Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KOMPREHENSIF II
STIKES MUHAMMADIYAH PALEMBANG

“ASFIKSIA NEONATUS”

A. Definisi

Asfiksia neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak

segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar,

1989)

Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas

spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan CO2 makin

meningkat yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.

(Manuaba, 1998)

Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat

bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir.

(Mansjoer, 2000)

Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO 2 dan

asidosis, bila proses ini terjadi terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan

otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital

lainnya. (Syaifudin, 2001)

1
B. Etiologi

Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan

gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi

menjadi berkurang. Hipoksia bayai didalam rahim ditunjukkan dengan

gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.

Bebeapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab

terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali

pusat dan bayi, sebagai berikut :

1. Faktor Ibu

a. Pre eklampsia dan eklampsia

Preeklampsia dan eklampsia mengakibatkan gangguan aliran darah

pada tubuh seperti, contohnya ibu mengalami anemia berat

sehingga aliran darah pada uterus berkurang akan menyebabkan

berkurangnya pengaliran darah yang membawa oksigen ke

plasenta dan janin.

b. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)

Hal ini menyebabkan gangguan pertukaran gas antara oksigen dan

zat asam arang, sehingga turunnya tekanan secara mendadak.

Karena bayi kelebihan zat asam arang maka bayi akan kesulitan

dalam bernafas.

2
c. Partus lama atau partus macet

Partus lama atau partus macet karena tindakan dapat berpengaruh

terhadap gangguan paru – paru karena gangguan aliran darah uterus

dapat mengurangi aliran darah pada uterus yang menyebabkan

berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin.

d. Demam selama persalinan

Demam ini bisa diakibatkan karena infeksi yang terjadi selama

proses persalinan. Infeksi yang terjadi tidak hanya bersifat lokal

tetapi juga sistemik. Artinya kuman masuk ke peredaran darah ibu

dan mengganggu metabolisme tubuh ibu secara umum. Sehingga

terjadi gangguan aliran darah yang menyebabkan terganggunya

pasokan oksigen dari ibu ke janin.

e. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun

Pada usia ibu yang seperti ini akan beresiko mengakibatkan gawat

janin, ini terjadi karena rahim ibu tidak siap diisi janin. Gawat

janin ini seperti asfiksia pada bayi.

2. Faktor Tali Pusat

a. Lilitan Tali Pusat

Menyebabkan gangguan aliran darah pada tali pusat. Yang kita

ketahui bahwa darah dalam tubuh membawa oksigen untuk

diedarkan ke seluruh tubuh.

3
b. Tali Pusat Pendek

Tali pusat pendek menyebabkan terganggunya aliran darah dalam

pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara

ibu dan janin.

c. Simpul Tali Pusat

Karena tekanan tali pusat yang kuat menyebabkan pernafasan pada

janin terhambat.

3. Faktor Bayi

a. Bayi prematur sebelum 37 minggu kehamilan.

b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,

ekstraksi vakum, ekstraksi forsep).

c. Kelainan bawaan (kongenital).

d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).

C. Anatomi dan Fisiologi

4
1. Nares Anterior

Nares anterior adalah saluran – saluran di dalam lubang hidung.

saluran – saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai

vestibulum (rongga) hidung. vestibulum ini dilapisi epithelium

bergaris yang bersambung dengan kulit. lapisan nares anterior memuat

sejumlah kelenjar sebaseus yang ditutupi bulu kasar. kelenjar –

kelenjar itu bermuara ke dalam rongga hidung.

2. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)

Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis).

Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar

minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera).

Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat

saluran pernapasan.

Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi

menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat

konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi

menghangatkan udara yang masuk. Di sebelah belakang rongga hidung

terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang yang disebut

choanae.

3. Faring (Tenggorokan)

Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan

percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada

bagian depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian

belakang. Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring

5
(tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara

melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar

sebagai suara.

Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang

keluar masuk dan juga sebagi jalan makanan dan minuman yang

ditelan, faring juga menyediakan ruang dengung(resonansi) untuk

suara percakapan.

4. Batang Tenggorokan (Trakea)

Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak

sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding

tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan

pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring

benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.

Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan.

Di dalam rongga dada, batang tenggorok bercabang menjadi dua

cabang tenggorok (bronkus). Di dalam paru-paru, cabang tenggorok

bercabang-cabang lagi menjadi saluran yang sangat kecil disebut

bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut

gelembung paru-paru (alveolus).

5. Pangkal Tenggorokan (laring)

Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang

rawan. Laring berada diantara orofaring dan trakea, didepan

lariofaring. Salah satu tulang rawan pada laring disebut epiglotis.

Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal laring. Laring diselaputi

6
oleh membrane mukosa yang terdiri dari epitel berlapis pipih yang

cukup tebal sehingga kuat untuk menahan getaran-getaran suara pada

laring. Fungsi utama laring adalah menghasilkan suara dan juga

sebagai tempat keluar masuknya udara.

6. Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)

Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus

kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan

trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada

bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari

lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi

bronkiolus.

Batang tenggorokan bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus

sebelah kiri dan sebelah kanan. Kedua bronkus menuju paru-paru,

bronkus bercabang lagi menjadi bronkiolus. Bronkus sebelah

kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga bronkus lobaris

(bronkus sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang

menjadi dua bronkiolus. Cabang-cabang yang paling kecil masuk ke

dalam gelembung paru-paru atau alveolus. Dinding alveolus

mengandung kapiler darah, melalui kapiler-kapiler darah dalam

7
alveolus inilah oksigen dan udara berdifusi ke dalam darah. Fungsi

utama bronkus adalah menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan

keluar paru-paru.

7. Paru - Paru (Pulmo)

Paru - paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian

samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh

diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru

kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri

(pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru - paru dibungkus oleh

dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang

langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura

visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang

bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura

parietalis).

Paru - paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan

pembuluh darah. Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan,tetapi

ronga bronkus masih bersilia dan dibagian ujungnya mempunyai

epitelium berbentuk kubus bersilia. Setiap bronkiolus terminalis

bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus respirasi, kemudian

menjadi duktus alveolaris.Pada dinding duktus alveolaris mangandung

gelembung-gelembung yang disebut alveolus.

8
D. Patofisiologi dan Patoflow

Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbul

rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin)

menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus

tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbul rangsangan dari nervus simpatikus

sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin

akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian

terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat

dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.

Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut

jantung mulai menurun. Sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara

berangsur - angsur dan bayi memasuki periode apnea primer. Apabila bayi

dapat bernapas kembali secara teratur maka bayi mengalami asfiksia

ringan.

Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam,

denyut jantung terus menurun disebabkan karena terjadinya metabolisme

anaerob yaitu glikolisis glikogen tubuh yang sebelumnya diawali dengan

asidosis respiratorik karena gangguan metabolisme asam basa. Biasanya

gejala ini terjadi pada asfiksia sedang - berat, tekanan darah bayi juga

mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas (flascid). Pernafasan makin

lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apnea sekunder. Selama

apnea sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah

(PaO2) terus menurun.

9
Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat

sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak

terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala

sisa pada kehidupan bayi selanjutnya. Pada saat ini, Bayi sekarang tidak

bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya

pernafasan secara spontan.

Gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan/

persalinan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi

akan menyebabkan kematian jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan

pemberian O2 tidak dimulai segera. Kerusakan dan gangguan ini dapat

reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia.

10
Patoflow

Persalinan Lama Dan Lilitan Tali Paralisis Pusat Pernafasan


Pusat

ASFIKSIA

Paru – Paru Terisi Cairan Janin Kekurangan O2


Dan Kadar CO2
Suplai O2
Meningkat
Dalam Darah
Menurun
Kerusakan Otak G3 Nafas Cepat
Metabolisme Dan
Perubahan Asam Basa
Resiko
Ketidakseimban Apnea
Asidosis Respiratorik gan Suhu Tubuh

DJJ dan TD menurun

G3 Perfusi Ventilasi

Ketidakefektifan Pola
Nafas
Gangguan Pertukaran
Gas

Referensi : Muslihatun, Wafi N. 2010. Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita.

Edisi 1. Yogyakarta : Fitramaya

E. Manifestasi Klinik

Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang

cepat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut

jantung juga menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara

berangsur – angsur dan memasuki periode apnea primer. Gejala dan tanda

11
asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan cepat,

pernafasang cuping hidung, sianosis, dan nadi cepat.

Gejala lanjut pada asfiksia, antara lain :

1. DJJ lebih dari 100 x/menit atau kurang dari 100 x/menit tidak teratur.

2. Mekonium dalam air ketuban pada letak kepala janin.

3. Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot dan

organ lain.

4. Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen.

5. Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen

pada otot – otot jantung atau sel – sel otak.

6. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung,

kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke

plasenta sebelum dan selama proses persalinan.

7. Takipnea (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru –

paru atau nafas tidak teratur / mega- megap.

8. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah.

9. Pucat.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Darah

Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :

12
a. Hb (normal 15 – 19 gr%), biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb

cenderung turun karena O2 dalam darah sedikit.

b. Leukosit lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3 – 10,3 x 10 gr/ct)

karena bayi praterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.

c. Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct).

2. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :

a. pH (normal 7,36 – 7,44), kadar pH cenderung turun terjadi

asidosis.

b. pCO2 (normal 35 – 45 mmHg). Kadar pCO2 pada bayi post asfiksia

cenderung naik sering terjadi hiperapnea.

c. pO2 (normal 75 – 100 mmHg). Kadar pO 2 bayi post asfiksia

cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif.

d. HCO3 (normal 24 – 28 mEq/L).

3. Urine, nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :

a. Natrium (normal 134 -150 mEq/L)

b. Kalium (normal 3,6 – 5,8 mEq/L)

c. Kalsium (normal 8,1 – 10,4 mEq/L)

4. Foto Thoraks

13
G. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

1. Penatalaksanaan Medis

Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi

baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi

dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Cara resusitasi dibagi

dalam tindakan umum dan tindakan khusus :

a. Tindakan Umum

1) Pengawasan suhu

2) Pembersihan jalan nafas

3) Rangsang untuk menimbulkan pernafasan

a. Tindakan Khusus

1) Asfiksia Berat

Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama

memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan

dan intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu

diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asfiksia berat hampir

selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2 - 4

mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2 - 4

ml/kgBB. Kedua obat ini disuntuikan kedalam intra vena perlahan

melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika

14
ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan

biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1 - 3 kali,

bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan

atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan

dengan frekuensi 80 – 100 /menit. Tindakan ini diselingi ventilasi

tekanan dalam perbandingan 1 : 3 yaitu setiap kali satu ventilasi

tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan

ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini

disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum

dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau

stenosis jalan nafas.

2) Asfiksia sedang

Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila

dalam waktu 30 - 60 detik tidak timbul pernapasan spontan,

ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan

kateter O2 intranasal dengan aliran 1 - 2 lt/mnt, bayi diletakkan

dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan

membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu

keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil

diperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi

memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti

gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam

1 - 2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara

15
tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan

dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke

kantong masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya

mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan

frekuensi 20 - 30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas

spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil

jika setelah dilakukan berberapa saat terjasi penurunan frekuensi

jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus

segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera

diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan

pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan

adekuat.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

a. Memastikan saluran nafas terbuka :

o Meletakan bayi dalam posisi yang benar

o Menghisap mulut kemudian hidung

o Bila perlu masukan Et untuk memastikan pernapasan terbuka

b. Memulai pernapasan :

o Lakukan rangsangan taktil Beri rangsangan taktil dengan

menyentil atau menepuk telapak kaki. Lakukan penggosokan

16
punggung bayi secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh,

tungkai dan kepala bayi.

o Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif.

c. Mempertahankan sirkulasi darah :

o Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi

dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan.

H. Asuhan Keperawatan (Teoritis)

1. Pengkajian

a. Identitas

Kaji nama klien, usia, jenis kelamin, alamat, status perkawinan,

agama, suku, pendidikan, pekerjaan, diagnosa medis dan nomor

registrasi.

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama

Pada klien asfiksia, klien tidak menangis dan bernafas spontan

setelah kelahiran.

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Bayi baru lahir mengalami bradipnea, denyut jantung dan

tekanan darah bayi menurun, sianosis, gerakan ekstremitas

fleksi sedikit, dan gerakan reflexs sedikit.

17
c. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : lemah

Kesadaran : composmentis

1) Sistem Pernapasan
a) Hidung : Simetris kiri – kanan
b) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar, tidak ada tomor
c) Dada :
o Bentuk dada : tidak simetris
o Gerakan dada : dada dan abdomen tidak bergerak secara

bersamaan
o Ekspansi dada berkurang
o Suara napas melemah
2) Sistem Cardiovaskular
a) Capillary Refilling Time : >2 detik
b) Denyut jantung : 110x/menit
c) Tekanan darah menurun: 70/40mmHg
3) Sistem Syaraf
a) Bayi mengalami penurunan kesadaran
4) Sistem Muskulo Skeletal
a) Terjadi penurunan tonus otot bayi
b) Gerakan ekstremitas fleksi pada bayi sedikit
c) Bayi nampak lemas dan lemah
5) Sistem Integumen
a) Bayi mengalami sianosis pada kulit dan kuku
b) CRT : > 3 detik
c) Bayi nampak pucat
6) Sistem Endokrim
a) Kelenjar Thyroid : Tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid
7) Sistem Perkemihan
a) Tidak ada edema
b) Tidak ada bendungan kandung kemih
8) Sistem Reproduksi
a) Penis : Bersih
b) Tidak ada kelainan pada area genetalia

