonomi dalam mencari
keuntungan aglomerasi berupa ekonomi lokalisasi dan ekonomi urbanisasi. Asumsi yang
digunakan oleh teori neo-klasik adalah constant return to scale dan persaingan sempurna.Alfred
Weber dikenal sebagai pendiri teori lokasi modern yang berkenaan dengan tempat, lokasi dan
geografi dari kegiatan ekonomi.Minimisasi biaya yang dikombinasikan dengan bobot input-input
yang berbeda dari perusahaan dan industri menentukan lokasi optimal bagi suatu perusahaan
(Kuncoro, 2002).
Weber secara eksplisit memperkenalkan konsep ekonomi aglomerasi, skala efisien
minimum, dan keterkaitan ke depan dan ke belakang. Konsep ini menjadi dasar berkembangnya
teori perdagangan regional baru. Dalam sistem perkotaan teori neo klasik, mengasumsikan
adanya persaingan sempurna sehingga kekuatan sentripetal aglomerasi disebut sebagai ekonomi
eksternal murni. Kekuatan sentripetal muncul dari kebutuhan untuk pulang-pergi (commute) ke
17

pusat bisnis utama dalam masing-masing kota yang menyebabkan suatu gradien sewa tanah
dalam masing-masing kota (Krugman, 1998 dalam Monik 2012).
Keterbatasan teori neo klasik diantaranya adalah melihat bahwa ekonomi eksternal yang
mendorong adanya aglomerasi masih dianggap sebagi misteri (blackbox). Disamping itu sistem
perkotaan neo klasik adalah non spasial yang hanya menggambarkan jumlah dan tipe kota tetapi
tidak menunjukkan lokasinya (Krugman (1998) dalam Monik, 2012),.

2.10 Aksesbilitas
Aksesibilitas adalah salah satu faktor yang sangat mempengaruhi apakah suatu lokasi
menarik untuk dikunjungi atau tidak. Tingkat aksesibilitas merupakan tingkat kemudahan di
dalam mencapai dan menuju arah suatu lokasi ditinjau dari lokasi lain di sekitarnya. Tingkat
aksesibilitas dipengaruhi oleh jarak, kondisi prasarana perhubungan, ketersediaan berbagai
sarana penghubung termasuk frekuensinya dan tingkat keamanan serta kenyamanan untuk
melalui jalur tersebut (Tarigan dalam Nasution, 2011). Dalam analisis kota yang telah ada atau
rencana kota, dikenal standar lokasi (standard for location requirement) atau standar jarak
(Jayadinata dalam Nasution, 2011).

2.11 Produktivitas Tenaga Kerja


Produktivitas tenaga kerja berkaitan dengan kemampuan manajerial. Kemampuan
manajerial berkaitan dengan sistem yang diterapkan oleh pimpinan untuk mengelola, ataupun
memimpin serta mengendalikan karyawan bawahannya. Apabila cara mengelolanya tepat, maka
akan menimbulkan semangat yang lebih tinggi, tenaga kerja terdorong untuk melakukan
tindakan yang produktif. Terdapat berbagai sistem manajemen diantaranya adalah manajemen
berdasarkan sasaran pengendalian mutu terpadu (Total Quality Control). Terutama tentang total
quality control sudah banyak diterapkan di berbagai negara dan menunjukkan hasil yang positif
dalam upaya meningkatkan produktivitas tenaga kerja (Adhadika, 2013).
18

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini merupakan metode library research atau
metode kepustakaan dengan memadukan dengan tinjauan lapangan berkaitan dengan kawasan
industri yang sedang diteliti oleh penulis sejak 22 April 2015-25 April 2015. Selain itu ditambah
dengan memberikan daftar rujukan berupa wawancara singkat kepada pegawai perusahaan unit 5
divisi SKM. Menurut Assidiqy, Penulisan jurnal library research didasarkan atas penelusuran
referensi atau disebut dengan research paper yang selanjutnya dijelaskan secara kualitatif
(Assidiqy, 2014:7). Sedangkan tinjauan lapangan dimaksudkan untuk melakukan crosscheck
data dengan temuan yang didapatkan dari hasil pustaka, sehingga didapatkan analisis yang valid
dan aktual. Penelitian ini dimaksudkan sebagai pengembangan dari penelitian terdahulu dan
merujuk pada beberapa bahan rujukan yang sudah dihasilkan oleh penulis sejak tahun 2014. Oleh
karena itu, subjek penulisan berupa referensi, acara televisi, jurnal dan hasil penelitian
berbagai lembaga universal terkait, yang pencatatannya dilakukan secara runtut didalam
catatan referensi. Segala bentuk referensi berupa data dan informasi terkait menjadi bahan utama
penulisan makalah ini.
19

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis lapanmgan yang dilakukan sepanjang 22 April 2015-25 April
2015 melalui survey lapangan dan wawancara kepada karyawan PT.Gudang Garam, Tbk, maka
didapatkan beberapa aspek yang dijadikan parameter untuk menentukan lokasi industri, termasuk
tenaga kerja, kemitraan, kondisi social, bahan baku, pasar, biaya angkut, aglomerasi industry,
bahan bakar, produktivitas tenaga kerja, aksesbilitas.

