Anda di halaman 1dari 14

A.

PENGERTIAN DEMAM TYPHOID


Typoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh
Salmonella tipe A, B, dan C yang dapat menular melalui oral, fekal,
makanan, dan minumanyang terkontaminasi (Padila, 2013). Tipes adalah
penyakit infeksi bakteri pada usus halus, dan terkadang pada aliran darah,
yang disebabkan oleh kuman salmonella typhi atau samonella paratyphi A,
B, dan C, yang terkadang juga dapat menyebabkan gastroenteritis
(keracunan makanan) dan septikimia (tidak menyerang usus) (Ardiansyah,
2012).
Demam typhoit adalah sebuah penyakit infeksi pada usus yang
menimbulkan gejala sistemik yang disebabkan oleh “salmonella typhosa”,
Salmonella parathyphi A, B, dan C, (Ngastiyah, 2005). Thypoid
abdominalis adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh
infeksi salmonella thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan
minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses dan urine dari orang yang
terinfeksi kuman Salmonella. (Dermawan & Rahayuningsih, 2010).
Demam typhoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,
gangguan pada pencernaan dan ganguan kesadaran. Penyebab penyakit ini
adalah Shalmonella typhosa, basil gram negatif yang bergerak dengan bulu
getar, tidak terspora. (Ngastiyah, 2005). Thypoid abdominalis adalah
penyakit infeksi akut yang disebabkan Salmonella typhi, ditandai adanya
demam 7 hari atau lebih, gejala saluran pencernaan dan gangguan pada
sistem saraf pusat (sakit kepala, kejang, dan gangguan kesadaran).
B. ETIOLOGI DEMAM TYPHOID
Penyakit typhoid disebab kan oleh infeksi kuman Salmonella thposa /
Eberthela thyposa yang merupakan kuman negatif, motil dan tidak
menghasilkan spora, hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun
suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 70oC dan antiseptik
(Wijayaningsih, 2013).
Salmonella thyphosa mempunyai 3 macam antigen yaitu :
1. Antigen O : Ohne Hauch, yaitu somatik antigen (tidak menyebar)
2. Antigen H : Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat
termolabil.
3. Antigen V : kapsul, merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi O antigen terdapat fagositosis. (Wijaya dan putri, 2013).

Salmonella parathyphi twrdiri 3 jenis yaitu A, B, dan C. Ada dua sumber


penularan Salmonella typhi yaitu pasien dengan demam thypoid dan pasien
dengan carrier. Carrier adalah orang yang sembuh dengan demam typoid
dan masih terus mengekskresi Salmonella typhi dalam tinja dan air kemih
selama lebih dari satu tahun (Padila, 2013).

