Anda di halaman 1dari 23

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Air

Air adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia,
bahkan dapat dipastikan tanpa pengembangan sumberdaya air secara
konsisten peradaban manusia tidak akan mencapai tingkat yang dinikmati
sampai saat ini. Oleh karena itu pengembangan dan pengolahan sumber daya
air merupakan dasar peradaban manusia (Sunaryo, dkk, 2005).
Salah satu faktor penting penggunaan air dalam kehidupan sehari-hari
adalah untuk kebutuhan air minum. Air bersih merupakan air yang harus bebas
dari mikroorganisme penyebab penyakit dan bahan-bahan kimia yang dapat
merugikan kesehatan manusia maupun makhluk hidup lainnya. Air merupakan
zat kehidupan , dimana tidak ada satupun makhluk hidup di bumi ini yang tidak
membutuhkan air.
Sebagian besar penduduk di Indonesia masih menggunakan air sumur
sebagai sumber air bersih untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Dengan bertambahnya aktivitas dan jumlah penduduk, maka jumlah air bersih
yang diperlukan manusia akan semakin meningkat. Secara global kuantitas
sumber daya tanah dan air relatif tetap, sedangkan kualitasnya makin hari
makin menurun.

2.2 Sumber-Sumber Air


Sumber air adalah wadah air yang terdapat diatas dan dibawah
permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini adalah mata air, sungai,
rawa, danau, waduk, dan muara. Berikut ini adalah sumber-sumber air :
1. Air Laut
Air laut adalah air dari laut atau samudera. Air laut mempunyai sifat asin,
karena mengandung garam NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut 3%, gas-

II-1
gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut. Dengan
keadaan ini, maka air laut tidak memenuhi sarat untuk air minum.
2. Air Permukaan
Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada
umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama pengalirannya,
misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran industri kota
dan sebagainya. Beberapa pengotoran untuk masing-masing air permukaan
akan berbeda-beda, tergantung pada daerah pengaliran air permukaan ini.
Jenis pengotorannya adalah merupakan kotoran fisik, kimia dan bakteri.
Setelah mengalami suatu pengotoran, pada suatu saat air permukaan itu akan
mengalami suatu proses pembersihan sendiri. Udara yang mengandung
oksigen atau gas O2 akan membantu mengalami proses pembusukan yang
terjadi pada air permukaan yang telah mengalami pengotoran, karena selama
dalam perjalanan O2 akan meresap ke dalam air permukaan. Air permukaan
ada enam macam yaitu :

1. Air sungai
Dalam penggunaannya sebagai air minum, haruslah mengalami
suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada
umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali. Debit yang
tersedia untuk memenuhi kebutuhan air minum pada umumnya dapat
mencukupi.
2. Air rawa/danau
Kebanyakan air rawa ini berwarna hitam atau kuning kecoklat, hal
ini disebabkan oleh adanya zat-zat organis yang telah membusuk,
misalnya asam humus yang terlarut dalam air yang menyebabkan warna
kuning coklat.
Dengan adanya pembusukan kadar zat organis tinggi, maka
umumnya kadar Fe dan Mn akan tinggi pula dan dalam keadaan
kelarutan O2 kurang sekali (anaerob), maka unsur-unsur Fe dan Mn ini
terlarut. Pada permukaan air akan tumbuh algae (lumut) karena adanya
sinar matahari dan O2.
3. Air tanah

II-2
Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau
bebatuan di bawah permukaan tanah pada lajur/zona jenuh air. Air tanah
merupakan salah satu sumber daya air yang keberadaannya terbatas
dan kerusakannya dapat mengakibatkan dampak yang luas serta
pemulihannya sulit dilakukan.
Air tanah berasal dari air hujan dan air permukaan, yang meresap
mula-mula ke zona tak jenuh dan kemudian meresap makin dalam
hingga mencapai zona jenuh air dan menjadi air tanah. Air tanah
berinteraksi dangan air permukaan serta komponen-komponen lain
seperti jenis batuan penutup, penggunaan lahan, serta manusia yang di
permukaan.

4. Air tanah dangkal


Air tanah dangkal terjadi karena adanya proses peresapan air dari
permukaan tanah. Lumpur akan tertahan, sedemikian pula dengan
sebagian bakteri, sehingga air akan jernih tetapi lebih banyak
mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena melalui
lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-
masing lapisan tanah. Lapisan tanah ini berfungsi sebagai saringan. Di
samping penyaringan, pengotoran masih terus berlangsung, terutama
pada muka air yang dekat dengan muka tanah, setelah menemui lapisan
rapat air, air akan terkumpul menjadi air tanah dangkal dimana air tanah
ini dimanfaatkan untuk sumber air minum melalui sumur-sumur dangkal.
5. Air tanah dalam
Terdapat sebuah lapisan rapat air yang pertama. Pengambilan air
tanah dalam tak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini harus
digunakan bor dan memasukkan pipa kedalamannya sehingga dalam
suatu kedalaman akan didapat satu lapis air. Jika tekanan air tanah ini
besar, maka air dapat menyembur ke luar dan dalam keadaan ini, sumur
ini disebut dengan sumur artetis atau sumur bor. Jika air tidak dapat
keluar dengan sendirinya, maka digunakan pompa untuk membantu
pengeluaran air.
6. Mata air

II-3
Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke
permukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak
terpengaruh oleh musim dan kualitasnya sama dengan keadaan air
tanah (Sumber:Tri Joko,Unit Air Baku dalam Sistem Penyediaan Air
Minum).

2.3 Pengembangan Sumber Daya Air


Pengembangan Sumber Daya Air mempunyai pengertian sebagai ilmu
yang mempelajari tentang Teknik Sumber Daya Air yaitu tentang cara – cara
memahami kuantitas, kualitas, jadwal ketersediaan dan kebutuhan sumber
daya air serta penanggulangan permasalahan yang ada, sehingga dapat
dikembangkan pemanfaatan, kelestarian dan pengelolaan sumber daya air
tersebut untuk kesejahteraan kehidupan manusia beserta alamnya.

