Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO A BLOK 10

Disusun oleh: KELOMPOK B5

Tutor: Sri Nita, S.Si, M.Si

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial
Skenario A Blok 10” sebagai tugas kompetensi kelompok.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa
mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan dan
saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terimakasih
kepada :

1. Allah SWT, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial,
2. Sri Nita, S.Si, M.Si selaku tutor kelompok 5
3. Teman-teman sejawat FK Unsri, terutama kelas PSPD B 2013
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat
bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah
SWT.

Palembang, 28 Agustus 2014

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................


Daftar Isi ..........................................................................................................
Klarifikasi Istilah .............................................................................................
Identifikasi Masalah .........................................................................................
Analisis Masalah ..............................................................................................
Kerangka Konsep .............................................................................................
Kesimpulan ......................................................................................................
Daftar Pustaka ..................................................................................................
2
Skenario A Blok 10 Tahun 2014

Doni, laki-laki, 18 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan demam. Demam terjadi
sejak 9 hari yang lalu. Doni sudah pernah minum obat penurun panas yang dibeli di warung,
tetapi demam hanya turun beberapa jam kemudian naik lagi. Demam meningkat terutama
saat malam hari dan turun di siang hari tetapi tidak sampai suhu normal. Doni juga mengeluh
mual, tidak muntah, nafsu makan menurun, nyeri perut, konstipasi, BAK biasa, dan nafas
bau. Satu hari yang lalu Doni mengeluh demamnya semakin tinggi, tidak menggigil, serta
mengeluh mual dan muntah.

Doni menyangkal berpergian keluar kota dalam beberapa bulan terakhir.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan :

Keadaan umum : tampak sakit sedang, TD : 110/80 mmHg, RR: 24x/menit, Nadi :
92x/menit, Suhu: 38.5C

Keadaan spesifik: Kepala: rhagaden, coated tongue, Thoraks: paru dalam batas normal,
jantung: HR : 92x/menit, Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan epigastrium, bising usus
menurun, hepar lien tidak teraba, ekstremitas dalam batas normal.

Pemeriksaan laboratorium : Hb: 12.5 gr%, leukosit: 4.800/mm3, Ht:37%, LED: 8mm/jam.

Dokter melakukan beberapa pemeriksaan penunjang lain. Setelah melihat hasilnya, Dokter
menyimpulkan bahwa Doni menderita demam tifoid.

1. Klarifikasi Istilah
a. Demam, peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang
berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus.
b. Rhagaden, adalah fisura, retakan atau jaringan parut berbentuk garis yang halus
pada kulit, seperti yang ditemukan sekitar mulut atau daerah lain kulit yang
banyak bergerak.
c. Demam tifoid, atau tifus merupakan infeksi berat pada saluran cerna yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella typhii.
d. Coated tongue, lapisan berwarna putih kuning atau kocoklatan yang berada diatas
permukaan lidah akibat akumulasi dari bakteri, debris makanan, leukosit dari
poket periodontal dan deskuamasi sel epitel.

3
e. Konstipasi, didefinisikan secara medis sebagai buang air besar kurang dari 3 kali
per minggu.
f. Nyeri tekan epigastrium, nyeri yang tajam dan terlokalisasi pada daerah tengah
atas perut yang berada tepat dibawah tulang iga sewaktu atau segera setalah
makan.
g. LED (laju endap darah), adalah kecepatan mengendapnya eritrosit dari suatu
sampel darah yang diperiksa dalam suatu alat tertentu yang dinyatakan dalam
mm/jam
h. Menggigil, adalah perasaan dingin disertai getaran tubuh.

2. Identifikasi Masalah

No Masalah Concern
1. Doni, laki-laki, 18 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan
demam. Demam terjadi sejak 9 hari yang lalu. Doni sudah pernah
minum obat penurun panas yang dibeli di warung, tetapi demam
hanya turun beberapa jam kemudian naik lagi. Demam meningkat
terutama saat malam hari dan turun di siang hari tetapi tidak sampai
suhu normal.
2. Doni juga mengeluh mual, tidak muntah, nafsu makan menurun,
nyeri perut, konstipasi, BAK biasa, dan nafas bau.
3. Satu hari yang lalu Doni mengeluh demamnya semakin tinggi, tidak
menggigil, serta mengeluh mual dan muntah.
4. Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
Keadaan umum : tampak sakit sedang, TD : 110/80 mmHg, RR:
24x/menit, Nadi : 92x/menit, Suhu: 38.5C
Keadaan spesifik: Kepala: rhagaden, coated tongue, Thoraks: paru
dalam batas normal, jantung: HR : 92x/menit, Abdomen : datar,
lemas, nyeri tekan epigastrium, bising usus menurun, hepar lien
tidak teraba, ekstremitas dalam batas normal.
5. Pemeriksaan laboratorium : Hb: 12.5 gr%, leukosit: 4.800/mm3,
Ht:37%, LED: 8mm/jam.
6. Dokter melakukan beberapa pemeriksaan penunjang lain. Setelah

4
melihat hasilnya, Dokter menyimpulkan bahwa Doni menderita
demam tifoid.

