Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem muskuloskeletal meliputi tulang, persendian, otot, tendon,
dan bursa. Struktur tulang dan jaringan ikat menyususn kurang lebih 25
% berat badan. Struktur tulang memberikan perlindungan terhadap
organ-organ penting dalam tubuh seperti jantung, paru, otak. Tulang
berfungsi juga memberikan bentuk serta tempat melekatnya otot
sehingga tubuh kita dapat bergerak, disamping itu tulang berfungsi
sebagai penghasil sel darah merah dan sel darah putih (tepatnya di
sumsum tulang) dalam proses yang disebut hamatopoesis.
Tubuh kita tersusun dari kurang lebih 206 macam tulang, dalam
tubuh kita ada 4 kategori yaitu tulang panjang, tulang pipih, tulang
pendek, dan tulang tidak baraturan. Masing-masing tulang dihubungkan
oleh jaringan yang disebut sendi. Menurut pergerakan yang ditimbulkan
sendi dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
a. Sendi fibrous/sinatrosis/sendi tidak bergerak
b. Sendi tulang rawan / amfiartrose/sendi gerak
c. Sendi sinovial/diartrose.
Bentuk sendi diartrose ada beberapa macam : sendi putar, sendi
engsel, sendi kondiloid, sendi berporos serta sendi pelana. Bentuk-bentuk
sendi beserta contohnya :
a. Sendi putar : sendi bahu dan sendi panggul
b. Sendi engsel : sendi siku, sendi antara ruas-ruas jari
c. Sendi kondiloid : hampir sama dengan sendi engsel tapi dapat
bergerak dalam 2 bidang seperti pada pergelangan tangan.
d. Sendi berporos: sendi antara kepala dengan tulang leher pertama
e. Sendi pelana : sendi metacarpal pertama, yang memungkinkan ibu
jari ergerak bebas.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anamnesa gangguan system muskuloskeletal?
2. Bagaimana pemeriksaan fisik gangguan system muskuloskeletal?
3. Bagaimana bentuk dan gait tubuh pada gangguan system
muskuloskeletal?
4. Apa saja pemeriksaan penunjang pada gangguan system
muskuloskeletal?

1.3 Tujuan
Tujuan Umum
Mengetahui pengkajian pada gangguan system musculoskeletal.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui anamnesa gangguan system musculoskeletal.
2. Mengetahui pemeriksaan fisik gangguan system musculoskeletal.
3. Mengetahui bentuk dan gait tubuh pada gangguan system
musculoskeletal.
4. Mengetahui pemeriksaan penunjang gangguan system
musculoskeletal.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anamnesa Gangguan Sistem Muskuloskeletal


Menururt Muttaqin (2008) Wawancara atau anamnesis dalam
pengkajian keperawatan pada system musculoskeletal merupakan hal
utama yang dilakukan perawat. Sebagian masalah system
musculoskeletal dapat tergali melalui anamnesis yang baik dan teratur
sehingga seorang perawat perlu meluangkan waktu yang cukup dalam
melakukan anamnesis secara tekun dan menjadikannya kebiasaan pada
setiap pengkajian keperawatan.
Perawat perlu melaksanankan dan memperhatikan beberapa hal agar
proses anamnesis dapat optimal dilaksanakan yang meliputi :
a. Ketenangan.
Perawat melaksananakan anamnesis dengan bersikap tenang agar
dapat mengorganisasi pikiran dan informasi lengkap tentang apa yang
akan disampaikan atau ditanyakan kepada klien.
b. Mendengar dengan aktif.
Perawat membantu memastikan keakuratan data yang terkumpul.
Perawat menunjukkan sikap ingin mendengar tanpa melakukan
penilaian. Perawat memusatkan sikap ingin mendengar tanpa
melakukan penilaian. Perawat memusatkan wawancara pada masalah
kesehatan atau system tubuh tertentu untuk mengindari wawancara
yang bertele-tele. Perawat mengulang apa yang telah didengar dari
komunikasi klien, ini merupakan validasi dalam bentuk yag lebih
khusus tentang apa yang dikatakan pasien. Ini memungkinkan klien
mengetahui bagaimana orang lain memahami pesannya.
c. Klarifikasi.
Perawat meminta klien untuk mengulang informasi dalam bentuk
atau cara lain yang membantu perawat mengeri maksud klien dengan
baik.