Peningkatan kebutuhan akan air telah menimbulkan eksploitasi sumber


daya air secara berlebihan sehingga mengakibatkan penurunan daya dukung
lingkungan sumber daya air yang pada gilirannya menurunkan kemampuan
pasokan air. Gejala degradasi fungsi lingkungan sumber daya air ditandai
dengan fluktuasi debit air di musim hujan dan kemarau yang semakin tajam,
pencemaran air, berkurangnya kapasitas waduk dan lainnya.

Disamping tantangan fisik tersebut, pengelolaan sumber daya air juga


mengalami tantangan dalam penanganannya seperti tidak tercukupinya dana
operasi dan pemeliharaan, lemahnya kordinasi antar instansi terkait dan masih
kurangnya akuntabilitas, transparansi serta partisipasi para pihak (stakeholders)
yang mencerminkan good governance dalam pengelolaan sumber daya air.

Pengelolaan kebutuhan atau alokasi air tidak saja untuk pertanian,


domestik, perkotaan, industri dan kebutuhan lainnya tetapi air juga sebagai
komoditas ekonomi yang memiliki fungsi sosial yang berwawasan lingkungan.
Pengembangan organisasi pengelola air diharapkan dapat menuju ke
desentralisasi dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan
dan pembiayaan sumber daya air.
2.3.1 Jenis dan Unsur PSDA
1) Kwantitas Air

II-4
Seberapa banyak air yang dapat diharpkan dan dapat dimanfaatkan
untuk memenuhi tujuan kegunaannya, untuk mengetahui jawaban dari
pertanyaan tersebut harus melalui penerapan Hidrologi, yaitu Ilmu yang
mempelajari kejadian-kejadian serta distribusi air alamiah dibumi. Dengan
mempelajari Hidrologi, dapat diketahui : daur hidrologi (Cyclus Hidrologi)
prakiraan aliran air sungai dimasa datang, air tanah dan sebagainya.
2) Kwalitas Air
Selain jumlah air yang cukup, diperlukan mutu air sesuai dengan
standard dan kegunaannya, misal air minum, air irigasi, air industri dan
pambuangan air limbah. Pengujian kimiawi serta bakteriologis biasa
dilaksanakan untuk menetapkan jumlah serta sifat - sifat kotoran didalam air.
3) Bangunan Air

Bentuk dan ukuran bangunan air seringkali tergantung pada sifat hidrolik
dan harus mengikuti azas mekanika fluida. Bangunan air sering kali mempunyai
bentuk lengkap untuk disesuaikan dengan tuntutan azas mekanika fluida
sehingga memerlukan perhitungan detail yang rumit, bahwa kadang kala
diperlukan uji model didalam laboratorium sebelum dilaksanakan
pembangunannya dilapangan.
4) Lingkungan
Dalam Pengembangan Sumber Daya Air (PSDA) tidak dapat terlepas
dari pengaruh lingkungan disekitarnya. Kondisi daerah aliran sungai (DAS)
sangat menentukan kelestarian sumber daya air. Pengaruh bangunan air
terhadap perkembangan morfologi sungai, pengaruh lingkungan selama
pembangunan, pengelolaan dan setelah masa usia layannya selesai.
Disamping itu pengaruh terhadap perubahan kondisi sosial, politik dan budaya
dilingkungan bangunan pengembangan sumber daya air.
5) Unsur Ekonomis dan Finansial
Setiap pengembangan sumber daya air harus dilakukan studi kelayakan
untuk mengevaluasi dari berbagai segi terhadap keuntungan yang diperoleh.
Tinjauan ekonomis adalah tinjauan terhadap nilai keekonomian suatu
pengembangan sumber daya air, bila dibandingkan dengan pembanguna lain
yang mempunyai tujuan yang sama, sedangkan tinjauan finansial adalah suatu
studi/tinjauan nilai ekonomian pengembangan sumber daya air dengan

II-5
membandingkan besaran investasi yang diperlukan terhadap keuntungan yang
diperoleh selama usia layan bangunan pengembangan sumber daya air.
6) Unsur Sosial, Politik dan Budaya
Hampir semua pembangunan PSDA dibiayai oleh badan pemerintah
tertentu, proyek irigasi, pengendali banjir, pengelola air bersih, air limbah dan
pembangkit listrik. Pembangunan PSDA tergantung dari kebijakan/batasan
perencana suatu daerah, peraturan dan undang-undang yang ada.
Pembangunan PSDA dapat tertunda karena masyarakat dan adat budaya
setempat tidak menyetujuinya misal, merusak situs peninggalan nenek moyang,
masyarakat tidak mengijinkan daerahnya digunakan untuk PSDA dan
sebagainya.
2.3.2 Problem yang ditimbulkan oleh PSDA

1) Perubahan pola pemanfaatan aliran air


Perubahan pola pemanfaatan aliran air ini dapat mempengaruhi tatanan
kehidupan pada suatu daerah, bahkan dapat mempengaruhi hubungan antar
wilayah kabupaten/propinsi, mungkin malah antar Negara. Untuk itu perlu
dibuat pengaturan pola pemakaian pemanfaatan aliran air (sungai). Dengan
mulai berjalannya peraturan pemerintah tentang otonomi daerah, maka
peraturan/perundangan yang mengatur pemakaian/pemanfaatan aliran air
sungai yang melibatkan lebih dari 1 (satu) wilayah kabupaten/propinsi dirasa
sangat mendesak.
2) Perubahan pola hidup binatang pada aliran air (sungai)
Pembangunan PSDA yang memerlukan bangunan air (bendung, waduk
dan bendungan) melintang/memotong sungai sehingga memutuskan migrasi
suatu binatang air, misal ikan/binatang air pada saat reproduksi harus dibagian
hulu sungai dan setelahnya hidup dibagian hilir sungai akan terputus, binatang
air pada aliran deras harus berubah hidup pada air kolam/waduk dan
sebagainya.
2.3.3 Perubahan pada aliran air tanah

Dengan dibangunnya PSDA maka merubah pola aliran sungai, maka


dengan sendirinya akan mempengaruhi pola rembesan/infiltrasi pada daerah
aliran sungai sehingga mempengaruhi elevasi tinggi muka air tanah. Dibagian

II-6
hulu dari bendung/bendungan akan mengalami penurunan elevasi tinggi muka
air tanah dan hal ini juga akan mempengaruhi terhadap besaran tekanan air
tanah pada suatu bangunan air.

