Anda di halaman 1dari 17

Nilai :

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK PENANGANAN HASIL PERTANIAN
(Pembersihan, Sortasi dan Grading Bahan Hasil Pertanian)

Oleh :
Nama : Winda Nurhayati
NPM : 240110160109
Hari, Tanggal Praktikum : Jumat, 28 September 2018
Waktu/Shift : 13.00-15.00 WIB/B2
Co.Ass : 1. Bonie Pamungkas 240110150081
2. Elviera Rahmadina 240110150045
3. Irene June Sidabutar 240110150092
4. Zahrah Eza Arpima 240110150108

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penanganan pascapanen Bahan Hasil Pertanian (BHP) harus dilakukan
dengan baik dan benar agar BHP dapat sampai kepada tangan konsumen dengan
kualitas yang baik pula. Salah satu BHP yang banyak disoroti di Indonesia adalah
beras. Beras merupakan komoditas vital bagi Indonesia, hal ini dapat dilihat dari
ketergantungan sebagian besar masyarakat Indonesia akan komoditas ini sebagai
makanan pokok. Tidak heran jika tiap waktu beras selalu menjadi sorotan baik dari
segi kualitas ataupun kuantitasnya.
Setiap kota atau daerah di Indonesia pada umumnya mempunyai pusat
industri beras, karena beras merupakan makanan pokok yang dibutuhkan di setiap
daerah. Pusat industri beras merupakan daerah yang menjadi transaksi pembelian
dan penjualan beras. Pembelian dilakukan setelah dilakukan pengiriman dari
daerah-daerah untuk ditampung sementara. Sedangkan penjualan dilakukan setelah
produk yang dibeli tersebut mengalami perubahan sebagai perwujudan nilai tambah
melalui perbaikan kualitas dengan rekayasa teknologi, seperti pengemasan,
pensortiran, grading dan lain-lain.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas dari BHP adalah dengan
perlakuan pascapanen yakni sortasi dan grading. Dalam praktikum kali ini proses
sortasi dan grading akan diujicobakan terhadap komoditas beras guna menilai
kualitas dari beras tersebut.

1.2 Tujuan Percobaan


Tujuan praktikum kali ini adalah :
1. Mengukur dan mengamati proses sortasi dan grading bahan hasil pertanian.
2. Melakukan perhitungan kualitas dan variable kualitas untuk mengkaji kelas
kualitas (grade), kerusakan yang tampak (visible), kerusakan yang tak tampak
(invisible damager), bahan asing (foreign materials), keretakan (sound grain
and crack).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembersihan
Pembersihan merupakan proses yang dapat dikatakan sederhana tetapi
mampu memberikan dampak dan manfaat yang sangat besar bagi mutu dari suatu
produk bahan hasil pertanian. Pembersihan merupakan suatu proses membuang
benda asing atau bahan yang tidak sejenis dari suatu produk bahan hasil pertanian.
Dilihat dari definisinya, maka dapat disimpulkan tujuan dari proses pembersihan
ini adalah menghilangkan kotoran atau bahan yang tidak dikehendaki yang
menempel atau terbawa pada hasil pertanian setelah bahan tersebut dipanen
(Agrohort, 2014).
Kotoran atau benda asing yang dapat menempel di permukaan kulit suatu produk
bahan hasil pertanian dapat berupa logam (besi), mineral (tanah, minyak, batu),
tanaman (daun, biji, kulit), binatang (rambut atau bulu, tulang, darah, larva,
serangga), zat kimia (pupuk, pestisida, herbisida). Berdasarkan prosedurnya
pembersihan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu: (Oktapiani, 2015)
1. Dry cleaning (cara kering)
Prosedur kering merupakan pemisahan yang dilakukan dengan menggunakan
udara, magnet, atau dilakukan secara manual (fisik). Prosedur ini diaplikasikan
pada produk bahan hasil pertanian yang berukuran kecil. Prosedur ini meliputi:
a) Penyaringan (screening)
b) Pemungutan (hand picking)
c) Peniupan (winnowing)
Keuntungan dan kerugian dari prosedur pembersihan dengan cara kering
adalah sebagai berikut.
a. Keuntungan
Keuntungan dari prosedur pembersihan cara kering adalah sebagai berikut.
1) Memiliki kekuatan mekanik yang tinggi
2) Memiliki kadar air rendah pada biji-bijian dan kacang-kacangan
3) Lebih murah dan mudah dibandingkan dengan wet cleaning.
b. Kerugian
Kerugian dari prosedur pembersihan cara kering adalah memerlukan biaya
tambahan untuk mencegah debu dan kontaminasi ulang.