4.1 Tenaga Kerja

PT. Gudang Garam, Tbk merupakan perseroan terbatas yang bergerak dalam industry
hulu dan hilir sigaret atau rokok. PT. Gudang Garam terletak di jl. Semampir II/1 Kediri 64121,
Indonesia, terbagi atas 13 unit pabrik yang memiliki fungsi yang berbeda-beda setiap pabriknya.
Unit 1, 2, dan 3 merupakan Unit yang berada di kawasan Semampir, yang merupakan tempat
pengolahan dan produksi rokok kretek atau disebut dengan SKT (Sigaret Kretek Tangan). Unit 4
merupakan unit yang ditunjuk langsung untuk dapat melakukan proses pengolahan tembakau dan
cengkeh, termasuk didalamnya seasoning. Unit 5 merupakan unit SKM (Sigaret Kretek Mesin),
yang mengakomodir penggunaan mesin untuk produksi seperti GD Bologna, Focke, dan Hauni.
Unit 6 merupakan tempat produksi rokok bernama “HALIM” yang letaknya di kawasan Tepus,
Kediri. Unit 7 merupakan gudang penyimpanan tembakau, termasuk adalah proses pewangian
tembakau dan cengkeh sebelum diolah di Unit lainnya. Unit 9 merupakan tempat pengolahan
tembakau, namun terbatas pada tempat untuk melakukan perajangan terhadap tembakau yang
sudah disimpan selama bertahun-tahun di unit 7 atau gudang dan yang sudah wangi dan
beraroma khusus tembakau. Unit 10 dan 11 merupakan unit yang bertugas untuk melakukan
seasoning terhadap tembakau dan cengkeh namun hanya sebatas pencukaan. Sedangkan Unit 12
dan 13 merupakan unit yang memproduksi kertas dan keperluan lainnya bernamakan Surya ZIG
ZAG.

Karena pabrik memproduksi dua jenis rokok, yaitu sigaret kretek tangan yang notabene
setiap prosesnya menggunakan tenaga manusia atau tenaga manual dan sigaret kretek mesin
yang segala bentuk prosesnya menggunakan mesin. Sedangkan dari sector tenaga kerja,
sebanyak kepada 43 ribu karyawan perseroan dan masyarakat sekitar, dengan system harian
20

yaitu didasarkan pada system gaji harian, atau system borong atau didasarkan pada jumlah rokok
yang dihasilkan. Biasanya untuk system harian hanya digunakan untuk rokok-rokok SKM,
sedangkan untuk system harian biasanya untuk SKT. Namun untuk mengatisipasi adanya
ketidakloyalan dari pekerja, maka pabrik tetap mengakumulasi system tenaga kerja outsorcing
yang mana hanya diperuntukkan untuk pekerja dilaur proses seperti security, lalu lintas, dan
transportasi. Sedangkan selebihnya menganut dua system global tersebut.

Tenaga kerja dalam PT.Gudang Garam Tbk, menganut system pembayaran berdasarkan
lama kerja, kualitas kerja, serta kedisiplinan kerja. Sehingga terdapat strata bayar karyawan yang
mana semakin professional, maka semakin tinggi gaji yang akan diterima, sejalan dengan waktu
pengabdian kepada perusahaan. Hal tersebut juga digunakan untuk membuat karyawannya tetap
pada konsistensi kerja terbaik. Terbukti karena adanya masa purna dan evaluasi karyawan, maka
pada tahun 2013 karyawan secara total mengalami penurunan sebesar 1%, atau sebesar 452
karyawan. Namun dalam rangka peningkatan kinerja, sumber tenaga kerja juga dipasok dari
Universitas-Universitas terbaik yang ada di Indonesia, dengan mutu luaran yang sudah teruji
oleh PT. Gudang Garam, Tbk, yaitu Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Universitas
Airlangga (UNAIR), Politeknik Negeri Malang (POLINEMA) serta Universitas Brawijaya
(UNIBRAW). Maka pada tahun 2013 sebagai rekomendasinya adalah sebanyak 1300 karyawan
yang bergabung dengan divisi Surya Madristindo.

Sebagai asumsinya maka karena PT.Gudang Garam Tbk memiliki 13 unit yang berbeda-
beda dengan produk yang berbeda setiap unitnya, maka dimungkinkan dominasi produk SKM
termasuk rokok yang memiliki karakter light atau mild, sejalan dengan dibangunnya pabrik
Gudang Garam kedua yang hanya memproduksi khusus rokok light atau mild di gempol.
Penggunaan mesin akan cenderung lebih tinggi karena efektifitas mesin yang sangat tinggi
dibandingkan dengan kerja karyawan menggunakan tangan, yaitu secepat 5500-7500 batang
setiap menitnya, tergantung dengan speed mesin yang digunakan. Berdasarkan paparan saudara
Basuki, yang bekerja pada Unit GG 5, yaitu unit SKM, maka penggunaan mesin akan semakin
massif dan cenderung akan mendominasi sector ketenagakerjaan. Maka oleh Basuki
diproyeksikan akan mengalami penmingkatan pemecatan tenaga kerja seiring dengan kemajuan
kemampuan mesin dalam menciptakan rokok, karena memang pada saat ini mesin rokok sekelas
21

GD Bologna dan Focke hanya dapat memproduksi rokok berbasis SKM yang menggunakan
filter, belum bisa memproduksi rokok sigaret kretek (kretek ditangani oleh tenaga karyawan).

