Anda di halaman 1dari 82

1

BAB I

STATUS PASIEN

Kasus

Melanoma Maligna

Seorang laki-laki usia 63 tahun mengalami pelebaran tahi lalat secara


perlahan sejak 12 tahun yang lalu, namun 2 bulan terakhir bertambah parah
hingga menutupi kedua matanya. Tahi lalatnya terletak di daerah wajah tepatnya
pada maxilla, nasal hingga orbita. Bentuknya asimetris, batasnya irreguler,
warnanya hitam, coklat, merah, disertai ulkus dan pus, diameternya lebar. Pasien
sejak muda bekerja sebagai nelayan, pergi saat siang hari hingga sore hari,
Keluarganya mengatakan bahwa pasien saat ini mengalami kehilangan
penglihatan. Saat ini pasien hanya berbaring saja di tempat tidur, seluruh
aktivitasnya seperti BAB/BAK, mandi, makan dll dibantu oleh keluarganya. Pada
penilaian ADL dan IADL pasien termasuk ketergantungan berat. Pasien diberikan
terapi topikal berupa kompres rivanol dan NaCl dan terapi oral dengan cetirizine
tetapi tanpa anjuran dokter.

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Alamat : Gg. Petek, Pesisir selatan RT/RW 07/01 Kel. Panjunan,
kec. Lemahwungkuk. Cirebon.
Umur : 63 tahun
Jenis kelamin : Pria
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Nelayan
Nama orang terdekat : Nn. S (anak ke-2 anak kandung)
Jumlah anak : 5 (laki-laki 1, pr 4)
- Anak ke-1: wanita 38tahun, tidak tamat SD. kerja
Asisten Rumah Tangga
- Anak ke-2 : wanita 36 tahun, tidak tamat SD, kerja
IRT
- Anak ke-3 : pria 33 tahun, tidak tamat SD, kerja
nelayan
- Anak ke-4 : wanita 31 tahun, tamat SD, kerja IRT
- Anak ke-4 : wanita 26 tahun, tamat SD, kerja IRT

Istri : sedang sakit stroke ringan


2

B. Keluhan Medis
Keluhan utama : Tahi lalat membesar, keluar darah
Riwayat penyakit sekarang
 Onset : Sejek 12 tahun yang lalu, semakin membersar cepat 2
tahun yang lalu
 Lokasi : awal di nasal, menjalar ke maxilla dan orbita
 Kronologis : perlahan melebar dan pasien sering menyuplik dengan
tangan
 Kualitas : sangat nyeri, gatal
 Kuantitas : sering merasa nyeri
 Faktor yang memperingan : minum obat pereda gatal (cetirizine)
 Faktor yang memperberat : ketika terpapar sinar matahari
 Keluhan lain : gangguan penglihatan 2 bulan yll, pusing >> saat
mencoba bangun, keluar pus dan darah 2 bulan yll

Riwayat penyakit dahulu : -

Riwayat Pribadi & Sosial : kerja sbg nelayan (pergi siang hari-pulang sore
hari)
Kebiasaan :
 Merokok sejak muda, berhenti 2 tahun yang lalu,
 Tidak minum alkohol
 Makan sehari-hari sebelum 2 bulan yll masih makan nasi dan
lauk pauk lain, tetapi 2 bulan terakhir sering makan oat, bubur
bayi kemasan dan susu.
 Jarang olahraga

Riwayat operasi :-

Riwayat opname : 3 bulan yll selama 1 minggu (Dx Susp. SCC)

Obat-obat saat ini :

 Dengan resep dokter : kompres rivanol + NaCl 0,9%


 Tanpa resep dokter : Cetirizine 25mg diminum ketika
pasien mengeluh sakit
Riwayat alergi : -

Gambaran lingkungan rumah


 Rumah di dekat pantai (±500m dari pantai)
 Jarak anatara rumah ±1m, masih banyak rumah yang saling
berdempetan
3

 Denah lokasi rumah


Tempat Kamar
Kamar pasien cuci mandi
1,5 x 2m baju

Kamar tidur
2 x 2m
Ruang tamu
4 x 2m
Kamar tidur
2 x 2m
Halaman depan

C. Status Fungsional

Tabel 1.1 Indeks Barthel dalam Pemenuhan Kemandirian Lansia


ADL(Activity Daily Living)

No Aktivitas Kemampuan Skor


1. Bagaimana kemampuan transfer Mandiri 3
(perpindahan posisi) Bapak/ Ibu dari posisi Dibantu satu orang 2
tidur ke posisi duduk ? Dibantu dua orang 1
Tidak mampu 0
2. Bagaimana kemampuan berjalan Mandiri 3
(mobilisasi) Bapak/ Ibu ? Dibantu satu orang 2
Dibantu dua orang 1
Tidak mampu 0
3. Bagaimana penggunaan toilet (pergike/dari Mandiri 2
WC, melepas/mengenakan celana, menyeka, Perlu pertolongan orang lain 1
menyiram) Bapak/ Ibu ?
Tergantung orang lain 0
4. Bagaimana kemampuan Bapak/ Ibu dalam Mandiri 1
membersihkan diri (lap muka, sisir rambut,
sikat gigi) ?

Perlu pertolongan orang lain 0


5. Bagaimana kemampuan Bapak/ Ibu Kontinen teratur 2
mengontrol BAB? Kadang – kadang inkontinen 1
Inkontinen 0
6. Mandiri 2
Bagaimana kemampuan Bapak/
Ibu mengontrol BAK? Kadang-kadang inkontinen 1
Inkontinen/kateter 0
7. Mandiri 1
4

Bagaimana kemampuan Bapak/ Ibu dalam 0


membersihkan diri (mandi) ? Tergantung orang lain
8. Bagaimana kemampuan Bapak/ Mandiri 2
Ibu dalam berpakaian Sebagian dibantu 1
(mengenakan baju)? Tergantung orang lain 0
9. Mandiri 2
Bagaimana kemampuan makan Bapak/Ibu? Perlu pertolongan 1
Tergantung pertolongan orang 0
lain
10. Mandiri 2
Bagaimana kemampuan Bapak/ Perlu pertolongan 1
Ibu untuk naik turun tangga? Tidak mampu 0
Interpretasi :

Skor : 0 – 20. Skor 20 = mandiri

Skor 12 – 19 = ketergantungan ringan

Skor 9 – 11 = ketergantungan sedang

Skor 5 – 8 = ketergantungan berat

Skor 0 – 4 = ketergantungan total

*) kemampuan pasien diberi tanda bold, skor yang didapat adalah 5 sehingga
dapat disimpulkan pasien ketergantungan berat.

Tabel 1.2. Instrument Activity Daily Living (IADL)

Independen (tidak perlu Dependen (Perlu bantuan


No Aktivitas Nilai
bantuan orang lain) Nilai = 0 orang lain) Nilai = 1
· Mengoperasikan telepon
sendiri
· Mencari dan menghubungi
nomer · Tidak bisa menggunakan
1 Telepon 1
· Menghubungi beberapa telpon sama sekali
nomer yang diketahui
· Menjawab telpon tetapi
tidak menghubungi
· Perlu bantuan untuk
· Mengatur semua kebutuhan mengantar belanja
2 Belanja 1
belanja sendiri · Sama sekali tidak
mampu belanja
· Menyiapkan makanan
Persiapan · Merencanakan, menyiapkan, jika sudah disediakan
3 1
Makanan dan menghidangkan makanan bahan makanan
· Menyiapkan makanan
5

tetapi tidak mengatur diet


yang cukup
· Perlu disiapkan dan
dilayani
· Merawat rumah sendiri atau · Perlu bantuan untuk
bantuan kadang-kadang semua perawatan rumah
Perawatan
4 · Mengerjakan pekerjaan sehari-hari 1
Rumah
ringan sehari-hari (merapikan· Tidak berpartisipasi
tempat tidur, mencuci piring) dalam perawatan rumah
· Memcuci hanya
· Mencuci semua pakaian
Mencuci beberapa pakaian
5 sendiri 1
Baju · Semua pakaian dicuci
· Mencuci pakaian yang kecil
oleh orang lain
· Bepergian sendiri
menggunakan kendaraan · Perjalanan terbatas ke
umum atau menetir sendiri taxi atau kendaraan
6 Transport · Mengatur perjalanan sendiri dengan bantuan orang lain 1
· Perjalanan menggunakan · Tidak melakukan
transportasi umumjika ada perjalanan sama sekali
yang menyertai
· Meminum obat secara tepat
· Tidak mampu
7 Pengobatan dosis dan waktu tanpa 1
menyiapkan obat sendiri
bantuan
· Mengatur masalah financial
(tagihan, pergi ke bank) · Tidak mampu
Manajemen· Mengatur pengeluaran mengambil keputusan
8 1
Keuangan sehari-hari, tapi perlu bantuan financial atau memegang
untuk ke bank untuk transaksi uang.
penting.
Total Skor 8
Interpretasi skor IADL
0 : Independen
1 : Kadang kadang perlu bantuan
2 : perlu bantuan sepanjang waktu
3-8 : Dikerjakan oleh orang lain
Hasil : semua kriteria mendapat skor 1, jumlah skor 8 sehingga semua aktivitas
pasien dikerjakan orang lain

D. Fungsi kognitif

Tabel 1.3 Kuesioner MMSE (Mini Mental State Examination)


Skor Skor Jam mulai :
Maks Lansia
ORIENTASI
5 [0] Sekarang (hari),(tanggal),(bulan),(tahun) berapa,(musim) apa?
5 [1] Sekarang kita berada di mana ?
(jalan),(nomor rumah),(kota),(kabupaten),(propinsi)
REGISTRASI
6

3 [2] Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda, 1 detik untuk tiap


benda. Kemudian mintalah klien mengulang ke 3 nama benda tersebut.
Berikan 1 angka untuk tiap jawaban yang benar. Bila masih salah, ulangi
penyebutan ke 3 nama benda tsb sampai ia dapat mengulangnya dengan
benar. Hitunglah jumlah percobaan dan catatlah (bola,kursi,sepatu)
Jumlah percobaan : 2………………………………………..
ATENSI dan KALKULASI
5 [2] Hitunglah berturut-turut selang 7 mulai dari 100 ke bawah. Berilah 1
angka untuk tiap jawaban yang benar. Berhenti setelah 5 hitungan
(93,86,79,72,65). Kemungkinan lain, ejalah kata “dunia” dari akhir ke
awal (a-i-n-u-d)
MENGINGAT
3 [1] Tanyalah kembali nama ke 3 benda yang telah disebutkan di atas.
Berilah 1 angka untuk tiap jawaban yang benar.
BAHASA
9 [--] Apakah nama benda-benda ini? Perlihatkan pensil dan arloji (2 angka)
Ulanglah kalimat berikut : “ Jika tidak, dan Atau Tapi ”. (1 angka)
Laksanakan 3 buah perintah ini : “ Peganglah selembar kertas dengan
tangan kananmu, lipatlah kertas itu pada pertengahan dan letakkanlah di
lantai”. (3 angka)
Bacalah dan laksanakan perintah berikut “PEJAMKAN MATA ANDA”,
(1 angka)
Tulislah sebuah kalimat
Tirulah gambar ini (1 angka)

Skor Jam selesai :


Keterangan :
30-26 : Normal
21-25 : mengarahkan adanya gangguan
<20 : gangguan yang pasti.
Diluar nilai 30 yang mungkin, nilai yang kurang dari 25, dan nilai yang kurang
dari 20 menyatakan
MSSE sulit di nilai pada pasien ini karena terdapat pasien tidak mampu melihat

E. Penapisan Depresi
Penapisan depresi berkaitan dengan personal kepribadian, perasaan hati,
kesadaran, afek, konfusio, curiga, gangguan tidur dan depresi.
Tabel 1.3 Kuesioner Penapisan Depresi
Skala Depresi Geriatri (Geriatric Depression Scale / GDS) Ya Tidak
1 Apakah Anda pada dasarnya puas dengan kehidupan anda? 0 1
2 Apakah Anda tidak dapat melakukan sebagian besar kegiatan 1 0
Anda?
3 Apakah Anda merasa bahwa hidup Anda tidak berguna? 1 0
7

4 Apakah Anda sering merasa bosan? 1 0


5 Apakah Anda hampir selalu bersemangat tinggi? 0 1
6 Apakah Anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada Anda? 1 0
7 Apakah Anda merasa bahagia hampir sepanjang waktu? 0 1
8 Apakah Anda sering merasa bahwa tidak ada yang membantu 1 0
Anda?
9 Apakah Anda lebih memilih untuk diam di rumah daripada keluar 1 0
rumah dan mencoba hal-hal baru?
10 Apakah Anda mera sa memiliki lebih banyak masalah dengan 1 0
ingatan Anda dibanding biasanya?
11 Apakah Anda merasa bahwa hidup Anda saat ini menyenangkan? 0 1

12 Apakah Anda merasa tidak berharga dengan keadaan Anda saat 1 0


ini?
13 Apakah Anda merasa sangat kuat / bertenaga? 0 1

14 Apakah Anda merasa bahwa situasi Anda tanpa harapan? 1 0

15 Apakah Anda merasa bahwa kebanyakan orang lebih baik 1 0


daripada Anda?
Total
Nilai : 5-9 suspek depresi dan >10 atau lebih pada GDS 15 mendeteksi adanya Depresi
*) hasil ditandai dengan bold sehingga pasien terdapat suspek depresi

F. Insomnia rating scale (IRS) untuk pasien geriatri


1) Jumlah jam tidur sehari

0. > 6 ½ jam

1. 5½ - 6 jam 29 menit

2. 4½ - 5 jam 29 menit

3. < 4½ jam

2) Selama tidur mengalami

0. rasanya tak pernah mimpi

1. kadang mimpi tak jelas

2. sering bermimpi

3. selalu bermimpi menakutkan


8

3) Bagaimana rasa tidur

0. dalam sulit dibangunkan

1. sedang sulit dibangunkan

2. sedang mudah dibangunkan

3. dangkal mudah dibangunkan

4) Lama waktu untuk tidur

0. < 5 menit 4. 45-60 menit

1. 6 -15 menit 5. > 1 jam

2. 16 - 29 menit

3. 30 - 44 menit

5) Selama tidur terbangun

0. tak pernah bangun

1. 1-2 kali terbangun

2. 3-4 kali terbangun

3. > 4 kali terbangun

6) Bila terbangun ,tidur kembali

0. < 5 menit

1. 6 – 15 menit

2. 16 – 60 menit

3. > 60 menit

7) Pada bangun pagi

0. sesuai yang dikehendaki


9

1. ½ jam sebelum yg dikehendaki & tak dapat tidur lagi

2. 1 jam sebelum yg dikehendaki & tak dapat tidur lagi

3. > 1 jam sebelum yg dikendaki & tak dapat tidur lagi

8) Bila bangun pagi

0. anda merasa segar

1. rasa kurang segar

2. rasa lesu

Interpretasi

0-6 : normal

7-12 : mild

13-18 : severe

19-25 : very severe

Total skor yang diberi tanda bold yaitu 3, pasien tidak mengalami insomnia.

G. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum : Sakit berat
 Kesadaran : CM
 TTV(mgg1-4) : BP= 140/80, 140/80, 130/80, 130/70

RR= 18x/menit; 19x/menit; 19x/menit; 20x/menit;

HR= 88x/menit; 84x/menit; 76x/menit; 90x/menit;

T = 36,8oC

 Kepala
Inspeksi : Rambut memutih, distribusi rambut merata

Palpasi : Tidak ditemukan benjolan pada kranial, tidak ada nyeri tekan di
kranial, tekanan intraocular normal.
10

Status lokalis : Pada wajah di bagian nasal, maxilla dan orbita terdapat tahi
lalat berwarna hitam, kecoklatan hingga merah berukuran 12 x 7cm. Batas
tidak tegas, bentuk asimetris tepi irregular, disekitar tahi lalat terdapat ulkus,
darah dan pus.

Pendengaran : normal

Penglihatan : tidak dapat melihat karena tertutupi tahi lalat

Mulut : higiene buruk, terdapat karies

Leher : Kelenjar tiroid tidak membesar

Tidak ada pembesaran KGB

Tidak ada defiasi trakea

JVP : 5 + 2

 Thoraks : Inspeksi simetris, tidak ada ruam, tidak ada retraksi dinding
dada, krepitasi (-), tidak terlihat pulsasi iktus kordis

Paru-paru : Palpasi  nyeri tekan (-), fremitus taktil kanan kiri simetris

Perkusi  sonor semua lapang paru

Auskultasi  vesikuler, rhonki (-), wheezing (-), voksl fremitus


kanan kiri simetris

Jantung : Perkusi  Batas kanan jantung : ICS V linea parasternalis dekstra

Batas kiri jantung : ICS V linea aksilaris anterior


11

Batas atas jantung : ICS II linea para sternalis sinistra

Pinggang Jantung : ICS III linea para sternalis sinistra

Auskultasi jantung : Bunyi S1 diiukuti S2, gallop (-), murmur (-)

 Abdomen

Inspeksi : Tidak ditemukan lesi, tidak ditemukan spider nevi, umbilical


ditengah, tidak terlihat gerak peristaltik

Auskultasi : terdengar bising usus 5x/menit, reguler

Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada palpasi superfisial dan


profunda

Perkusi : terdengar timpani pada seluruh lapang abdomen

 Ekstermitas

Inspeksi : warna kulit merata, tidak terdapat lesi, tidak terlihat edema pada
tungkai,

Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan

Kulit : akral hangat, CRT <2, tidak terdapat dekubitus

 Status neurologis

Motorik

Tonus : hipotonus

Kekuatan : 4 semua ekstremitas

Sensorik : tajam, raba, getaran, suhu, propioseptif normal

Refleks fisiologis :normal

Reflek patologis (-)

 Data lab : - (pasien belum mengambil hasil lab)


12

H. Daftar masalah
I. Masalah medis/ penyakit : terdapat tumor di kulit yang mengarah pada
keganasan karena terdapat ciri-ciri ABCDE (Asymetris, Border
irregularity, Color Variation, Diameter >6mm, Evolution(perubahan
lesi)) terletak di daerah wajah dan menutupi kedua matanya, sehingga
mengganggu penglihatannya bahkan tidak bisa melihat sama sekali.