2.3.4 Perubahan pola hidup sosial budaya masyarakat

Perubahan pola ini akan terjadi apabila pembangunan PSDA yang


besar, seperti pembangunan bendungan dengan luas genangan/waduk yang
cukup luas. Akibat dari genangan yang luas, maka diperlukan pemindahan
penduduk, terpisahnya hubungan antar desa, perubahan pola mata
pencaharian dari pertanian menjadi usaha perikanan. Kesemua contoh tersebut
dapat menimbulkan perubahan sosial dan budaya penduduk disekitar waduk.

2.4 Pengelolaan Sumber Daya Air

Penyusunan pola pengelolaan perlu melibatkan seluas-luasnya peran


masyarakat dan dunia usaha, baik koperasi, badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah maupun badan usaha swasta. Sejalan dengan prinsip
demokratis, masyarakat tidak hanya diberi peran dalam penyusunan pola
pengelolaan sumber daya air, tetapi berperan pula dalam proses perencanaan,
pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan, pemantauan, serta
pengawasan atas pengelolaan sumber daya air (Dadang Sudardja, 2007).

Menurut Mathis Wackernagel (1996) dalam Supadmo, Arif Sigit (2001),


dalam bukunya “Ecologycal Footprint” menyatakan bahwa peningkatan
penduduk serta peningkatan konsumsi materi dan energi menjadi lambang
kemakmuran di satu pihak, namun di pihak lain terjadi keterbatasan sumber
daya. Di seluruh dunia telah terjadi proses desertifikasi sebesar 6.000.000
ha/tahun. Proses deforestasi 17.000.000 ha/tahun. Proses erosi dan oksidasi
tanah 26.000.000.000 ton/tahun serta proses hilangnya spesies-spesies
tertentu sebesar 17.000 jenis/tanam.

Dari data di atas dapat kita lihat bahawa pembangunan tidak saja
menghasilkan manfaat tetapi juga resiko. Pencemaran dan pengrusakan

II-7
adalah dua resiko yang tidak dapat dihindari dalam rangka menjalankan
pembangunan. Akibat pembangunan manusia sebagai penghuni Bumi ini
paling tidak saat ini telah berhutang sekitar antara 16 trilyun dollar AS hingga
54 trilyun dollar AS pertahun, atau rata-rata 33 trilyun dollar AS atau kurang
lebih Rp.66.000 trilyun setahun untuk segala materi “gratis” seperti udara, air
dan pangan, demikian hasil perhitungan yang dilakukan oleh tim yang dipimpin
oleh Robert Constanza dan disponsori oleh National Centre for Ecological
Analysis and Synthesis di Santa Barbara, California (Kompas, 16 Mei 1997).
Perkiraan inipun lanjut mereka adalah perkiraan minimum.

Sumber daya air merupakan bagian dari sumber daya yang mempunyai
sifat yang sangat berbeda dengan sumber daya alam lainnya. Air adalah
sumber daya yang terbarui, bersifat dinamis mengikuti siklus hydrologi yang
secara alamiah berpindah-pindah serta mengalami perubahan bentuk dan sifat.
Tergantung dari waktu dan lokasinya, air dapat berupa zat padat sebagai es
dan salju, dapat berupa air yang mengalir serta air permukaan. Berada dalam
tanah sebagai air tanah, berada di udara sebagai air hujan, berada di laut
sebagai air laut, dan bahkan berupa uap air yang didefinisikan sebagai air
udara.

Dewasa ini permasalahan yang cenderung dihadapi oleh pemerintah


maupun masyarakat dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya air
meliputi ;

(1) Adanya kekeringan di musim kemarau dan kebanjiran di musim hujan;

(2) Persaingan dan perebutan air antara daerah hulu dan hilir atau konflik
antara berbagai sektor;

(3) Penggunaan air yang berlebihan dan kurang efisien;

(4) Penyempitan dan pendangkalan sungai, danau karena desakan lahan


untuk pemukiman dan industri;

(5) Pencemaran air permukaan dan air tanah;

II-8
(6) Erosi sebagai akibat penggundulan hutan.

Permasalahan air yang semakin komplek ini menuntut untuk mengelolah


sumberdaya air sehingga dapat menunjang kehidupan masyarakat dengan
baik. Berdasarkan UU No 7/2004 tentang Sumberdaya Air, Pengelolaan
sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan
mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan
sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.

Sudah menjadi pemandangan yang biasa dan gampang dilihat, air


sudah menjadi permasalahan. Kebutuhan masyarakat terhadap air yang
semakin meningkat mendorong lebih menguatnya nilai ekonomi air dibanding
nilai dan fungsi sosialnya. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan konflik
kepentingan antar sektor, antar wilayah dan berbagai pihak yang terkait dengan
sumber daya air. Di sisi lain, pengelolaan sumber daya air yang lebih bersandar
pada nilai ekonomi akan cenderung lebih memihak kepada pemilik modal serta
dapat mengabaikan fungsi sosial.