4.2 Kemitraan

PT. Gudang Garam sejatinya melakukan pengelolaan dan aktivitas perindustrian secara
independen atau dikelola secara pribadi oleh pabrik. Namun kemitraan dapat ditinjau melalui
beberapa aspek, yaitu produksi, efektifitas, dan development. Khusus untuk kemitraan yang
fungsinya produksi, PT. Gudang Garam, Tbk, tidak melakukan kemitraan secara langsung,
karena memang regulasi dari perusahaan menyebabkan keterbatasan kepemilikan andil dalam
setiap jengkal produksi. Namun pabrik melakukan kemitraan dalam bidang efektifitas dan
pengembangan serta keberlanjutan perusahaan. Pada jajaran direksi komissioner, terdapat
independent commissioner yang berfungsi sebagai mitra kerja jajaran direksi baik commissioner
maupun director. Terdapat nama Frank W Van Gelder, yang mana merupakan owner dari PT.
HM Sampoerna dan Marlboro, yang pada tahun 2015, sudah mengkaitkan atau memulai merger
antara PT. Gudang Garam dan PT. HM Sampoerna Marlboro. Kemitraan tersebut dapat
dikaitkan dengan efektifitas dan pengembangan perusahaan.

Kemitraan lainnya yang secara langsung dilakukan dalam rangka perluasan pemasaran
dan advertising. Seperti adanya anak cabang dari PT.Gudang Garam berupa PT.Apache yang
juga bergerak dalam bidang sigaret. Selain itu kemitraan pabrik juga mencakup kerjasama
dengan Grendel Luxury, Bokormas, Halim, dan beberapa pabrik rokok lainnya. Hal itu secara
makro dapat mempengaruhi pandangan masyarakat karena cenderung taste yang diberikan sama.
Selain itu, kerjasama dalam bidang distribusi melalui kemitraan tersebut dapat mengakomodir
kelebihan pembiayaan produksi mengenai distribusi barang jadinya.

4.3 Kondisi Sosial

Berkaitan dengan kondisi social masyarakat yang ada disekitar PT. Gudang Garam, Tbk
tidak terlepas dengan kontribusi yang diberikan oleh perusahaan kepada masyarakat, baik
kontribusi yang positif, maupun kontribusi yang negative. Secara luas dapat ditinjau bahwa
kontribusi yang positif dinilai bahwa hal-hal yang ditimbulkan akibat adanya perusahaan yang
secara langsung berakibat kepada pertumbuhan secara fisik, maupun secara psikis, baik
infrastruktur maupun perekonomian. Sebagai asumsinya bahwa PT. Gudang Garam, Tbk berdiri
22

pada tahun 1958 di Kediri oleh Surya Wonowidjojo sekaligus sebagai owner penuh PT. Gudang
Garam, Tbk. Menurut Purwanto unit 5, divisi SKM, pabrik didirikan awalnya di kawasan
persawahan yang mana belum banyak penduduk yang mendiami kawasan di dekat pabrik,
khususnya daerah Jongbiru, Semampir. Karena perusahaan mulai berkembang dengan turunnya
status badan hokum pabrik pada tahun 1971 dan pemasangan mesin pertama pembuat rokok
pada tahun 1979, maka masyarakat mulai melihat prospektif pabrik dengan semakin banyaknya
masyarakat yang mendiami kawasan tersebut. Hingga saat ini, PT. Gudang Garam, Tbk terletak
seperti dikawasan permukiman padat penduduk, bukan lagi seperti di areal yang jauh dari
permukiman.

Menurut Basuki, Unit 5 divisi SKM menyatakan bahwa perusahaan melihat bahwa
masyarakat memiliki prospek yang baik dan dapat menunjang keberlangsungan perusahaan,
maka tenaga masyarakat juga diikutsertakan kedalam kuantitas pegawai pabrik, khususnya divisi
SKT. Hal ini juga yang menjadi trigger kenapa semakin banyak masyarakat yang mendekati
lokasi pabrik, karena masyarakat merasa terhidupi. Semakin berkembangnya pabrik, semakin
banyak lini pekerjaan yang harus diisi, serta meningkatnya produktivitas perusahaan melalui
peningkatan produksi, maka peningkatan jumlah pegawai dan karyawan pun jugab tidak
terelakkan. Maka kebutuhan karyawan tersebut menyebabkan banyaknya masyarakat yang ikut
“nimbrung” mendekati pabrik untuk mencari sumber penghidupan. Selain itu karena pada saat
ini PT. Gudang Garam yang memiliki tiga fase pekerja atau 3 SIP, yang masing-masing SIP
mencapai 8 jam, maka banyak pekerja yang membutuhkan bahan makanan untuk memasak.
Maka peluang pekerjaan yang tercipta adalah pedagang kebutuhan-kebutuhan keluarga, baik
sayuran untuk memasak, maupun kebutuhan rumah tangga lainnya.