2. Wet cleaning (cara basah)


Prosedur pembersihan cara basah merupakan prosedur pembersihan dengan
menggunakan air sebagai media pembersih. Prosedur pembersihan cara basah
meliputi:
a. Perendaman (soaking)
Metode perendaman efektif untuk menghilangkan debu dan kotoran yang ada
di permukaan produk.
b. Penyemprotan dengan air (water sprays)
Water sprays efektif untuk menghilangkan kotoran yang melekat kuat secara
fisik pada permukaan produk.
c. Pencucian di dalam silinder berputar (rotary drum)
Rotary drum efektif untuk pencucian komersil karena mudah dioperasikan,
kapasitasnya tinggi, daya pembersihannya tinggi, dan hanya menyebabkan
kerusakan kecil pada produk.
d. Pembersih bersikat (brush washer)
Brush washer efektif untuk menghilangkan tanah yang sulit dibersihkan.
e. Pembersih bergetar (shaker washer)
Shaker washer efektif untuk digunakan pada bahan yang tidak mudah rusak
karena dalam metode ini ada gesekan antar produk yang dapat membersihkan
kotoran yang melekat.
Keuntungan dan kerugian dari prosedur pembersihan dengan cara kering
adalah sebagai berikut.
a. Keuntungan
Keuntungan dari prosedur pembersihan cara basah adalah sebagai berikut.
1) Lebih efektif dibandingkan dry cleaning dalam menghilangkan kotoran
2) Mampu mengurangi risiko kerusakan produk
3) Dapat dikombinasikan dengan berbagai jenis zat pembersih
4) Lebih fleksibel dalam pengoperasiannya.
b. Kerugian
Kerugian dari prosedur pembersihan cara basah adalah sebagi berikut.
1) Penggunaan air hangat dapat menghasilkan limbah cair dalam jumlah besar
2) Unit instalasi pengolahan limbah cair memerlukan biaya tambahan.
(Oktapiani, 2015)