Penyusunan pola pengelolaan perlu melibatkan seluas-luasnya peran


masyarakat dan dunia usaha, baik koperasi, badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah maupun badan usaha swasta. Sejalan dengan prinsip
demokratis, masyarakat tidak hanya diberi peran dalam penyusunan pola
pengelolaan sumber daya air, tetapi berperan pula dalam proses perencanaan,
pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan, pemantauan, serta
pengawasan atas pengelolaan sumber daya air.

Untuk menyesuaikan perubahan paradigma dan mengantisipasi


kompleksitas perkembangan permasalahan sumber daya air; menempatkan air
dalam dimensi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi secara selaras;
mewujudkan pengelolaan sumber daya air yang terpadu; mengakomodasi
tuntutan desentralisasi dan otonomi daerah; memberikan perhatian yang lebih
baik terhadap hak dasar atas air bagi seluruh rakyat; mewujudkan mekanisme
dan proses perumusan kebijakan dan rencana pengelolaan sumber daya air

II-9
yang lebih demokratis, perlu dibentuk undang-undang baru sebagai pengganti
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan.

Salah satu cara yang harus diperhatikan dalam pengelolaan air adalah
pengelolaan yang berdasarkan pada ‘watershed’ (Daerah Aliran Sungai/DAS).
Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan
ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan.

Dengan pengelolaan air berdasarkan DAS maka diharapkan akan


tercipta kesinambungan sumber daya air karena air tidak bisa dilihat satu
bagian wilayah saja. Pengelolaan air pada suatu daerah tidak bisa begitu saja
hanya memperhatikan variabel–variabel hidrologis pada wilayah itu saja.
Bahkan, pengelolaan Waduk Saguling untuk keperluan PLTA, misalnya, tidak
bisa hanya memperhatikan variabel–variabel disekitar waduk. Seluruh masalah
pengelolaan sumber daya air harus memperhitungkan keseluruhan DAS karena
bagaimanapun juga bahkan sebuah titik di ujung terluar DAS pun memiliki
pengaruh terhadap keberadaan dan kualitas air di sungai utama. Jadi
Pengelolaan sumber daya air yang bersifat parsial harus ditinggalkan.
Selain itu, untuk mengelola sumber daya air berbasis DAS ini, kita harus
mengacu pada aspek–aspek yang ada dalam DAS tersebut. “Bukan hanya
dibatasi pada aspek fisika saja. Tapi juga sosial–budaya, kualitas air, aktivitas
industri, politik, ekonomi, demografi (kependudukan).

Indonesia telah melakukan langkah maju dalam pelaksanaan Kebijakan


Pengelolaan Sumber Daya Air secara terpadu (Integrated Water Resources
Management – IWRM) yang menjadi perhatian dunai internasional untuk
meningkatkan pengelolaan sumber daya air dalam mencapai kesejahteraan
umum dan pelestarian lingkungan. Sejalan dengan konsep IWRM yang
berkembang di forum internasional, beberapa tindakan telah diambil di tingkat
nasional dan daerah dalam rangka reformasi kebijakan sumber daya air.

II-10
Reformasi dalam pengelolaan sumber daya air merupakan salah satu
tindakan penting untuk mengatasi pengentasan kemiskinan, ketahanan
pangan, dan konservasi sumber daya alam. Dalam pelaksanaannya, telah
diterbitkan beberapa kebijakan antara lain diberlakukannya Undang-Undang
No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU SDA) yang sejalan dengan
prinsip-prinsip IWRM. Undang-undang ini bertujuan untuk pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air secara menyeluruh, berkelanjutan, dan melalui
pendekatan terbuka sehingga memberikan pilihan bagi masyarakat bisnis dan
organisasi non-pemerintah untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan dan
pelaksanaan pengelolaan sumber daya air terpadu.

2.5 Konservasi Sumber Daya Air

Konservasi adalah upaya yang dilakukan untuk melestarikan lingkungan


namun tetap memperhatikan manfaat yang didapat dengan tetap
mempertahankan keberadaan setiap komponen lingkungan untuk dimanfaatkan
di masa mendatang.
Konservasi sumber daya air adalah upaya mengelola sumber daya air
yang dilakukan secara bijak dengan memperhatikan manfaat yang didapat
serta mempertahankan komponen penyusunnya agar dapat dinikmati di masa
mendatang.
Tujuan konservasi sumber daya air adalah menjaga kelangsungan
keberadaan daya dukung, daya tampung, dan fungsi sumber daya air yang
dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber air,
pengawetan air, serta pengelolaan kualitas air, dan pengendalian pencemaran
air dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan
pada setiap WS.

II-11
Gambar 2.1 Watershed and Watershed Divide
Sumber : Google Search

Perlindungan dan pelestarian sumber air dilaksanakan secara vegetatif


dan atau teknis sipil melalui pendekatan sosial, ekonomi, dan budaya.
Perlindungan dan pelestarian sumber air dijadikan dasar dalam penatagunaan
lahan. Upaya konservasi sumber daya air dilaksanakan pada sungai, danau,
waduk, rawa, cekungan air tanah, sistem irigasi, daerah tangkapan air,
kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, kawasan hutan, dan kawasan
pantai.
2.5.1 Konservasi Tanah
Konservasi tanah (Kamus Besar Bahasa Indonesia,1995) adalah cara
pengolahan tanah untuk menyelamatkan tanah dari bahaya erosi. Konservasi
tanah (Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial) adalah upaya
mempertahankan, merehabilitasi, dan meningkatkan daya guna lahan sesuai
dengan peruntukannya. Praktik konservasi tanah dan air tidak hanya
memitigasi terjadinya laju erosi yang melebihi batas toleransi tanah saja tetapi
juga mencakup upaya mempertahankan kesuburan tanah baik fisik maupun
kimia.
2.5.2 Konservasi Sumber Daya Air
Konservasi sumber daya air (Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004
tentang Sumber Daya Air) adalah upaya memelihara keberadaan serta
keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar senantiasa
tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi
kebutuhan makhluk hidup baik pada waktu sekarang maupun yang akan