Kontribusi positif tersebut secara terperinci dapat dijabarkan kedalam program-program


perusahaan yang berbasis responsibilitas social atau yang disebut sebagai Corporate Social
Responsibility/Corporate Social Environment Responsibility (CSR/CSER). Hal ini dimaksudkan
dalam rangka agar dapat meminimalisir dampak negative yang mungkin ditimbulkan oleh
perusahaan, baik dampak negative langsung maupun dampak negative tidak langsung.
CSR/CSER juga difungsikan agar masyarakt sekitar tetap memiliki prespektif yang baik
terhadap perusahaan. Karena apabila masyarakat tidak mendukung maka perusahaan akan
mengalami kerugian berupa resiko yang bertambah besar.
23

Pada tahun 2013, tanggun jawab social yang dilakukan oleh perusahaan diupayakan
terus melakukan pengembangan masyarakat sekitar serta dalam segi penanggulangan bencana
(Annual Report GGRM, 2013:42). Pengeluaran perusahaan tersebut mencapai Rp.
8.000.000.000, dengan rincian, Rp.4.000.000.000 digunakan sebagai penyokong kegiatan
keagamaan, olahraga, dan pendidikan. Sedangkan sebesar Rp. 4.000.000.000 digunakan sebagai
pengembangan masyarakat sekitar seperti pembentukan mata pencaharian atau lowongan kerja,
pemeliharaan lingkungan hidup dan alam sekitar, membangun prasarana bagi warga setempat
serta pelayanan kesehatan bagi keluarga tidak mampu. Hal ini didasarkan kepada catur dharma
yang diterapkan oleh founder perusahaan yaitu Surya Wonowidjojo, sebagai berikut (Annual
Report GGRM, 2012:40):

1. Kehidupan yang bermakna dan berfaedah bagi masyarakat luas merupakan suatu kebahagiaan

2. Kerja keras, ulet, jujur, sehat dan beriman adalah prasyarat kesuksesan

3. Kesuksesan tidak dapat terlepas dari peranan dan kerjasama dengan orang lain

4. Karyawan adalah mitra usaha yang utama

nilai-nilai tersebut dijadikan panduan untuk senantiasa memenuhi tanggung jawab perseroan
kepada segenap pemangku kepentingan, termasuk kepada 43 ribu karyawan perseroan dan
masyarakat sekitar.

Penciptaan mata pencaharian

Perseroan melanjutkan program “Save Brantas” dengan membantu masyarakat di Daerah aliran
Sungai (DAS) Brantas untuk memiliki mata pencaharian baru menjadi petani ikan air tawar
dalam keramba dan mengembangkan usaha agribisnis perikanan. program ini berhasil
diluncurkan pertama kali pada tahun 2012 dengan melibatkan masyarakat dan penambang pasir
yang terkena dampak lumpur vulkanik di sebelah selatan Surabaya dekat Sidoarjo.

Mata pencaharian baru menjadi petani ikan air tawar dalam keramba, membuka pasar ikan
rintisan, dan menciptakan nilai tambah dengan mengolah hasil panen dan menjual produk-
produk dari ikan telah membantu masyarakat tersebut.
24

Masyarakat

Gudang Garam dapat mencapai posisi saat ini antara lain berkat dukungan dari masyarakat
sekitarnya. untuk itu, perseroan menganggap perlu untuk mempertahankan hubungan ini melalui
program-program kegiatan sosial yang menciptakan keharmonisan dan sinergi dengan kegiatan
sosial pemerintah daerah setempat. pada tahun 2013, perseroan memberikan bantuan bahan
kebutuhan pokok kepada sejumlah yayasan, panti asuhan, panti wreda dan panti cacat. Kami juga
merenovasi rumah tidak layak huni bagi warga di Kediri dan juga mendanai kegiatan pengadaan
kamar mandi, kamar kecil dan tempat mencuci dengan memasang pipa dan bak air untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat dan prasarana bagi warga setempat.

Pendidikan

pada tahun 2013, Gudang Garam terus memberikan beasiswa dan bantuan renovasi sekolah dan
ruang kelas serta sarana sekolah seperti meja, kursi, lemari buku, alat tulis, laptop dan seragam.
Kami juga membuka kesempatan magang di perseroan bagi pelajar dan mahasiswa, serta
melayani kunjungan akademis/studi banding dari berbagai institusi pendidikan

Pelayanan kesehatan

pada tahun 2013, 1.000 karyawan Gudang Garam ikut menyumbangkan darah dalam program
donor darah yang diselenggarakan oleh Palang Merah Indonesia. Melalui kerja sama dengan
tim dokter ahli di Rumah Sakit Umum Daerah kediri, Perseroan juga memberikan bantuan
operasi gratis bagi 23 penderita bibir sumbing yang berasal dari keluarga tidak mampu. Dengan
bantuan tim dokter dan rumah sakit, Gudang Garam menyelenggarakan program pemeriksaan
kesehatan dan pengobatan gratis bagi warga desa di Kediri.