2.2 Sortasi
Sortasi adalah pemisahan bahan yang sudah dibersihkan ke dalam berbagai
fraksi kualitas berdasarkan karakteristik fisik (kadar air, bentuk, ukuran, berat jenis,
tekstur, warna, benda asing/kotoran), kimia (komposisi bahan, bau dan rasa
ketengikan) dan biologis (jenis dan jumlah kerusakan oleh serangga, jumlah
mikroba dan daya tumbuh khususnya pada bahan pertanian berbentuk bijian)
(Agrohort, 2014).
Ada dua macam proses sortasi, yaitu sortasi basah dan sortasi kering. Sortasi
basah dilakukan pada saat bahan masih segar. Proses ini untuk memisahkan
kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya dari
simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, maka bahan-bahan asing seperti
tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya
harus dibuang. Hal tersebut dikarenakan tanah merupakan salah satu sumber
mikroba yang potensial. Sehingga, pembersihan tanah dapat mengurangi
kontaminasi mikroba pada bahan obat. Sedangkan sortasi kering pada dasarnya
merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuannya untuk memisahkan benda-
benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran
lain yang masih tertinggal pada simplisia kering. Sortasi dapat dilakukan dengan
atau secara mekanik.
2.2.1. Tujuan Sortasi :
Tujuan dari sortasi bahan hasil pertanian diantaranya:
a) Untuk memperoleh simplisia yang dikehendaki, baik kemurnian maupun
kebersihannya (Widyastuti, 1997).
b) Memilih dan memisahkan simplisia yang baik dan tidak cacat.
c) Memisahkan bahan yang masih baik dengan bahan yang rusak akibat
kesalahan panen atau serangan patogen, serta kotoran berupa bahan asing
yang mencemari tanaman obat (Sutrisno, 2009).
2.2.2. Batasan yang Disortir
Bahan yang dapat disortir yaitu semua simplisia baik berupa daun, batang,
rimpang, korteks, buah, akar, biji, dan bunga (Widyastuti,1997). Pada dasarnya,
penyortiran bahan tanaman obat dilakukan sesuai dengan jenis simplisia yang akan
digunakan. Hal tersebut dikarenakan perlakuan terhadap setiap jenis simplisia
berbeda. Berikut ini adalah beberapa contoh batasan penyortiran terhadap beberapa
simplisia : (Widyastuti,1997)
a) Simplisia daun, yang diambil adalah daun yang berwarna hijau muda sampai
tua dan yang dibuang adalah daun yang berwarna kuning atau kecoklatan.
b) Simplisia bunga, misal pada simplisia bunga Srigading, yang dibuang adalah
tangkai bunga dan daun yang terikut saat panen
c) Simplisia buah, misal pada buah kopi, sortasi buah dilakukan untuk
memisahkan buah yang superior (masak, bernas, seragam) dari buah inferior
(cacat, hitam, pecah, berlubang dan terserang hama/penyakit). Kotoran
seperti daun, ranting, tanah dan kerikil harus dibuang, karena dapat merusak
mesin pengupas. Pada simplisia buah Adas, buah yang sudah kering
dipisahkan dari tangkainya dengan cara memukul batang atau tangkai buah
sehingga buah adas lepas.
d) Simplisia rimpang, biasanya pada simplisia rimpang seringkali jumlah akar
yang melekat pada rimpang terlampau besar, sehingga harus dibuang.
2.2.3. Peraturan Sortasi
Menurut WHO Guidelines on Good Agricultural and Collection Practice
(GACP) for Madicinal Plants :
a) Pemeriksaan visual terhadap kontaminan yang berupa bagian-bagian tanaman
yang tidak dikehendaki/digunakan.
b) Pemeriksaan visual terhadap materi asing.
c) Evaluasi organoleptik, meliputi : penampilan, kerusakan, ukuran, warna, bau,
dan mungkin rasa.
2.3 Grading
Grading adalah proses pemilihan bahan berdasarkan permintaan konsumen
atau berdasarkan nilai komersilnya. Sortasi dan grading berkait erat dengan tingkat
selera konsumen suatu produk atau segmen pasar yang akan dituju dalam
pemasaran suatu produk. Terlebih apabila yang akan dituju adalah segmen pasar
tingkat menengah ke atas dan atau segmen pasar luar negeri. Kegiatan sortasi dan
grading sangat menentukan apakah suatu produk laku pasar atau tidak.
Pada kegiatan grading, penentuan mutu hasil panen biasanya didasarkan pada
kebersihan produk, aspek kesehatan, ukuran, bobot, warna, bentuk, kematangan,
kesegaran, ada atau tidak adanya serangan/kerusakan oleh penyakit, adanya
kerusakan oleh serangga, dan luka/lecet oleh faktor mekanis. Pada usaha budidaya
tanaman, penyortiran produk hasil panenan dilakukan secara manual, yaitu
menggunakan tangan. Sedang grading dapat dilakukan secara manual atau
menggunakan mesin penyortir. Grading secara manual memerlukan tenaga yang
terampil dan terlatih, dan bila hasil panen dalam jumlah besar akan memerlukan
lebih banyak tenaga kerja.
Faktor yang mempengaruhi pengkelasan atau proses grading diantaranya
adalah sebagai berikut.
1. Kecocokan atau kesesuaian proses
2. Permintaan konsumen
3. Kesesuaian dengan persyaratan standar
4. Penerimaan konsumen
5. Sifat fisik, kimia, dan biologis dari bahan hasil pertanian tersebut.
(Hariyadi, dkk, 2013)
2.4 Standarisasi beras
Sebagian besar penduduk Indonesia masih bergantung kepada nasi sebagai
bahan pangan pokok. Oleh karena itu, produk beras yang dipasarkan harus
memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan. Untuk menjaga persyaratan
mutu dan kemanan pangan diperlukan penerapan sistem manajemen mutu dari cara
budidaya tanam yang baik (GAP/Good Agricultural Practices), penanganan
pascapanen hasil pertanian yang baik (GHP/Good Manufacturing Practices),
pengolahan hasil pertanian yang baik ( GMP/Good Manufacturing Practices),
distribusi hasil pertanian yang baik (GDP/ Good Distribution Practices) dan retail
hasil pertanian yang baik (GRP/Good Retail Practices), sampai diperoleh mutu
produk gabah dan beras yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau
Persyaratan Teknis Minimal (PTM), sehingga konsumen terpenuhi dengan tepat.
Sesuai dengan SNI, persyaratan umum mutu beras meliputi:
a. bebas hama dan penyakit;
b. bebas bau apek , asam atau bau-bau lainnya;
c. bebas dari campuran dedak dan bekatul;
d. bebas dari bahan kimia yang berbahaya.
Sedangkan persyaratan khusus seperti derajat sosoh, kadar air, butir kepala,
butir patah, butir menir, butir merah, butir kuning/rusak,butir mengapur, benda
asing dan butir gabah sesuai dengan persyaratan mutu beras menurut SNI 6128 :
2008 sebagai berikut:

Tabel 1. Tabel Standarisasi Beras sesuai dengan SNI 6128 : 2008


Kriteria Kualitas I Kualitas Kualitas Kualitas Kualitas
Mutu (%) II (%) III (%) IV (%) V (%)
Derajat
100 100 95 95 85
sosoh (min)
Kadar air
14 14 14 14 15
(maks)
Beras kepala
95 89 78 73 60
(min)
Butir utuh
60 50 40 35 35
(min)
Butir patah
5 10 20 25 35
(maks)
Butir menir
0 1 2 2 5
(maks)
Butir merah
0 1 2 3 3
(maks)
Butir kuning
0 1 2 3 5
(maks)
Butir
mengapur 0 1 2 3 5
(maks)
Benda asing
0 0.02 0.02 0.05 0.2
(maks)
Butir gabah
0 1 1 2 3
(maks)
(sumber: http://cybex.pertanian.go.id)
Dasar-dasar penentuan mutu beras:
1. Penentuan hama dan penyakit dilihat secara visual dan cepat dengan indera
penglihatan. Bila dicurigai adanya hama dan penyakit yang berbahaya
dilakukan analisis secara laboratorium.
2. Penentuan adanya bau apek, asam atau bau lainnya dilakukan pada beras
contoh analisis dengan indra penciuman yang ditandai bau yang khas
3. Penentuan adanya bekatul dengan cara melihat atau meraba beras tersebut
4. Penentuan adanya bahan kimia yang membahayakan dan merugikan dengan
menggunakan indera penciuman yang ditandai bau bahan kimia. Bila dicurigai
dilakukan analisis laboratorium
5. Penentuan derajat sosoh dilakukan pada beras contoh analisis sebanyak 100
gram dengan indra penglihatan dengan menggunakan kaca pembesar yang
dibandingkan contoh beras standar.
6. Penentuan kadar air dengan metode oven atau dengan moisture tester
elektronik yang langsung menunjukkan kadar air
7. Penentuan butir kepala, butir patah dan butir menir pada beras contoh analisis
sebanyak 100 gram. Kemudian dipisahkan masingh-masing beras kepala, beras
patah dan menirnya dengan menggunakan pinset atau alat. Timbang masing-
masing komponen beras dan hitung presentasenya.
8. Penentuan komponen mutu yang lain seperti butir kuning/ rusak, butir
mengapur, benda asing dan butir gabah, juga dapat dilakukan seperti
perhitungan butir diatas.
9. Beras harus memenuhi syarat di bawah batas maksimum residu pestisida sesuai
dengan SNI 7313: 2008.
10. Beras harus memenuhi syarat keamanan dibawah batas maksimum cemaran
logam berat sesuai ketentuan yang berlaku yang mengacu pada Codex STAN
228-2001.
BAB III
METODOLOGI PENGAMATAN DAN PENGUKURAN

3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu:
1. Moisture tester;
2. Timbangan; dan
3. Wadah.

3.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu:
1. Beras.

3.3 Prosedur
Prosedur yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah:
1. Mengukur kadar air beras dengan Moisture tester;
2. Menyiapkan bahan dan timbang seberat ±50 gr;
3. Memisahkan beras ke dalam beberapa pengamatan: derajat sosoh, butir utuh,
butir patah, butir menir, butir hijau/mengapur, butir kuning/rusak, benda
asing, dan gabah;
4. Menimbang berat beras dari masing-masing pengamatan; dan
5. Mencatat hasil penimbangan serta melakukan perhitungan.
BAB IV
HASIL PERCOBAAN

4.1 Hasil Percobaan


Tabel 1. Data Hasil Percobaan
Persentase Standar SNI
No Pengamatan Berat (gr)
Bahan (%) 2008 (%)
1 Derajat Sosoh - 89,6 Min 95
2 Butir Utuh 27,25 54,8 Min 35
3 Butir Patah 2,77 5,57 Min 25
4 Butir Menir 14,49 29,15 Maks 2
5 Butir Hijau/ Mengapur 5,02 10,36 Maks 3
6 Butir Kuning/ Rusak 0,18 0,36 Maks 3
7 Benda Asing - - Maks 0,05
8 Gabah - - Maks 2 Butir
Total Bobot (gr) 49,71 - -

