Anda di halaman 1dari 3

TUGAS KELOMPOK

Buatlah analisis kasus di bawah ini berdasarkan kaidah dasar bioetika dan prima
facie. Tugas diketik dan dipresentasikan pada minggu berikutnya. Tiap kelompok
diberi waktu presentasi 25 menit (10 menit presentasi dan 15 menit diskusi).

PENDALAMAN KAIDAH DASAR BIOETIKA MELALUI KASUS HIPOTETIK


BERPENDEKATAN PRAKTIK PERORANGAN

Dr. Tenar
Dokter Tenar yang praktik di Jalan Ramai sejak 2 tahun yang lalu adalah seorang
dokter praktik umum yang memiliki pasien cukup banyak, terutama pada hari sabtu dan
minggu. Dr. Tenar menempatkan 2 bed (tempat tidur pasien) di dalam ruang praktik yang
cukup luas. Dua bed tersebut dibatasi dengan gorden sehingga dr. Tenar dapat leluasa
memeriksa pasien dari satu tempat ke tempat lain. Di sisi lain, dr. Tenar kesulitan apabila
ada pasien yang datang dengan kelainan kulit, ia harus memeriksa pasien dalam keadaan
setengah telanjang.
Pada hari sabtu minggu lalu, telah ada 10 antrian pasien pada saat ia datang.
Bermaksud memasyarakatkan budaya antri, dr. Tenar memeriksa pasien sesuai dengan
nomor urut pendaftaran. Sesuai dugaan, pasien pertama, kedua, dan ketiga datang dengan
keluhan batuk pilek. Dr. Tenar pun memberikan puyer batuk pilek pada ketiga pasiennya
dan memberikan nasehat untuk istirahat yang cukup, banyak minum air putih, dan
mengonsumsi buah-buahan.
Pasien keempat sore itu adalah seorang ibu berusia 60 tahun. Pasien diantar oleh
anak laki-lakinya dengan keluhan nyeri ulu hati yang menjalar ke punggung. Merasa
tidak yakin dengan keluhan sakit maag yang diderita ibu ini, dr. Tenar melakukan
pemeriksaan EKG (elektrokardiografi) karena kecurigaan terjadi penyempitan pembuluh
darah jantung. Hasil yang diperoleh tidak ada kelainan. Mempertimbangkan usia pasien,
fisik yang cukup gemuk, dan tekanan darah 140/90 mmHg, dr. Tenar memberikan surat
rujukan beberapa pemeriksaan laboratorium. Dr. Tenar merujuk ibu tersebut ke
Laboratorium Klinik Titrasi Cepat, yaitu laboratorium langganan dr. Tenar yang tidak
jauh dari tempat praktiknya. Dr. Tenar mendapat bingkisan kue dari laboratorium klinik
tersebut. Setelah ia perhatikan, ternyata jumlah bingkisan sesuai dengan jumlah pasien
yang ia kirim. Sekitar 2 bulan yang lalu, ia memperoleh voucher belanja Rp 300.000,00
di supermarket terkenal di kotanya setelah mengirim 20 orang pasien.
Pasien pulang dengan membawa obat maag, penenang, surat permintaan
laboratorium, dan diminta datang kembali setelah memperoleh hasil laboratorium.
Setelah menyelesaikan administrasi, ibu tersebut masuk kembali ke kamar periksa karena
merasa ada yang kurang, yaitu belum disuntik seperti yang biasa ia dapatkan apabila
berobat ke dokter. Pada saat masuk, tanpa sengaja ibu tersebut melihat pasien laki-laki
muda yang bertato di perut bagian bawah sedang menutup kembali celana dalamnya.
Anak muda tadi tidak mengikuti nomor antrian karena mengaku teman SMP dr. Tenar
sehingga suster memasukkan lebih dahulu ke ruang sekat kiri, yaitu ruang tempat pasien
yang memerlukan perlakuan khusus. Ibu tersebut sempat melihat sepintas celana dalam
tadi bervlek-vlek putih kekuningan. Anak muda tadi memplototi si ibu. Dr. Tenar
kemudian meminta si ibu keluar sebentar menunggu giliran setelah anak muda tersebut.
Ibu yang agak cerewet tadi meminta maaf, namun tanpa segan-segan ia menanyakan apa