Namun bukan hanya kontribusi positif, namun juga menyangkut kontribusi negative yang
akan ditimbulkan. Karena setiap jenis perusahaan akan menimbulkan dampak negative, baik
dalam skala kecil, maupun dalam skala besar, serta dalam jangka panjang, maupun dalam jangka
pendek. Karena perusahaan memiliki banyak sekali proses produksi, mulai dari pengolahan
bahan mentah, bahan baku setengah jadi, hingga bahan jadinmya. Pada proses pengolahan bahan
baku mentah, khususnya tembakau dan cengkeh, terdapat limbah berupa potongan-potongan
yang sangat kecil hampir menyerupai serbuk yang dinamakan dengan “Jengkok”. Jengkok
25

terproduksi akibat pengolahn tembakau dan cengkeh press yang terayak dan tersaring terpisah
dengan bagian-bagian partikel yang lebih besar. Limbah tersebut secara langsung dapat
berpengaruh terhadap kerusakan hara dan mikroba tanah. Namun apabila dikeola dengan baik,
dapat dialihfungsikan menjadi pupuk yang bermanfaat untuk tanah.

Selain itu limbah kertas pengolahan surya ZIG ZAG tidak dikelola dengan baik,
melainkan secara langsung dibakar. Hal ini menyebabkan resiko kanker masyarakat sekitar,
mengingat kertas mengandung bahan acetone dan bahan baku jet. Polusi udara tersebut juga
tidak hanya diciptakan melalui pembakaran limbah surya ZIG ZAG saja, namun juga dapat
berasal dari bau penguraian tembakau setengah matang sebelum dilakukan press. Pada proses
penguraian tersebut, di kawasan Kediri secara luas dapat mencium baunya yang menyengat.
Sudah banyak oraang yang menderita sesak nafas akibat membaui tembakau tersebut setiap pagi
hari. Ditambah dengan tersebarnya pabrik gudang garam khususnya pengolahan tembakau dan
gudang penyimpanan tembakau, maka tidak ada tempat yang tidak terpapar bahan polutan yang
terkandung dalam udara. Belum lepas dari pengaruh tersebut kondisi pencukaan yang berasal
dari fermentasi buah-buahan juga menimbulkan bau yang sangat meyengat dan beracun. Hal-hal
diatas digolongkan sebagai dampak jangka panjang yang ditimbulkan oleh pabrik dari
pengolahannya.

Sedangkan dampak yang ditimbulkan secara langsung terletak pada inti pabrik itu sendiri,
khususnya aktivitas produksi. Dalam aktivitas produksi, pelibatan pekerja dalam mengelola
proses prduksi akan secara langsung berpengaruh terhadap kesehatan pekerja, seoerti sesak nafas
dan kanker paru-paru. Karena seperti contohnya pada pengolahan kertas dan gabus atau filter,
pemotongan oleh mesin cenderung menimbulkan banyak partake-partikel kecil sukuran debu,
sehingga meskipun pegawai menggunakan masker, maka tetap terpapar debu hasil pengolahan
tersebut. Hal tersebut akan langsung memberikan dampak terhadap kesehatan para pekerja dan
karyawan. Maka responsibilitas perusahaan dalam program CSR perlu dilakukan seperti
program-program diatas.

4.4 Bahan Baku

Setiap bentuk industry, apapun jenisnya pasti menggunakan bahan baku, baik, bahan
baku mentah, maupun bahan baku setengah jadi. Bahan baku tersebut diasumsikan dapat
26

dicukupi melalui daerah dimana industry tersebut berada, maupun pencukupan jumlah bahan
baku melalui transport dari daerah yang memang unggul dalam sector bahan baku tersebut.
Dalam kasus PT.Gudang Garam, jenis bahan baku yang digunakan sangatlah beragam dalam
pembuatan rokok secara utuh. Mulai dari bagian-bagian luarnya seperti gabus atau filter, kertas
pembungkus dan saus busa. Gabus atau filter digunakan dalam rokok khusus filter atau rokok
dengan penyaring untuk meminimalisir banyaknya racun yang dapat masuk. Gabus atau filter
tersebut awalnya berbentuk bagian yang besar dan keras, lalu dilakukan pemprosesan berupa
pembentukan pola yang sesuai dengan ukuran baku rokok, termasuk pemberian saus tertentu
agar gabus atau filter lebih lembut dan mempunyai aroma manis. Gabus yang digunakan sebagai
filter tersebut didapatkan dengan cara melakukan impor dari luar negeri lengkap beserta saus
filternya. Sedangkan untuk kertas pembungkusnya memiliki merk “Surya ZIG-ZAG” yang mana
secara langsung dipasok dari unit 13 yang khusus memproduksi kertas pembungkus rokok.