3
d. Memfokuskan.
Perawat membantu menghilangkan kesamaran komunikasi dengan
mengajukan pertanyaan evaluasi dan meminta klien untuk
melengkapi data.
e. Konfrontasi.
Suatu pendekatan konstruktif yang menginformasikan klien tentang
apa yang dipikirkan atau dirasakan perawat terkait dengan perilaku
klien selama interaksi. Perawat dapat menggambarkan perilaku klien
yang terlihat, dnegan menggunakan respons yang mengacu pada
pengertian klien dan umpan balik yang konstruktif. Keterampilan ini
berfokus pada persepsi perawat mengenai perilaku klien, baik yang
jelas terlihat maupun yang samar.
f. Memberi umpan balik.
Perawat member kline informasi mengenai apa yang telah
diobservasi atau disimpulkan. Umpan balik yang efesien meliputi hal-
hal sebagai berikut :
1) Berfokus lebih pada perilaku daripada klien.
2) Berfokus lebih pada observasi daripada kesimpulan.
3) Berfokus lebih pada deskripsi daripada penilaian.
4) Berfokus lebih pada eksplorasi alternative daripada jawaban atau
pemecahan.
5) Berfokus lebih pada nilai informasi klien daripada merasan
terharu terhadap klien.
6) Berfokus pada apa yang dikatakan, bukan mengapa hal itu
dikatakan.
g. Pemberian informasi.
Perawat memberikan informasi kepada klien. Ketika member
informasi, perawat menghindari informasi yang salah dan komunikasi
yang tidak terapeutik.
h. Menyimpulkan.

4
Perawat menyimpulkan ide-ide utama setiap wawancara atau diskusi.
Hal ini memvalidasi data dari klien dan menandakan akhir bagian
pertama wawancara sebelum berlanjut kebagian berikutnya.
(Muttaqin: 2008).
Pengkajian Sistem Muskuloskeletal
Menurut Risnanto (2014), Pengkajian Sistem Muskuloskeletal terdiri dari
a. Riwayat Keperawatan
1) Data Biografi
Data pribadi dapat membantu untuk mengetahui klien secara
individual sehingga memungkinkan untuk menyusun rencana
perawatan yangtepat (Risnanto 2014). Data ini meliputi antara lain
nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis transportasi yang
digunakan, orang orang yang terdekat dengan klien
(Suratun:2008).
2) Keluhan utama
Kaji klien untuk mengungkapkan alasan klien memeriksakan
diri/mengunjungi fasilitas kesehatan. Keluhan utama pasien-pasien
gangguan muskuloskeletal adalah: sakit/nyeri delormitas kelainan
fungsi. Namun demikian perawat dapat memfokuskan pertanyaan
pada adanya nyeri, kulit dirasakan menipis, kram, sakit tulang
belakang, kemerahan, bengkak, delormitas, pengurangan gerakan
atau faktor-faktor lain yang mempengaruhi aktifitas sehari-hari.
(Risnanto: 2014).
Menurut Muttaqin (2008) Keluhan utama yang sering terjadi pada
klien dengan masalah system musculoskeletal adalah nyeri
deformitas, kekakuan/ ketidakstabilan sendi, pembengkakan/
benjolan, kelemahan otot, gangguan sensibilitas, dan gangguan
atau hilangnya fungsi.