3. Analisis Masalah
1) Doni, laki-laki, 18 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan demam.
Demam terjadi sejak 9 hari yang lalu. Doni sudah pernah minum obat penurun
panas yang dibeli di warung, tetapi demam hanya turun beberapa jam kemudian
naik lagi. Demam meningkat terutama saat malam hari dan turun di siang hari
tetapi tidak sampai suhu normal.
a. Apa penyebab demam?
Jawab: Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non
infeksi. Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus,
jamur, ataupun parasit. Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan
oleh beberapa hal antara lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang
eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi dll), penyakit autoimun
(arthritis, systemic lupus erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan (Penyakit
Hodgkin, Limfoma non-hodgkin, leukemia dll), dan pemakaian obat-obatan
(antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin). Hal lain yang juga berperan
sebagai faktor non infeksi penyebab demam adalah gangguan sistem saraf
pusat seperti pendarahan otak, status epileptikus, koma, cedera hipotalamus,
atau gangguan lainnya.
b. Bagaimana patofisiologi demam?
Jawab: Patofisiologi demam
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen.
Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua
yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien.
Contoh dari pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin
atau mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah
endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis
lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen yang
berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-
1, IL-6, TNF-α, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya
adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat
mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi (Dinarello & Gelfand, 2005)

5
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit,
limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator
inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan
zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan
IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium
hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005).
Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan
termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap
suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu
mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil,
vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut.
Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan
pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik
ke patokan yang baru tersebut (Sherwood, 2001).
Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan fase
kemerahan. Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan
suhu tubuh yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan
peningkatan aktivitas otot yang berusaha untuk memproduksi panas sehingga
tubuh akan merasa kedinginan dan menggigil. Fase kedua yaitu fase demam
merupakan fase keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas
di titik patokan suhu yang sudah meningkat. Fase ketiga yaitu fase
kemerahan merupakan fase penurunan suhu yang ditandai dengan
vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk
menghilangkan panas sehingga tubuh akan berwarna kemerahan (Dalal &
Zhukovsky, 2006).

6
c. Apa dampak demam pada kasus ini?
Jawab:
Demam bisa memberi dampak merugikan karena dapat menyebabkan kejang
dan dehidrasi, selain itu memberikan rasan tidak nyaman, sulit makan dan
susah tidur. Namun, di sisi lain demam juga bisa dijadikan "alat bantu" untuk
mendiagnosa penyakit tertentu berdasarkan polanya.
Misalnya penyakit tipus memiliki pola demam sore menjelang malam, atau
penyakit malaria berpola dua hari normal lalu satu hari demam, dan
seterusnya.
Demam juga mengindikasikan kekebalan tubuh seorang anak berjalan baik.
Saat demam berarti tubuh sedang melakukan mekanisme pertahanan diri
terhadap zat asing. Zat pirogen yang kemudian dilepaskan tubuh merupakan
zat penyebab demam tersebut. Pirogen sendiri dibedakan menjadi dua, yakni
pirogen yang berasal dari dalam tubuh dan pirogen dari luar tubuh seperti
infeksi virus.
d. Mengapa demam meningkat terutama saat malam hari namun turun pada
siang hari? Apa kaitannnya dengan kasus ini?
Jawab: Patokan suhu tubuh di hipotalamus dapat naik karena peran
prostaglandin. Prostaglandin timbul akibat induksi pirogen endogen (sitokin).