penyakit anak muda tersebut. Dr. Tenar agak terpana untuk menjawab pertanyaan awam
si ibu. ”Ah, cuma panas dalam di perut” jawab dr. Tenar. ”Saya suntiknya sambil berdiri
saja dok, kalau tiduran takut ketularan penyakit kelaminnya anak tadi” kata si ibu.
Pasien kelima dan keenam adalah seorang wanita muda dan setengah baya,
namanya Mba Modis dan Ibu Menor. Mba Modis mengeluh badan panas dingin beberapa
hari ini, mual, dan beberapa kali muntah. Ibu Menor mengeluh kepala pusing yang hilang
timbul. Dia telah beberapa kali datang ke dokter yang berbeda dan dikatakan tidak ada
apa-apa, hanya pusing biasa. Dokter terakhir yang dia kunjungi menyarankan dilakukan
CT (computer tomography) scan kepala. Selanjutnya, ia datang ke dr. Tenar dengan
membawa hasil CT scan. Surat keterangan yang terdapat di dalam amplop CT scan
menyatakan kecurigaan keberadaan SOL (space occupying lesion). Tanpa penjelasan
mengenai isi surat keterangan tersebut, dr. Tenar memberikan surat rujukan ke RS Bagian
Saraf. Sementara Mba Modis, tidak sempat dilakukan pengukuran tekanan darah,
langsung diberikan resep sakit kencing yang sudah langganan ia derita 5 tahun ini. Dr.
Tenar hanya memeriksa sekilas dan menyalin resep dari catatan medis yang diberikan
suster.
Suster telah mengingatkan pasien berikutnya adalah Tn. Garputala, 46 tahun
dengan muntah berak belasan kali dan Nn. Rana Omnivora, seorang pelajar putri, 15
tahun, anak pertama OKB (Orang Kaya Baru) tetangganya, anggota DPRD salah satu
parpol besar. Dr. Tenar baru saja menerima telpon ada pasien langganannya yang gawat
mau datang. Garputala adalah hansip setempat yang merasa tidak afdol kalau belum
”dipegang” dr. Tenar. Dr. Tenar memeriksa sebentar Tn. Garputala, meraba nadi yang
terasa kecil dan lemah, mencubit kulit perutnya yang sudah mengendur. ”Suster carikan
bajaj” dr. Tenar memberikan instruksi ke suster setelah meyakinkan sang hansip agar
cepat dirawat. Dr. Tenar tidak lupa menitipkan amplop berisi Rp 25.000,00 untuk sang
hansip. ”Untuk transportnya, ya Pak Tala. Cepat sembuh deh” kata dr. Tenar sambil
memberi sebungkus oralit dan mengirim ke RS setempat.
Saat mempersilahkan Nn. Rana masuk ke ruang sekat kanan, dr. Tenar terkejut
melihat serombongan orang menyela masuk sambil menggendong pasien anak laki-laki
berusia 9 tahun. Pasien tersebut bernama Malthus bin Darwin yang pagi tadi ia khitan
ternyata datang kembali dalam keadaan berdarah. Ia menolong Malthus terlebih dahulu
selama 45 menit, sementara Rana terpana sendirian karena suster juga sibuk membantu
dr. Tenar mengatasi perdarahan si Malthus di ruang sekat kiri. Dr. Tenar tidak sempat
berbicara ke Nn. Rana. Para pengantar Malthus justru yang meminta Rana agar bersabar
sambil mencuri pandang karena walaupun bukan bernama menor, Rana memang menor
malam itu.
Sambil bersimbah keringat, dr. Tenar akhirnya mendengarkan keluhan Rana. Ia
stres karena baru saja mengambil uang ayahnya tanpa izin demi menolong sahabatnya
untuk aborsi di Klinik Antah Berantah. Dr. Tenar menawarkan untuk menjadi mediator
menyampaikan apa adanya kepada bapak Rana. Toh menurutnya dan menurut Rana, sang
anggota DPR ini cukup mampu menolong sahabat Rana. ”Biar uang saku saya dipotong
deh dok asal papi tak nyap-nyap ama saya” kata si manis Rana.
Demikianlah keseharian dr. Tenar dalam membantu menyelesaikan masalah
pasiennya sampai ia rela pulang larut malam.

Anda mungkin juga menyukai