II-12
datang. Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung
didalamnya.
2.5.3 Sumber Daya Lahan
Sumber daya lahan (FAO, 1976) merupakan suatu lingkungan fisik yang
terdiri atas iklim, topografi, tanah, hidrologi, dan vegetasi dimana pada batas-
batas tertentu mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan. Sumber daya
tanah dan sumber daya hutan merupakan bagian dari sumber daya lahan.
2.5.4 Aksi Konservasi Sipil Teknis Konstruksi
Prinsip dasar konservasi SDA adalah mengurangi banyaknya tanah
yang hilang akibat erosi dan longsor oleh kekuatan energi air dan merupakan
salah satu upaya pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
secara fisik (kandungan sedimen terlarut dalam air), sedangkan prinsip
konservasi air adalah memanfaatkan air hujan yang jatuh ke tanah seefisien
mungkin, mengendalikan kelebihan air dimusim hujan, dan menyediakan air
yang cukup di musim kemarau (upaya pengawetan air). Dalam hal ini,
konservasi secara sipil teknis mempunyai fungsi:
1. Memperlambat aliran permukaan
2. Menampung dan mengalirkan aliran permukaan sehingga tidak merusak
memperbesar kapasitas infiltrasi air kedalam tanah dan memperbaiki
aerasi tanah
3. Menyediakan air bagi tanaman.
Adapun usaha konservasi yang termasuk dalam metode sipil teknis
antara lain meliputi:
1) Pembuatan/Pembentukan Terasering
Membentuk kemiringan lereng dengan pembentukan teras dibuat
melintang atau memotong kemiringan, berfungsi menangkap aliran permukaan
dan mengarahkan ke outlet yang stabil dengan kecepatan yang tidak erosif.
Pembuatan atau pembentukan lahan dengan sistem terasering dilakukan di
kawasan DAS Hulu dan Tenga pada tingkat hutan non lindung dan lahan
budidaya dengan kemiringan lebih besar 6%. Kegiatan ini dilaksanakan dan
berada di wewenang Dinas Pertanian dan Dinas Kehutanan.
2) Pembangunan Reservoir (Tampungan Air)

II-13
Pembangunan reservoir dilaksanakan akibat dari faktor ketersediaan air
dalam kuantitas dan waktu tidak selalu sesuai dengan kebutuhan, sehingga
fungsi dari reservoir adalah upaya konservasi SDA dari aspek Perlindungan
dan Pelestarian Sumber Air serta Pengawetan Air, sesuai dengan salah satu
tujuan konservasi SDA adalah menjaga kontinuitas air sepanjang tahun.
Fungsi ikutan dari pembangunan reservoir jika diterapkan pada badan
sungai adalah dapat mereduksi puncak banjir, sehingga daya rusak banjir
dapat dikurangi dan diminimalkan, bahkan jika mungkin dapat ditiadakan.
Fungsi lainnya adalah dengan tereduksinya debit banjir dapat mengurangi
energi atau kecepatan aliran sehingga daya rusak air terhadap kestabilan
tebing sungai dan kawasan sempadan sungai, sehingga kondisi lingkungan
SDA dapt terlindungi dan terjaga.
Reservoir sebagai aksi konservasi pada DAS Barang Biji berupa :
a. Kolam tampungan air
b. Bendungan
3) Pembuatan Sand Pocket/Ground Sill
Pembuatan Sand Pocket/groundsill, untuk mengurangi kecepatan aliran,
mengurangi laju erosi dan menangkap sedimen sehingga dapat memperbaiki
kemiringan (gradien) sungai. Konstruksi ini direncanakan disemua anak sungai
dengan gradien lebih besar dari 15%, berskala kecil, sedang dan besar.
4) Pembuatan Check Dam
Pembuatan Checkdam, dimaksudkan untuk menghambat kecepatan
aliran dan menangkap sedimen sehingga dapat memperbaiki kemiringan
(gradien) sungai.
Bangunan ini juga dapat didesain dan difungsikan sebagai bangunan pelindung
bangunan existing seperti dari kemungkinan hantaman material besar (batu)
yang terbawa aliran.
5) Pembuatan Perkuatan Tebing dan Capturing Sumber Air
Bangunan ini berfungsi untuk menghindari kerusakan daerah resapan
DAS dan mata air dari kerusakan akibat erosi atau kelongsoran.
6) Pembuatan Sumur Resapan
Merupakan sistem penampungan pembuangan air hujan berfungsi
menyimpan air hujan dan pengisian air tanah serta mengurangi aliran

II-14
permukaan. Untuk daerah dekat pantai (kota Sumbawa Besar dan sekitarnya)
pengisian air tanah dapat mencegah/mengurangi infiltrasi air laut ke daratan.
Sumur resapan mempunyai sistem kerja sebagai berikut :
a. Sumur resapan sebaiknya berada diatas elevasi/kawasan sumur
sumur gali biasa.
b. Untuk menjaga pencemaran air dilapisan aquifer, kedalaman sumur
resapan hares diatas kedalaman muka air tanah tidak tertekan
(unconfined aquifer) yang ditandai oleh adanya mataair tanah.
c. Pada daerah berkapur/karst perbukitan kapur dengan
kedalaman/solum tanah yang dangkal, kedalaman airtanah pads
umumnya sangatlah dalam sehingga pembuatan sumur resapan
sangatlah tidak direkomendasikan. Demikian pula sebaliknya dilahan
pertanian pasang surut yang berair tanah sangat dangkal.
d. Untuk mendapatkan jumlah air yang memadai, sumur resapan harus
memiliki tangkapan air hujan berupa state bentang lahan baik berupa
lahan pertanian atau atap rumah.
e. Sebelum air hujan yang berupa aliran pemmukaan masuk kedalam
sumur melalui saluran air, sebaiknya dilakukan penyaringan air dibak
control terlebih dahulu.
f. Bak control terdiri dari beberapa lapisan berturut-turut adalah
lapisan gravel (kerikil), pasir kasar, pasir dan ijuk.
g. Penyaringan ini dimaksudkan agar partikelpartikel debu hasil erosi
dari daerah tangkapan air tidak terbawa masuk ke sumur sehingga
tidak menyumbat poripori lapisan aquifer yang ada.
h. Untuk menahan tenaga kinetis air yang masuk melalui pipa
pemasukan, dasar sumur yang berada dilapidan kedap air dapat diisi
dengan batu- belah atau ijuk.
i. Pada dinding sumur tepat didepan pipa pemasukan, dipasang pipa
pengeluaran yang letaknya lebih rendah daripada pipa pemasukan
untuk antisipasi manakala terjadi overflow/luapan air didalam
sumur. Bila tidak dilengkapi dengan pipa pengeluaran, air yang masuk
dengan sekat balok dll.