5
3) Riwayat kesehatan sekarang
Menurut Risnanto (2014) Sejak kapan timbul keluhan, apakah ada
riwayat trauma. Hal-hal yang menimbulkan gejala. Timbulnya
gejala mendadak atau perlahan serta timbul untuk pertama kalinya
atau berulang. Perlu ditanyakan pula tentang ada tidaknya
gangguan pada sistem lainnya. Bagaimana penanganan yang sudah
dilakukan. Presepsi dan harapan pasien sehubungan dengan
masalah kesehatan dapat mempengaruhi perbaikan kesehatan.
Pengertian klien tentang masalah kesehatan. Hal ini
memperlihatkan tingkat penerimaan, tingkat intelektual, dan
kemampuan untuk melaksanakan perawatan mandiri klien.
Persepsi klien tentang masalah kesehatan.
a) Apakah klien mempunyai pengertian yang akurat mengenai
masalah kesehatan?
b) Apakah klien memahami beratnya masalah?
c) Bagaimana pemahaman klien tentang perawatan sekarang dan
yang akan dilakukan?
Adanya masalah kesehatan lain yang juga dirasakan (mis.
Diabetes, penyakit jantung, infeksi saluran napas atas) perlu
diperhatikan ketika menyusun rencana perawatan. Riwayat
pemakaian obat dan respons terhadap obat pereda nyeri dapat
membantu merancang program penatalkasanaan pengobatan.
Alergi harus dicatat dan diterangkan dengan istilah reaksi yang
timbulkan pada pasien, pemakaian tembakau, alkhol, dan obat lain
harus dikaji untuk mengevaluasi efek bahan-bahan tersebut
terhadap perawatan pasien.(Smeltzer: 2002)

4) Riwayat kesehatan masa lalu


Data ini meliputi kondisi kesehatan individu. Data tentang adanya
efek langsung atau tidak langsung terhadap muskuloskeletal, misal
riwayat trauma/kerusakan tulang rawan. Riwayat Arthritis,

6
osteomielitis. Riwayat pengobatan berikut efek sampingnya, misal
kortikosteroid dapat menimbulkan kelemahan otot(Risnanto 2014).

5) Riwayat Perkembangan
Data ini menggambarkan sejauh mana tingkat perkembangan pada
neonatus, bayi, pra sekolah, usia sekolah, remaja, dewasa dan tua
(Suratun:2008). Kebutuhan akan aktifitas pada masing masing
individu akan berbeda pada tiap-tiap tahap perkembangan di atas
sehingga perawat perlu memahaminya baik saat pengkajian
maupun pembuatan rencana dan pelaksanaan perawatan
nantinya(Risnanto 2014).

6) Riwayat Sosial
Data ini meliputi antara lain pendidikan klien dan pekerjaannya.
Seseorang yang terpapar terus pada agent-agent tertentu dalam
pekerjaannya akan dapat mempengaruhi status kesehatan. Sebagai
contoh seseorang yang bekerja dengan memerlukan kekuatan
otot/skeletal untuk mengangkat benda benda berat hobi atau
pekerjaan yang mengundang trauma dan lain-lain(Risnanto 2014).

7) Keadaan Tubuh Lainnya.


Tanyakan pada klien tentang, kondisi sistem tubuh lainnya.
Pengkajian pada sistem tubuh yang lain kadang kadang merupakan
indikasi problem muskuloskeletal, sebagai contoh gejala-gejala
kardiovaskuler seperti takhikardi dan hipertensi biasanya
mendukung adanya gout/pirai, perubahan kulit misal keringnya
kulit pada ibu jari tangan dan jari telunjuk dan tengah menandai
adanya carpal tunnel syndrome. (Risnanto 2014)
8) Riwayat Keluarg
Riwayat keluarga untuk menentukan hubungan genetik perlu di
identifikasi misal adanya predisposisi, seperti Arthritis, spondilitas

7
ankilosis, gout/pirai. Sama halnya menurut Suratun (2008) Riwayat
penyakit keluarga perlu diketahui untuk menentukan hubungan
genetik yang perlu diidentifikasi (mis, penyakit diabetes melitus
yang mcrupakan predisposisi penyakit sendi degeneratif; TBC,
artritis, riketsia, osteomielitis, dll).