Identifikasi factor resiko pasien:

a. Faktor resiko internal

- Usia : 63 tahun
- Jenis kelamin : laki-laki (epidemiologi melanoma maligna
pada laki-laki >40 tahun)
- Genetik : tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini
ataupun tumor ganas lain

b. Faktor resiko eksternal

- Lingkungan : Pasien tinggal di rumah dekat dengan pantai,


sehingga matahari terlalu menyengat
- Pekerjaan : sebagai nelayan pergi ketika siang hari, terpapar
matahari secara langsung, jarang memakai masker.
II. Status fungsional
 Pada pemeriksaan ADL & IADL pasien terdapat ketergantungan
berat
 Pada pemeriksaan MSSE terdapat krmungkinan demensia (ada
gangguan fungsi kognitif) tetapi penilaian sulit dilakukan karena
pasien tidak bisa melihat.
 Pada pemeriksaan GDS pasien terdapat suspek depresi
 Pada pemeriksaan IRT pasien tidak terdapat gangguan tidur
III. Sindroma geriatrik

1. Immobility
Pasien selalu berbaring di tempat tidur sejak 2 bulan yang lalu,
karena penglihatannya terganggu dan pasien mengeluhkan pusing
13

ketika hendak bangun. Hal tersebut meningkatkan resiko dekubitus


dan atrofi otot.
Perkembangan : setelah diberikan edukasi kepada pasien agar tetap
menggerak-gerakan tubuhnya dan berpindah posisi. Pada minggu
ke empat menurut anaknya, pasien sudah mulai ingin duduk sendiri
dan merayap.
2. Instability (falls)
Pasien tidak bisa melihat dan merasa pusing, ketika hendak
mencoba berdiri ia takut jatuh. Sehingga pasien memilih berbaring
saja. keluarga pasien harus tetap memberi perhatian agar
mengurangi komplikasi fraktur seperti cedera dan fraktur
3. Impairments of cognitive (demensia)
Ada kemungkinan terjadinya demensia karena ketika menilai
dengan MMSE dalam hal orientasi, registrasi, atensi dan kalkulasi
serta mengingat ada penurunan fungsi. Sedangkan bahasa sulit
dinilai karena penilaiannya membutuhkan penglihatan, sedangkan
pasien sudah tidak dapat melihat.
4. Impairments of Vision, Hearing, taste
Pasien terdapat gangguan penglihatan karena tertutup oleh tahi
lalat, sedangkan pendengaran dan merasakan makanan masih
normal.
5. Isolation (depresi)
Saat minggu pertama datang ke rumah pasien, pasien tersebut tidak
merespon apa yang kami ucapkan. Setelah minggu ketiga, kami
melakukan pendekatan lagi pasien sudah mau berbicara dan
koperatif saat ditanya. Pada minggu keempat, pasien sudah sangat
kooperatif dan menurut keluarganya pasien sudah sering ingin
bicara. Menurut keluarganya, saat penglihatannya masih berfungsi
pasien berdiam di dalam rumah dan halaman depan rumah saja,
bahkan ketika berobat pasien ingin segera pulang karena tidak
nyaman akan tahi lalatnya yang membesar. Pada penilaian GDS
didapatkan suspek depresi
Diagnosa pasien : Melanoma maligna
14

Manajemen terapi pasien :


 Rujuk ke spesialis bedah onkologi
 Interferon alpha 2b
 Kemoterapi dengan macamnya yaitu:
- Dacarbazine (DTIC), baik diberikan sendiri maupun kombinasi
bersama Carmustine (BCNU) dan Cisplastin.
- Cisplastin, vinblastin, dan DTIC
- Temozolomide merupakan obat baru yang mekanisme kerjanya mirip
DTIC, tetapi bisa diberikan per oral.
- Melphalan juga dapat diberikan pada melanoma dengan prosedur
tertentu.
 Radioimunoterapi
 Terapi suportive : dukungan psikososial
Tatalaksana depresi : psikoterapi suportif, manipulasi lingkungan
15

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Teori-Teori Penuaan

A. Teori Biologis
Teori biologis mencoba untuk menjelaskan proses fisik penuaan, termasuk
perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang usia dan kematian.
Perubahan-perubahan dalam tubuh termasuk perubahan molekular dan seluler
dalam sistem organ utama dan kemampuan tubuh untuk berfungsi secara adekuat
dan melawan penyakit. Seiring dengan brekembangnya kemampuan kita untuk
menyelidiki komponen-komponen yang kecil dan sangat kecil, suatu pemahaman
tantang hubungan hal-hal yang memengaruhi penuaan ataupun tentang penyebab
penuaan yang sebelumnya tidak diketahui, sekarang telah mengalami
peningkatan. 1
Teori biologis juga mencoba untuk menjelaskan mengapa orang
mengalami penuaan dengan cara berbeda dari waktu kewaktu dan faktor apa yang
memengaruhi umur panjang, perlawanan terhadap organisme, dan kematian atau
perubahan seluler. Suatu pemahaman tentang perspektif biologi dapat
memberikan pengetahuan kepada perawat tentang faktor resiko spesifik
dihubungkan dengan penuaan dan bagaimana orang dapat dibantu untuk
meminimalkan atau menghindari resiko dan memaksimalkan kesehatan. 1
1) Teori Radikal Bebas
Radikal bebas adalah produk metabolisme seluler yang merupakan bagian
molekul yang sangat reaktif. Molekul ini memiliki muatan ekstraseluler kuat yang
dapat menciptakan reaksi dengan protein, mengibah bentuk dan sifatnya, molekul
ini juga dapat bereaksi dengan lipid yang berada dalam membran sel,
mempengaruhi permeabilitasnya atau dapat berikatan dengan organel sel. Teori
ini menyatakan bahwa penuaan disebabkan karena terjadinya akumulasi
kerusakan irreversibel akibat senyawa pengoksidasi. Dimana radikal bebas dapat
terbentuk dialam, tidak stabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi bahan-
bahan organik seperti karbohidrat dan protein. 1
16

2) Teori Genetika
Teori sebab akibat menjelaskan bahwa penuaan terutama disebabkan oleh
pembentukan gen dan dampak lingkungan pada pembentukan kode genetik.
Menurut teori genetike, penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar
diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu untuk mengubah sel atau struktur
jaringan. Dengan kata lain, perubahan rentang hidup dan panjang usia telah
ditentukan sebelumnya. Teori genetika terdiri dari teori asam deoksiribonukleat
(DNA), teori krtepatan dan kesalahan, mutasi somatik, dan teori glikogen.
Teori-teori ini menyatakan bahwa proses replikasi pada tingkatan seluler
menjadi tidak terartur karena adanya informasi tidak sesuai yang diberikan dari
inti sel. Molekul DNA menjadi bersilangan (crosslink) denga unsur yang lain
sehingga mengubah informasi genetik. Adanya crosslink ini mengakibatkan
kesalahan pada tingkat seluler yang akhirnya mengakibatkan sistem dan organ
tubuh gagal untuk berfungsi. Bukti yang mendukung teori-teori ini termasuk
perkembangan radikal bebas, kolagen, dan lipofusin.
Selain itu, peningkatan frekuensi kanker dan penyakit autoimun yang
dihubungkan dengan bertambahnya umur menyatakan bahwa mutasi atau
kesalahan terjadi pada tingkat molekular dan selular. 1
3) Teori Cross Link
Teori crosslink dan jaringan ikat menyatakan bahwa molekul kolagen dan
elastin, komponen jaringan ikat, membentuk senyawa yang lama meningkatkan
rigiditas sel, crosslink diperkirakan akibat reaksi kimia yang menimbulkan
aenyawa antara molekul-molekul yang normalnya terpisah atau secara singkatnya
sel-sel tua atau usang, reaksi kimianya menyebakan kurang elastis dan hilangnya
fungsi. Contoh crosslink jaringan ikat terkait usia meliputi penurunan kekuatan
daya rentang dinding arteri, tanggalnya gigi, tendon kering dan berserat.
4) Teori Wear and Tear
Teori ini mengusulkan bahwa akumulasi sampah metabolik atau zat nutrisi
dapat merusak sintesis DNA, sehingga mendorong malfungsi molekular dan
akhirnya malfungsi organ tubuh. Pendukung teori ini percaya bahwa tubuh akan
mengalami kerusakan berdasarkan suatu jadwal.
17

Radikal bebas adalah contoh dari produk sampah metabolisme yang


menyebabkan kerusakan ketika akumulasi terjadi. Radikal bebas dengan cepat
dihancurkan oleh sistem enzim pelindung pada kondisi normal. Beberapa radikal
bebas berhasil lolos dari proses perusakan ini dan berakumulasi didalam struktur
biologis yang penting, saat itu kerusakan organ terjadi.
Karena laju metabolisme terkait secara langsung pada pembentukan
radikal bebas, sehingga ilmuwan memiliki hipotesis bahwa tingkat kecepatan
produksi radikal bebas berhubungan dengan penentuan waktu rentang hidup.
Pembatasan kalori dan efeknya pada perpanjangan rentang hidup mungkin
berdasarkan pada teori ini. Pembatasan kalori telah terbukti dapat meningkatkan
masa hidup pada tikus percobaan. Sepanjang masa hidup, tikus-tikus tersebut
telah mengalami penurunan angka kejadian kemunduran fungsional, dan
mengalami lebih sedikit kondisi penyakit yang berkaitan dengan peningkatan
umur, berkurangnya kemunduran fungsional tubuh, dan menurunnya insidensi
penyakit yang berhubungan dengan penuaan. 1
5) Teori Imunitas
Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem imun
yang berhubungan dengan penuaan. Ketika orang bertambah tua, pertahanan
mereka terhadap organisme asing mengalami penurunan, sehingga mereka lebih
rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi. Seiring
dengan berkurangnya fungsi sistem imun, terjadilah peningkatan dalam respons
autoimun tubuh. Ketika orang mengalami penuaan, mereka mungkin mengalami
penyakit autoimun seperti artritis reumaoid dan alergi terhadap makanan dan
faktor lingkungan yang lain. Penganjur teori ini sering memusatkan pada peran
kelenjar timus. Berat dan ukuran kelenjar timus menurun seiring dengan
bertambahnya umur, seperti halnya kemampuan tubuh untuk diferensiasi sel T.
karena hilangnya diferensiasi sel T, tubuh salah mengenali sel yang tua dan tidak
beraturan sebagai benda asing dan menyerangnya. 1
Pentingnya pendekatan pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, dan
promosi kesehatan terhadap npelayanan kesehatan, terutama pada saat penuaan
terjadi tidak dapat diabaikan. Walaupun semua orang memerlukan pemeriksaan
18

rutin untuk memastikan deteksi dini dan perawatan seawal mungkin, tetapi pada
orang lanjut usia kegagalan melindungi sistem imun yang telah mengalami
penuaan melalui pemeriksaan kesehatan ini dapat mendorong ke arah kematian
awal dan tidak terduga. Selain itu, program imunisasi secara nasional untuk
mencegah kejadian dan penyebaran epidemi penyaki, seperti pneumonia dan
influenza diantara orang lanjut usia juga mendukung dasar teoritis praktik
keperawatan. 1
6) Teori Neuroendokrin
Diskusi sebelumnya tentang kelenjar timus dan sistem imun serta interaksi
antara sistem saraf dan sistem endokrin menghasilkan persamaan yang luar biasa.
Pada kasus selanjutnya para ahli telah memikirkan bahwa penuaan terjadi oleh
karena adanya suatu perlambatan dalam sekresi hormon tertentu yang mempunyai
suatu dampak pada reaksi yang diatur oleh sistem saraf. Hal ini lebih jelas
ditunjukkan dalam kelenjar hipofisis, tiroid, adrenal, dan reproduksi.
Salah satu area neurologis yang mengalami gangguan secara universal
akibat penuaan adalah waktu reaksi yang diperlukan untuk menerima, memproses,
dan bereaksi terhadap perintah. Dikenal sebagai perlambatan tingkah laku, respon
ini kadang-kadang diinterpretasikan sebagai tindakan melawan, ketulian, atau
kurangnya pengetahuan. Pada umumnya, sebenarnya yang terjadi bukan satupun
dari hal-hal tersebut, tetapi orang lanjut usia sering dibuat untuk merasa seolah-
olah mereka tidak kooperatif atau tidak patuh. Perawat dapat memfasilitasi proses
pemberian perawatan dengan cara memperlambat instruksi dan menunggu respon
mereka. 1
B. Teori Psikososiologis
Teori psikososialogis memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan
perilaku yang menyertai peningkatan usia, sebagai lawan dari implikasi biologi
pada kerusakan anatomis. Untuk tujuan pembahasan ini, perubahan sosiologis
atau nonfisik dikombinasikan dengan perubahan psikologis. 1
Masing-masing individu, muda, setengah baya, atau tua adalah unik dan memiliki
pengalaman, melalui serangkaian kejadian dalam kehidupan, dan melalui banyak
peristiwa. Salama 40 tahun terakhir, beberapa teori telah berupaya untuk
19

menggambarkan bagaimana perilaku dan sikap pada awal tahap kehidupan dapat
memengaruhi reaksi manusia sepanjang tahap akhir hidupnya. Pekerjaan ini
disebut proses “penuaan yang sukses” contoh dari teori ini termasuk teori
kepribadian. 1
1) Teori Kepribadian
Kepribadian manusia adalah suatu wilayah pertumbuhan yang subur dalam
tahun-tahun akhir kehidupannya yang telah merangsang penelitian yang pantas
dipertimbangkan. Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan
psikologis tanpa menggambarkan harapan atau tugas spesifik lansia. Jung
mengembangkan suatu teori pengembangan kepribadian orang dewasa yang
memandang kepribadian sebagai ektrovert atau introvert ia berteori bahwa
keseimbangan antara keddua hal tersebut adalah penting kesehatan. Didalam
konsep intoritas dari Jung, separuh kehidupan manusia berikutnya digambarkan
dengan memeiliki tujuannya sendiri yaitu untuk mengembangkan kesadaran diri
sendiri melalui aktivitas yang dapat merefleksikan diri sendiri.
2) Teori Tugas Perkembangan
Beberapa ahli teori sudah menguraikan proses maturasi dalam kaitannya
dengan tugas yang harus dikuasai pada tahap sepanjang rentang hidup manusia.
Hasil penelitian Ericson mungkin teori terbaik yang dikenal dalam bidang ini.
Tugas perkembangan adalah aktivitas dan tantangan yang harus dipenuhi oleh
seseorang pada tahap-tahap spesifik dalam hidupnya untuk mencapai penuaan
yang sukses. Erickson menguraikan tugas utama lansia adalah mampu melihat
kehidupan seseorang sebagai kehidupan yang dijalani dengan integritas. Pada
kondisis tidak adanya pencapaian perasaan bahwa ia telah menikmati kehidupan
yang baik, maka lansia tersebut beresiko untuk disibukkan dengan rasa
penyesalan atau putus asa. Minat yang terbaru dalam konsep ini sedang terjadi
pada saat ahli gerontologi dan perawat gerontologi memeriksa kembali tugas
perkembanagn lansia. 1
3) Teori Disengagement
Teori disengagement (teori pemutusan hubungan), dikembangkan pertama
kali pada awal tahun 1960-an, menggambarkan proses penarikan diri oleh lansia
20

dari peran bermasyarakat dan tanggung jawabnya. Menurut ahli teori ini, proses
penarikan diri ini dapat diprediksi, sistematis, tidak dapat dihindari, dan penting
untuk fungsi yang tepat dari masyarakat yang sedang tumbuh. Lansia dikatakan
bahagia apabila kontak sosial telah berkurang dan tanggung jawab telah diambil
oleh generasi yang lebih muda. Manfaat pengurangan kontak sosial bagi lansia
adalah agar ia dapat menyediakan waktu untuk merefleksikan pencapaian
hidupnya dan untuk menghadapi harapan yang tidak terpenuhi, sedangkan
manfaatnya bagi masyarakat adalah dalam rangka memindahkan kekuasaan
generasi tua pada generasi muda. 1
Teori ini banyak menimbulkan kontroversi, sebagian karena penelitian ini
dipandang cacat dan karena banyak lansia yang menentang “postulat” yang
dibangkitkan oleh teori untuk menjelaskan apa yang terjadi didalam pemutusan
ikatan atau hubungan. Sebagai contoh, dibawah kerangka kerja teori ini, pensiun
wajib menjadi kebijakan sosial yang harus diterima. Dengan meningkatnya
rentang waktu kehidupan alami, pensiun pada usia 65 tahun berarti bahwa seorang
lanjut usia yang sehat dapat berharap untuk hidup 20 yahun lagi. Bagi banyak
individu yang sehat dan produktif, prospek diri suatu langkah yang lebih lambat
dan tanggung jawab yang lebih sedikit merupakan hal yang tidak diinginkan.
Jelasnya, banyak lansia dapat terus menjadi anggota masyarakat produktif yang
baik sampai mereka berusia 80 sampai 90 tahun. 1
4) Teori Aktivitas
Lawan langsung dari teori disengagement adalah teori aktivitas penuaan,
yang berpendapat bahwa jalan menuju penuaan yang sukses adalah dengan cara
tetap aktif. Havighurst yang pertama menulis tentang pentingnya tetap aktif secara
sosial sebagai alat untuk penyesuaian diri yang sehat untuk lansia pada tahun
1952. Sejak saat itu, berbagai penelitian telah memvalidasi hubungan positif
antara mempertahankan interaksi yang penuh arti dengan oranglain dan
kesejahteraan fisik dan mental orang tersebut. Gagasan pemenuhan kebutuhan
seseorang harus seimbang dengan pentingnya perasaan dibutuhkan oleh orang
lain. Kesempatan untuk turut berperan dengan cara yang penuh arti bagi
21

