Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

“INTRACEREBRAL HAEMORRHAGE (ICH)”

OLEH :
PRISKA NATALIA DARMAN
2015.C.07a.0668

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

SARJANA KEPERAWATAN

2018
2.1 Konsep Dasar Intracerebral Haemorrhage

2.1.1 Pengertian

Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan

otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak.

Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-

kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya

daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih

dari 3 cm, Perifer, Adanya pergeseran garis tengah.

Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak.

Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai

daerah kecil dapat terjadi pada luka tembak ,cidera tumpul.

Intra Cerebral Hematom (ICH) merupakan koleksi darah focus yang

biasanya diakibatkan oleh cidera regangan atau robekan rotasional terhadap

pembuluh –pembuluh darah dalam jaringan fungsi otak atau kadang kerena

cidera tekanan .ukuran hematom bervariasi dari beberapa milimeter sampai

beberapa sentimeter dan dapat terjadi pada 2- 16 kasus cidera.

Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu

sendiri . hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau

cidera kepala terbuka .intraserebral hematom dapat timbul pada penderita

strok hemoragik akibat melebarnya pembuluh nadi.

2.1.2 Etiologi

Etiologi dari Intra Cerebral Hematom adalah :

2.1.2.1 Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala


2.1.2.2 Fraktur depresi tulang tengkorak

2.1.2.3 Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba

2.1.2.4 Cedera penetrasi peluru

2.1.2.5 Jatuh

2.1.2.6 Kecelakaan kendaraan bermotor

2.1.2.7 Hipertensi

2.1.2.8 Malformasi Arteri Venosa

2.1.2.9 Aneurisma

2.1.2.10 Distrasia darah

2.1.2.11 Obat

2.1.2.12 Merokok.

2.1.3 Patofisiologi

ICH primer biasa terjadi pada kapsul internal dan hematoma meluas

kemedial kesubstansi kelabu dalam dan kelateral melalui substansi putih yang

relatif aseluler korona radiata. Pembuluh yang ruptur adalah satu dari arteria

perforating kecil yang meninggalkan arteria serebral media dekat pangkalnya

dikarotid internal dan sering dijelaskan sebagai arteria lentikulostriata.

Pemeriksaan postmortem menunjukkan pada arteria perforating pasien

hipertensif terdapat banyak dilatasi aneurismal yang sangat kecil yang diduga

rupturnya menjadi sumber perdarahan. Lebih jarang perdarahan terjadi pada

fossa posterior yang dimulai pada pons atau hemisfer serebeler.

ICH akut sering terjadi saat atau setelah latihan fisik. Sekitar duapertiga

akan mengalami perburukan neurologis progresif dan sepertiganya dalam


defisit maksimal saat datang kerumah sakit. Penurunan kesadaran terjadi pada

60% dan duapertiganya jatuh kedalam koma. Nyeri kepala dan mual dengan

muntah terjadi pada 20-40% kasus. Gejala ini karena peninggian TIK akibat

perdarahan. Kejang kurang umum terjadi, sekitar 7-14%. Gejala dan tanda

lainnya tergantung ukuran dan lokasi spesifik dari bekuan darah. Tanda khas

perdarahan ganglia basal, biasanya putaminal, adalah defisit motor

kontralateral dan gaze ipsi lateral dengan perubahan sensori, visual dan tabiat.

Perubahan pupil terjadi akibat ancaman herniasi unkal lobus temporal akibat

peninggian TIK dan pergeseran garis tengah. Gejala afasik bila hemisfer

dominan terkena.

Perdarahan menyebabkan kerusakan neurologis melalui dua cara yaitu:

2.1.3.1 Kerusakan otak yang nyata terjadi pada saat perdarahan. Ini terutama

pada kasus dimana hematoma meluas kemedial dan talamus serta

ganglia basal rusak.

2.1.3.2 Hematoma yang membelah korona radiata menyebabkan kerusakan

yang kurang selluler namun mungkin berukuran besar dan

menyebabkan penekanan serta gangguan fungsi neurologis yang

mungkin reversibel. 80% pasien adalah hipertensif dan biasanya

dalam eksaserbasi akut dari hipertensinya pada saat datang.

Kebanyakan kasus hematoma memecah kesistema ventrikuler atau

rongga subarakhnoid menimbulkan gambaran klinis PSA.

Pria terkena 5-20% lebih sering dari wanita dan 75-90% terjadi antara

usia 45-75 tahun. Pasien dengan koagulopatia lebih berisiko terhadap PIS

seperti juga penderita yang mendapat antikoagulan terutama Coumadin.


Trombositopenia dengan hitung platelet kurang dari 20.000, penyakit hati,

leukemia, dan obat-obat seperti amfetamin meninggikan risiko terjadinya PIS.