Sedangkan bahan baku utama berupa tembakau, cengkeh, saus, dan cuka diperloleh
secara terpisah. Untuk bahan baku tembakau dan cengkeh diperoleh dari cabang pabrik Gudang
Garam yang ada di Madura dan Pekalongan. Secara kolektif petani tembakau dan cengkeh
mengumpulkan tembakau berkualitas dari lahan PT.Gudang Garam, lalu dilakukan pengolahan
berupa pencacahan dan penjemuran hingga bahan baku setengah jadi. Setelah bahan baku
setengah jadi atau setangah matang didapatkan, maka bahan baku dipasok ke pabrik utama
PT.Gudang Garam yang ada di Kediri dan gempol untuk dilakukan pemprosesan akhir.
Pemprosesan berupa pemberian aroma dan pengepresan. Hal yang unik dari bahan baku
tembakau dan cengkeh adalah harus disimpan selama bertahun-tahun agar siap pakai terlebih
dahulu. Menurut Basuki, pegawai pada Unit 5, SKM menyatakan bahwa penyimpanan bentuk
press tembakau dan cengkeh dimaksudkan agar bahan baku harum dan memiliki rasa, karena
tembakau dan cengkeh segar akan memiliki bau yang apek apabila langsung digunakan.

Untuk bahan baku berupa saus dan cuka merupakan bahan yang digolongkan sebagai
bahan baku seasoning pada bahan baku utama yaitu berupa tembakau dan cengkeh. Kedua bahan
ini merupakan bahan baku yang pada dasarnya merupakan bumbu yang terdiri atas ekstrak buah-
buahan seperti nangka, anggur, dan buah-buahan yang memiliki aroma khas lainnya, ditambah
dengan bahan rempah-rempah seperti jahe, kunyit, dan rempah-rempah lainnya hingga mencapai
konsentrasi tertentu. Menurut Purwanto, karyawan Unit 5 SKM bagian pengepresan menyatakan
27

bahwa bahan baku saus dan cuka sepenuhnya berasal dari perusahaan sendiri, termasuk
pengolahannya langsung pada unit-unit yang ditunjuk untuk melakukan pengolahan tembakau
sehingga siap untuk dilakukan proses pembuatan rokok jadi.

4. 5 Pasar

PT. Gudang Garam, Tbk merupakan perusahaan yang memiliki cakupan baik nasional
maupun internasional. Hal ini dicermikan pada produk-produknya beberapa berjudul
internasional, seperti Surya 12 Internasional, Surya PRO Mild, dan GG SHIVER, yang mana
dipasarkan ke luar negeri dan dalam negeri. Sehingga pangsa pasar PT. Gudang Garam Tbk tidak
hanya sebatas konsumsi nasional saja, namun juga diekspor ke negara lainnya. Namun
pemasarannya tidak dilakukan secara menyeluruh kepada semua produknya, hanya beberapa
produk saja yang dipasarkan ke daerah tertentu pula. Hal ini dilandasi dengan kemampuan atau
daya beli masyarakat terhadap produk rokok itu sendiri. untuk rokok dengan standar harga
internasional, di dalam negeri akan dipasarkan ke beberapa kota utama di Indonesia, sedangkan
di luar negeri produk internasional akan masuk secara menyeluruh.

Berikut ini jabaran mengenai tendensi produk dan tujuan pemasaran dari PT. Gudang
Garam Tbk baik secara nasional dan Internasional, yaitu mengakumulasi perbadingan daya beli
dengan produk.

Surya 12 : dipasarkan ke seluruh jawa timur, Malaysia, Brunai Darussalam

Surya 12 Internasional : dipasarkan di daerah Jakarta, dan global internasional

Surya 16 : dipasarkan secara meluas di jawa dan luar jawa.

Sedangkan rokok-rokok lainnya yang memiliki karakteristik mild dipasarkan baik nasional
maupun internasional. Untuk pemasarannya dilakukan menggunakan jalur darat via truk, dan
jalur laut via kapal dan peti kemas. Untuk mempercepat transportasi barang atau produk jadi
menggunakan system transfer dan simpan gudang di setiap derah di Indonesia.

4.6 Biaya Angkut

Informasi mengenai biaya angkut tidak didapatkan karena memang merupakan ditinjau
berdasarkan aspek yang sangat kompleks.
28