kehidupan seseorang yang penting bagi dirinya adalah suatu komponen


kesejahteraan yang penting bagi lansia. 1
Penelitian menunjukkan bahwa hilangnya fungsi peran pada lansia secara
negatif memengaruhi kepuasan hidup. Selain itu, penelitian terbaru menunjukkan
pentingnya aktivitas mental dan fisik yang berkesinambungan untuk mencegah
kehilangan dan pemeliharaan kesehatan sepanjang masa kehidupan manusia.
5) Teori Kontinuitas
Teori kontinuitas, juga di kenal sebagai suatu teori perkembangan,
merupakan suatu kelanjutan dari dua teori sebelumnya dan mencoba untuk
menjelaskan dampak kepribadian pada kebutuhan untuk tetap aktif atau
memisahkan diri agar mencapai kebahagiaan dan terpenuhinya kebutuhan di usia
tua. Teori ini menekankan pada kemampuan koping individu sebelumnya dan
kepribadian sebagai dasar untuk memprediksi bagaimana seseorang akan dapat
menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat penuaan. Ciri kepribadian dasar
dikatakan tetap tidak berubah walaupun usianya telah lanjut. Selanjutnya, ciri
kepribadian secara khas menjadi lebih jelas pada saat orang tersebut bertambah
tua. Seseorang yang menikmati bergabung dengan orang lain dan memiliki
kehidupan sosial yang aktif akan terus menikmati gaya hidupnya ini sampai
usianya lanjut. Orang yang menyukai kesendirian dan memiliki jumlah aktivitas
yang terbatas mungkin akan menemukan kepuasan dalam melanjutkan gaya
hidupnya ini. 1
Lansia yang terbiasa memiliki kendali dalam membuat keputusan mereka
sendiri tidak akan dengan mudah menyerahkan peran ini hanya karena usia
mereka yang telah lanjut. Selain itu, individu yang telah melakukan manipulasi
atau abrasi dalam interaksi interpersonal mereka selama masa mudanya tidak akan
tiba-tiba mengembangkan suatu pendekatan yang berbeda didalam masa akhir
kehidupannya.
Ketika perubahan gaya hidup dibebankan pada lansia oleh perubahan
sosial-ekonomi atau faktor kesehatan, permasalahan mungkin akan timbul.
Kepribadian yang tetap tidak diketahui selama pertemuan atau kunjungan singkat
kadang-kadang dapat menjadi fokal dan juga menjadi sumber kejengkelan ketika
22

situasi mengharuskan adanya suatu perubahan didalam pengaturan tempat tinggal.


Keluarga yang berhadapan dengan keputusan yang sulit tentang perubahan
pengaturan tempat tinggal untuk seorang lansia sering memerlukan banyak
dukungan. Suatu pemahaman tentang pola kepribadian lansia sebelumnya dapat
memberikan pengertian yang lebih diperlukan dalam proses pengambilan
keputusan ini. 1
2.2. Perubahan pada lansia pada semua sistem dan implikasi klinik

Perubahan pada Sistem Sensoris

Persepsi sensoris mempengaruhi kemampuan seseorang untuk saling


berhubungan dengan orang lain dan untuk memelihara atau membentuk hubungan
baru, berespon terhadap bahaya, dan menginterprestasikan masukan sensoris
dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.2

Pada lansia yang mengalami penurunan persepsi sensori akanterdapat


keengganan untuk bersosialisasi karena kemunduran dari fungsi-fungsi sensoris
yang dimiliki. Indra yang dimiliki seperti penglihatan, pendengaran, pengecapan,
penciuman dan perabaan merupakan kesatuan integrasi dari persepsi sensori. 2

a. Penglihatan

Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal dalam proses
penuaan termasuk penurunan kemampuan dalam melakukan akomodasi,
konstriksi pupil, akibat penuan, dan perubahan warna serta kekeruhan lansa mata,
yaitu katarak.

Semakan bertambahnya usia, lemak akan berakumulasi di sekitar kornea dan


membentuk lingkaran berwarna putih atau kekuningan di antara iris dan sklera.
Kejadian ini disebut arkus sinilis, biasanya ditemukan pada lansia. Berikut ini
merupakan perubahan yang terjadi pada penglihatan akibat proses menua:

Terjadinya awitan presbiopi dengan kehilangan kemampuan akomodasi.


Kerusakan ini terjadi karena otot-otot siliaris menjadi lebih lemah dan kendur, dan
lensa kristalin mengalami sklerosis, dengan kehilangan elastisitas dan kemampuan
untuk memusatkan penglihatan jarak dekat. Implikasi dari hal ini yaitu kesulitan
dalam membaca hurufhuruf yang kecil dan kesukaran dalam melihat dengan jarak
pandang dekat. 2
23

Penurunan ukuran pupil atau miosis pupil terjadi karena sfingkter pupil
mengalami sklerosis. Implikasi dari hal ini yaitu penyempitan lapang pandang dan
mempengaruhi penglihatan perifer pada tingkat tertentu.

Perubahan warna dan meningkatnya kekeruhan lensa kristal yang


terakumulasi dapat menimbulkan katarak. Implikasi dari hal ini adalah
penglihatan menjadi kabur yang mengakibatkan kesukaran dalam membaca dan
memfokuskan penglihatan, peningkatan sensitivitas terhadap cahaya,
berkurangnya penglihatan pada malam hari, gangguan dalam persepsi kedalaman
atau stereopsis (masalah dalam penilaian ketinggian), perubahan dalam persepsi
warna. 2

Penurunan produksi air mata. Implikasi dari hal ini adalah mata berpotensi
terjadi sindrom mata kering.

b. Pendengaran

Penurunan pendengaran merupakan kondisi yang secara dramatis dapat


mempengaruhi kualitas hidup. Kehilangan pendengaran pada lansia disebut
presbikusis.

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada penglihatan akibat proses
menua:

- Pada telinga bagian dalam terdapat penurunan fungsi sensorineural, hal ini
terjadi karena telinga bagian dalam dan komponen saraf tidak berfungsi
dengan baik sehingga terjadi perubahan konduksi. Implikasi dari hal ini
adalah kehilangan pendengaran secara bertahap. Ketidak mampuan untuk
mendeteksi volume suara dan ketidakmampuan dalam mendeteksi suara
dengan frekuensi tinggi seperti beberapa konsonan (misal f, s, sk, sh, l).
- Pada telinga bagian tengah terjadi pengecilan daya tangkap membran timpani,
pengapuran dari tulang pendengaran, otot dan ligamen menjadi lemah dan
kaku. Implikasi dari hal ini adalah gangguan konduksi suara.
- Pada telingan bagian luar, rambut menjadi panjang dan tebal, kulit menjadi
lebih tipis dan kering, dan peningkatan keratin. Implikasi dari hal ini adalah
potensial terbentuk serumen sehingga berdampak pada gangguan konduksi
suara.

c. Perabaan

Perabaan merupakan sistem sensoris pertama yang menjadi fungisional


apabila terdapat gangguan pada penglihatan dan pendengaran. Perubahan
kebutuhan akan sentuhan dan sensasi taktil karena lansia telah kehilangan orang
24

yang dicintai, penampilan lansia tidak semenarik sewaktu muda dan tidak
mengundang sentuhan dari orang lain, dan sikap dari masyarakat umum terhadap
lansia tidak mendorong untuk melakukan kontak fisik dengan lansia.

d. Pengecapan

Hilangnya kemampuan untuk menikmati makanan seperti pada saat seseorang


bertambah tua mungkin dirasakan sebagai kehilangan salah satu keniknatan dalam
kehidupan. Perubahan yang terjadi pada pengecapan akibat proses menua yaitu
penurunan jumlah dan kerusakan papila atau kuncup-kuncup perasa lidah.
Implikasi dari hal ini adalah sensitivitas terhadap rasa (manis, asam, asin, dan
pahit) berkurang.

e. Penciuman

Sensasi penciuman bekerja akibat stimulasi reseptor olfaktorius oleh zat kimia
yang mudah menguap. Perubahan yang terjadi pada penciuman akibat proses
menua yaitu penurunan atau kehilangan sensasi penciuman kerena penuaan dan
usia. Penyebab lain yang juga dianggap sebagai pendukung terjadinya kehilangan
sensasi penciuman termasuk pilek, influenza, merokok, obstruksi hidung, dan
faktor lingkungan. Implikasi dari hal ini adalah penurunan sensitivitas terhadap
bau.

Perubahan pada Sistem Integumen

Pada lansia, epidermis tipis dan rata, terutama yang paling jelas diatas
tonjolan-tonjolan tulang, telapak tangan, kaki bawah dan permukaan dorsalis
tangan dan kaki. Penipisan ini menyebabkan venavena tampak lebih menonjol.
Poliferasi abnormal pada terjadinya sisa melanosit, lentigo, senil, bintik
pigmentasi pada area tubuh yang terpajan sinar mata hari, biasanya permukaan
dorsal dari tangan dan lengan bawah.

Sedikit kolagen yang terbentuk pada proses penuaan, dan terdapat


penurunan jaringan elastik, mengakibatkan penampiln yang lebih keriput. Tekstur
kulit lebih kering karena kelenjar eksokrin lebih sedikit dan penurunan aktivitas
kelenjar eksokri dan kelenar sebasea.

Degenerasi menyeluruh jaringan penyambung, disertai penurunan cairan


tubuh total, menimbulkan penurunan turgor kulit. Massa lemak bebas berkurang
6,3% BB per dekade dengan penambahan massa lemak 2% per dekade. Massa air
berkurang sebesar 2,5% per dekade.
25

Stratum Koneum

 Stratum korneun merupakan lapisan terluar dari epidermis yang terdiri dari
timbunan korneosit. Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada
stratum koneum akibat proses menua:
 Kohesi sel dan waktu regenerasi sel menjadi lebih lama. Implikasi dari hal
ini adalah apabila terjadi luka maka waktu yang diperlukan untuk sembuh
lebih lama.
 Pelembab pada stratum korneum berkurang. Implikasi dari hal ini adalah
penampilan kulit lebih kasar dan kering.

Epidermis

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada epidermis akibat proses
menua:

 Jumlah sel basal menjadi lebih sedikit , perlambatan dalam proses


perbaikan sel, dan penurunan jumlah kedalaman rete ridge. Implikasi dari
hal ini adalah pengurangan kontak antara epidermis dan dermis sehingga
mudah terjadi pemisahan antarlapisan kulit, menyebabkan kerusakan dan
merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi. Terjadi penurunan
jumlah melanosit. Implikasi dari hal ini adalah perlindungan terhadap sinar
ultraviolet berkurang dan terjadinya pigmentasi yang tidal merata pada
kulit.
 Penurunan jumlah sel langerhans sehingga menyebabkan penurunan
konpetensi imun. Implikasi dari hal ini adalah respon terhadap
pemeriksaan kulit terhadap alergen berkurang.
 Kerusakan struktur nukleus keratinosit. Implikasi dari hal ini adalah
perubahan kecepatan poliferasi sel yang menyebabkan pertumbuhan yang
abnormal seperti keratosis seboroik dan lesi kulit papilomatosa.

Dermis

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada dermis akibat proses menua:

 Volume dermal mengalami penurunan yang menyebabkan penipisan


dermal dan jumlah sel berkurang. Implikasi dari hal ini adalah lansia
rentan terhadap penurunan termoregulasi, penutupan dan penyembuhan
luka lambat, penurunan respon inflamasi, dan penurunan absorbsi kulit
terhadap zat-zat topikal.
26

 Penghancuran serabut elastis dan jaringan kolagen oleh enzim-enzim.


Implikasi dari hal ini adalah perubahan dalam penglihatan karena adanya
kantung dan pengeriputan disekitar mata, turgor kulit menghilang.
 Vaskularisasi menurun dengan sedikit pembuluh darah kecil. Implikasi
dari hal ini adalah kulit tampak lebih pucat dan kurang mampu malakukan
termoregulasi.

Subkutis

 Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada subkutis akibat proses
menua:
 Lapisan jaringan subkutan mengalami penipisan. Implikasi dari hal ini
adalah penampilan kulit yang kendur/ menggantung di atas tulang rangka.
 Distribusi kembali dan penurunan lemak tubuh. Implikasi dari hal ini
adalah gangguan fungsi perlindungan dari kulit.

Perubahan pada Sistem Muskuloskeletal

Otot mengalami atrofi sebagai akibat dari berkurangnya aktivitas, gangguan


metabolik, atau denervasi saraf. Dengan bertambahnya usia, perusakan dan
pembentukan tulang melambat. Hal ini terjadi karena penurunan hormon
esterogen pada wanita, vitamin D, dan beberapa hormon lain. Tulang-tulang
trabekulae menjadi lebih berongga, mikroarsitektur berubah dan seiring patah baik
akibat benturan ringan maupun spontan. 2

Sistem Skeletal

 Ketika manusia mengalami penuaan, jumlah masa otot tubuh mengalami


penurunan. Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem
skeletal akibat proses menua:
 Penurunan tinggi badan secara progresif karena penyempitan didkus
intervertebral dan penekanan pada kolumna vertebralis. Implikasi dari hal
ini adalah postur tubuh menjadi lebih bungkuk dengan penampilan
barrelchest.
 Penurunan produksi tulang kortikal dan trabekular yang berfungsi sebagai
perlindungan terhadap beban geralkan rotasi dan lengkungan. Implikasi
dari hal ini adalah peningkatan terjadinya risiko fraktur.

Sistem Muskular

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem muskular akibat proses
menua:
27

 Waktu untuk kontraksi dan relaksasi muskular memanjang. Implikasi dari


hal ini adalah perlambatan waktu untuk bereaksi, pergerakan yang kurang
aktif.
 Perubahan kolumna vertebralis, akilosis atau kekakuan ligamen dan sendi,
penyusustan dan sklerosis tendon dan otot, den perubahan degeneratif
ekstrapiramidal. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan fleksi.

Sendi

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sendi akibat proses menua:

Pecahnya komponen kapsul sendi dan kolagen. Implikasi dari hal ini adalah nyeri,
inflamasi, penurunan mobilitas sendi da deformitas. Kekakuan ligamen dan sendi.
Implikasi dari hal ini adalah peningkatan risiko cedera.