ICH terjadi pada teritori vaskuler arteria perforating kecil seperti

lentikulostriata pada ganglia basal, talamoperforator diensefalon, cabang

paramedian basiler pada pons. Karenanya kebanyakan terjadi pada struktur

dalam dari hemisfer serebral. Berikut ini struktur beserta frekuensi

kejadiannya: putamen 30-50%, substansi putih subkortikal 30%, serebelum

16%, talamus 10-15%, serta pons 5-12%. Arteria yang paling sering

menimbulkan perdarahan adalah cabang lentikulostriata lateral dari arteria

serebral media yang mencatu putamen.

ICH merupakan sekitar 10% dari semua strok. Seperti dijelaskan

diatas, ia disebabkan oleh perdarahan arterial langsung ke parenkhima otak.

Ruptur vaskuler dikira terjadi pada aneurisma milier kecil, dijelaskan oleh

Charcot dan Bouchard 1868, dan/atau pada arteria lipohialinotik yang sering

tampak pada otopsi pasien dengan hipertensi. Minoritas kasus PIS

kemungkinan disebabkan aneurisma, AVM, malformasi kavernosa, amiloid

serebral, atau tumor. Glioblastoma adalah tumor otak primer yang paling

sering mengalami perdarahan, sedangkan melanoma, khoriokarsinoma dan

ipernefroma adalah tumor metastatik yang tersering menimbulkan perdarahan.

Kematian akibat ICH sekitar 50% dengan 3/4 pasien yang hidup, tetap

dengan defisit neurologis nyata. Penelitian memperlihatkan bahwa prognosis

terutama tergantung pada derajat klinis saat pasien masuk, lokasi serta ukuran

perdarahan. Pasien sadar tentu lebih baik dari pada pasien koma. Penelitian

Dixon 1984 memperlihatkan bahwa satu-satunya prediktor terpenting atas


outcome adalah Skala Koma Glasgow. Pasien dengan hematoma lober

superfisial cenderung lebih baik dari perdarahan batang otak yang lebih

dalam.
PATHWAY ICH

Trauma/Kecelakaan

Perdarahan Intracerebral

Pecahnya Pembuluh Darah di Otak

Penekanan Pergeseran Jaringan Otak

Suplai Darah Terganggu Gangguan Sistem

Neutologis Peningkatan Tekanan Intrkranial

(Sususnan Saraf Pusat)

Gangguan rasa nyaman nyeri

Gangguan Motorik

Koordinasi Pergerakan Tubuh Terganggu

Perubahan Perfusi Cerebral

GangguanMobilisasi Fisik

Kelemahan Otot

Kelemahan Tonus Otot

DefisitPerawatan Diri
2.1.4 Manifestasi Klinis

Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar

setengah orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama

aktifitas. Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan

atau tidak ada. Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi

memburuk sebagaimana peluasan pendarahaan.

Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati

rasa, seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang

kemungkinan tidak bisa berbicara atau menjadi pusing.

Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung

perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal

besar atau kecil. Mual, muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran adalah

biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai menit.

Menurut Corwin 2000 manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom

yaitu :

2.1.4.1 Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan

membesarnya hematom.

2.1.4.2 Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal

2.1.4.3 Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal

2.1.4.4 Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra

cranium

2.1.4.5 Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan

gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat


2.1.4.6 Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan

peningkatan tekanan intra kranium.

2.1.5 Komplikasi Dan Outcome

2.1.5.1 Intraserebral hematom dapat memberikan komplikasi berupa;

a. Oedem serebri, pembengkakan otak

b. Kompresi batang otak, meninggal

2.1.5.2 Sedangkan outcome intraserebral hematom dapat berupa :

a. Mortalitas 20%-30%

b. Sembuh tanpa defisit neurologis

c. Sembuh dengan defisit neurologis

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dari Intra Cerebral Hematom menurut

Sudoyo (2006) adalah sebagai berikut :

2.1.6.1 Angiografi

2.1.6.2 Ct scanning

2.1.6.3 Lumbal pungsi

2.1.6.4 MRI

2.1.6.5 Thorax photo

2.1.6.6 Laboratorium

2.1.6.7 EKG

2.1.7 Penatalaksanaan Medis

Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan

stroke ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic,


khususnya pada orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis.

Lebih dari setengah orang yang mengalami pendarahan besar meninggal

dalam beberapa hari. Mereka yang bertahan hidup biasanya kembali sadar

dan beberapa fungsi otak bersamaan dengan waktu. Meskipun begitu,

kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi otak yang hilang.

Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke

ischemic. Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan

trombolitik, dan obat-obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan

karena membuat pendarahan makin buruk. Jika orang yang menggunakan

antikoagulan mengalami stroke yang mengeluarkan darah, mereka bisa

memerlukan pengobatan yang membantu penggumpalan darah seperti :

1. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse

2. Transfusi atau platelet

3. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan pengangkatan

platelet (plasma segar yang dibekukan)

4. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam

darah yang membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan)

5. Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan

tekanan di dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan

hidup, jarang dilakukan karena operasi itu sendiri bisa merusak otak.

Corwin (2000) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra Cerebral Hematom

adalah sebagai berikut :

1. Observasi dan tirah baring terlalu lama

2. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom


secara bedah

3. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis

4. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok

5. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk

pemberian diuretik dan obat anti inflamasi

6. Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan

laboratorium lainnya yang menunjang.

2.2 Konsep Manajemen Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk

mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan

keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu

pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis

keperawatan.

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status

kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial

budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi,

kemampuan fungsi dan gaya hidup klien

1) Identitas klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis

kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal

dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.


2) Keluhan utama

Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara

pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.

3) Riwayat penyakit sekarang

4) Riwayat penyakit dahulu

5) Riwayat penyakit keluarga

6) Riwayat psikososial

7) Pola-pola fungsi kesehatan

a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

b) Pola nutrisi dan metabolisme

c) Pola eliminasi

d) Pola aktivitas dan latihan

e) Pola tidur dan istirahat

f) Pola hubungan dan peran

g) Pola persepsi dan konsep diri

h) Pola sensori dan kognitif

i) Pola reproduksi seksual

j) Pola penanggulangan stress

k) Pola tata nilai dan kepercayaan

8) Pemeriksaan fisik

a) Keadaan umum

 Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran

 Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar


dimengerti, kadang tidak bisa bicara

 Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi

bervariasi

b) Pemeriksaan integumen

 Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan

jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di

samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama

pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus

bed rest 2-3 minggu

 Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis

 Rambut : umumnya tidak ada kelainan

c) Pemeriksaan kepala dan leher

 Kepala : bentuk normocephalik

 Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu

sisi

 Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)

d) Pemeriksaan dada

Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar

ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan

tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.

e) Pemeriksaan abdomen

Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang

lama, dan kadang terdapat kembung.

f) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus


Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine

g) Pemeriksaan ekstremitas

Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

h) Pemeriksaan neurologi

 Pemeriksaan nervus craniali

 Pemeriksaan motorik

 Pemeriksaan sensorik

 Pemeriksaan refleks

9) Pemeriksaan penunjang

a) Pemeriksaan radiologi

 CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk

ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.

 MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.

 Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan

seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.

 Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan

jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang

merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita

stroke.

b) Pemeriksaan laboratorium

 Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya

dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan

yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom)

sewaktu hari-hari pertama.


 Pemeriksaan darah rutin

 Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi

hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam

serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.

 Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada

darah itu sendiri.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan mobilisasi fisik b.d kondisi yang melemah

b. Gangguan intoleransi aktivitas b.d kelemahan tonus otot

c. Gangguan nyaman nyeri b.d peningkatan tekanan intrakranial (TIK)

d. Gangguan defisit perawatan diri b.d kelemahan otot.


2.2.3 Intervensi Keperawatan

Tujuan dan Kriteria


Diagnosa Intervensi Rasional
Hasil
Gangguan Tujuan : setelah 1. Observasi kondisi 1. Inspeksi kondisi awal
mobilisasi fisik b.d dilakukan tindakan fisik klien pasien
kondisi yang keperawatan selama 2. Rencanakan proses 2. Merencanakan porsi
melemah waktu 4X24 jam latihan yang efisien latihan untuk
pasien diharapkan bila perlu menunjang
dapat melakukan kolaborasikan kesembuhan pasien
mibilisasi fisik dengan fisioterapi
secara optimal. untuk menambah
Kriteria hasil: proses latihan
 Tonus otot 3. Atur posisi senyaman 3. Memberikan
bertambah mungkin kenyamanan
 Mobilisasi 4. Mengajari pasien 4. Melakukan tindakan
ROM pasif ROM pasif dan aktif keperawatan
menjadi aktif 5. Biarkan pasien 5. Monitoring tindakan
 Tidak mempraktikan yang sudah dilakukan
mengeram kembali yang sudah
kesakitan diajarkan tapi dengan
dalam proses pengawasan perawat
latihan 6. Observasi kembali 6. Mengetahui
peningkatan gerak perkembangan
fisik latihan
7. Berikan HE(healt 7. Memberikan
education)tentang informasi kepada
pentingnya latihan pasien.
ROM.
Gangguan Tujuan : setelah 1. Observasi kondisi 1. Inspeksi kondisi
intoleransi aktivitas dilakukan tindakan fisik klien awal pasien
b.d kelemahan keperawatan dalam 2. Rencanakan proses 2. Merencanakan porsi
tonus otot waktu 6X24 jam latihan yang efisien latihan untuk
diharapkan pasien bila perlu menunjang
dapt terpenuhi kolaborasikan kesembuhan pasien
aktivitas sehari hari dengan fisioterapi
dengan normal untuk menambah
Kriteria hasil : proses latihan
 Terjadi 3. Atur posisi senyaman 3. Memberikan
peningkatan mungkin kenyamanan
tonus otot 4. Mengajari pasien 4. Melakukan
 Pasien dapat ROM pasif dan aktif tindakan
melakukan 5. Biarkan pasien keperawatan
aktivitas sehari mempraktikan 5. Monitoring
hari dengan kembali yang sudah tindakan yang
mandiri diajarkan tapi dengan sudah dilakukan
 Tidak terasa pengawasan perawat
sakit bila 6. Bila sudah bisa 6. Melanjutkan proses
melakukan menyangga tubuh latihan
latihan ajarkan berjalan tapi keperawatan
dengan dammpingan
perawat
7. Berikan dukungan 7. Memberi semangat
dalam setiap tindakan untuk menambah
yang sudah latihan.
dilakukan.