II-15
j. Diameter sumur bervariasi tergantung pada besarnya curah hujan, luas
tangkapan air, konduktifitas hidrolika lapisan aquifer, tebal lapisan aquifer
dan daya tampung lapisan aquifer. Pada umumnya diameter berkisar
antaral 1,5 m.
k. Tergantung pada tingkat kelabilan/kondisi lapisan tanah dan ketersediaan
dana yang ada, dinding sumur dapat dilapis pasangan bate bata atau
buffs beton. Akan lebih baik bila dinding sumur dibuat lubang-lubang agar
air dapat meresap juga secara horizontal.
Manfaat sumur resapan adalah sebagai berikut :
a. Mengurangi air limpasan, sehingga jaringan drainase akan dapat
diperkecil.
b. Mencegah adanya genangan air dan banjir di daerah hilir.
c. Mempertahankan tinggi muka airtanah yang semakin hari semakin
menurun, akibat defisit penggunaan air.
d. Mengurangi/menahan intrusi air Taut bagi daerah yang berdekatan
dengan wilayah pantai.
e. Mencegah penurunan/amblesan tanah (land subsidence), akibat
pengambilana ir tanah yang berlebihan.
f. Mengurangi pencemaran air tanah.
g. Menyediakan cadangan air untuk usahatani bagi lahan disekitarnya.
h. Biaya pembangunan sumur resapan relatif murah, yaitu Rp.200 - 250 ribu.
i. Dampak selanjutnya akan mengurangi debit puncak banjir, walaupun tidak
terlalu signifikan (pada umumnya untuk daerah kepadatan penduduk
rendah kemampuan reduksi banjir kurang <10%).
7) Pembuatan Sistem Pengolahan Air Limbah
Bangunan ini diperlukan untuk menampung dan mengolah air limbah
rumah tangga dan industri terutama didaerah perkotaan, sebelum masuk ke
sungai, sehingga berfungsi mengurangi polutan masuk ke sungai. Setiap rumah
tangga atau kelompok rumah tangga harus mempunyai sistem pengolah air
limbah.
Sosialisasi terhadap pentingnya instalasi pengolah limbah dan merubah
kebiasaan masyarakat membuang langsung disungai atau badan air lainnya
serta untuk menyediakan sistem pengolahan limbah rumah tangga harus

II-16
segera dilakukan mengingat kondisi kualitas air di sungai terutama pada musim
kering termasuk dalam kategori tercemar salah satunya adalah dari unsur
biologis.
8) Pembuatan Konstruksi Biopori
Maksud dari konstruksi biopori adalah suatu konstruksi dipermukaan
tanah yang memungkinkan air hujan dan air permukaan sebanyak mungkin
dapat meresap kedalam tanah, sehingga konstruksi ini berfungsi mengurangi
aliran permukaan, meningkatkan infiltrasi dan perkolasi dan meningkatkan
pengisian lengas tanah dengan air dan meningkatkan muka air tanah. Fungsi
konservasi dari konstruksi ini adalah pengawetan air dan khusus daerah pantai
atau hilir DAS dapat mengurangi instrusi air laut karena muka air tanah dapat
ditingkatkan.
Beberapa tipe konstruksi ini adalah :
a. Penggunaan grass block atau paving block sebagai pengganti beton
block/conblock atau lapisan aspal pada jalan lingkungan, carport, halaman
rumah, pertokoan dan perkantoran.
b. Penggunaan lubang resapan didasar saluran drainase bukan saluran
sanitasi, lubang resapan ini mempunyai prinsip dan cara kerja sama dengan
sumur resapan, hanya mempunyai dimensi/diameter kecil (diameter
maksimum = 0,20 cm dengan kedalaman = 0,50 cm) dengan jarak/interval
rapat. Semakin rapat akan semakin meningkatkan fungsinya.

2.6 Dampak Kekurangan Air Baku

Sumberdaya air dapat mengakibatkan kerusakan dan bencana di muka


bumi. Bencana alam yang terkait dengan sumberdaya air antara lain banjir,
kekeringan, pencemaran air tanah, dan tsunami. Pada Tahun 1991-2000
terdapat lebih dari 665.000 manusia meninggal dunia dalam 2.557 kejadian
bencana alam. Dimana 90% diantaranya terkait dengan air (Unesco, 2003).