Estrogen

Perubahan yang terjadi pada sistem skeletal akibat proses menua, yaitu penurunan
hormon esterogen. Implikasi dari hal ini adalah kehilangan unsur-unsur tulang
yang berdampak pada pengeroposan tulang

2.3. Sindrom geriatri

1. Jenis dan klasifikasi geriatri sindrome


a) Imobility (Imobilisasi)

Imobilisasi adalah keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3


hari atau lebih, diiringi gerak anatomis tubuh yang menhilang akibat
perubahan fungsi fisiologis. Berbagai faktor fisik, psikologis, dan
lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut. Penyebab
utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekuatan otot,
ketidaksembangan dan masalah psikologis. 1

b) Instability (Instabilitas dan jatuh)


Gangguan keseimbangan (instabilitas) akan memudahkan pasien
geriatri terjatuh dan dapat mengalami patah tulang. Terdapat banyak
faktor yang berperan untuk terjadinya instabilitas dan jatuh pada orang
usia lanjut. Berbagai faktor tersebut dapat diklasifikasikan sebagai
28

faktor instrinsik (faktor risiko yang ada pada pasien) dan faktor risiko
ekstrinsik (faktor yang terdapat di lingkungan). Prinsip dasar
tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat jatuh
adalah mengobati berbagai kondisi yang mendasari instabilitas dan
jatuh, memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa latihan cara
berjalan, penguatan otot, alat bantu, sepatu atau sandal yang sesuai,
serta mengubah lingkungan agar lebih aman seperti pencahayaan yang
cukup, pegangan, lantai yang tidak licin. 1
c) Intelektual Impairment (Gangguan Kognitif)
Keadaan yang terutama menyebabkan gangguan intelektual
pada pasien lanjut usia adalah delirium dan demensia. Demensia
adalah gangguan fungsi intelektual dan memori yang dapat
disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak berhubungantingkat
kesadaran. Demensia tudak hanya masalah pada memori. Demensia
mencakup berkurangnya kemampuan untuk mengenal, berpikir,
menyimpan atau mengingat pengalaman yang lalu dan juga
kehilangan pola sentuh, psien menjadi perasa dan terganggunya
aktivitas. 1
d) Incontinence (Inkontinensia Urin dan alvi)
WHO mendefinisikan Faecal Incontinence sebagai hilangnya
tak sadar feses cair atau padat yang merupakan masalah sosial atau
higienis. Definisi lain menyatakan inkontinensia alvi/fekal sebagai
perjalanan spontan atau keyidakmampuan untuk mengendalikan
pembuangan feses melalui anus. Kejadian inkontinensia alvi/fekal
lebih jarang dibandingkan inkontinensia urin. 1
Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang
tidak terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa
memperhatikan frekuensi dan jumlahnya, sehingga mengakibatkan
masalah sosial dan higienis. Inkontinensia urin seringkali tidak
dilaporkan oleh pasien atau keluarga karena malu atau tabu untuk
29

diceritakan, ketidaktahuan dan mengganggapnya sebagai sesuatu yang


wajar pada orang usia lanjut serta tidak perlu diobati. 1

1) Inkontinensia urin akut reversibel


Meruakan setiap kondisi yang menghambat mobilitas pasien dapat
memicu timbulnya inkontinensia urin fungsional atau
memburuknya inkontinensia persisten, seperti fraktur tulang
pinggul, stroke, arthritis dan sebagainya. Resistensi urin karena
obat-obatan atau obstruksi anatomis dapat pula menyebabkan
inkontinensia urin. Keadaan inflamasi pada vagina dan uretra
mungkin kan memicu inkontinensia urin. Konstipasi juga sering
menyebabkan inkontinensia akut. 1
2) Inkontinensia urin persisen
Dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara meliputi anatomi,
patofisiologi dan klinis. Untuk kepentingan praktek klinis,
klasifikasi klinis lebih bermanfaat karena dapat membantu
evaluasi dan intervensi klinis1. Kategori meliputi:
a. Inkontinensia urin stres
Tak terkendalinnya aliran urin akibat meningkatnya tekanan
intraabdominal seperti pada saat batu, bersin atau berolehraga.
Umumnya disebabkan oleh melemahnya urin pada lansia dibawah
75 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita tetapi mungkn terjadi
pada laki-laki akibat kerusakan pada sfingter urethra setelah
pembedahan transurethral dan radiasi. Pasien mengeluh
mengeluarkan urin pada saat tertawa, batu atau berdiri. Jumlah
urin yang keluar dapat sedikit atau banyak.
b. Inkontinensia urin urgensi
Keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan sensasi
keinginanberkemih. Inkontinensia urin jenis ini umumnya
dikaitkan dengan kontraksi detrusor tak terkendali. Masalah-
masalah neurologis sering dikaitkan dengan inkontenansia urin
30

urgensi ini, meliputi stroke, penyakit parkinson, demensia dan


cedera medula spinalis. Pasien mengeluh tak cukup waktu untuk
sampai ditoilet setelah timbul keinginan untuk berkemih sehingga
timbul peristiwa inkontinensia urin. Inkontinensia tipe urgensi ini
menrupakan penyebab tersering inkontinensia pada lansia diatas
75 tahun
c. Inkontinensia urin luapan/overflow
Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi
kandung kemih yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi
anatomis, seperti pembesaran prostat, faktor neurogenik pada
diabetes melitus atau sclerosis mulltiple yang menyebabkan
berkurang atau tidak berkontraksinya kandung kemih dan faktor-
faktor obat-obatan. Pasien mengeluh keluarnya sedikit urin tanpa
adanya sensasi bahwa kandung kemih sudah penuh.
d. Inkontenansia urin fungsional
Merupakan keadaan yang mengalami pengeluaran urin secara
tanpa disadari dan tidak dapat diperkirakan. Inkontenansia
fungsional merupakan intenkonensia dengan fungsi saluran kemih
bagian bawah yang utuh tetapi ada faktor lain seperti gangguan
kognitif berat meyebabkan pasien sulit untuk mengidentifikasi
perlunya urinasi (misal demensia Alzheimer) atau gangguan fisik
yang menyebabkan pasien sulit atau tidak mungkin menjangkau
toiley untuk melakukan urinasi.
e) Isolation (Depresi)
Gangguan depresi pada usia lanjut kurang dipahami sehngga
banyak kasus tidak dikenali. Gejala depresi pada usia lanjut sering kali
dianggap sebagai bagian dari proses menua. Faktor yang
memeperberat depresi adalah kehilangan orang yang dicintai,
kehilangan rasa aman, taraf kesehatan menurun.1
31

f) Impotence (impotensi)
50% pria pada umur 65 tahun dan 75 % pria pada usia 80 tahun
mengalami impotensi. 25 % terjadi akibat mengkonsumsi obat-obatan
seperti : anti hipertensi, anti psikosa, anti depressant, litium (mood
stabilizer). Selain karena mengkonsumsi obat-obatan, impotensi dapat
terjadi akibat menurunnya kadar hormon. 1
g) Immunodeficiency (penurunan imunitas)
Perubahan yang dapat terjadi dari proses menua adalah:
berkurangnya imunitas yang dimediasi oleh sel, rendahnya afinitas
produksi antibodi, meningkatnya autoantibodi, terganggunya fungsi
makrofag, berkurangnya hipersensitivitas tipe lambat, atrofi timus,
hilangnya hormon timus, berkurangnya produksi sel B oleh sel-sel
sumsum tulang. 1
h) Infection (infeksi)
Infeksi sangat erat kaitannya dengan penurunan fungsi sistem imun
pada usia lanjut. Infeksi yang sering dijumpai adlaah saluran kemih,
pneumonia, sepsis dan meningitis. Kondisi lain seperti kurang gizi,
multipatologi, dan faktor lingkungan memudahkan usia lanjut
terkenaa infeks. 1
i) Inanitation (malnutrisi)
Etiologi malnutrisi yaitu : malnutrisi primer terjadi sebab dietnya
mutlak salah satu kurang, malnutrsi sekunder atau bersayarat.
Kelemahan nutrisi panda hendaya terjadi pada lansia karena
kehilangan berat badan fisiologis dan patologis yang tidak disengaja.
Anoreksia pada lanjut usia merupakan penurunan fisiologis nafsu
makan dan asupan makan yang menyebabkan kehilangan berat badan
yang tidak diinginkan. Faktor predisposisi malnutrisi adlah:
pancaindra untuk rasa dan bau berkurang, kehilangan gigi alamiah,
gangguan motilitas usus akibat tonus otot menurun, penurunan
produksi asam lambung.
32

j) Impaction (konstipasi)
Konstipasi oleh Holson adalah 2 dari keluhan-keluhan berikut yang
berlangsung dalam 3 bulan, konsistensi fese keras, mengejan dnegna
keras saat BAB, rasa tidak tuntas saat BAB meliputi 25 % dari
keseluruhan BAB. Faktor resiko yang menyebabkan konstipasi
adalah: obat-obatan (narkotik golongan NSAID , antasid aluminium,
diuretik, analgeti), kondisi neurologis, gangguan metabolik,
psikologis, penyakit saluran cerna, lain-lain (diet rendah serat, kurang
olahraga, kurnag cairan)
k) Insomnia (gangguan tidur)
Merupakan gangguan tidur yang sering dijumpai pada pasien
geriatri. Umumnya mereka mengeluh bahwa tidurnya tidak
memuaskan dan sulit memetahankan kondisi tidur. Sekitar 57% orang
lanjut usia di komunitas mengalami insomnia kronis, 30% pasien usia
lanjut mengeluh tetap terjaga sepnjang malam, 19 % mengeluh
bangun terlalu pagi, dan 19 % mengalami kesulitan untuk tertidur.
Pada usia lanjut umunya mengalami gangguan tidur seperti: kesulitan
untuk tertidur, kesulitan mempertahankan tidur nyenyak, bangun
terlalu pagi. Faktor yang menyebabkan insomnia: perubahan irama
sirkadian, gangguan tidur primer, penyakit fiisik (hipertiroid, arteritis),
penyakit jiwa, pengobatan polifarmasi, demensia.
l) Latrogenik disorder (gangguan latrogenik)
Karakteristik yang khas dari pasien geriatri yaitu multipatologik,
sering kali menyebabkan pasien mengkonsumsi obat yang tidak
sedikit jumlahnya. Pemberian oabta pada lansia haruslah sangat hati-
hati dan rasional karena obat akan dimetabolisme dihati sedangkan
pada lansia terjadi penurunan faal hati juga terjadi penurunan faal
ginjal (jumlah glomerulus berkurang), dimana sebagian besar obat
dikeluarkan melalui ginjal sehingga pada lansia sisa metabolisme obat
tidak dapat dikeluarkan dengan baik dan dapat berefek toksik.
33

m) Impairment of hearing, vision, taste


Gangguan penglihatan dan pendengaran juga sering dianggap
sebagai hal yang biasa akibat proses menua. Prevalensi gangguan
penglihatan pada pasien geriatri yang diarawat di indonesia mencapai
24 %. Gangguan penglihatan berhubungan dengan penurunan kegiatan
waktu senggang , status fungsional, fungsi sosial dan mobilitas.
Gangguan pengliahatn dan pendengaran berhubungan dengan kualitas
hidup, meningkatkan disabilitas fisik, ketidakseimbangan, jatuh,
fraktur panggul dan mortalitas. 1
2. Etiologi
a. Immobility
Lansia yang terus-menerus berada ditempat tidur (disebut berada pada
keadaan (bed rdden). Berakiabt atrofi otot, decubitus, malnutrisi, serta
pnemonia. Faktor resikonya dapat berupa osteortritis, gangguan
penglihatan, fraktur, hipotensi postural, anemia, stroke, nyeri,
demensia, lemah otot, vertigo, keterbatsan ruang lingkup, PPOK, gerak
sendi hipotiroid dan sesak napas, imobilisasi pada lansia diakibatkan
oleh adanya gangguan nyeri, kekakuan, ketidakseimbangan, serta
kelainan psikologis. 1
b. Instability
Akibat yang ditimbulkan seperti peristiwa jatuh merupakan masalah
yang juga penting pada lansia terutama lansia wanita. 1
c. Intelektual impaired
Gangguan intelektual berlangsung progresif disebut demensia. Muncil
secara perlahan tetapi progresif (biasanya selang bulanan hingga
tahunan). Gangguan depresi juga merupakan penyebab kemunduran
intelektual yang cukup sering ditemukan namun seringkali
terabaikan.depresi disebabkan oleh adanya suasana hati atau mood
yang bersifat depresif yang berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu
yang disertai keluhan-keluhan vegetatif (berupa gangguan tidur,
34

penurunan minat, perasaan bersalah, merasa tidak bertenaga, kurang


konsentrasi, hilangnya nafsu makan. 1
d. Incontinance
Adalah penegluaran urin/feses tanpa disadari dalam jumlah dan
frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan maslah gangguan
kesehatan atau sosial. Ini bukan kinsekuensi normal dari pertambahan
usia. Penyebanya kelainan urologi (radang, batu, tumor), kelainan
neurologi (stroke, trauma medula spinalis, demensia)lainya
(imobilisasi, lingkungan). Dapat akut disaat timbul penyakit atau yang
kronik. 1
e. Isolation
Penyebabnya : kehilangan orang/objek yang dicintai, sikap pasimistik,
kecenderungan beradumsi negatif terhadap suatu pengalaman yang
mengecewakan, kehilangan integritas pribadi, penyakit degeneratif
kronik tanpa dukungan sosial yang adekuat. 1
f. Impotance
1) DE organik akibat gangguan endokrin, neurogenik, vaskuler
(aterosklerosis atau fibrosis)
2) DE psikogenik merupakan penyebab utama pada gangguan
organik, walaupun faktor psikogenik ikut memegang peranan. DE
jenis ini yang berpotensi reversible potensial biasanya yang
disebabkan oleh kecemasan, depresi, rasa bersalah, masalah
perkawinan atau juga akibat dari rasa takut akan gagal dalam
hubungan seksual.
g. Immuno-deficiensi
Daya tahan tubuh yang menurun pasa lansai merupakan fungsi tubuh
yang terganggu dengan bertambahnya umur seseorang. Walupun tidak
selamanya hal ini disebabkan oleh proses menua, tapi dpaat pula
karena berbagai keadaan seperti penyakit menahun maupun penyakit
akut yang dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh seseorang,
35

demikian juga penggunaaan berbagai obat, gizi yang kurang,


penurunan fungsi organ tubuh dan lain-lain. 1
h. Infection
Terjdi akibat beberapa hal antara lain adanya penyakit penyakit yang
cukup banyak, menurunnya daya takan/imunitas terhadap infeksi,
menurunya daya komunikasi sehingga sulit/jarang mengeluh, sulitnya
mengenal tanda infeksi secara dini. Ciri utama pada semua penyakit
infeksi biasanya ditandai dengan peningkatan temperatur badan, sering
dijumpai pada usia lanjut.
i. Inanitation
Penyebab terjadinya gizi buruk adalah depresi berkabung, imobilisasi,
penyakit kronis (PPOK, rematik, gagal jantung, diabetes, gagal ginjal,
dispepsia, gangguan hati, keganasan), demensia dan demam.
j. Impaction
Konstipasi yang terjadi pada lansia dibabkan karena pergerakan fisik
pada lansia yang kurang mengkonsumsi makan berserat, kurang
minum, juga akibat pemberian obat-obatan tertentu.
k. Insomnia
Pada lansia dapat disebabkan oleh faktor yang trdiri dari nyeri kronis,
sesak napas pada penyakit paru obstruktif kronis, gangguan psikiatrik
(gangguan cemas dan depresi), penyakit neurologi (parkinson’s
disease, alzheimer disease)dan obat-obatan kortikosteroid dan diuretik)
l. Impairment of hearing, vision and taste
Sistem pendengaran: kehilangan mendengar bunyi dengan nada yang
sangat tinggi akibat dari berhentinya pertumbuhan saraf dan
berakhirnya pertumbuhan organ basal yang mengakibatkan matinya
rumah siput didalam telinga. Dapat mendengar pada suara rendah.
Sitem penglihatan daa penurunan yang konsissten dalam
kemampuan untuk melihat objek pada tingkat penerangan yang rendah
serta menurunnya sensivitas terhadap warna.
36

Daya penciuman menjadi kurang tajam dengan bertambahnya


usia, sebagian karena pertumbuhan sel didalam hidung berhenti dan
sebagian lagi karena semakin lebatnya bulu rambut dilubang hidung.

3. Manifestasi Geriatric Syndrom


a. Imobilisasi
1) Tidak mampu bergerak atau beraktifitas sesuai kebutuhan
2) Keterbatsan mengerakan sendi
3) Adnya kerusakan aktivitas
4) Penurunan ADL dibantu orang lain
5) Malas untuk bergerak atau latihan mobilitas
b. Inkontinensia
1) Inkontinensia stress: keluarnya urin selama batuk, mengejan
2) Inkotinensia urgensi: ketidakmampuan menahan keluarnya urin
dengan gambaran seringnya terburu-buru berkemih
3) Enuresis nokturnal: keluarnya urin saat tidur malam hari
c. Demensia
1) Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif
2) Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek
3) Gangguan kepribadian dan perilaku
4) Mudah tersinggung, bermusuhan
5) Keterbatasan dalam ADL
6) Kesulitan mengatur dalam penggunaan keuangan
7) Tak bisa pulang kerumah bila berpergian
8) Sulit mandi makan, berpakaian dan toilet
d. Konstipasi
1) Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB
2) Mengejan keras saat BAB
3) Masa feses yang keras dan sulit keluar
4) Perasaan tidak tuntas saat BAB
5) Sakit pada daerah rectum saat BAB
37

6) Adanya perembesan feses cair pada pakaian dalam


7) Menggunakan bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses
8) Menggunakan obat-obatan pencahar untuk bisa BAB
e. Depresi
1) Ganguan tidur
2) Keluhan somatik berupa nyeri kepala, dizzi (puyeng), pandangan
kabur, gangguan saluran cerna, ganguan nafsu makan, kontipasi,
perubahan berat badan
3) Gangguan psikomotor berupa aktivitas tubuh meningkat, aktivitas
mental meningkat atau menurun, tidak mengacuhkan kejadian
disekitarnya, fungsi seksual berubah (libido menurun), gejala
biasanya lebih buruk dipagi hari.
f. Malnutrisi
1) Kelelahan dan kekurangan energi
2) Pusing
3) Sitem kekebalan tubuh yang rendah (mengakibatkan tubuh kesulitan
melawan infeksi
4) Kulit kering dan bersisik
5) Gigi yang membusuk’
6) Gusi bengkak dan berdarah
7) Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
8) Badan badan kurang
9) Pertumbuhan yang lambat
10) Kelemahan pada otot
11) Perut kembung
12) Tulang yang mudah patah
13) Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh
g. Insomnia
1) Perasaan sulit tidur, bangun terlalu awal
2) Wajah kelihatan kusam
3) Mata merah, hingga timbul bayangan gelap dibawah mata
38

4) Lemas, mudah cemas


5) Sulit berkonsentrasi, depresi, gangguan memori dan mudah
tersinggung
h. Immune Deficeincy
1) Sering terjadi infeksi virus atau jamur dibandungkan bakteri
2) Diare kronik umum terjadi (sering disebut gastroenteritis)
3) Infeksi respiratorius dan oral thrushumum terjadi
4) Terjadi failure to thrive tanpa adanya infeksi
i. Impoten
1) Tidak mampu ereksi sama sekali atau tidak mampu mempertahankan
ereksi secara berulang (paling tidak selama 3 bulan)
2) Tidak mampu mencapai ereksi yang konsisten
3) Ereksi hanya sesaat

4. Penatalaksanaan Geriatric Syndrome (Vina, 2015)


Pendekatan peripurna pasien geriatri merupakan prosedur pengkajian
multidimensi. Pendekatan multidimensi berusaha untuk menguraikan
berbagai masalah pada pasien geriatri, mengidentifikasi semua aseit
pasien, mengidentifikasi jenis pelayanan yang dibutuhkan, dan
mengembangkan rencanna asuhan yang berorientasi pada kepentingan
pasien. Beberapa penatalaksaan secara umum sindrom geriatrik
diantaranya:
a. Pemberian asupan diet protein , vitamin C,D, E & mineral yang
cukup.
Orang usia lanjut umumnya mengkonsumsi protein kurang dari angka
kecukupan gizi. Proporsi protein yang adekuat merupakan faktor
penting, bukan dalam jumlah besar pada sekali makan. Protein
sebaiknya mengandung asam amino esensial. Leusin adalah asam
amino esensial dengan kemampuan anabolisme protein tertinggi
sehingga dapat mencegah sarkopenia.
b. Pengaturan olahraga secara teratur
39

Kemampuan dasar seperti: berjalan, keseimbangan, fungsi kognitif.