9) Riwayat Diet
Identifikasi adanya kelebihan berat badan karena kondisi ini dapat
mengakibatkan stress pada sendi sendi penyangga tubuh dan
predisposisi terjadinya instabilitas ligamen, khususnya pada
punggung bagian bawah, kurangnya intake kalsium dapat
menimbulkan fraktur karena adanya dekalsifikasi. Bagaimana
menu makanan sehari hari, bagaimana konsumsi vitamin A, D.
Kalsium dan protein yang merupakan zat untuk menjaga kondisi
muskuloskeletal.(Risnanto 2014)
10) Aktifitas kegiatan sehari hari
Identifikasi pekerjaan pasien dan aktifitasnya sehari-hari.
Kebiasaan membawa benda-benda berat yang dapat menimbulkan
strain otot dan jenis jenis trauma Iainnya. Orang yang kurang
aktivitas mengakibatkan tonus otot menurun. Fraktur atau trauma
dapat timbul pada olah raga sepak bola, hocky, nyeri sendi-sendi
tangan dapat timbul dari tenis. Pemakaian hak sepatu tinggi dapat
menimbulkan kontraksi pada tendon akhiles dan dapat terjadi
dislokasi. (Risnanto 2014)
Selain pengkajian aspek biologis, menurut Asmadi (2008) perlu untuk
membahas aspek lain dalam anamnesa gangguan sistem muskuloskeletal
yaitu meliputi aspek psikologis, sosiokultural dan spiritual.
1) Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana
respons psikologis klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang

8
dialaminya, mekanisme koping yang digunakan klien dalam
menghadapi gangguan aktivitas, dan lain-lain.

2) Aspek sosiokultural
Pengkajian pada aspek sosiokultural ini dilakukan untuk
mengidentifikasi dampak yang terjadi akibat gangguan aktivitas yang
dialami klien terhadap kehidupan sosialnya, misalnya, bagaimana
pengaruhnya terhadap pekerjaan. peran diri baik di rumah, kantor,
maupun sosial, dan lain-lain.
3) Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan
nilai yang dianut klien terkait dengan kondisi kesehatan yang
dialaminya sekarang. seperti apakah klien menunjukkan keputusasaan?
Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan keterbatasan kemampuan
fisiknya? dan lain lain.

2.2 Pemeriksaan Fisik Gangguan Sistem Muskuloskeletal


Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematis untuk menghindari
kesalahan. Pengkajian keperawatan merupakan evaluasi fungsional.
Teknik inspeksi dan palpasi dilakukan untuk mengevaluasi integritas
tulang, postur tubuh, fungsi sendi, kekuatan otot, cara berjalan, dan
kemampuan pasien melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
1. Mengkaji Skelet Tubuh
Skelet Tubuh dikaji mengenai adanya deformitas dan kesejajaran.
Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang dapat
dijumpai. Pemendekan ekstremitas, amputasi, dan bagian tubuh yang
tidak dalam kesejajaran anatomis harus dicataat. Angulasi abnormal
pada tulang panjangatau gerakan pada titik selain sendi biasanya
menunjukkan adanya fraktur tulang. Bisa teraba krepitus (suara
berderik) pada titik gerakan abnormal. Gerakan fragmen tulang harus
diminimalkan untuk mencegah cedera lebih lanjut.