Meningkatnya konsentrasi manusia dan meningkatnya infrastruktur pada


daerah-daerah rawan seperti pada dataran banjir dan daerah pesisir serta pada
daerah-daerah lahan marginal mengindikasikan bahwa terdapat banyak
populasi yang hidup dalam tingkat resiko tinggi (Abramotivz, 2001). Banjir

II-17
merupakan bencana alam terbesar berkaitan dengan air. Fenomena bencana
banjir merupakan salah satu dampak dari kesalahan pengelolaan sumberdaya
alam dan lingkungan. Banjir terjadi karena beberapa hal :

1. Terjadinya penggundulan hutan dan rusaknya kawasan resapan air di


daerah hulu. Seperti diketahui bahwa daerah hulu merupakan kawasan
resapan yang berfungsi untuk menahan air hujan yang turun agar tidak
langsung menjadi aliran permukaan dan melaju ke daerah hilir,
melainkan ditahan sementara dan sebagian airnya dapat diresapkan
menjadi cadangan air tanah yang memberikan kemanfaatan besar
terhadap kehidupan ekologi dan ekosistem (tidak hanya manusia).
Tindakan penebangan hutan dan perusakan daerah hulu tidak terlepas
dari sebuah alasan untuk memenuhi kebutuhan materialitas manusia.
2. Beralih fungsinya penggunaan lahan di daerah hulu dari kawasan
pertanian dan budidaya menjadi kawasan permukiman dan kawasan
terbangun juga mengakibatkan aliran permukaan yang lebih besar
ketika hujan turun. Aliran permukaan yang besar akan menyebabkan
terjadinya banjir apabila kapasitas daya tampung saluran sungai dan
drainase tidak mencukupi. Fenomena perkembangan permukiman juga
tidak dapat dielakkan lagi seiring dengan perkembangan pemenuhan
kebutuhan hidup manusia.
3. Banjir juga disebabkan oleh terjadinya pendangkalan di saluran sungai
dan drainase akibat terjadinya erosi di daerah hulu. Dengan demikian
kapasitas daya tampung menjadi berkurang dan air diluapkan ke
berbagai tempat sebagai banjir.
4. Banjir juga tidak luput dari perilaku manusia dan dampak dari
pembangunan fisik perkotaan. Banyak kawasan terbuka menjadi
kawasan terbangun. Daerah terbuka yang dulunya bermanfaat menjadi
kawasan peresapan sekarang semakin berkurang. Implikasinya tidak
ada lagi atau sangat sedikit sekali air hujan yang dapat diresapkan
kedalam tanah sebagai cadangan air tanah, dan sebagian besar di
alirkan sebagai aliran permukaan sehingga kapasitas saluran drainase
terutama di kawasan perkotaan menjadi tidak memadai.

II-18
5. Tidak adanya kesadaran dan kepekaan lingkungan dari perilaku
masyarakat. Kegiatan pembuangan sampah dan limbah padat industri
menyebabkan terjadinya pendangkalan dan penyumbatan aliran sungai
(Marfai, 2005).

Selain banjir, kekeringan juga merupakan bencana alam terkait dengan


sumberdaya air. Kekurangan sumberdaya air dalam kurun waktu yang lama
akan mengakibatkan kekeringan. Kekeringan dapat dikategorikan menjadi tiga,
yaitu :

1) Kekeringan meteorologis yaitu keadaan suatu wilayah pada saat-saat


tertentu terjadi kekurangan (defisit) air karena hujan lebih kecil
daripada nilai evapotranspirasinya (penguapan air). Di wilayah ini
terjadi kekurangan air pada musim kemarau sehingga masyarakat
sudah terbiasa dan menyesuaikan aktivitasnya dengan iklim setempat.
Hanya saja, penyimpangan musim masih dapat terjadi. Penyimpangan
inilah yang sering menimbulkan bencana kekeringan.
2) Kekeringan hidrologis merupakan gejala menurunnya cadangan air
(debit) sungai, waduk-waduk dan danau serta menurunnya permukaan
air tanah sebagai dampak dari kejadian kekeringan. Keberadaan hutan
perlu dipertahankan dan dilestarikan agar dapat menyimpan air cukup.
3) Kekeringan pertanian, kekeringan muncul karena kadar lengas tanah
di bawah titik layu permanen dan dikatakan tanaman telah mengalami
cekaman air (Bakosurtanal dan PSBA UGM, 2002).

Gambar 2.2 Kekeringan Pertanian


Sumber : Google Earth

II-19
Implikasi dari bencana kekeringan terhadap pertanian adalah berupa
kegagalan panen. Sebagai contoh, gagal panen yang terjadi di daerah Nusa
Tenggara Timur (NTT) yang disebabkan minimnya curah hujan melanda 117
kecamatan mencakup 1.108 desa di 16 kabupaten/kota. Jumlah penduduk
korban gagal panen mencapai 101.973 kepala keluarga (KK) atau 452.920 jiwa
(Indomedia, 2005). Di berbagai daerah di Indonesia, terutama bagian timur,
yang curah hujannya relatif lebih rendah dibandingkan di bagian barat, maka
pada musim kemarau panjang lebih sering terkena bencana kekeringan, gagal
panen dan gizi buruk.

2.6.1 Penyakit Yang Berhubungan dengan Air (Waterborne Deseases)


Beberapa penyakit yang berhubungan dengan air telah dikenal sejak
lama. Pencemaran air minum oleh air limbah dan/atau oleh kotoran manusia
(tinja), yang mengandung organisme yang dapat menimbulkan penyakit, virus,
bakteria patogen dan sebagainya, dapat menyebar dengan cepat ke seluruh
sistem jaringan pelayanan air minum tersebut, serta dapat menyebabkan
wabah atau peledakan jumlah penderita penyakit di suatu wilayah dalam waktu
singkat.
Beberpa ciri khusus penyebaran penyakit-penyakit tersebut antara lain
yakni : proses penularan umumnya melalui mulut; terjadi di daerah pelayanan
yang airnya tercemar; pederita umumnya terkonsentrasi pada suatu wilayah
secara temporer; penderitanya tidak terbatas pada suku, umur, atau jenis
kelamin tertentu; meskipun sulit mendeteksi bakteri patogen dalam air, tetapi
dapat diperkirakan melalui pemeriksaan/pendeteksian bakteri coli yang
disebabkan oleh pencemaran tinja; dan waktu inkubasi biasanya sedikit lebih
panjang dibandingkan apabila keracunan oleh makanan. Beberapa penyakit
yang paling sering berjangkit antara lain yakni:
a. Dysentery
Penyebabnya adalah beberapa jenis bakteri dysentery baccilus, waktu
inkubasi 1 - 7 hari, biasanya sekitar 4 hari atau kurang. Gejala penyakitnya
antara lain : bakteri dysentery yang masuk melalui mulut akan tumbuh di dalam
perut besar, dan berubah secara lokal ke kondisi sakit misalnya timbulnya bisul
pada selapur lendir (mucous membrane). Gejala utama yakni mencret, mulas,