Aktivitas fisik dapat menghambat penurunan massa dan fungsi otot
dengan memicu peningkatan masa dan kapasitas metabolik otot
sehingga memengaruhi energy expenditure, metabolis glukosa dan
cadangan protein
c. Pencegahan infeksi dengan vaksin
d. Antisipasi kejadian yang dapat menimbulkan stres misalnya
pembedahan elektif dan recon ditioning cepat setelah mengalami stres
dnegna renutrisi dan fisioterapi individual
e. Terapi pengabatan pada lansia berbeda dari pasien pada usia muda,
karena adanya perubahan kondisi tubuh yang disebabkan oleh usia,
dan dampak yang timbul dari penggunaan obat-obatan yang
digunakan sebelumnya.

Penatalaksaanna resiko jatuh:


1) Perhatikan penggunaan alat bantu melihat (kaca mata) dan alat
bantu dengar (earphone)
2) Evaluasi dan ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
3) Evaluasi kemampuan kognitif
4) Beri lansia bantu berjalan seperti hand rail walker

2.4. Pengkajian geriatri paripurna/comprehensive geriatric assessment (CGA)

Pendekatan dalam evaluasi medis bagi pasien berusia lanjut (berusia 60


tahun atau lebih)berbeda dengan pasien dewasa muda. Pasien geriatri memiliki
karakteristik multipatologi, daya cadangfaal yang rendah, gejala dan tanda klinis
yang menyimpang, menurunnya status fungsional, dangangguan nutrisi. Selain
itu, perbaikan kondisi medis kadangkala kurang dramatis dan lebih
lambattimbulnya.Karakteristik pasien geriatri yang pertama adalah multipatologi,
yaiotu pada satu pasienterdapat lebih dari satu penyakit yang umumnya bersifat
kronik degeneratif. Kedua adalah menurunyadaya cadangan faali, yang
menyebabkan pasien geriatri amat mudah jatuh dalam kondisi gagal pulih(failure
to thrive).2
40

Hal ini terjadi akibast penurunan fungsi barbagai oragan sesuai dengan
bertambahnyausia, yang walaupun normal untuk usianya namun menandakan
menipisnya daya cadang faali. Ketigaadalah penyimpangan gejala dan tanda
penyakit dari yang klasik, misalnya pada pneumonia mungkintidak akan dijumpai
gejala khas seperti batuk, demam, dan sesak, melainkan terdapat
perubahankesadaran atau jatuh. Keempat adalah terganggunya status fungsional
pasien geriatri. Status fungsionaladalah kemampuan seseorang untuk melakukan
aktivitas kehidupan sehari – hari. 2

Status fungsional menggambarkan kemampuan umum seseorang dalam


memerankan fungsinya sebagai manusia yangtmandiri, sekaligus menggambarkan
kondisi kesehatan secara umum. Kelima adalah adanya gangguan nutrisi, gizi
kurang, atau gizi buruk, gangguan nutrisi ini secara langsung akan mempengaruhi
prosespenyembuhan dan pemulihan.Jika karena sesuatu hal pasien geriatri
mengalami kondisi akut seperti pneumonia, makapasien geriatri juga seringkali
muncul dengan gangguan fungsi kognitif, depresi, instabilitas,imobilisasi,dan
inkontinesia (sindrom geriatri). Kondisi tersebut akan semakin kompleks jika
secarapsikososial terdapat hendaya seperti pengabaian (neglected) atau
kemiskinan (masalah finansial). 2

Berdasarkan uraian di atas tidak dapat disangkal lagi bahwa pendekatan


dalam evaluasi medis bagipasien geriatri mutlak harus bersifat holostik atau
paripurna yang tidak semata – mata dari sisi bio-psoko-sosial saja, namun juga
harus senantiasa memperlihatkan aspek
kuratif.,rehabilitatif,promotif,danpreventif. Komponen dari pengkajian paripurna
pasien geriatri meliputi status fungsional, status kognitif,status emosional, dan
status nutrisi. Selain itu, anamnesis yang dilakukan adalah anamnesis sistemorgan
yang secara aktif ditanyakan oleh dokter (mengingat seringkali pasien geriatri
memiliki hambatandalam menyampaikan keluhahan atau tidak mengangap hal
tersebut sebagai suatu keluhan) danpemeriksaan fisik lengkap yang mencangkup
pula pemeriksaan neurologis dan musculoskeletal. 2

a. Status fungsional

Pendekatan yang dilakukan untuk menyembuhkan kondisi akut pasien


geriatritidak akan cukup untuk mengatasi permasalahan yang muncul.
Meskipunkondisi akutnya sudah teratasi, tetapi pasien tetap tidak dapat
dipulangkankarena belum mampu duduk, apalagi berdiri dan berjalan, pasien
belum mampumakan dan minum serta membersihkan diri tanpa bantuan.

Pengkajian status fungsional untuk mengatasi berbagai hendaya menjadfi


penting, bahkanseringkali menjadi prioritas penyelesaian masalah. Nilai dari
41

kebanyakan intervensi medis pada oirang usia lanjut dapat diukur dari
pengaruhnya padakemandirian atau status fungsionalnya. Kegagalan mengatasi
hendaya maupungejala yang muncul akan mengakibatkan kegagalan pengobatan
secarakeseluruhan.Mengkaji status fungsional seseorang berarti melakukan
pemeriksaan denganinstrumen tertentu untuk membuat penilaian menjadi objektif,
antara lain denganindeks aktivitas kehidupan sehari – hari ( activity of daily living
/ ADL) Brartheldan katz. Pasien dengan status fungsional tertentu akan
memerlukan berbagaiprogram untuk memperbaiki status fungsionalnya agar
kondisi kesehatankembali pulih, mempersingkat lama rawat, meningkatkan
kualitas hidup dan kepuasan pasien.

b. Status kognitif

Pada pasien geriatri, peran dari aspek selain fisik justru terlihat lebih
menonjolterutama saat mereka sakit. Faal kognitif yang paling sering terganggu
padapasien geriatri yang dirawat inap karena penyakit akut anatara lain memori
segeradan jangka pendek, persepsi, proses pikir, dan fungsi eksekutif,
gangguantersebut dapat menyulitkan dokter dalam pengambilan data anamnesis,
demikianpula dalam pengobatan dan tindak lanjut adanya gangguan kognitif tentu
akanmempengaruhi kepatuhan dan kemampuan pasien untuk melaksanakan
programyang telah direncanakan sehingga pada akhirnya pengelolaan secara
keseluruhanakan terganggu juga.Gangguan faal kignitif bisa ditemukan pada
derajat ringan (mild cognitive impairment /MCI dan vascular cognitive
impairment /NCI) maupun yang lebih berat(demensia ringan sedang dan berat) hal
tersebut tentunya memerlukanpendekatan diagnosis dan terapeutik tersendiri.
Penipisan adanya ganguan faalkognitif secara objektif antara lain dapat dilakukan
dengan pemeriksaanneuropsikioatri seperti Abbreviated Mental Test, The Mini-
Mental State Exmination (MMSE), The Global Deterioration Scale(GDS), dan
The Cinical DementiaRatings (CDR).

c. Status emosional

Kondisi psikologik, seperti gangguan penyesuaian dan depresi, juga


dapatmempengaruhi hasil pengelolaan. Pasien yang depresi akan sulit untuk
diajakbekerja sama dalam kerangka pengelolaan secara terpadu. Pasien
cenderungbersikap pasif atau apatis terhadap berbagai program pengobatan yang
akan diterapkan. Hal ini tentu akan menyulitkan dokter dan paramedik untuk
mengikuti dan mematuhi berbagai modalitas yang diberikan. Keinginan bunuh
diri secara langsung maupun tidak, cepat atau lambat akan mengencam proses
penyembuhan dan pemulihan.
42

Instrumen untuk mengkaji status emosional pasien misalnya geriatric


depression scale (GDS) yang terdiri atas 15 atau 30 pertanyaan. Instrumen ini
bertujuanuntuk menapis adanya gangguan depresi atau gangguan penyesuaan.
Pendekatan secara profesional dengan bantuan psikiater amat diperlukan
untukmenegakkan diagnosis pasti.

d. Status nutrisi

Masalah gizi merupakan masalah lain yang mutlak harus dikaji pada
seorangpasien geriatri. Gangguan nutrisi akan mempengaruhi status imun dan
keadaanumum pasien. Adanya gangguan nutrisi seringkali terabaikan mengingat
gejalaawal seperti rendahnya asupan makanan disangka sebagi kondisi normal
yangakan terjadi pada pasien geriatri. Sampai kondisi status gizi turunmenjadi
giziburuk baru tersadar bahwa memang ada masalah di bidang gizi. Pada saat
tersebut biasanya sudah terlambat atau setidaknya akan amat sulit
menyusunprogram untuk mengobati status gizi buruk.

Pengkajian status nutrisi dapat dilakukan dengan anamnesis gizi


(anamnesis asupan), pemeriksaan antropometrik, maupun biokimiawi. Dari
anamnesis harusdapat dinilai berapa kilometer energi, berapa gram protein, dan
berapa gramlemak yang rata – rata dikonsumsi pasien. Juga perlu dievaluasi
berapa gramserat dan mililiter cairan yang dikonsumsi. Jumlah vitamin dan
mineral biasanyadilihat secara lebih spesifik sehingga memerlukan perangkat
instrumen laindengan bantuan seorang ahli gizi. Pemeriksaan antropometrik yang
lazimdilakukan adalah pengukuran indeks massa tubuh dengan
memperhatikanperubahan tinggi tubuh dibandingkan saat usia dewasa muda.
Rumus tinggi lututyang disesuaikan denagn ras Asia dapat dipakai untuk
dikalkulasi tinggi badanorang usia lanjut. Pada pemeriksaan penunjang dapat
diperiksa hemoglobin dankadar albumin plasma untuk menilai status nutrisi
secara biokimiawi.

2.5. Farmakoterapi Lansia

Adapun prinsip umum penggunaan obat pada usia lanjut :

1. Berikan obat hanya yang betul-betul diperlukan artinya hanya bila ada
indikasi yang tepat. Bila diperlukan efek plasebo berikan plasebo yang
sesungguhnya
43

2. Pilihlah obat yang memberikan rasio manfaat yang paling


menguntungkandan tidak berinteraksi dengan obat yang lain atau
penyakit lainnya

3. Mulai pengobatan dengan dosis separuh lebih sedikit dari dosis yang biasa
diberikan pada orang dewasa yang masih muda.

4. Sesuaikan dosis obat berdasarkan dosis klinik pasien, dan bila perlu dengan
memonitor kadar plasma pasien. Dosis penuNjang yang tepat umumnya
lebih rendah.

5. Berikan regimen dosis yang sederhana dan sediaan obat yang mudah ditelan
untuk memelihara kepatuhan pasien

6. Periksa secara berkala semua obat yang dimakan pasien, dan hentikan obat
yang tidak diperlukan lagi

Perubahan Farmakokinetik pada lansia

 Volume Distribusi (Vd)


- Body fat meninggkat,akan meningkatkan Vd obat yang larut lemak
sehingga t1/2 makin panjang
- Total body wakter menurun,akan menurunkan Vd obat yang larut air
sehingga konsentrasi obat dalam plasma meningkat

 Ikatan Dengan Protein


- Pada lansia terjadi penurunan kadar albumin akibat penyakit
kronis
- Akibatnya bioavailibilitas obat yang mengikat protein akan
mengikat karna fraksi obat bebas dalam plasma meningkat
 Eliminasi
- Fungsi ginjal menurun: menurunkan eliminasi obat yang
diekskresikan oleh ginjal. Pada lansia umumnya menurun 35-50%
fungsi ginjal
- Perlu pengurangan dosis atau memperpanjang interval pemberian
obat
 Metabolisme
- Pada lansia 65th,aliran darah hepar menurun 40-
45%,mempengaruhi FPM
- Ukuran hepar mengecil
44

- Metabolisme oksidatif dengan sitokrom p450 menurun

2.6. Melanoma Maligna

Definisi
Melanoma maligna atau biasa juga disebut sebagai melanoma adalah
keganasan yang terjadi pada melanosit, sel penghasil melanin, yang biasanya
berlokasi di kulit tetapi juga ditemukan di mata, telinga, traktus GI,
leptomeninges, dan oral dan membran mukus genitalia. Karena sebagian besar sel
melanoma masih menghasilakn melanin, maka melanoma seringkali berwarna
coklat atau hitam.3

Etiologi dan faktor resiko

Faktor risiko terpapar sinar matahari berlebihan dapat dihindari,


sedangkan genetik, usia, atau jenis kelamin merupakan faktor risiko yang tidak
dapat dihindari. Beberapa faktor risiko yang memudahkan seseorang terkena MM,
di antaranya4:

1) Pajanan sinar ultraviolet (UV), merupakan faktor risiko utama pada banyak
kasus MM. Sinar UV bisa berasal dari matahari atau tanning beds. Sinar matahari
merupakan sumber utama penghasil sinar UV, sehingga orang yang mendapatkan
banyak paparan sinar matahari mempunyai risiko lebih besar menderita kanker
kulit. Ada 3 jenis utama sinar UV, yaitu: a) Sinar UVA: Sinar ini dapat merusak
DNA (DeoxyriboNucleic Acid) sel kulit bila terpapar terus-menerus dalam jangka
lama dan berperan menimbulkan beberapa jenis kanker kulit; b) Sinar UVB: Sinar
UVB dapat secara langsung merusak DNA sel kulit; sumber utama sinar UVB
adalah matahari yang menjadi penyebab terbanyak kanker kulit; c) Sinar UVC:
Sinar ini tidak dapat melewati atmosfer bumi, oleh karena itu tidak terkandung
dalam pancaran sinar matahari. Sinar ini normalnya tidak menyebabkan kanker
kulit. 4
45

2) Melacynotic nevi atau biasa disebut tahi lalat adalah salah satu tumor
berpigmen yang sifatnya jinak. Biasanya baru mulai terlihat saat anak-anak dan
remaja. Melacynotic nevi ini sebenarnya bukan masalah, tetapi jika jumlahnya
banyak dan bentuknya irreguler atau ukurannya besar, kemungkinan menjadi MM
lebih besar.4

3) Kulit putih, freckles, rambut berwarna kuning atau merah.

4) Riwayat keluarga menderita MM.

5) Pernah menderita MM sebelumnya.

6) Imunosupresi: Sistem imun dalam keadaan lemah atau sedang mendapat terapi
obat yang menekan sistem imun.

7) Jenis kelamin, sebelum usia 40 tahun MM banyak ditemukan pada wanita dan
setelah usia 40 tahun MM banyak ditemukan pada pria.

8) Genetik (mutasi gen CDKN2a).

Sinar UV dapat merusak DNA sel-sel kulit, terkadang merusak gen yang
mengontrol pertumbuhan dan pembelahan sel,4 mengakibatkan terbentuknya sel-
sel ganas. Para peneliti menemukan bahwa DNA rusak pada gen–gen penderita
MM. Kerusakan DNA akibat sinar UV ini tidak diturunkan, namun karena sinar
matahari itu sendiri.4

1.2.4 Patofisiologi
Melanoma bisa berawal sebagai pertumbuhan kulit baru yang kecil dan
berpigmen pada kulit yang normal. Paling sering tumbuh pada kulit yang terpapar
sinar matahari, tetapi hampir separuh kasus tumbuh dari tahi lalat yang
berpigmen. Melanoma mudah menyebar ke bagiantubuh yang jauh (metastase),
dimana akan terus tumbuh dan menghancurkan jaringan. Semakinsedikit
pertumbuhan melanoma ke dalam kulit, maka semakin besar peluang
untuk menyembuhkannya.
Jika melanoma telah tumbuh jauh ke dalam kulit, akan lebih
mungkinmenyebar melalui pembuluh getah bening dan pembuluh darah dan bisa
menyebabkan kematiandalam beberapa bulan atau tahun.Perjalanan penyakit
melanoma bervariasi dan tampaknya dipengaruhi oleh kekuatan pertahananoleh
46

sistem kekebalan tubuh. Beberapa penderita yang keadaan kesehatannya baik, bisa
bertahan hidup selama bertahun-tahun meskipun melanomanya telah menyebar.
Melanoma berasal dari melanosit, yang timbul dari puncak saraf dan
bermigrasi ke epidermis,uvea, meninges, dan mukosa ectodermal. Melanosit,
berada di kulit dan menghasilkan melanin pelindung, yang terkandung dalam
lapisan basal epidermis, di antara dermis dan epidermis.Melanoma dapat
berkembang di atau dekat lesi yang sudah ada sebelumnya atau di kulit
yangtampak sehat. Sebuah melanoma ganas yang berkembang dalam kulit yang
sehat dapat dikatakantimbul de novo, tanpa bukti adanya lesi sebelumnya. Banyak
dari melanoma yang diinduksi olehradiasi matahari.5
Risiko terbesar yang disebabkan paparan sinar matahari-yang dapat
menyebabkan melanoma dikaitkan dengan terbakar oleh sinar matahari secara
akut, intens, dan berselang. Risiko ini berbeda dibandingkan dengan kanker sel
skuamosa dan basal kulit, yangterkait dengan lama, paparan sinar matahari jangka
panjang.Melanoma juga dapat terjadi di daerah tidak terbakar kulit, termasuk
telapak tangan, telapak kaki, dan perineum.lesi tertentu dianggap prekursor lesi
melanoma, termasuk nevus diperoleh secara biasa, nevus displastik, nevus
kongenital, dan nevus biru selular.5

Selama fase pertumbuhan radial,sel-sel ganas tumbuh dalam mode radial


pada epidermis. Dengan waktu berlangsung, sebagian besar melanoma ke fase
pertumbuhan vertikal, di mana sel-sel ganas menginvasi dermis
danmengembangkan kemampuan untuk bermetastasis.Banyak gen terlibat dalam
pengembangan melanoma, termasuk CDKN2A (p16), CDK4, RB1,CDKN2A (p19),
PTEN/MMAC1, dan ras CDKN2A (p16) nampaknya sangat penting padamelanoma
yang sporadis dan herediter. Gen penekan tumor ini terletak di band 9p21, dan
mutasigen ini berperan dalam berbagai jenis kanker.5

Biasanya melanoma menjalani dua fase pertumbuhan:


1.Fase pertumbuhan radial, yang bisa singkat atau bisa berlangsung
beberapa tahun, saatmelanoma menyebar ke tepi pada tingkat membrana
basalis epidermis ini.