Gangguan rasa Tujuan : setelah 1. Observasi secara 1. Inspeksi skala nyeri


nyaman Nyeri b.d dilakukan tindakan subjektiv skal nyeri yang awal dari pasien
peningkatan keperawatan dalam dirasakan pasien
tekanan intrakranial waktu 3X24 jam 2. Beri posisi yang 2. Memberikan rasa
(TIK) diharapkan rasa nyaman nyaman
nyeri yang dirasak 3. Ajari metode relaksasi 3. Melakukan terapi
pasien dapat seperti distraksi, nafas perawatan
berkurang atau dalam, dan bila emosi
bahkan hilang ajarkan imajinasi
Kriteria Hasil : terpimpin
- Wajah tidak 4. Anjurkan pasien untuk 4. Memantau adakah
mengurung dan melakukan pemeriksaan kelainan dari pemeriksaan
menahan CT-Scan
kesakitan 5. Kolaborasikan dengan 5. Membantu
- Skala nyeri pihak medis untuk terapi mempercepat
turun obat kesembuhan pasien
- Pasien tidak 6. Berikan HE tentang 6. Memberi informasi
memegangi pentingnya ambulansi saat secara lengkap
bagian yang sakit emergensi
7. Observasi penurunan 7. monitoring
skala nyeri yang perkembangan setelah
dirasakan dilakukan tindakan
keperawatan

Defisit perawatan Tujuan : setelah 1. Observasi kondisi 1. Obsevasi kondisi


diri b.d kelemahan dilakukan tindakan awal pasien terutama awal dari pasien
otot keperawatan dalam fisik dan kebersihan
waktu 1X24 jam 2. Siapkan alat untuk 2. Menyiapkan alat dari
diharapkan pasien melakukan PH suatu bagian tindakan
terpenuhi dalam 3. Memberitahu keperawatan
perawatan dirinya maksud dan tujuan 3. Menghindari
secara optimal tindakan yang penolakan dri
Kriteria Hasil : dilakukan tindakan
 Wajah tidak 4. Menutup gorden keperawatan
lesu 5. Melakukan PH 4. Menjaga privasi
 Kulit tidak sambil mengajari pasien
saling keluarga 5. Melakukan tindakan
melengket 6. Observasi tindakan keperawatan
 Badan menjadi yang dilakukan 6. Monitoring tindakan
harum 7. Beri HE pentingnya yang sudah
perawatan diri dilakukan
7. Membantu
memberikan
informasi secara
jelas.

2.2.4 Implementasi

Implementasi komponen dan proses keperawatan adalah


kategori perilaku keperawatan dimana tindakan yang dihadapi untuk
mencapai tujuan, dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan dilakukan dan diselesaikan (potter dan perry, 2005;903).
2.2.5 Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan tahap perbandingan yang
sistematik dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang
telah ditetapkan dilakukan, perkembangan dengan melibatkan klien
dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi dalam keperawatan
merupakan kegiatan dalam menilai secara optimal dan mengukur
hasil dari proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC,

Jakarta.

Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan

Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta.

Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat

Bedah Saraf Indonesia, Surabaya.

Herlman, T. Heather.2012. NANDA International Diagnosis Keperawatan :

Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC.

Herlman, T. Heather, dkk. 2015. NANDA International Diagnosis Keperawatan :

Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.

Aziz. 2006. Nursing Interventions Classification (NIC). Solo: Mosby An Affiliate

Of Elsefer.

Wartonah. 2006.Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta:

Salemba Medika.

Muhammad,Wahit Iqbal dkk. 2007.Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta

EGC

Anda mungkin juga menyukai