II-20
demam, rasa mual, muntah-muntah, serta berak darah campur lendir. Infeksi
penyakit ini dapat berjangkit sepanjang tahun. Penderita dan carriernya adalah
sumber penuranan yang utama, dan penularannya dapat terjadi melalui
makanan, air minum atau kontak orang ke orang.
b. Thypus dan Paratyphus
Penyebabnya adalah jenis bacillus typhus dan parathyphus, dengan
waktu inkubasi antara 1 sampai 3 minggu. Bakteri penyakit tersebut masuk
melalui mulut dan menjangki pada struktur lympha (getah bening) pada bagian
bawah usus halus, kemudian masuk ke aliran darah dan akan terbawa ke
organ-organ internal sehingga gejala muncul pada seluruh tubuh misalnya:
seluruh badan lemas, pusing, hilang nafsu makan, dan timbul deman serta
badan menggigil. Pada penderita yang serius sering timbul gejala pendarahan
usus. Suhu badan berfluktuasi dan akan turun perlahan-lahan setelah infeksi
berjalan tiga atau empat minggu, dan gejala umum juga hilang. Untuk penyakit
paratyphus, gejalanya hampir sama, hanya lebih lunak. Sumber penularan
yang utama adalah penderita itu sendiri atau carriernya, dan penularan dapat
terjadi karena infeksi yang disebabkan oleh bakteria yang ada di dalam tinja
penderita melalui air minum, makanan atau kontak langsung.
c. Kholera
Penyebabnya adalah bakteri patogen jenis vibrio cholerae, dan waktu
inkubasinya antara beberapa jam sampai lima hari. Bakteri vibrio cholerae yang
masuk melalui mulut akan berkembang di dalam usus halus (small intestine),
dan menghasilkan exotoxin yang menyebabkan rasa mual. Gejala yang penting
yakni mencret atau diare dengan warna putih keruh dan muntuah-muntah.
Kadang-kadang juga terjadi dehidrasi, dan pada kasus yang serius kemungkin
an dapat menyebabkan penderita menjadi koma. Keadaan kritis tersebut dapat
dihindari apabila dilakukan penanganan yang sesuai. Sumber utama
penunularan yakni air minum atau makanan yang terkontaminasi atau tercemar
oleh kotoran atau muntahan penderita ataupun tercemar oleh inang atau
pembawa bakteri kholera.
d. Hepatitis A
Penyebabnya adalah virus hepatitis A, dengan waktu inkubasi antara 15
sampai 30 hari (biasanya 30 hari). Infeksi umumnya terjadi melalui mulut.

II-21
Gejala primairnya antara lain rasa mual, pusing disertai demam, dan rasa
lelah/lemas di seluruh tubuh. Gelaja spesifik antara lain terjadinya
pembengkaan liver dan timbul gejala sakit kuning. Sumber penularan yakni air
minum atau makanan yang tercemar oleh kotoran manusia yang mengandung
virus hepatitis A.
e. Poliomelistis Anterior Akut
Penyebabnya adalah virus polio, waktu inkubasi antara 3 sampai 21 hari,
biasanya antara 7 sampai 12 hari. Virus polio masuk melalui mulut dan
menginfeksi seluruh struktur tubuh, kemudian menjalar melalui simpul saraf
lokal, dan selanjutnya menyerang sistem saraf pusat, yang dapat menyebabkan
kelumpuhan. Beberapa gejala dapat terlihat antara yakni demam, rasa
meriang/tak enak badan, tenggorokan sakit, pusing-pusing dan terjadi kejang
mulut (bibir atas dan bawah tidak dapat digerakkan).
Sumber infeksi yakni virus polio yang terdapat pada tinja atau dahak
penderita atau virus yang terbawa oleh inangnya (carrier), dan penularan
kadang-kadang juga melalui air minum atau makanan yang terkontaminasi
(tercemar).
2.6.2 Penyakit yang Berkaitan dengan Kebersihan
Diare atau sering disebut mencret adalah penyakit yang erat kaitannya
dengan kebersihan. Penyakit ini adalah salah satu penyakit yang paling banyak
terjadi di negara berkembang, termasuk di Indonesia. Yang paling banyak
terserang penyakit ini umumnya adalah anak-anak balita, dan bila keadaannya
parah seringkali dapat menyebabkan dehidarasi, yang apabila tidak ditangani
dengan segera dapat pula menyebabkan kematian.
Bakteri patogen yang menyebabkan penyakit ini berasal dari tinja, dan
masuk ke tubuh manusia lewat mulut melalui makanan atau minumam atau
melalui kontak orang ke orang. Sering kali organisme penyebab infeksi enterik
tersebut diakibatkan oleh kondisi lingkungan rumah yang kotor dan tidak sehat.
Hal tersebut juga sering diakibatkan oleh pencucian tangan yang kurang bersih
pada waktu buang kotoran, atau secara lansung melalui inangnya misalnya
oleh lalat. Banyak juga kasus terjadi akibat makanan atau minuman yang dijual
oleh penjaja atau warung-warung yang kebersihannya kurang memandai.
Salah satu faktor yang penting untuk menganggulangan hal tersebut

II-22
yakni dengan cara meningkatkan kebersihan lingkungan, meningkatkan
pelayanan air bersih yang sehat, meningkatkan sistem pembuangan atau
pengolahan kotoran manusia (tinja) yang memenuhi syarat, serta dengan
memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang pentingnya kebersihan.

II-23

Anda mungkin juga menyukai