2.Fase pertumbuhan vertical, tempat potensi metatastik melanoma


meningkat dramatisdisertai dengan penetrasi ke dalam derma dan kemudian
jaringan subkutis.

Primary cutaneous melanoma dapat timbul dalam bentuk prekursor, yakni


nevi mealnotik ( Tipe umum, kongenital, atipikal/displastik), walaupun dipercaya
bahwa lebih dari 60% kasus adalah arise de novo ( tidak tumbuh dari lesi pigmen
yang telah ada.) Perkembangan dari melanoma adalah multifaktor, dimana banyak
hal yang berhubungan dengan perkembangan dan pertumbuhannya, dan
tampaknya berhubungan dengan faktor resiko yang multipel pula; termasuk
47

eksposur sinar matahari berlebih, moles yang tumbuh, riwayat keluarga akan
melanoma, mole yang berubah-ubah dan tidak sembuh, dan yang terpenting usia
yang lanjut.

Manifestasi Klinis
Secara Klinis, melanoma maligna ada 4 macam tipe, yaitu:

a) Superficial Spreading Melanoma


Merupakan tipe melanoma yang sering terjadi di Amerika Serikat,
yaitu sekitar 70% dari kasus yang didiagnosa sebagai melanoma. Dapat terjadi
pada semua umur namun lebih sering pada usia 30-50 tahun, sering pada
wanita dibanding pria dan merupakan penyebab kematian akibat kanker
tertinggi pada dewasa muda.5

Pada stadium awal, tipe ini bisa berupa bintik yang datar yang
kemudian pigmentasi dari lesi mungkin menjadi lebih gelap atau mungkin
abu-abu, batasnya tidak tegas, dan terdapat area inflamasi pada lesi. Area di
sekitar lesi dapat menjadi gatal. Kadang-kadang pigmentasi lesi berkurang
sebagai reaksi imun seseorang untuk menghancurkannya. Tipe ini
berkembang sangat cepat. Diameter pada umumnya lebih dari 6mm. Lokasi
pada wanita di tungkai bawah, sedangkan laki-laki di badan dan leher.5

Gambar 1. Superficial Spreading Melanoma 4


48

b) Nodular Melanoma
Merupakan tipe melanoma yang paling agresif. Pertumbuhannya
sangat cepat dan berlangsung dalam waktu mingguan sampai bulanan. Sebanyak
15%-30% kasus melanoma yang terdiagnosa sebagai melanoma merupakan
nodular melanoma. Dapat terjadi pada semua umur, namun lebih sering pada
individu berusia 60 tahun ke atas. Tempat predileksinya adalah tungkai dan tubuh.
Melanoma ini bermanifestasi sebagai papul coklat kemerahan atau biru hingga
kehitaman, atau nodul berbentuk kubah, atau setengah bola (dome shaped) atau
polopoid dan aksofitik yang dapat timbul dengan ulserasi dan berdarah dengan
trauma minor, timbul lesi satelit. Secara klinik bisa berbentuk amelanotik atau
tidak berpigmen. Fase perkembangannya tidak dapat dilihat dengan mudah, dan
sulit di identifikasi dengan deteksi ABCDE., 4

Gambar 2. Nodular melanoma4

c) Lentigo Maligna Melanoma


Sebanyak 4-10 % kasus melanoma merupakan tipe Lentigo Maligna
melanoma. Terjadi pada kulit yang rusak akibat terpapar sinar matahari pada usia
pertengahan dan lebih tua, khususnya pada wajah, leher dan lengan. Melanoma
tipe ini pada tahap dini terdiagnosa sebagai bercak akibat umur atau terpapar
matahari. Karena mudah sekali terjadi salah diagnosa maka tipe ini dapat tidak
49

terdeteksi selama bertahun-tahun dan cukup berbahaya. Pertumbuhan tipe ini


sangat lambat yaitu sekitar 5-20 tahun. 4

Pada tahap in situ lesinya luas (>3cm) dan telah ada selama bertahun-
tahun. Karakteristik invasinya ke kulit berupa macula hiperpigmentasi coklat tua
sampai hitam atau timbul nodul yang biru kehitaman. Pada permukaan dijumpai
bercak-bercak warna gelap (warna biru) tersebar tidak teratur, dapat menjadi
nodul biru kehitaman invasive agak hiperkeratonik. 4

Gambar 3. Lentigo melanoma4

d) Acral Lentigineous Melanoma


Tipe ini paling sering menyerang kulit hitam dan Asia yaitu sebanyak 29-
72% dari kasus melanoma dan karena sering terlambat terdiagnosis maka
prognosisnya buruk. Sering disebut sebagai ”hidden melanoma” karena lesi ini
terdapat pada daerah yang sukar untuk dilihat atau sering diabaikan, yaitu terdapat
pada telapak tangan, telapak kaki, tumit, ibu jari tangan, atau dibawah kuku., 4
Melanoma subungual bisa terlihat sebagai diskolorasi difus dari kuku atau
pita longitudinal berpigmen di dasar kuku. Melanoma ini memiliki bentukan yang
sama dengan benign junctional melanotic nevus. Pigmen akan berkembang dari
arah proksimal menuju ke arah laterla kuku yang disebut sebagai tanda
50

Hutchinson, sebuah tanda yang khusus untuk melanoma akral. Pada permukaan
timbul papul, nodul, ulcerasi, kadang-kadang lesi tidak mengandung pigmen. 4,

Gambar 4. Acral Lentigous Melanoma4

Selain 4 tipe tersebut terdapat juga salah satu tipe yaitu Non pigmentasi
hanya sebanyak <5% dari jumlah kasus melanoma di Amerika Serikat.. Tipe ini
tidak berpigmen dan secara klinis tampak pink atau gambaran
kemerahan.Variasinya yaitu Desmoplastic/ neurotropic melanoma, mucosal
(lentigenous melanoma), malignant blue nevus.

Gambar 5. Melanoma amelanotik4


51

Sangat sulit membedakan bentuk dini karsinoma sel basal, karsinoma sel
skuamosa maupun melanoma maligna. Diagnosa pasti keganasan di tentukan
dengan pemeriksaan patologi anatomi. Kunci penyembuhan melanoma maligna
adalah penemuan dini, sehingga diagnosa melanoma harus ditingkatkan bila
penderita melaporkan adanya lesi berpigmen baru atau adanya tahi lalat yang
berubah. 4

Kapan memikirkan suatu Nevus mungkin menjadi ganas:

a. Nevus yang berubah:


 Membesar
 Warna bertambah hitam
 Timbul satelitosis
 Terasa gatal
 Mudah berdarah
 Timbul ulkus
 Rambutnya rontok
b. Nevus yang berlokasi di:
 Telapak tangan/kaki
 Bawah kuku
 Belakang telinga
 Vulva

ABCDE sistem ( Asymmetry, Border, Colour, Diameter, Envolving)

Berguna dalam mendiagnosa melanoma maligna serta untuk


meningkatkan kewaspadaan individu terhadap penyakit keganasan ini.
Asymmetry
Jika kita melipat lesi menjadi dua, maka tiap-tiap
bagian tidak sesuai
52

Border
Batasnya tidak tegas atau kabur

Color
Ciri melanoma tidak memiliki satu warna yang
solid melainkan campuran yang terdiri dari coklat
kekuningan, coklat dan hitam, juga bisa tampak
merah, biru atau putih.
Diameter
Meskipun melanoma biasanya lebih besar dari 6
mm, ketika dilakukan pemeriksaan mereka bisa
lebih kecil dari seharusnya . Sehingga harus
diperhatikan perubahan tahi lalat dibanding yang
lainnya atau berubah menjadi gatal atau berdarah
ketika diameternya lebih kecil dari 6 mm

Evolving
Setiap perubahan dalam ukuran, bentuk, warna,
tingginya atau cirri-ciri lain atau ada gejala baru
seperti mudah berdarah, gatal dan berkrusta harus
dicurigai keganasan
Gambar 13. The ABCDE’s of Melanoma
53

Gambar berikut menunjukkan tahi lalat atypical yang normal dan melanoma.

Benign Malignant

simetris
asimetris

Borders are
Borders are uneven
even

Two or more
One shade
shades

Smaller than
Larger than 1/4
1/4 inch

Gambar 6. Perbedaan Atypical Nevus dan Melanoma4

Klasifikasi
Klasifikasi melanoma merupakan salah satu proses yang digunakan untuk
mengetahui seberapa jauh sel-sel kanker tersebut telah bermetastase. Deskripsi
klasifikasi tersebut meliputi ukuran, dan apakah tumor tersebut telah menyebar ke
organ lain. Adanya klasifikasi ini, merupakan standar petugas kesehatan dalam
54

melihat sel-sel kanker tersebut sehingga dapat memberikan penatalaksanaan yang


tepat.
Klasifikasi oleh The American joint Comitee on Cancer (AJCC)
merupakan klasifikasi yang paling banyak dan paling sering dipakai, dan memiliki
klasifikasi T, sebagai keterangan tentang ketebalan tumor, klasifikasi N, sebagi
keterangan keterlibatan kelenjar limfe, dan M sebagai keterangan ada tidaknya
metastase. Keterangan lebih jelas pada tabel berikut
55

Tabel 2.1 Klasifikasi Melanoma dari AJCC-TNM

5-Year
Stage TNM Classification Histologic/Clinical Features Survival Rate,
%

0 Tis N0 M0 Intraepithelial/in situ 100


melanoma

IA T1a N0 M0 ≤1 mm without ulceration >95


and level II/III

IB T1b N0 M0 ≤1 mm with ulceration or 89-91


T2a N0 M0 level IV/V
1.01-2 mm without
ulceration

IIA T2b N0 M0 1.01-2 mm with ulceration 77-79


T3a N0 M0 2.01-4 mm without
ulceration

IIB T3b N0 M0 2.01-4 mm with ulceration 63-67


T4a N0 M0 >4 mm without ulceration

IIC T4b N0 M0 >4 mm with ulceration 45

IIIA T1-4a N1a M0 Single regional nodal 63-69


T1-4a N2a M0 micrometastasis,
nonulcerated primary
56

2-3 microscopic positive


regional nodes, nonulcerated
primary

IIIB T1-4bN1a M0 Single regional nodal 46-53


T1-4bN2a M0 micrometastasis, ulcerated
T1-4a N1b M0 primary
T1-4a N2b M0 2-3 microscopic regional
T1-4a/b N2c M0 nodes, nonulcerated primary 30-50
Single regional nodal
macrometastasis,
nonulcerated primary
2-3 macroscopic regional
nodes, no ulceration of
primary
In-transit met(s)* and/or
satellite lesion(s) without
metastatic lymph nodes

IIIC T1-4b N2a M0 Single macroscopic regional 24-29


T1-4b N2b M0 node, ulcerated primary
Any T N3 M0 2-3 macroscopic metastatic
regional nodes, ulcerated
primary
4 or more metastatic nodes,
matted nodes/gross
extracapsular extension, or
in-transit met(s)/satellite
lesion(s) and metastatic
57

nodes

IV Any T any N M1a Distant skin, subcutaneous, 7-19


Any T any N M1b or nodal mets with normal
Any T any N M1c LDH levels
Lung mets with normal LDH
All other visceral mets with
normal LDH or any distant
mets with elevated LDH

Stage 0 Melanoma Stage 1 Melanoma


58

Stage II Melanoma

Stage IV Melanoma

Stage III Melanoma

Gambar 7. Stage Melanoma4

Klasifikasi menurut kedalaman (ketebalan) Tumor menurut Breslow:

Golongan I : Kedalaman (ketebalan) tumor <0,76 mm

Golongan II : Kedalaman (ketebalan) tumor 0,76-1,5 mm

Golongan III : Kedalaman (ketebalan) tumor >1,5 mm


59

Klasifikasi yang lain yaitu klasifikasi tingkat invasi menurut Clark.

Tingkat I : sel melanoma terletak di atas membrane basalis epidermis

(melanoma in situ/ intra epidermal)

Tingkat II : invasi sel melanoma samapi dengan lapisan papilaris

dermis (dermis superfisial), tetapi tidak mengisi papila


dermis.

Tingkat III : Sel melanoma mengisi papila dermis dan meluas sampai

taut dermis papiler dan retikuler.

Tingkat IV : Invasi sel melanoma sampai dengan lapisan retikularis

dermis.

Tingkat V : Invasi sel melanoma sampai dengan jaringan subkutan.

Gambar 8. Representatif skematik klasifikasi melanoma maligna menurut Breslow


dan Clark
60

Sedangkan National Comprehensive Cancer Network menggunakan


klasifikasi yang merupakan variasi dari sistem TNM.

Stage 0: melanoma in situ, yang berarti hanya melibatkan lapisan epidermis

dan belum menyebar ke dermis. Dalam klasifikasi menurut Clark


tingkat I.

Stage 1: melanoma memiliki ketebalan kurang dari 1 mm atau sekitar 1/25

inch. Dalam klasifikasi Clark, sesuai dengan tingkat II atau III.

Satge I-II: melanoma memiliki ketebalan antara 1-4 mm atau menurut

klasifikasi Clark sesuai dengan tingkat IV dengan ketebalan


berapapun. Tingkat ini masih terlokalisasi di kulit dan belum
ditemukan penyebaran pada kelenjar limfe atau organ lain yang
jauh.

Stage III: melanoma sangat tebal, lebih dari 4 mm, atau jika dalam klasifikasi
Clark, sesuai dengan tingkat V dan atau nodul melanoma
ditemukan dalam 2 cm dari tumor utama. Atau melanoma telah
menyebar ke kelenjar limfe terdekat, tapi masih belum ada
penyebaran jauh.

Stage IV: melanoma telah menyebar luas disamping ke regio sekitarnya,


seperti ke paru-paru, hati, otak, dll.
Diagnosis
Diagnosis melanoma ditegakkan dengan identifikasi klinik dengan
konfirmasi histologi. Identifikasi klinik dimulai dengan riwayat penyakit sekarang
pasien, riwayat penyakit terdahulu, dan pemeriksaan fisik terhadap lesi yang
dicurigai. ,

1. Anamnesa
Dari anamnesa yang dilakukan, diharapkan diketahui informasi
tentang keluhan umum pasien, dan riwayat perjalanan keluhan umum
61

tersebut. Perubahan sifat dari nevus merupakan keluhan umum yang


paling sering ditemukan pada pasien dengan melanoma, dan hal ini
merupakan peringatan awal melanoma. Perubahan tersebut diantaranya
peningkatan dalam hal diameter, tinggi atau batas yang asimetris pada
suatu lesi berpigmen memberikan data 80% pada pasien saat melanoma
ditegakkan.Dari perjalanan penyakit tersebut juga ditanyakan awal
mulanya lesi pada kulit tersebut muncul, dan kapan terjadi perubahan pada
lesi tersebut. Tentang tanda dan gejala melanoma, seperti adanya
perdarahan, gatal, ulserasi dan nyeri pada lesi. Pada anamnesa tersebut
juga ditanyakan tentang adanya faktor-faktor resiko pada pasien.,

2. Pemeriksaan fisik
Yang perlu dilakukan saat pemeriksaan fisik ini yaitu
memperhatikan lebih detail dengan inspeksi, palpasi dan bila perlu
inspeksi dengan bantuan kaca pembesar. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui ukuran, bentuk, warna dan tekstur dari nevus tersangka dan
mencari adanya perdarahan atau ulserasi. Pemeriksaan terhadap kelenjar
limfe yang berada dekat dengan lesi juga perlu dilakukan. Adanya
pembengkakan atau biasa disebut dengan limfadenopati menunjukkan
kemungkinan adanya penyebaran melanoma.

Pemeriksaan ditempat tubuh yang lain dapat dilakukan jika


terdapat kecurigaan atau untuk evaluasi dari pemeriksaan yang lalu pada
individu dengan faktor resiko. Di luar negeri, evaluasi terhadap seluruh
tubuh sudah dilakukan, yaitu dengan cara mendokumentasikan nevus-
nevus yang ada di seluruh tubuh. Dengan demikian, perubahan akan lebih
cepat terdeteksi dengan membandingkannya dengan dokumentasi
terdahulu.