9
Pengkajian tulang diantaranya amati kenormalan susunan tulang dan
kaji adanya deformitas, lakukan palpasi untuk mengetahui adanya
edema atau nyeri tekan, dan amati keadaan tulang untuk mengetahui
adanya pembengkakan (Lukman: 2013).
2. Mengkaji Tulang Belakang
Kurvatura normal tulang belakang biasanya konveks pada bagian
dada dan konkaf sepanjang leher dan pinggang. Deformitas tulang
belakang yang sering terjadi meliputi skoliosis, kifosis dan lodrosis.
Skoliosis ditandai deviasi kurvatura tulang belakang. Skoliosis bisa
congenital, idiopatik (tanpa diketahui penyebabnya atau akibat
kerusakan otot paraspinal. Kifosis ditandai dengan kenaikan
kurvatura tulang belakang bagian dada. Kifosis sering dijumpai pada
manula dengan osteoporosis dan pada klien gangguan neuromuscular.
Sedangkan lodrosis (membebek) ditandai kurvatura tulang
belakang bagian pinggang yang berlebihan. Lodrosis biasa dijumpai
pada saat kehamilan karena ibu menyesuaikan posturnya akibat pusat
gaya beratnya. Pada lansia akan kehilangan tinggi badan akibat
hilangnya tulang rawan tulang belakang.(Lukman: 2013)
3. Mengkaji Sistem Persendian
Persendian dievaluasi dengan memeriksa rentang gerak,
deformitas, stabilitas dan adanya benjolan, rentang gerak dievaluasi
secara aktif maupun pasif. Pengukuran yang tepat terhadap rentang
gerak dapat dilakukan dengan goniometer (suatu busur derajat yang
dirancang khusus untuk mengevaluasi gerakan sendi). Bila suatu
sendi diekstensi maksimal, namun masih tetap ada sisa fleksi maka
luas gerakan dikatakan terbatas. Rentang gerak yang terbatas bisa
disebabkan Karena adanya deformitas skeletal, patologi sendi atau
adanya patologi sendi atau adanya kontraktur otot dan tendon
disekitarnya.
Bila gerakan sendi terganggu atau sendi terasa nyeri, maka harus
diperiksa adanya kelebihan cairan dalam kapsulnya (efusi),

10
pembengkakan dan peningkatan suhu akibat adanya inflamasi.
Sementara deformitas sendi bisa deisebabkan kontraktur
(pemendekan struktur sekitar sendi), dislokasi (lepasnya permukaan
sendi), subluksasi (lepasnya sebagian eprmukaan sendi) atau distrupsi
struktur sekitar sendi.Informasi integritas sendi diketahui melalui
palpasi sendi dengan menggerakkan sendi secara pasif karena
normalnya sendi bergerak secara halus. Jika terdengar suara
gemeletuk menunjukkan adanya ligamen yang tergelincir diantara
tonjolan tulang. Permukaan yang kurang rata seperti pada arthritis
mengakibatkan adanya krepitus, karena permukaan yang tidak rata
tersebut saling bergeser satu sama lain. (Lukman: 2013)
Pada rheumatoid arthritis, gout dan osteoarthritis menimbulakn
benjolan yang khas. Benjolan di bawah kulit pada rheumatoid
arthritis lunak, terdapat di dalam dan sepanjang tendon yang
memberikan fungsi ekstensi pada sendi. Benjolan pada gout keras
dan terletak di dalam tepat di sebelah kapsul sendi. Benjolan
osteoartritis keras dan tidak nyeri dan merupakan pertumbuhan tulang
baru akibat destruksi permukaan kartilago pada tulang dalam kapsul
sendi, biasanya ditemukan pada lansia. (Lukman: 2013)
4. Mengkaji Sistem Otot
Sistem otot dikaji dengan memperhatikan kemampuan seseorang
dalam mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, serta ukuran
masing-masing otot. Kelemahan sekelompok otot menunjukkan
berbagai macam indikasi kondisi, seperti polineuropati, gangguan
elektrolit (khususnya kalsium dan kalium), miastenia gravis,
poliomielitis, dan distropi otot.
Lingkar ekstremitas harus diukur untuk memantau pertambahan
ukuran akibat adanya edema atau perdarahan ke dalam otot, juga
untuk mendeteksi adanya pengurangan ukuran otot yang terjadi
akibat atropi. Ekstremitas yang sehat digunakan sebagai standar
acuan. Pengukuran dilakukan pada lingkar terbesar ekstremitas. Perlu