4.7 Aglomerasi

PT. Gudang Garam Tbk. yang ada di Kediri terdiri dari 13 unit dan tiga divisi utama. Divisi
tersebut antara lain Divisi Sigaret Kretek Tangan (SKT), Divisi Sigaret Kretek Mesin (SKM),
dan Divisi Pengolahan. Sedangkan untuk 13 unit yang ada dalam pabrik telah terbagi menjadi
beberapa komplek yang sudah teraglomerasi. Unit 1, 2, 3 teraglomerasi dalam satu unit pabrik
yang merupakan unit pengolahan sigaret kretek tangan seperti gudang garam klobot, sriwedari,
gudang garam djaja, gudang garam merah, dan gudang garam luxury. Unit 5 dan 6 teraglomerasi
dalam satu unit pengolahan yaitu pengolahan untuk sigaret kretek mesin. Hasil produk dari
sigaret kretek mesin tersebutr antara lain Gudang Garam Surya 12, Gudang Garam Eksklusif,
Surya 16, Surya Internasional, Gudang Garam Profesional, Gudang Garam Signatude, Surya
Promild, Dan GG Mild. Selanjutnya untuk unit 9 merupakan unit pengolahan tembakau
khususnya perajangan. Unit 10 dan 11 merupakan unit pencukaan tembakau. Unit 12 dan 13
merupakan unit produksi kertas pembungkus rokok. Unit 4 dan 7 merupakan gudang.
Aglomerasi dalam suatu industri memang sangat diperlukan. Adanya aglomerasi dalam suatu
industri akan berakibat pada efisiensi transportasi dan biaya angkut.

4.8 Bahan Bakar

Bahan bakar pada produksi rokok di PT Gudang garam hanya menggunakan listrik. Pada
proses produksi rokok ini menggunakan tiga alat yaitu GD Bologna, Focke dan Hawni. Alat GD
Bologna dan Focke diimpor dari Italia sedangkan Hawni ini di impor dari Jerman. Alat ini
digunakan sebagai alat penggulung rokok dengan kecepatan 5500 – 7500 batang/ menit. Alat ini
menggunakan bahan bakar listrik sehingga keperluan listrik pada industri rokok di PT Gudang
Garam tbk Kediri ini cukup banyak. Listrik ini berasal dari PLTA di Kediri dan apabila listrik
padam maka menggunakan generator.

Bahan Bakar pada proses distribusi di PT Gudang Garam menggunakan bahan bakar
solar. Bahan bakar ini diperlukan cukup banyak sebab pendistribusian tidak hanya di lakukan di
wilayah Kediri saja melainkan juga didistribusikan ke seluruh wilayah Jawa Timur. Apabila
terjadi kenaikan BBM terutama untuk jenis premium dan solar maka akan berdampak langsung
pada operasional pabrik. Hal ini dikarenakan pendistribusian dilakukan setiap hari sehingga
kenaikan BBM ini sangat berpengaruh. Jika terjadi kenaikan BBM maka pihak PT Gudang
29

Garam akan melakukan penghematan dan peningkatan penjualan untuk menghadapi situasi
tersebut. Sedangkan untuk produksi rokok tidak akan dikurangi.

4.9 Produktivitas Tenaga Kerja

Membahas mengenai produktivitas tenaga kerja, maka juga akan membahas mengenai
perbandingan antara kinerja tenaga manusia dengan tenaga mesin. Karena memang di PT.
Gudang Garam, Tbk menggunakan dua tenaga utama dalam proses produksinya, yaitu tenaga
kerja manusia yaitu sebanyak 43.000 karyawan dan pegawai, serta lebih dari 10 mesin produksi
rokok sigaret filter yang bernama GD Bologna, Focke (Italia) dan Hauni (Jerman). Ssebagai
perbandingannya, pegawai dan karyawan memiliki 3 sistem kerja, yaitu borongan, harian, dan
outsourcing. Untuk borongan dan harian, diberikan tiga paruh waktu bekerja, masing-masing 8
jam setiap paruhnya (seperti pegawai produksi dan pengelolaan mesin). Sedangkan outsourcing
bekerja sepanjang hari selama 24 jam (pegawai seperti security dan keamanan). Tenaga Kerja
Manusia dapat memproduksi sekitar 3000 batang/orang/hari. Maka dapat dikalkulasikan secara
sederhana bahwa:

Setiap hari bekerja selama : 8jam x 3 sip

: 24jam setiap harinya.

Setiap pekerja menghasilkan : 3000 batang/24jam

Jumlah pekerja : 43000 pekerja

Maka : jumlah pekerja x hasil pekerja

: 43000x3000

: 129.000.000 batang rokok sigaret kretek

Efektifitas setiap bulan : 129.000.000 x 5 hari (terhitung senin hingga jumat)

: 645.000.000 batang setiap minggu

: 645.000.000 x 4 (minggu)

: 2.580.000.000
30

Sedangkan Tenaga Kerja Mesin, yang terwakili dengan 10 tenaga mesin produksi terinci
GD Bologna, Focke dan Hauni, yang memiliki speed pembentukan rokok sekitar 5500-7500
rokok sigaret filter setiap menitnya dapat dikalkulasikan secara sederhana sebagai berikut:

Setiap hari mesin bekerja selama : 24 jam x 5 hari kerja (senin hingga jumat)

Speed mesin : 5500-7500 batang setiap menitnya.

: 6500 setiap batang rata-ratanya.

Jumlah mesin : asumsikan 10.