Pemeriksaan di tempat yang menjadi predileksi pada macam-


macam bentuk klinis melanoma juga perlu dilakukan. Misalnya pada
melanoma superfisial dan melanoma nodular yang biasanya berada di
62

trunkus tubuh dan tungkai, sedangkan melanoma maligna bentuk lentigo


lebih banyak muncul di telapak tangan, telapak kaki dan dibawah kuku.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang ini yaitu meliputi pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan radiologi. , khir-
akhir ini di luar negeri juga dikembangkan pemeriksaan dengan
epiluminescence microscopy. Dengan tehnik ini, lesi yang berpigmen
tersebut diperiksa secara in situ dengan minyak emersi dengan
menggunakan dermatoskop. Pada beberapa penelitian lain melibatkan
analisis dengan bantuan komputer dan klinikal digitalisasi yang kemudian
dibandingkan dengan database.

Gambar 9. Perbandingan gambaran klinik (A) dan dengan menggunakan


epiluminescence microscopy (B)

Namun data terakhir melaporkan bahwa pemeriksaan laboratorium,


radiografi thorak dan radiografi yang lain (MRI, CT Scan, PET, Scanning
Tulang) tidak terlalu bermanfaat untuk melanoma stage I/II (melanoma
kutaneus) tanpa tanda-tanda dan gejala-gejala metastase.

a. Pemeriksaan Laboratorium
Tak ada pemeriksaan tertentu yang khusus untuk melanoma, baik yang
belum bermetastase maupun yang telah bermetastase, tetapi
kadangkala tingginya angka LDH (Lactaet Dehydrogenase) dianggap
membantu. Kadar LDH yang tinggi dalam darah merupakan suatu
kemungkinan adanya metastase melanoma pada hati. Adanya
63

peningkatan LDH ini juga dihubungkan dengan lebih buruknya


kemungkinan untuk hidup pada kelompok tersebut. Pemeriksaan LDH
akan bermakna pada melanoma stage IB/III atau dengan pemeriksaan
berkala setiap 3-12 bulan.

Selain LDH, kadar serum S-100 mungkin juga berguna sebagai


penanda tumor pada pasien dengan melanoma yang telah bermetastase.

b. Pemeriksaan Radiografi
Ultrasound Scan, pemeriksaan ini menggunakan frekuensi gelombang
suara untuk menghasilkan gambaran spesifik dari bagian tubuh.
Sebagian besar untuk memeriksa kelenjar limfe di leher, axilla, dan
pelipatan paha. Kadang digunakan pada biopsy kelenjar limfe agar
semakin akurat (Ultrasound guided fine needle aspiration).
Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit, tidak memakan waktu
yang lama, tidak menimbulkan bahaya radiasi dan aman digunakan
pada kehamilan.

Gambar 10. Ultrasound of lymph node

Pemeriksaan X-ray pada thorak dilakukan dengan memperhatikan


kemungkinan adanya metastase melanoma ke paru-paru. Hasil
metastase tersebut dapat berupa gambaran tumor pada paru-paru, yang
seringkali harus dibedakan dengan tumor paru primer, tetapi dapat juga
berupa gambaran efusi pleura.
64

CT-Scan mungkin dapat mendeteksi adanya metastase melanoma


pada paru-paru atau pada hati dengan adanya gambaran pembesaran
pada kelenjar limfe. Sedangkan radiografi dengan MRI merupakan
pemeriksaan yang paling baik untuk melihat adanya metastase
melanoma pada otak dan medula spinalis.

PET (Positron Emission Tomography) dilakukan untuk menambah


informasi dari hasil CT Scan dan MRI yang dilakukan. Pada
pemeriksaan ini, digunakan semacam glukosa yang mengandung atom
radioaktif. Prinsip cara kerja PET yaitu dengan adanya sifat sel kanker
yang menyerap lebih banyak glukosa karena metabolismenya yang
tinggi.6

Gambar11. PET Scan Whole Body staging for Melanoma6

Tetapi penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini menyatakan


bahwa pemeriksaan radiologi seperti CT Scan, MRI, PET, USG dan
Scan tulang memiliki hasil yang rendah pada pasien asmtomatik
dengan melanoma kutaneus primer (Stage I dan II menurut AJCC) dan
umumnya tidak diindikasikan.
65

c. Pemeriksaan Histopatologi
Kriteria standar untuk diagnosa melanoma maligna adalah dengan
pemeriksaan histopatologi dengan cara biopsi dari lesi kulit tersangka.
Macam-macam tehnik biopsi itu sendiri ada 3 macam, yaitu shave
biopsy, punch biopsy dan incisional and excisional biopsies. Biopsi
secara eksisi merupakan pilihan cara biopsi yang direkomendasikan
untuk pemeriksaan melanoma maligna. Pada tehnik ini, tumor diambil
secara keseluruhan untuk kemudian sebagian sampel digunakan untuk
pemeriksaan histologi.

Biopsi secara eksisi dengan batas yang kecil dari batas tumor
dipilih untuk memastikan informasi tentang ketebalan tumor, adanya
ulserasi, tahap invasi tumor secara antomis, adanya mitosis, adanya
regresi, adanya invasi terhadap pembuluh limfe dan pembuluh darah,
dan untuk melihat respon host terhadap tumor itu sendiri. Pada
umumnya batas kulit yang diambil yaitu sekitar 1-3 mm sekitar lesi
untuk memperakurat diagnosis dan histologic mikrostaging. Kecuali
pada melanoma jenis lentigo, biopsi lebih mendalam diperlukan untuk
memperkecil terjadinya misdiagnosa. 6
66

Gambar 12. Excision Biopsy.6

Hasil yang dapat ditemukan pada pemeriksaan histologi ini


bergantung pada jenis melanoma. Superficial Spreading melanoma
memiliki fase pertumbuhan secara radial atau fase in situ yang
digambarkan dengan peningkatan jumlah melanosit intraepitel yang
bersifat (1) atipik dan besar, (2) tersusun tidak teratur di dermal-
epidermal junction, (3) adanya migrasi ke atas (pagetoid), (4) kurang
memiliki potensi biologi sel untuk bermetastasis. Lentigo melanoma
dan acral lentiginous melanoma memiliki gambaran yang mirip,
dengan dominasi pertumbuhan secara in situ pad dermal-epidermal
juntion dan dengan tendensi yang kecil untuk pertumbuhan sel secara
pagetoid.

Ketebalan tumor, merupakan determinan prognosis terpenting dan


diukur secara vertikal dalam milimeter dari atas lapisan granular
hingga titik terdalam tumor. Semakin tebal tumor dapat diasosiasikan
dengan potensi metastase yang lebih tinggi dengan prognosa yang
lebih jelek.

Penatalaksanaan
a. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi utama dari melanoma maligna, yang hampir 100%
efektif pada masa-masa awal tumor. Pembedahan ini, dilakukan dengan cara
67

eksisi luas dan dalam dengan pinggir sayatan yang direkomendasikan sesuai tabel
berikut:

Tabel 2.2 Penatalaksanaan melanoma dengan eksisi berdasar ketebalan tumor

Management of Melanoma Patients

Termasuk dalam penatalaksanaan pembedahan melanoma maligna ini


adalah Elective Lymphonode dissection (ELND), yaitu deseksi kelenjar limfonodi
tanpa dilakukan biopsi sebelumnya. Diseksi ini dilakukan untuk tumor dengan
kedalaman 1-4 mm dan tidak pada melanoma stage I. Hal ini disebabkan karena
sebanyak 40% kasus pada pasien melanoma dengan ketebalan 1-4 mm memiliki
kelainan limfe yang tidak tampak dan sebanyak 10% kasus dengan metastase
jauh. Sedangkan pasien dengan lesi lebih besar dari 4 mm, hampir 70% kasus
dengan metastase jauh dan 60% memiliki kelainan limfe yang tersembunyi.
Namun pada kenyataannya tindakan tersebut tidak memperbaiki survival rate dan
hingga sekarang masih dalam perdebatan. Pada penelitian yang dilakukan WHO,
angka metastasis sekitar 48% pada penderita yang dilakukan ELND. Sedangkan
pada penelitian lain yang dilakukan oleh The International Group Melanoma
Surgical trial menunjukkan adanya perbaikan survival rate pada pasien dengan
usia kurang dari 60 tahun dengan ketebalan tumor antara 1-4 mm.
68

Sentinel Lymph Node Dissection merupakan bentuk penatalaksanaan


pembedahan yang lain. Pada pembedahan ini, diseksi dilakukan pada kelenjar
limfe yang merupakan tempat utama melanoma untuk drainase. Adanya diseksi
ini dikatakan dapat mengidentifikasi mereka yang mempunyai resiko tinggi
metastase dan mereka yang mungkin mendapatkan keuntungan dengan diseksi
lengkap kelenjar limfe atau dengan terapi adjuvan. 6

Gambar 21. Sentinel node theory6

Pemetaan lymfatik dan sentinel node biopsy merupakan solusi efektif


untuk dilakukannya lymphadenectomy pada pasien dengan melanoma yang tipis
dan secara klinis kelenjar tidak teraba. Teknik ini dikembangkan pada awal tahun
1990an dengan pemberian zat warna patent blue V atau isosulfan blue secara
intradermal diats tumor saat dilakukan eksisi luas. Pada eksplorasi kelenjar getah
bening akan ditemukan saluran-saluran getah bening yang berwarna biru, yang
menuju kesuatu kelenjar yang berwarna biru pula, lebih dari 80% kelenjar ini
dapat ditemukan. Kelenjar getah bening diangkat dan dilakukan frozen section,
jika positif mengandung metastasis sel tumor baru akan diseksi. Pada penelitian
Reintgen menemukan bahwa sel melanoma maligna menjalar lebih teratur dan
jelas dibandingkan dengan tumor padat lainnya. Jika pada sentinel node ini tidak
ditemukan metastasis maka kelenjar lain juga diasumsikan tidak mengandung
metastasis. Cara ini dipermudah dengan menggunakan lymphoscintigraphy
dengan penyuntikan Technitiun (TC99m) ke dalam tumor 1 hari sebelum operasi.
Dengan alat pelacak isotop akan dapat ditentukan tempat insisi kulit di daerah
69

kelenjar getah bening regional tumor tersebut. Pada penelitian dari 612 pasien
pada stage I/II tidak didapatkan angka recurrent sebesar 60%.,
b. Terapi Adjuvant
Karena pengobatan definitive dari melanoma kulit adalah dengan
pembedahan, maka terapi medikamentosa diberikan sebagai terapi tambahan dan
penatalaksanaan pada pasien melanoma stadium lanjut. Pasien yang memiliki
melanoma dengan tebal lebih dari 4 mm atau metastase ke limfonodi dengan
pemberian terapi adjuvant dapat meningkatkan angka ketahanan hidup. Studi di
berbagai center kesehatan menunjukkan pemberian interferon alpha 2b (IFN)
menambah lamanya ketahanan hidup dan ketahanan terhadap terjadinya rekurensi
Melanoma, sehingga oleh Food and Drug Administration (FDA) mengajurkan
IFN sebagai terapi tambahan setelah eksisi pada pasien dengan resiko recurrent.
IFN γ dilaporkan tidak efektif pada fase I atau II dari melanoma yang
bermetastase, namun potensi IFN γ yang merupakan mediator pembunuh alami
Limfosit T sitotoksik, sebuah pengaktivasi makrofag, dn HLA klas II ekspresi
antigen, merupakan hal yang tak dapat diabaikan. 6

Interleukin-2 (IL-2) pada penelitian terakhir, dalam dosis tinggi baik


diberikan sendiri maupun dengan kombinasi bersama sel lymphokine activated
killer menghasilkan respon pada pasien sebesar 15% sampai 20%, dengan respon
lengkap sebesar 4-6%.6

Terapi adjuvan lain selain IFN yaitu Kemoterapi dengan macamnya yaitu:

 Dacarbazine (DTIC), baik diberikan sendiri maupun kombinasi bersama


Carmustine (BCNU) dan Cisplastin.
 Cisplastin, vinblastin, dan DTIC
 Temozolomide merupakan obat baru yang mekanisme kerjanya mirip
DTIC, tetapi bisa diberikan per oral.
 Melphalan juga dapat diberikan pada melanoma dengan prosedur tertentu.
70

Terapi-terapi adjuvan yang lainnya diantaranya yaitu dengan


biokemoterapi, yaitu merupakan kombinasi terapi antara kemoterapi dan
imunoterapi, imunoterapi sendiri dan gen terapi. 6

Dalam kepustakaan lain disebutkan juga adanya terapi radiasi pada


melanoma yang merupakan terapi paliatif. Radioterapi sering digunakan setelah
pembedahan pada pasien dengan lokal atau regional melanoma atau untuk pasien
dengan unresectable dengan metastasis jauh. Terapi ini dapat mengurangi
recurence lokal tetapi tidak memperbaiki prolong survival. 6

Radioimunoterapi pada metastase melanoma masih dalam penelitian, pada


penelitian yang dilakukan National Cancer Institute (NCI) terapi ini menunjukkan
kesuksesan. Terapi ini dengan memberikan auotologous lymphocytes yang
kemudian mengkode T cell receptors (TCRs) pada lymphosit pasien, kemudian
telah terbentuk manipulasi lymphosit yang melekat pada molekul di permukaan
sel melanoma yangf kemudian membunuh sel melanoma tersebut.6

2.7. Analisis terapi yang dikonsumsi pasien

Cetirizine

Cetirizine merupakan antihistamin yang sangat kuat dan spesifik.


Cetirizine merupakan antagonis reseptor H1 generasi kedua, yang merupakan
metabolit aktif asam karboksilat dari antagonis reseptor H1 generasi pertama yaitu
hidroksizin. 7

Efek samping yang dapat muncul yaitu somnolen yang bersifat dose-
dependent, sakit kepala dan masalah saluran cerna. Efek sistem saraf pusat (SSP)
dari antihistamin generasi kedua jarang terjadi, dibandingkan dengan generasi
pertama dan tidak berinteraksi dengan agen aktif lain di SSP seperti diazepam.
Cetirizine juga tidak mempunyai efek samping terhadap hepar dan jantung. 7

Metabolit cetirizine tidak diolah di hepar dan diekskresi ke urin dan feses
dalam bentuk yang tidak berubah. Penggunaan cetirizine selama 7 hari tidak
memperpanjang interval QTc dibandingkan plasebo. Reseptor H1 tersebar luas di
berbagai sel, seperti sel otot polos, sel endotel, sel mast, basofil dan eosinofil.
Semua reseptor tersebut mudah dicapai dari sirkulasi darah. Oleh karena itu,
antagonis reseptor H1 tidak memerlukan distribusi jaringan yang luas untuk aksi
71

kerjanya. Pada sel mast dan basofil, hasil akhirnya adalah pelepasan mediator.
Target antagonis H1 adalah reseptor eksternal, sehingga efek farmakologik
dicapai tanpa penetrasi sel dan tidak memerlukan penembusan membran sel atau
sitosol. Sebagian besar antagonis H1 tidak dapat melewati sawar darah otak,
namun beberapa obat dengan liposolubilitas yang tinggi dapat melewati sawar
tersebut. Dengan adanya volume distribusi yang rendah dari antagonis H1, maka
penembusan sawar darah otak dapat diminimalisasi. Selain mempunyai efek
antagonis terhadap reseptor H1, cetirizine juga mempunyai efek antiinflamasi.7

Tabel 2.3 Obat yang harus dihindari pada lansia dan alternatif terapi lain 7

Pada tabel tersebut menyatakan bahwa cetirizine dapat menjadi alternatif


lain menggantikan anti histamin generasi pertama seperti bromphentramine
chlorpheniramine dll.7

2.8. Penatalaksaan depresi pada lansia

Tata laksana depresi pada lansia dipengaruhi tingkat keparahan dan


kepribadian masingmasing. Pada depresi ringan dan sedang, psikoterapi
merupakan tata laksana yang sering dilakukan dan berhasil. Akan tetapi, pada
72

kasus tertentu atau pada depresi berat, psikoterapi saja tidak cukup, diperlukan
farmakoterapi.8

Banyak oang membutuhkan dukungan dari orang-orang terdekat terutama


keluarga dan teman, keikutsertaan dalam kegiatan kelompok, atau berkonsultasi
dengan tenaga profesional untuk mengatasi depresi. Selain itu, mengatasi masalah
terisolasi ketika memasuki usia lanjut merupakan salah satu bagian penting dalam
penyembuhan dan dapat mencegah episode kekambuhan penyakit.

Banyak penelitian menunjukkan bahwa aktif dalam kegiatan kelompok di


lingkungan merupakan bagian penting dalam kesehatan dan dapat meningkatkan
kualitas hidup. Pada umumnya, tata laksana terapi hanya menggunakan obat
antidepresan, tanpa merujuk pasien untuk psikoterapi, tetapi obat hanya
mengurangi gejala, dan tidak menyembuhkan. Antidepresan bekerja dengan cara
menormalkan neurotransmiter di otak yang memengaruhi mood, seperti serotonin,
norepinefrin, dan dopamin.

Antidepresan harus digunakan pada lansia dengan depresi mayor dan


selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) merupakan obat pilihan pertama.
Pemilihan obat tersebut perindividu dengan pertimbangan efek samping dari tiap
golongan.