11
diingat bahwa pengukuran harus dilakukan pada otot yang sama,
lokasi ekstremitas yang sama, dan dalam keadaan istirahat. Untuk
memudahkan pengkajian berseri, titik pengukuran dapat dilakukan
dengan membuat tanda titik di kulit. Perbedaan ukuran yang lebih
besar dari satu cm dianggap bermakna. (Lukman: 2013)
5. Mengkaji Cara Berjalan
Minta klien untuk berjalan sampai beberapa jauh, perhatikan cara
berjalan mengenai kehalusan dan iramanya. Setiap adanya gerakan
yang tidak teratur dan ireguler (biasanya pada lansia) dianggap tidak
normal. Bila klien berjalan pincang, biasanya disebabkan adanya
nyeri akibat menyangga beban tubuh yang terlalu berat. Berbagai
kondisi neurologis juga dapat menyebabkan cara berjalan abnormal,
misalnya cara berjalan spastik hemiparesis (stroke), cara berjalan
selangkah-selangkah (penyakit lower motor neuron), cara berjalan
bergetar (penyakit parkinson).(Lukman: 2013)
6. Mengkaji Kulit dan Sirkulasi Perifer
Pengkajian tambahan penting yang dapat dilakukan perawat adalah
mengkaji kulit dan sirkulasi perifer. Palpasi kulit digunakan untuk
melihat adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari lainnya
dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji
denyut nadi perifer, warna, suhu, dan waktu pengisian kapiler. Hal
tersebut memengaruhi penatalaksanaan tindakan keperawatan.
(Lukman: 2013)

2.3 Bentuk dan Gait Tubuh


Sistem muskuloskeletal merupakan sistem tubuh yang terdiri dari otot
(muskulo) dan tulang-tulang yang membentuk rangka (skelet). Otot
adalah jaringan tubuhyang mempunyai kemampuan mengubah energi
kimia menjadi energi mekanik (gerak). Sedangkan rangka adalah bagian
tubuh yang terdiri dari tulang-tulang yangmemungkinkan tubuh
mempertahankan bentuk, sikap dan posisi.

12
Bila terjadi gangguan pada sistem muskuloskeletal, maka akan
menggangu mobilisasi seseorang. Salah satunya bila seseorang terkena
fraktur (patah tulang) yang membutuhkan waktu lama untuk imobilisasi.
Berikut cara latihan pada klien dengan gangguan sistem
muskuloskeletal:
1. Gaya Berjalan (Gait)
Fungsi utama ekstermitas bawah adalah ambulasi (berjalan). Fungsi
ini akan terganggu setelah fraktur ekstermitas bawah. Ketika klinisi
mengevaluasi kualitas ambulasi, gaya berjalan menjadi fokus
perhatian. Gaya berjalan (gait) adalah cara seseorang berambulasi.
Pengkajian yang teliti mengenai gaya berjalan dapat mengidentifikasi
masalah pada ambulasi yang terbatas atau tidak efisien dan
selaanjutnya merencanakan penanganannya.
Sasaran rehabilitasi fraktur ekstermitas bawah adalah pengembalian
fungsi gaya berjalan normal ke tingkat sebelum cedera sebaik
mungkin. Karena itu, sangat penting bagi praktisi untuk memahami
segala aspek gaya berjalan yang normal.

2. Siklus Gaya Berjalan


Siklus berjalan dibagi menjadi 2 fase, yaitu:
a. Fase berdiri (stance)
Fase berdiri yang merupakan 60% dari siklus (tepatnya
62%), dibagi dlm beberapa segmen berikut:
 Heel strike : Tumit menyentuh tanah. Pada titik ini
fase berdiri dimulai.
 Foot flat : Ketika badan maju ke depan, midfoot dan
forefoot menyentuh tanah. Foot flat terjadi ketika
seluruh permukaan telapak kaki bersentuhan dengan
tanah, namun sebelum berat badan langsung menumpu
pada kaki.