Maka : speed mesin x jumlah mesin

: 6500 x 10

: 65.000 batang setiap menitnya

Efektifitas Mesin/jam : 65.000 x 60

: 3.900.000 batang setiap jam

Efektifitas Mesin/hari : 3.900.000 x 24

: 93.600.000 batang setiap hari

Efektifitas Mesin/minggu : 93.600.000 x 5

: 468.000.000 batang setiap minggu

Efektifitas Mesin/bulan : 468.000.000 x 4

: 1.872.000.000 batang setiap bulan

Maka apabila diasumsikan secara sederhana, efektifitas antara tenaga kerja manusia dan
tenaga kerja mesin memiliki efektifitas lebih tinggi kepada tenaga kerja manusia. Hal ini
sebenarnya bersebrangan dengan kenyataannya bahwa mesin dapat mengakumulasi sebesar 100x
lebih besar. Namun memang penghitungan secara sederhana tersebut tidak mengakumulasi
sebarannya, yaitu sebesar 43.000 pegawai bukanlah semuanya menghasilkan sigaret kretek
31

tangan semua, seperti unit 5 yang tidak memproduksi rokok basis SKM, sehingga semua
pegawainya mengoperasikan mesin. Belum lagi dikurangi kepada sopir, security, keamanan, dan
lalu lintas yang tidak ikut serta memproduksi rokok. Sehingga dapat dikonklusikan bahwa
efektifitas mesin jauh lebih tinggi karena pure dan murni apa yang dihasilkan, sedangkan tenaga
kerja manusia tidak efektif serratus persen dari 43.000 belum dikurangi pengelola mesin dan
lain-lain.

4.10 Aksesbilitas
32

PT. Gudang garam terletak di kawasan Jongbiru, Semampir Kediri, yang mana merupakan
tersebak oleh adanya sungai brantas, dan terletak pada jalan negara yang menghubungkan antara
Kediri, kertosono, madiun, nganjuk, dan sebagainya. Selain itu penggunaan truk untuk
menambah aksesbilitas yang baik. Selain itu, keadaan alamnya yang landai akan menambah
aksesbilitas perusahaan. Untuk meyakinkan, bahwa cabang dan entitas anak perusahaan sangat
banyak, seperti gudang, pengolahan bahan baku, yang menyebabkan mudahnya transportasi alur
bahan baku perusahaan. Hal ini juga tidak terlepas dari kondisi lingkungannya yang terletak di
kawasan dengan struktur geologi Qa yaitu alluvium. Alluvium memiliki kecenderungan daerah
yang halus, dengan topografi yang landai.
33

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap PT Gudang Garam Tbk, maka
didapatkan bahwa factor yang dapat memengaruhi penentuan lokasi industry pabrik adalah
faktor tenaga kerja, kemitraan, kondisi sosial, bahan baku, pasar, biaya angkut, pasar,
aglomerasi, bahan bakar, produktivitas tenaga kerja, dan aksesbilitas. Namun penentuan lokasi
paling dominan dipengaruhi oleh tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja, bahan baku, dan pasar.

5.2 Saran

Penentuan lokasi industry rokok sejatinya tidak didasarkan kepada tenaga kerja karena
memang secara produktivitas kerja sudah didominasi oleh kerja mesin, meskipun memang mesin
hanya bisa dikendalikan oleh manusia. Selain itu bahan baku dapat diakomodir melalui
penempatan entitas anak perusahaan dan cabang perusahaan.
34

DAFTAR RUJUKAN

Atesya, Rossy. 2013. Penentuan Lokasi Industri. (Online),


(http://rossyatesyak.blogspot.com/2013/08/ penentuan-lokasi-industri.html). Diakses pada
tanggal 23 April 2016.

Eni, A dan Tri H. 2012. Penentuan Lokasi Industri. (Online), (http://ssbelajar.blogspot.com/2012


/09/ penentuan-lokasi-industri.html). Diakses pada tanggal 23 April 2016.

Santoso, Eko Budi dkk. 2012. Diktat Analisis Lokasi Dan Keruangan (RP09-1209). Surabaya :
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Adhadika, Teddy. 2013. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga


Kerja Industri Pengolahan Di Kota Semarang ( Studi Kecamatan Tembalang Dan
Kecamatan Gunungpati ). (Online),
(http://eprints.undip.ac.id/42103/1/ADHADIKA.pdf), diakses 25 April 2016.

Assidiqy, Muhammad Raad. 2014. Urgensi Peran Pemerintah Dalam Mengatasi Permasalahan
Korupsi Sebagai Upaya Menciptakan Masyarakat Yang Beradab Di Indonesia. Malang:
FIS UM.

Kuncoro, Mudrajad. 2002. Metode Kuantitatif Teori Dan Aplikasi Untuk Bisnisdan
Ekonomi.Yogyakarta : UPP STIM YKPN.
Monik. 2012. Tinjauan Pustaka. Repository Universitas Sumatra Utara.
Nasution, Z. 2011. Tinjauan Pustaka. Repository Universitas Sumatra Utara.
PT. Gudang Garam, Tbk. 2012. Annual Report GGRM. Kediri: Gudang Garam Tbk.
PT. Gudang Garam, Tbk. 2013. Annual Report GGRM. Kediri: Gudang Garam Tbk.

Anda mungkin juga menyukai