Pengobatan monoterapi dengan dosis minimal digunakan pada awal terapi,


dievaluasi apabila tidak ada perubahan bermakna dalam 6-12 minggu. Lansia
yang tidak berespons pada pengobatan awal perlu mendapatkan obat antidepresan
golongan lain dan dapat dipertimbangkan penggunaan dua golongan antidepresan.
Pada lansia yang responsif dengan obat antidepresan, obat harus digunakan
dengan dosis penuh (full dose maintenance therapy) selama 6-9 bulan sejak
pertama kali hilangnya gejala depresi.

Apabila kambuh, pengobatan dilanjutkan sampai satu tahun. Strategi


pengobatan tersebut telah berhasil menurunkan risiko kekambuhan hingga 80%.
Penghentian antidepresan harus dilakukan secara bertahap agar tidak
menimbulkan gejala withdrawal seperti ansietas, nyeri kepala, mialgia, dan gejala
73

flu like syndrome. Lansia yang sering kambuh memerlukan terapi perawatan dosis
penuh terapi selama hidupnya.

Selain farmakoterapi dengan obat antidepresan, psikoterapi (talk therapy)


memiliki peranan penting dalam mengobati berbagai jenis depresi. Psikoterapi
dilakukan oleh psikiater, psikolog terlatih, pekerja sosial, atau konselor.
Pendekatan psikoterapi dibagi dua, yaitu cognitive-behavioral therapy (CBT) dan
interpersonal therapy. CBT terfokus pada cara baru berpikir untuk mengubah
perilaku, terapis membantu penderita mengubah pola negatif atau pola tidak
produktif yang mungkin berperan dalam terjadinya depresi. Interpersonal therapy
membantu penderita mengerti dan dapat menghadapi keadaan dan hubungan sulit
yang mungkin berperan menyebabkan depresi. Banyak penderita mendapat
manfaat psikoterapi untuk membantu mengerti dan memahami cara menangani
faktor penyebab depresi, terutama pada depresi ringan; jika depresi berat,
psikoterapi saja tidak cukup, karena akan menimbulkan depresi berulang.

a). Farmakoterapi

Respon terhadap obat pad usia lanjut sangat dipengaruhi oleh


berbagai faktor antara lain farmakokinetik dan farmakodinamik. Faktor-faktor
farmakokinetik antara lain: absorbsi, distribusi, biotransformasi, dan ereksi obat
akan mempengaruhi jumlah obat yang dapat mencapai jaringan tempat kerja obat
untuk bereaksi dengan reseptornya. Faktor-faktor farmakodinamik antara lain:
sensitivitas reseptor, mekanisme homeostatik akan mempengaruhi antisitas efek
farmakologik dari obat tersebut.

Obat-obat yang digunakan pada penyembuhan depresi usia lanjut antara lain:

– Anti Depresan Trisiklik


– Irreversible Monoamin Oxsidase A-B Inhibitor (MAOIs)
– Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRIs)
– Selective Serotonin Reuptake Enhacer (SSRIs)
– Penstabil Mood (Mood Stabilizer)
74

– Electroconvulsive Teraphy (ECT)


b). Psikoterapi

Cara-cara psikoterapi dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu


psikoterapi suportif dan psiloterapi genetic dinamik.

1). Psikoterapi suportif

Tujuan psikoterapi jenis ini adalah menguatkan daya tahan


mental yang ada, mengembangkan mekanisme yang baru dan lebih
baik untuk mempertahankan control diri, dan dapat mengembalikan
keseimbangan adaptif (dapat menyesuaikan diri). Cara-cara
psikoterapi suportif antara lain: ventilasi atau psikokatarsis, persuasi
atau bujukan, sugesti penjaminan kembali, bimbingan dan
penyuluhan, terapi kerja, hipnoterapi dan narkoterapi kelompok, terapi
perilaku.

2). Psikoterapi genetic-dinamik (psikoterapi wawasan)

Psikoterapi genetic-dinamik dibagi menjadi psikoterapi


reeduaktif dan psikoterapi rekonstruktif. Psikoterapi reedukatif adalah
usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai pengertian tentang
konflik-konflik yang letaknya lebih banyak dialam sadar, dengan
usaha berencana untuk penyesuaian diri kembali, memodifikasi tujuan
, dan membangkitkan serta mengungkapkan potensi reaktif yang ada.
Cara psikoterapi reedukatif antara lain: terapi hubungan antara
manuasia, terapi sikap, terapi wawancara, analisa dan sintesa yang
distributive, konseling terapetik, terapi kerja, reconditioning, terapi
kelompok yang reedukatif, dan terapi somatic. Cara-cara psikoterapi
rekonstruktif antara lain: Psikoanalisa Freud, Psikoanalisis non-Frreu,
psikoanalisis non-Freudian, dan psikoterapi yang berorientasi pada
psikoanalisanya (misalnya: asosiasi bebas, analisa mimpi,
75

hipnoanalisa, narkoterapi, terapi main, terapi seni, dan terapi


kelompok analitik.

c). Manipulasi lingkungan

Lingkungan pergaulan pasien akan sangat membantu


penatalaksanaan depresi pada lansia. Dimana keluarga penderita harus
bersifat sabar dan penuh perhatian. Pengobatan sosiokultural
dilakukan dengan mengurangi stresor yang ada yaitu menciptakan
lingkungan yang sehat serta memperbaiki sistem komunikasi
lingkungan. Selain itu keadaan fisik dan keberhasilan perlu mendapat
perhatian yang optimal dan seringkali diperlukan mmanipulasi
lingkungan untuk meringankan penderitaan pasien.

Manajemen psikososial
Pendekatan untuk manajemen psikososial dan emosional yang berkelanjutan
kesulitan termasuk yang berikut:
 Mendorong pasien untuk menggunakan manajemen coping / stres yang
konstruktif
 Menyediakan pasien dengan informasi dan pendidikan tentang penyakit
mereka dan pengobatan
 Membantu pasien mengakses dukungan sosial yang positif.
 Mendorong pasien untuk fokus pada pendekatan orang-utuh untuk
mengatasi penyakit mereka (Yaitu fisik, psikologis, sosial, spiritual).
 Mendorong keterlibatan pasien dalam kelompok dukungan yang relevan,
jika sesuai.
 Merujuk pasien ke profesional kesehatan onkologi psikososial (yaitu,
psikolog, psikiater, pekerja sosial, pekerja perawatan spiritual, lanjut
praktek perawat) untuk konsultasi dan perawatan (mis., psikoedukasi,
konseling, dan psikoterapi, yang sesuai).
76

BAB III

KONSELING

A. Deskripsi Karakteristik Konseling


Kondisi keluarga
Konseli merupakan seoarang bapak yang sebelum sakit bekerja
sebagai nelayan. Konseli memilki lima orang anak, semuanya sudah
berkeluarga. Ke empat anaknya tinggal bersama keluarganya, namun salah
satu anaknyatinggal bersama konseli. Selama ini konseli diurusi oleh anak
kedua, dan anak kedua juga mengurus ibunya yang menderita stroke.
Semenjak konseli mengalami melanoma maligna, yang membiayai
keluarga merupakan anak-anaknya yang bekerja sebagai pembantu rumah
tangga, nelayan, dan ibu rumah tangga.
Sikap, aktivitas harian konseli
Aktivitas keseharian konseli hanya berbaring saja ditempat tidur,
sesekali dimandikan oleh anaknya. Konseli dalam melakukan aktivitasnya
membutuhkan bantuan penuh dari keluarganya.
Sikap konseli dan juga keluarga yang ikut dalam proses konseling
terhadap konselor cukup baik, ramah, dan mau terbuka.
Masalah
Konseli mengalami melanoma maligna yang sudah di diagnosis
oleh dokter semenjak 12 tahun yang lalu. Dua tahun lalu kanker konseli
sudah mulai menyabar ke arah nasal, maxilla, dan orbita. Dua bulan yang
lalu kanker sudah mulai mnutupi seluruh mata konseli sehingga konseli
sudah tidak bisa lagi bekerja dan melakukan aktivitas sehari-hari seperti
biasanya. Konseli hanya berbaring ditempat tidur setiap harinya. Konseli
sering kali terlihat menangis ketika melihat kondisi keluarganya yang
kesulitan. Konseli pernah melakukan pemeriksaan ke Bandung, namun
tanpa menunggu hasil pemeriksaan keluar konseli sudah meminta pulang
paksa. Dan konseli tidak melakukan pengobatan apapun kecuali
menggunakan refanol dan NaCL untuk merawat luka.
77

B. Konseptualisasi
Konseling individual adalah proses pemberian bantuan yang
dialakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (konselor)
kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (klien) yang
bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.
Tujuan umum konseling individu adalah membantu klien
menstrukturkan kembali masalahnya dan menyadari life style serta
mengurangi penilaian negatif terhadap dirinya sendiri serta perasaan-
perasaan inferioritasnya. Kemudian membantu dalam mengoreksi
presepsinya terhadap lingkungan, agar klien bisa mengarahkan tingkah
laku serta mengembangkan kembali minat sosialnya.
Menurut Gibson, Mitchell dan Basile ada sembilan tujuan dari
konseling perorangan, yakni :
1. Tujuan perkembangan yakni klien dibantu dalam proses
pertumbuhan dan perkembanganya serta mengantisipasi hal-hal
yang akan terjadi pada proses tersebut (seperti perkembangan
kehidupan sosial, pribadi,emosional, kognitif, fisik, dan
sebagainya).
2. Tujuan pencegahan yakni konselor membantu klien
menghindari hasil-hasil yang tidak diinginkan.
3. Tujuan perbaikan yakni konseli dibantu mengatasi dan
menghilangkan perkembangan yang tidak diinginkan.
4. Tujuan penyelidikan yakni menguji kelayakan tujuan untuk
memeriksa pilihan-pilihan, pengetesan keterampilan, dan
mencoba aktivitas baru dan sebagainya.
5. Tujuan penguatan yakni membantu konseli untuk menyadari
apa yang dilakukan, difikirkan, dan dirasakn sudah baik
6. Tujuan kognitif yakni menghasilkan fondasi dasar
pembelajaran dan keterampilan kognitif
7. Tujuan fisiologis yakni menghasilkan pemahaman dasar dan
kebiasaan untuk hidup sehat.
78

8. Tujuan psikologis yakni membantu mengembangkan


keterampilan sosial yang baik, belajar mengontrol emosi, dan
mengembangkan konsep diri positif dan sebagainya.
C. Proses Konseling
1. Tahap pengembangan relasi (pembukaan)
 Menyatakan salam pertemuan tanda pembukaan kegiatan dan
mengatur situasi supaya kondusif.
 Menjelaskan secara singkat tahap yang akan ditempuh.
 Menciptakan suasana perkenalan, menghangatan, dan
pengakraban.
 Topik : membahas mengenai penyakit stroke yang diderita pasien,
sindrom geriatric, hasil kuisioner, dan pengobatan yang harus
dilakukan.
 Tujuan : untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
 Manfaat : agar pasien dan keluarga memahami apa yang harus
dilakukan kedepannya.
2. Tahap transisi
Memelihara suasana konseling agar tetap focus pada tujuan dan
memfasilitasi terjadinya perubahan suasana interaksi anggota keluarga
3. Tahap inti
 Menjelaskan secara singkat mengenai penyakit pasien.
Kanker kulit melanoma adalah jenis kanker yang berkembang pada
melanosit, sel pigmen kulit yang berfungsi sebagai penghasil
melanin. Melanin inilah yang berfungsi menyerap sinar ultraviolet
dan melindungi kulit dari kerusakan. Melanoma adalah jenis
kanker kulit yang jarang dan sangat berbahaya. Kondisi ini dimulai
dari kulit manusia dan bisa menyebar ke organ lain dalam tubuh.
 Menjelaskan gejala melanoma maligna
1. bintik atau tahi lalat berpigmen (terutama yang berwarna
hitam atau biru tua) yang semakin membesar
2. Perubahan warna pada tahi lalat, terutama pigmentasi
merah, putih dan biru di kulit sekelilingnya
3. Perubahan pada kulit diatas bintik yang berpigmen,
misalnya perubahan konsistensi atau bentuk
4. Tanda- tanda peradangan pada kulit di sekitar tahi lalat
 Menjelaskan mengenai sindrom geriatric
Pasien diberitahu macam-macam sindrom geriatric, salahsatunya
yang paling ditekankan adalah immobilitas yang dapat
79

menyebabkan decubitus karena pasien tersebut sulit melakukan


aktivitas sehhari-hari karena kelemahan motoriknya.
 Menjelaskan hasil kuisioner
-Insomnia rating scale (IRS) : total score 4 (normal)
-Geriatri depression scale (GDS) : total score 8 (suspek depresi)
-Mini mental state examination (MMSE) : tidak bisa dinilai
-Activity daily living (ADL) : total score 5 (ketergantungan berat)
 Menjelaskan pengobatan yang harus ditempuh
-Pentingnya control setiap bulan untuk mendapat pengobatan yang
benar dan melihat perkembangan pasien.
 -tidak pernah mengonsumsi obat yang diberikan oleh dokter.
-obat yang diberikan hanya obat cetirizine untuk menenangkan
konseli dari rasa gatal.
 Menjelaskan pentingnya nutrisi yang diberikan
-Menjelaskan makanan yang harus di berikan pada pasien yaitu
buah dan sayur.
-Banyak minum (sehari 2Liter atau 8 gelas).
-Edukasi nutrisi diberikan untuk mencegah agar tidak konstipasi.
 Meningkatkan aktifitas perlahan agar motoric dapat terlatih.

4. Tahap penutup
-Memberi tanda kegiatan akan segera diakhiri.
-Merangkum proses dan hasil kegiatan konseling.
-Memberi kesempatan konseli untuk merefleksikan diri.
-Mengungkapkan kesan, pesan dan harapan.
Pesan dan harapan : untuk selalu melakukan control tiap bulan dan semoga
pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti sebelum sakit.

D. Evaluasi diri
 Keberhasilan : pasien sudah mau dan mampu berkomunikasi
dengan mahasiswa.
 Kelemahan : konselor kurang memahami sebagian bahasa yang
digunakan keluarga pasien.
80

BAB IV

PENUTUP

4.1. KESIMPULAN

Lansia adalah seseorang yang berusia >60 tahun, sedangkan


geriatri adalah lansia yang memiliki masalah kesehatan. Terdapat 14i sindrom
geriatri, pada pasien ini terdapat beberapa sindrom geriatri yang dialami yaitu
immobility, instability, impairment of cognitif, impairment of vision, dan
isolation. Status fungsional dinilai dari ADL/IADL pasien dikategorikan
ketergantungan berat, maka dari itu peran keluarga sangat penting.

4.2.SARAN
4.2.1. Saran untuk pasien
a. Pasien sering bergerak meskipun hanya di atas tempat tidur. Agar
tidak terdapat decubitus di bagian tubuh belakang pasien.
b. Pasien banyak beribadah atau lebih mendekatkan diri kepada
Tuhan sebisa pasien.
4.2.2. Saran untuk keluarga
a. Memberikan perhatian lebih kepada pasien
b. Sering mengajak pasien untuk berkomunikasi dan bercerita
c. Sering berkumpul dengan pasien dan anak-anaknya
d. Sering menuntun pasien untuk beribadah meskipun hanya untuk
berdzikir
e. Memberikan makanan lebih banyak buah-buahan dan sayuran
kepada pasien
f. Membawa pasien ke dokter dan memeriksaan secara rutin
g. Memberikan yang terbaik untuk pasien
4.2.3. Saran untuk masyarakat
a. lebih memperhatikan kesehatan kulit terutama yang bekerja
sebagai nelayan
b. tidak menjauhi pasien namun tetap merangkul pasien agar tidak
kesepian
4.2.4. Saran untuk instansi kesehatan
a. Lebih mendekatkan diri dengan masyarakat agar semua lapisan
masyarakat mendapatkan pengobatan
b. Memberi perhatian lebih kepada geriatri terutama yang mempunyai
penyakit kronis.
81

DAFTAR PUSTAKA

1. McCall W. Sindrom geriatri (imobilitas, instabilitas, gangguan intelektual,


inkontinensia, infeksi, malnutrisi, gangguan pendengaran). Medula Unila.
2013;1(3):117–25.
2. Sheets IW, Ganley BJ. Integrating Simulation into a Foundational
Gerontological Nursing Course. J Nurs Educ [Internet]. 2011;50(12):689–
92. Available from:
http://www.slackinc.com/doi/resolver.asp?doi=10.3928/01484834-
20110916-01
3. Jong W SR. Buku Ajar Ilmu Bedah. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2005. 646 p.
4. Tan ST, Dewi IP, Ilmu B, Kulit K. Melanoma Maligna. Internasional.
2015;42(12):908–13.
5. Perera E, Gnaneswaran N, Jennens R, Sinclair R. Malignant Melanoma.
Healthcare [Internet]. 2013;2(1):1–19. Available from:
http://www.mdpi.com/2227-9032/2/1/1/
6. Patients FOR. Melanoma Available online at NCCN.org/patients. e NCCN
Quick Guid. 2018;
7. Katzung BG, Masters SB, J.Trevor A. Farmakologi Dasar dan klinik. EGC
Penerbit buku Kedokt. 2002;733–8.
8. Irawan H. Gangguan Depresi pada Lanjut Usia. Cermin Dunia Kedokt.
2013;40(11):815–9.
82

Lampiran 1 (Dokumentasi)

Minggu ketiga pasien sudah


ingin bebicara

Minggu pertama,pasien tidak bicara

Konseling dengan pasien

Keadaan rumah pasien (dekat kamar pasien)

Anda mungkin juga menyukai