Tabel 2. Data Kadar Air


No Beras Nilai Kadar Air (%)
1 Beras 1 11,6
2 Beras 2 12
3 Beras 3 11,8

4.2 Perhitungan
Ka1 + Ka2 + Ka3
Kadar air beras =
3
11,6 + 12 + 11,8
= = 11,8
3
Massa total = massa butir ututh + massa butir patah + massa butir menir + massa
butir mengapur + massa butir kuning + massa benda asing + massa
gabah
= 27,25 gr + 2,77 gr + 114,49 gr + 5,02 gr + 0,18 gr + 0 + 0
= 49,71 gr
Massa beras yang hilang = massa awal – massa total
= 50 gr – 49,71 gr
= 0,29 gr

Ma−(butir mengapur + butir menguning + benda asing + gabah)


Derajat sosoh = 𝑥 100%
Ma
50 − (5,02 + 0,18 + 0 +0)
= 𝑥 100%
50

= 89,6 %

Persentase tiap butir


Rendemen
Benda asing+Gabah 0+0
Rendemen pembersihan = x 100% = x 100% = 0%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙 50
utuh+patah+hijau+kuning
Rendemen sortasi = x 100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙
27,25+2,77+5,02+0,18
= x 100% = 70,44%
50
butir utuh+patah
Rendemen grading = x 100%
50
27,25+22,77
= x 100% = 60,40%
50
BAB V
PEMBAHASAN

Materi yang dibahas dalam praktikum kali ini adalah mengenai pembersihan,
sortasi, dan grading atau pemutuan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
pembersihan didefinisikan sebagai suatu proses pemisahan produk dengan kotoran,
bahan asing dan atau bahan yang tidak sejenis. Sortasi didefinisikan sebagai proses
pemisahan produk yang telah dibersihan ke dalam beberapa kategori sesuai dengan
sifat fisiknya, dan grading atau pemutuan didefinisikan sebagai proses pemisahan
produk berdasarkan nilai komersialnya dan penggunaannya.
Dalam praktikum kali ini, proses yang dilakukan adalah sortasi dan grading
saja. Hasil yang diperoleh dari proses sortasi menunjukkan bahwa beras yang
digunakan sebagai bahan praktikum memiliki butir utuh seberat 27. 25 gram
(54,8%), butir patah seberat 2.77 gram (5.57%), butir menir seberat 14.49 gram
(29.15%), butir mengapur seberat 5.02 gram (10.09%), dan butir kuning seberat
0.18 gram (10.36%). Selama melakukan sortasi, terjadi perubahan massa beras
dimana massa akhir setelah disortasi adalah 49. 71 gram sedangkan massa awalnya
adalah 50 gram. Massa yang hilang tersebut sebesar 0.29 gram. Massa yang hilang
tersebut dapat disebabkan karena ketika proses sortasi berlangsung beberapa butir
beras jatuh atau terlalu kecil sehingga tidak terlihat oleh praktikan. Selain itu, proses
sortasi ini dilakukan secara manual sehingga sangat dimungkinkan terjadi
kesalahan.
Derajat sosoh dari beras yang menjadi bahan praktikum ini adalah sebesar
89,6%. Derajat sosoh ini menunjukkan jumlah persentase terkupasnya lapisan
bekatul. Berdasarkan standar yang ditetapkan untuk beras, beras harus memiliki
derajat sosoh minimal lebih dari 85% agar dapat digolongkan ke dalam tingkatan
kualitas beras, yaitu kualitas I sampai kualitas V dan beras tersebut memiliki derajat
sosoh yang lebih dari 85% sehingga beras tersebut masuk ke dalam kategori beras
kualitas I sampai kualitas V. Selain dilihat dari derajat sosohnya, kualitas dari beras
juga harus ditinjau dari kadar air dan butir berasnya.
Menurut standar yang ditetapkan oleh BSN, yaitu SNI 6128 : 2008. Beras
yang memiliki kualitas I sampai V adalah beras yang memiliki kadar air maksimal
14 sampai 15%. Kadar air dari beras yang menjadi bahan praktikum ini memiliki
kadar air sebesar 12.8%. Namun berdasarkan kadar airnya, beras ini cenderung baik
karena tidak melebihi persyaratan yang ada. Ditinjau dari butirnya, beras ini tidak
dapat masuk ke mutu atau kualitas I sampai V karena tidak memenuhi persyaratan.
Beras yang masuk ke kualitas I sampai V harus memiliki butir utuh minimal
35%, butir patah maksimal 35%, butir menir maksimal 5%, butir kuning maksimal
5%, dan butir mengapur maksimal 5%. Sedangkan beras bahan praktikum
memiliki, butir patah yang melebihi standar, butir menir yang melebihi standar,
butir mengapur melebihi standar, dan butir kuning juga melebihi standar. Derajat
sosoh, butir utuh dan kadar air yang sesuai dengan persyaratan standarisasi. Namun
bukan berarti karena memenuhi dua dari sekian banyak persyaratan, beras tersebut
dapat digolongkan menjadi kualitas I sampai V karena agar dapat digolongkan
menjadi beras kualitas tertentu harus memenuhi semua persyaratan standarisasi.
Dari hasil yang telah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa beras yang menjadi
bahan dari praktikum ini memiliki kualitas yang kurang baik karena tidak sesuai
dengan standar yang ada. Namun hasil dari praktikum ini belum akurat karena
proses sortasi dilakukan secara manual dan kemungkinan praktikan melakukan
kesalahan dalam menyortir beras. Kesalahan tersebut dapat disebabkan perbedaan
perspektif antar praktikan sehingga memengaruhi perhitungan persentase hari butir
beras tersebut. kerusakan butir beras tersebut juga dapat disebabkan oleh proses
penyimpanan yang kurang baik oleh penjual sehingga menurunkan kualitas dari
beras itu sendiri.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum Pembersihan, Sortasi, dan Grading kali ini adalah
sebagai berikut.
1. Pembersihan adalah sebuah proses pemisahan produk dari kotoran dan bahan
yang dikehendaki atau tidak sejenis. Pembersihan dapat dilakukan dengan 2
cara, yaitu cara kering dan cara basah.
2. Sortasi adalah sebuah proses pemisahan suatu produk yang sebelumnya telah
dibersihkan ke dalam beberapa kategori berdasarkan karakteristik fisiknya
namun belum sampai ke penggolongan mutunya.
3. Grading atau pemutuan adalah proses pemisahan suatu produk berdasarkan
nilai komersialnya.
4. Beras yang menjadi bahan dari praktikum ini memiliki kualitas yang kurang
bagus, karena tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
5. Standarisasi untuk beras adalah SNI 6128 : 2008.
6. Beras yang menjadi bahan dari praktikum ini memiliki kualitas yang kurang
baik karena tidak sesuai dengan standar yang ada.
7. Hasil perhitungan praktikum ini belum tentu akurat karena proses sortasi
dilakukan secara manual dan kemungkinan praktikan melakukan kesalahan
dalam menyortir beras.