C. MANIFESTASI KLINIS DEMAM TYPHOID


Gejala klinis demam typhoid pada anak biasanya lebih ringan jika
dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari.
Masa tunas tersingkat adalah empat hari, jika infeksi terjadi melalui
makanan. Sedangkan, jika infeksi melalui minuman masa tunas terlama
berlangsung 30 hari. Selama masa inkubasi, mungkin ditemukan gejala
prodromal, yaitu perasaan yang tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,pusing,
dan tidak bersemangat, yang kemudian disusul dengan gejala-gejala klinis
sebagai berikut.
1. Demam
Demam khas (membentuk pelana kuda) berlangsung 3 minggu, sifat
febris remitten dan suhu seberapa tinggi. Minggu pertama suhu
meningkat setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada
sore dan malam hari. Minggu ketiga suhu tubuh berangsur turun dan
normal pada akhir minggu ketiga.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Napas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah, lidah tertutup
selaput putih kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang diseratai tremor,
anoreksia, mual, dan perasaan tidak enak di perut. Abdomen kembung,
hepatomegali, dan spenomegali, kadang normal, dapat terjadi diare.
3. Gangguan keasadaran
Kesadaran menurun yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi supor,
koma atau gelisah. (Ardiansyah, 2012). Masa tunas typhoid adalah
sekitar 10-14 hari dengan rincian sebagai berikut :
a. Minggu 1
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama pada sore hari dan
malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri
kepala, anoreksia, dan mual batuk, epistaksis, obstipasi atau diare,
perasaan tidak enak diperut.
b. Minggu ke-2
Pada minggu ke-2 gejala sudah jelas dapat berupa demam,
bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi),
hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran. (Padila, 2013)
D. PATOFISIOLOGI DEMAM TYPHOID
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara,
yang dikenal dengan 5F yaitu : food (makanan), fingers (jari tangan / kuku),
fomitus (muntah), fly (lalat), melalui feses.
Feses dan muntah pada penderita thypoid dapat menularkan kuman
sallmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan
melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan
dikomsumsi oleh orang sehat. Apabila orang tersebut kurang
memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan
yang tercemar kuman Salmonella thypi masuk ketubuh orang yang sehat
melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagai kuman
akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus
halus kebagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan
limpoid kuman berkembang biak, lalu masuk kealiran darah dan mencapai
sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian
melepaskan kuman kedalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia,
kuman selanjutnya mausuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksimia pada typhoid disebabkan
oleh endotoksemia. Akan tetapi berdasarkan penelitian eksperimental
disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama
demam pada typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus
halus. Demam disebabkan karena Salmonella typhi dan endotoksinya
merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan
yang meradang. (Padila, 2013)
Patogenesis (tata cara masuknya kuman thypoid kedalam tubuh) pada
penyakit typhoid dibagi atas 2 bagian yaitu :
1. Menembus dinding usus masuk kedalam daerah kemudian
dipatogenesis oleh kuman RES (Reticulo Endothelial System) dalam
hepar dan lien. Di sini kuman berkembangbiak dan masuk kedalam
daerah lagi dan menimbulkan infeksi di usus lagi.
2. Basil melalui tonsil secara Iymphogen dan heamophogen masuk
kedalam hepar dan lien kecil, basil mengeluarkan toksin, toksin inilah
yang menimbulkan gejala klinis. (Wijaya & Putri, 2013).
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG DEMAM TYPHOID
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid menurut padila
(2013) adalah pemeriksaan laboratorium yang terdiri dari :
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam thypoid terdapat
leucopenia dan limpositosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia
tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam thypoid,
jumlah leukosit pada sediaan darah tetapi pada batas-batas normal
bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi
atau infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam thypoid sering kali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan terjadi demam
typhoid. Hal ini karena hasil biakan darah tergantung dari beberapa
faktor yaitu :
a. Teknik pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium
yang lain. Hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media
biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah
pada saat demam tinggi, yaitu pada saat Bakterimia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terdapat Sallmonella typhi terutama positif pada
minggu pertama dan berkurang pada minngu-minggu berikutnya.
Pada waktu kambuh biarkan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi dimasa lampau
Vaksinasi terdapat demam typhoid dimasa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat
menekan bakterimia sehingga biakan darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat antimikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan
hasil biakan mungkin negatif.
4. Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antiodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terdapat Salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada organ yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah dilaboratorium. Tujuan
dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutini dalam serum
klien yang disangka menderita typhoid.
Terdapat 2 macam pemeriksaan Tes Widal, yaitu :
a. Widal care tabung (konvensional)
b. Salmonella Slide Test (cara slides)
Nilai sensitivitas, spesifisitas serta ramal reaksi widal tes sangat
bervariasi dari satu laboratorium dengan laboratorium lainnya.
Disebut tidak sensitif karena adanya sejumlah penderita dengan
hasil biakan positif tetapi tidak pernah dideteksi adanya titer
antibody sering titer naik sebelum timbul gejala klinis, sehingga sulit
untuk memperlihatkan terjadinya kenaikan titer yang berarti.
Disebut tidak spesifikasi oleh karena semua grup D Salmonella
mempunyai antigen O, demikian juga grup A dan B Salmonella.
Semua grup D salmonella mempunyai fase H antigen yang sama
dengan Salmonella tyfosa, titer H tetap meningkan dalam waktu
sesudah infeksi. Untuk dapat memberikan hasil yang akurat, widal
tes sebaiknya tidak hanya dilakukan satu kali saja melainkan perlu
satu seri pemeriksaan, kecuali bila hasil tersebut sesuai atau
melewati nilai standar setempat. Nilai titer pada penderita typoid
adalah :
 Jika hasil titer widal tes terjadi pada antigen O positif (+) lebih
dari 1 / 200 maka sedang aktif.
 Jika hasil titer widal tes terjadi pada antigen H dan V1 positif (+)
lebih dari 1 / 200 maka dikatan infeksi lama. (Wijaya & Putri,
2013)
F. KOMPLIKASI DEMAM TYPHOID
Menurut Mansjoer (2003) komplikasi demam typhoid dapat dibagi
dalam dua bagian, yaitu:
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus: diketahui dengan pemeriksaantinja dengan
benzidin. Dapat terjadi melena,disertai nyeri perut dengan tanda
renjatan.
b. Perforasi usus: biasa terjadi pada minggu ke III bagian distal ileum.
Perforasi yang tidak disertai peritonitis terjadi bila ada udara di hati
dan diafragma pada foto RO abdomen posisi tegak.
c. Perionitis: gejala akut abdomen yang ditemui nyeri perut hebat,
dinding abdomen tegang, dan nyeri tekan.