13
 Mid-stance : ketika tubuh terus bergerak ke anterior,
garis beban melintaas langsung diatas kaki pada mid-
stance.
 Double-stance : kedua kaki terletak pada tanah,
menanggung beban durasi double-stance meliputi
sekitar 20% periode waktu fase berdiri.
 Push-off : terjadi ketika tungkai menanggung beban
bergerak ke depan dan diangkat dari tanah. Ada 2
komponen push-off yaitu heel-off (tumit terangkat dari
tanah) dan toe-off (setelah tumit terangkat, jari kaki
kemudian terangkat dalam tanah)
b. Fase Mengayun
Merupakan 40% dari siklus (tepatnya 38%), dibagi dalam
beberapa segmen berikut:
 Akselerasi : fase ayunan dimulai pada akhir push-off
ketika jari kaki tidak lagi kontak dengan tanah. Selama
akselerasi, tubuh terletak di sebelah anterior tungka
 Mid-swing : pada mid-swing, tungkai tepat dibawah
tubuh dan bergerak kedepa oleh momentum.
 Deselerasi : ketika tungkai mencapaai akhir lengkung
gerakan, deselerasi tungkai distal mencegah terjadinya
penghentian mendadak ekstremitas dan memposisikan
ekstremitas untuk menerima beban saat mendekati heel
strike, sehingga menyempurnakan siklus berjalan.
2.4 Pemeriksaan Penunjang Gangguan Sistem Muskuloskeletal
a. Sinar-X
Menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosi dan perubahan
hubungan tulang. Selain itu sinar-x korteks tulang menunjukkan
adanya pelebaran, penyempitan, dan tanda iregularitas. Sinar-x sendi
dapat menunjukkan adanya cairan, irregularitas, spur, penyepitan, dan
perubahan struktur sendi.

14
b. Computed Tomography ( CT-Scan )
Untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah
yang sulit dievaluasi (mis: asetabulum). Pemeriksaan berlangsung
sekitar 1 jam dengan atau tanpa kontras.
c. Magnetic Resonance Imaging ( MRI )
Untuk memperlihatkan abnormalitas (misalnya tumor atau
penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang) jaringan lunak
seperti otot, tendon, dan tulang rawan.
d. Angiografi
Untuk mengkaji perfusi arteri dan bisa digunakan untuk tingkat
amputasi yang akan dilakukan.
Perawat memantau tanda vital, temoat penusukan, untuk melihat
adanya pembengkakan, perdarahan dan hepatoma serta ekstrimitas
bagian distalnya untuk menilai apakah sirkulasinya adekuat.
e. Digital Subtraction Angiography ( DSA )
Mempergunakan teknologi computer untuk memperlihatkan system
arterial melalui kateter vena.
f. Venogram
Pemeriksaan system vena yang sering digunakan untuk mendeteksi
thrombosis vena.
g. Mielografi
Untuk melihat adanya herniasi ductus, stenosis spinal, atau tempat
adanya tumor.
h. Diskografi
Adalah pemeriksaan diskus vertebralis : suatu bahan kontras
diinjeksikan ke dalam diskus dan dilihat distribusinya.
i. Artografi
Penyuntikan bahan radiopaque atau udara ke dalam rongga sendi
untuk melihat struktur jaringan lunak dan kontur sendi.

15
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Teknik Procedural Keperawatan: Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien. Jakarta: Salmeba Medika.
Darmawan, Agus Citra.dkk. 2005. Pemeriksaan fisik. Bandung : Rizqi press.
Lukman, Ningsih N. 2013. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan klien gangguan system
musculoskeletal. Jakarata : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

16

Anda mungkin juga menyukai