6.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan untuk praktikum kali ini adalah:
1. Praktikan sebaiknya memerhatikan arahan asisten untuk meminimalisir
kesalahan yang terjadi.
2. Praktikan seharusnya lebih teliti lagi ketika melakukan penyortiran beras
sehingga hasil perhitungan akan leih akurat.
3. Sebaiknya praktikan tidak ribut selama pelaksaan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Agrohort. 2014. Pembersihan, Sortasi dan Grading. Terdapat pada:


http://www.agrohort.ipb.ac.id/downloads/Pengumuman/2014/bahan%20kuli
ah/PEMBERSIHAN,%20SORTASI,%20DAN%20GRADING.pdf (Diakses
pada tanggal 2 Oktober 2018 pukul 17.49)

Hariyadi, Purwiyatno dan Ariyanti Hartari. 2013. Modul I : Pembersihan, Sortasi,


dan Grading dari Satuan Operasi Industri Pangan. 17-29.

Oktapiani, Repa. 2015. Teknologi Pengolahan Pangan. Terdapat pada


http://repaoktapiani.upi.edu/teknologi-pengolahan-pangan/ (Diakses pada
tanggal 4 Oktober 2018pukul 17.58)

Sutrisno, dkk. 2009. Pengembangan Teknologi Pasca Panen. Modul I :


Penanganan Hasil Pertanian dari Satuan Operasi Industri Pangan. 12-
16

Widyastuti, Yuli. 1997. Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat Komersial.


Trubus Agriwidya, Semarang.
LAMPIRAN
Dokumentsi Praktikum

Gambar 1. Proses Sortasi Beras


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Gambar 2. Proses penimbangan beras butir utuh.


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Anda mungkin juga menyukai