2 Komplikasi ekstraintestinal

a. Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer


(renjatan,sepsis), miokarditis, trombosis, dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trompositopenia, atau
koagulasi intravaskuler diseminata dan sindrom uremia himolitik.
c. Komplikasi paru: pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.
e. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
f. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan
arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis,
polyneuritis perifer, dan sindrom katstonia.
G. PENATALAKSANAAN DEMAM TYPHOID

Penatalaksanaan penyakit typhoid menurut Aru dan setiyohadi (2006)


dibagi menjadi tiga yaitu:

1. Istirahat dan perawatan


Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah
komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat
seperti makanan, minuman, mandi, buang air kecil dan besar akan
mempercepat masa penyembuhan dalam perawatan perlu sekali dijaga
kebersihan tempat tidur, pakaian dan perlengkapan yang dipakai. Posisi
pasien perlu diawasi untuk mencegah dekubitus dan pneumonia
ortostatik serta hygiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.
2. Diet dan terapi penunjang
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan
penyakit dalam typhoid, karena makanan yang kurang akan
menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan
proses penyembuhan penyakit dalam typhoid diberi bubur saring,
kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberi nasi,
perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien.
Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk menghindari
komplikasi pendarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini
disebabkan ada pendapat bahwa usus harus diistirahatkan. Beberapa
peneliti menunjukan bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi
demgan lauk pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran
yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada penderita demam
typhoid.
3. Pemberian antibiotik
a. Antimikroba
1) Klroramfenikol 4 X500 mg sehari/IV
2) Tiamfenikol 4 X500 mg sehari oral
3) Kotrimoksazol 2 X2 tablet sehari oral (1 tablet=sulfa metoksazol
400 mg + trimetropin 80 mg atau dosis yang sama IV, dilarutkan
dalam 250 ml cairan infus).
4) Ampisilin atau amoksilin 100 mg/kg BB sehari oral/IV, dibagi
dalam 3 atau 4 dosis
5) Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas
demam.
b. Antipieritik seperlunya.
c. Vitamin B kompleks dan vitamin C.
H. FOKUS PENGKAJIAN DEMAM TYPHOID
1. Identitas
Menurut Rampengen dan laurentz diperkirakan insiden demam typhoid
pada tahun 1985 di Indonesia adalah sebagai berikut umur 0-4 tahun
25,32% umur 5-9 tahun 35-59%, dan umur 10-14 tahun 39,09%
2. Riwayat keperawatan
a. Keluhan utama
Demam lebih dari 1 minggu, gangguan kesadaran: apatis sampai
somnolen, dan gangguan saluran pencernaan seperti perut kembung
atau tegang dan nyeri pada perabaan, mulut bau,konstipasi atau
diare, tinja berdarah atau dengan tanpa lendir, anoreksia, dan
muntah.
b. Riwayat kesehatan lingkungan
Demam typhoid saat ini terutama ditemukan di negara sedang
berkembang dengan kepadatan penduduk tinggi serta kesehatan.
Pengaruh cuaca terutama pada musim hujan sedangkan dari
kepustakaan barat dilaporkan terutama pada musim panas.
c. Imunisasi
Pada typohid congenital dapat lahir hidup sampai beberapa hari
dengan gejala tidak khas serta menyerupai sepsis neonatorum.
d. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
e. Nutrisi
Gizi buruk atau meteorismus.
3. Pemeriksaan fisik
a. Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, hipotensi, dan syok jika pendarahan, infeksi, sekunder
atau septikimia.
b. Sistem pernapasan.
Batuk nonproduktif, sesak nafas.
c. Sistem pencernaan.
Umumnya konstipasi daripada diare, perut perabaan, bising, usus
melemah atau hilang, muntah, lidah tifoid dengan ujung dan tepi
kemerahan dan tremor, mulut bau, bibir kering, dan pecah-pecah.
d. Sistem genitourinus
Distensi kandung kemih, retensi urine.
e. Sistem saraf
Demam, nyeri kepala, kesadaran menurun: delirium hingga stupor,
gangguan kepribadian, katatonia, aphasia, kajang.
f. Sistem lokomotor/musculoskeletal
Nyeri sendi.
g. Sistem endokrin
Tidak ada kelamin.
h. Sistem integument
Rose spot di mana hilang dengan tekanan, ditemukan pada dada dan
perut, turgor kulit menurut, membran mukosa kering.
i. Sistem pendengaran
Tuli ringan atau otitis media.
j. Sistem penciuman
4. Pemeriksaan diagnostik dan hasil:
a. Jumlah leukosit normal/leukopenia/leukositosis.
b. Anemia ringan, LED meningat, SGOT, SGPT, dan fosfatalkali
meningkat.
c. Minggu pertama biarkan darah S.Typhi positif, dalam minggu
berikutnya menurun.
d. Biarkan tinja positif dalam minggu kedua dan ketiga.
e. Kenaikan titer reaksi widal 4 kali lipat pada pemeriksaan ulung
memastikan diagnosis. Pada reaksi widal titer aglutinin O dan H
meningkat sejak minggu ke dua. Titer reaksi widal diatas 1:200
menyokong diagnosis.
I. FOKUS INTERVERENSI DEMAM TYPHOID
Menurut Wijaya & Putri (2013), perawatan pada pasien typhoid
meliputi:
1. Hipertemi berhubungan dengan gangguan hypolthalamus oleh pirogen
endogen.
Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam
diharapkan suhu dalam batas normal, dengan kriteria hasil:
a. Suhu tubuh normal: 36,5-37,50C
b. Badan terasa hangat
c. Pasien tampak rileks