2. Analisa Data

No Data Etiologi Problem

1 Batasan Persalinan lama, lilitan tali Ketidakefektifan


pusat dan paralisis pusat

18
karakteristik : pernafasan pola nafas

Asfiksia
o Pernafasan
cuping hidung Janin kekurangan O2 dan
kadar CO2 meningkat
o Takipnea

o Bradipnea Nafas cepat

o Dipnea Apneu

o Penurunan
DJJ dan TD menurun
tekanan
ekspirasi Ketidakefektifan pola
nafas

2 Batasan Persalinan lama, lilitan tali Gangguan


pusat dan paralisis pusat
karakteristik : pertukaran gas
pernafasan
o Sianosis (pada
Asfiksia
neonatus)
Paru – paru terisi cairan
o Pernafasan
abnormal
Kerusakan otak G3
o Dispnea metabolisme dan
perubahan asam basa
o Hipoksia
Asidosis respiratorik
o Nafas cuping
hidung G3 perfusi ventilasi

Gangguan pertukaran gas

3 Faktor resiko : Persalinan lama, lilitan tali Resiko


pusat dan paralisis pusat
o Pemajanan ketidakseimbangan
pernafasan
suhu suhu tubuh

19
lingkungan Asfiksia
yang ekstrem
Janin kekurangan O2 dan
kadar CO2 meningkat

Suplai O2 dalam darah


menurun

Resiko
ketidakseimbangan suhu
tubuh

3. Prioritas Masalah

a. Ketidakefektifan Pola Nafas

b. Gangguan Pertukaran Gas

c. Resiko Ketidakseimbangan Suhu Tubuh

4. Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakefektifan Pola Nafas

b. Gangguan Pertukaran Gas

c. Resiko Ketidakseimbangan Suhu Tubuh

5. Nursing Care Plan (NCP)

No Perencanaan

20
Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan

Ketidakefektifan NOC NIC


pola nafas Airway Management
o Respiratory status :
1. Posisikan pasien untuk
Batasan ventilation
memaksimalkan ventilasi.
karakteristik : o Respiratory status :
2. Identifikasi pasien perlunya
airway patency
pemasangan alat jalan nafas
o Pernafasan o Vital sign status buatan.
cuping
Kriteria hasil : 3. Auskultasi suara nafas, catat
hidung
o Tidak ada sianosis adanya suara tambahan.
o Takipnea dan dispnea. 4. Monitor respirasi dan status
1
o Bradipnea o Menunjukkan jalan O2.

nafas yang paten 5. Monitor vital sign.


o Dipnea
(Irama nafas,
6. Monitor pola pernafasan
o Penurunan frekuensi pernafasan
abnormal.
tekanan dalam rentang
7. Monitor sianosis perifer.
ekspirasi normal, tidak ada
suara nafas 8. Monitor frekuensi dan
Faktor yang irama pernafasan.
abnormal).
berhubungan :
o Tanda – tanda vital
o Hiperventil dalam rentang
asi normal.

2 Gangguan NOC NIC


pertukaran gas o Respiratory status Airway Management
Batasan : gas exchange 1. Posisikan pasien untuk
karakteristik : memaksimalkan pasien.
o Respiratory status

o Sianosis : ventilation 2. Identifikasi pasien perlunya


(pada pemasangan alat jalan nafas

21
neonatus) o vital sign status buatan.

Kriteria hasil : 3. Auskultasi suara nafas, catat


o Pernafasan
adanya suara tambahan.
abnormal o Mendemonstrasik
an peningkatan 4. Monitor respirasi dan status
o Dispnea O2.
ventilasi dan

o Hipoksia oksigenisasi yang Respiratory Management


adekuat.
5. Monitor rata – rata,
o Nafas
o Tanda – tanda kedalaman, irama dan usaha
cuping
vital dalam respirasi.
hidung
rentang normal.
6. Catat pergerakan dada,
Faktor yang amati kesimetrisan,
berhubungan : penggunaan otot tambahan.

o Ventilasi - 7. Monitor suara nafas seperti


perfusi dengkur.

8. Monitor pola nafas


(bradipnea, takipnea).

3 Resiko NOC NIC


ketidakseimbang
o Termoregulasi Newborn Care
an suhu tubuh
o Termoregulasi 1. pantau suhu bayi baru lahir
newborn sampai stabil.

2. Pantau tanda – tanda vital.

Kriteria hasil : 3. Pantau warna dan suhu


kulit.
o Suhu kulit normal
4. Pantau dan laporkan tanda
o Suhu badan 360C
dan gejala hipotermi dan
– 370C
hipertermi.
o TTV dalam batas
5. Tingkatkan keadekuatan
normal
masukan cairan dan nutrisi.
o Hidrasi adekuat

22
o Keseimbangan 6. Tempatkan bayi baru lahir
asm basa dalam pada ruangan isolasi atau
batan nornal bawah pemanas.

23

Anda mungkin juga menyukai