Intervensi:

a. Monitor tanda-tanda infeksi.


b. Monitor tanda vital 2 jam.
c. Kompres dingin pada daerah yang tinggi aliran darahnya.
d. Berikan suhu lingkungan yang nyaman bagi pasien. Kenakan
pakaian tipis pada pasien.
e. Monitor komplikasi neurologis akibat demam.
f. Atur cairan IV sesuai order.
2. Diare berhubungan dengan infeksi pada saluran intestinal.
Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam
masalah teratasi, dengan kriteria hasil:
a. Pola eliminasi pasienakan kembali normal.
b. Makan tanpa muntah.
c. Tidak distensi perut.
d. Tidak nyeri atau kram perut.
e. Feses lunak, coklat, dan berbentuk.

Intervensi:

a. Ukur output.
b. Kompres hangat pada abdomen.
c. Kumpulan tinja untuk pemeriksaan kultur.
d. Cuci tangan dan bersihkan kulit di sekitar daerah anal yang terbuka
sesering mungkin.
3. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawan selama 3X24 jam
diharapkan mempertahankan volume cairan adekuat, dengan kriteria
hasil:
a. Membrane mukosa lembab.
b. Turgor kulit..
c. Pengisian kapiler baik.
d. Tanda-tanda vital stabil.
e. Keseimbangan masukan dan keluaran urine normal.

Intervensi:

a. Awasi masukandan keluaran perkiraan kehilangan cairan yang tidak


terliahat.
b. Observasi kulit kering berlebihan dan membrane mukosa, turgor
kulit, dan pengisian kapiler.
c. Kaji tanda vital.
d. Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring.
e. Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral.
4. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan adanya
salmonella padatinja dan urine.
Tujuan: setelah dilakukan interverensi keperawatan selama 3X24 jam
diharapkan masalah teratasi, dengan kriteria hasil:
a. Tanda-tanda vital normal.
b. Kultur darah, urine, dan feses negatif.
c. Hitungan jenis darah dalam batas normal.
d. Tidak ada pendarahan

Intervensi:

a. Kumpulkan darah, urine,dan feses untuk pemeriksaan sesuai aturan.


b. Atur pemberian agen antiinfeksi sesuai order.
c. Pertahankan enteric precaution sampai 3 kali pemeriksaan feses
negatif terhadap S. Thypi.
d. Cegah pasien terpapar dengan pengunjung yang terinfeksi atau
petugas, batasi pengunjung.
e. Terlibat dalam perawtan lanjutan pasien.
f. Ajarkan pasien mencuci tangan, kebersihan diri, kebutuhan
makanan, dan minum, mencuci tangan setelah BAB atau memegang
feses.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan absorbsi nutrien.
Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam
diharapkan kebutuhan nutrisi terbenuhi, dengan kriteria:
a. Tidak ada mual dan muntah.
b. Porsi makan dihabiskan 1 porsi.
c. Turgor kulit baik.
d. Pasien tampak bertenaga.
e. Raut muka bercahaya.
f. BB meningkat.

Intervensi:

a. Dorong tirah baring.


b. Anjurkan istirahat sebelum makan.
c. Berikan kebersihan oral.
d. Sediakan makanan dalam tampilan yang menarik.
e. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat.
f. Kolaborasi pemberian nutrisi, tetapi IV sesuai indikasi.
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme sekunder infeksi akut.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan intervensi keperawatan selama
3X24 jam diharapkan terjadi peningkatan toleransi aktifitas, dengan
kriteria hasil:
a. Pasien mampu melakukan kegiatan mandiri seperti makan, ke kamar
mandi.
b. Pasien tampak rileks

Intervensi:
a. Tingkatan tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan batasi
pengunjung.
b. Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik.
c. Tingkatan aktifitas sesuai toleransi.
d. Berikan aktifitas hiburan yang tepat seperti nonton TV, dengar radio.

Anda mungkin juga menyukai