7
Sitokin dihasilkan oleh sel-sel sistem kekebalan tubuh karena adanya infeksi
atau adanya cedera pada jaringan. Sampai saat masih belum jelas benar
bagaimana suatu infeksi atau cedera pada suatu jaringan. Pada saat manusia
sedang mengalami tidur REM, suhu tubuh akan meningkat. Sebaliknya suhu
tubuh akan menurun pada saat tidur NREM, Kontrol tubuh dan suhu otak
terkait erat dengan tidur regulasi. Sebagian besar obat turun panas bekerja
dengan menghambat sintesis prostaglandin dalam tubuh. Manusia adalah
makhluk endotermik (mampu termoregulasi), yaitu, mempertahankan suhu
tubuh mereka. Suhu tubuh diatur melalui keseimbangan penyerapan panas,
produksi dan pengeluaran, dalam kasus ini, suhu permukaan pada siang hari
akan lebih panas dibanding suhu tubuh yang dikarenakan adaptasi tubuh
terhadap suhu lingkungan, sedangkan pada malam hari di pengaruhi siklus
tidur dan lingkungan suhu.
Pada orang normal, irama sirkadian sangat mempengaruhi laju metabolisme
tubuh,sehingga terjadi peningkatan sobat,pada pagi hari.
(Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam,volume 2,edisi 13)
Demam terjadi di sore hingga malam hari karena pada waktu tersebut
metabolisme tubuh telah menurun, sehingga suhu tubuh ikut menurun.
Akibatnya, tubuhmengkompensasi set point ‘palsu’ yang di set oleh bakteri
dengan mekanisme demam. Sedangkan menggigil adalah salah satu
mekanisme termogenesis dalam usaha meningkatkan suhu. Pada umumnya
menggigil terjadi pada demam yang suhunya jauh dari nilai normal.
Sumber : Buku ajar IPD FKUI
e. Mengapa demam turun setelah konsumsi obat?(cara kerja obat penurun
panas)
Jawab: Ada beberapa jenis obat penurun panas yang dapat ditemukan di
pasaran, yaitu :

1. Parasetamol
Parasetamol / Asetaminofen merupakan obat penurun panas yang paling
umum digunakan karena paling aman dibandingkan golongan lain berkaitan
dengan efek sampingnya. Parasetamol banyak dijual bebas sebagai obat OTC
(Over The Counter, tidak perlu resep dokter).

8
Parasetamol memiliki efek terapi sebagai antipiretik maupun analgesik, tetapi
tidak memiliki efek antiinflamasi (antiradang), sehingga tidak berguna untuk
mengurangi peradangan atau pembengkakan pada kulit atau sendi.
Parasetamol bekerja menghambat produksi prostaglandin dengan cara
menghambat enzim Cyclooksigenase (COX). Di dalam tubuh, terdapat 3
macam enzim COX, yaitu COX1, COX2 dan COX3. Parasetamol
menghambat prostaglandin yang lebih banyak berada di otak dan system
saraf pusat, yaitu COX 3.
Contoh produk obat yang mengandung Parasetamol adalah Panadol
(Sterling), Tempra ( Taisho), Sanmol (Sanbe), Dumin (Actavis), dll

2. Ibuprofen
Ibuprofen termasuk dalam obat golongan anti-inflamasi non steroid. Bekerja
sebagai analgesik (pereda nyeri) dan antiinflamasi (anti radang) yang juga
punya efek antipiretik. Bekerja menghambat produksi prostaglandin dengan
menghambat enzim Cyclooksigenasi 1 (COX-1) dan COX-2, sehingga
menimbulkan efek samping yang lebih banyak dibandingkan Parasetamol.
Ibuprofen adalah obat pilihan kedua untuk mengatasi demam dan nyeri
setelah Parasetamol.
Ibuprofen dapat diberikan pada kondisi demam yang tinggi (>40 C), atau
demam yang disertai dengan peradangan. Contoh : Proris (produsen Pharos)

3. Aspirin
Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah sejenis obat turunan dari
salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa
sakit atau nyeri minor), antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi
(peradangan). Aspirin menghambat produksi prostaglandin (sebuah zat
spesifik yang menyebabkan rasa sakit dan demam) untuk mengurangi
respons tubuh terhadap serangkaian proses kimia yang akhirnya menuju
terbentuknya rasa sakit.
Contoh obat yang mengandung asetosal : inzana, brodexin atau contrexyn

2) Doni juga mengeluh mual, tidak muntah, nafsu makan menurun, nyeri perut,
konstipasi, BAK biasa, dan nafas bau.

9
a. Apa yang menyebabkan kondisi tersebut (mual , muntah, nafsu makan
menurun. Nyeri perut, konstipasi, Bak biasa dan nafas bau) terjadi pada
kasus ini? Dan keterkaitannya dengan demam typhoid?
Jawab: -Demam : proses infeksi diawali dengan masuknya kuman
Salmonella typhosa ke dalam tubuh manusia melalui mulut dengan
perantara makanan dan minuman yang tercemar. Setelah sampai di
lambung, sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi
bertahan melewati lambung mencapai usus halus dan menginfeksi jaringan
limfoid plaque payeri di ileum terminalis. Kuman tersebut merangsang
sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang
meradang selanjutnya membawa pirogen ke dalam peredaran darah lalu
mempengaruhi pusat termoregulator pada hipotalamus yang dapat
meningkatkan suhu tubuh.
-Mual dan muntah : setelah menginfeksi usus, kuman melewati pembuluh
limfe masuk ke darah (bakteremia primer), menuju RES, hati dan limpa
melalui ductus thoracicus. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel fagosit
RES. Kuman yang tidak difagosit berkembang biak dan menyebabkan
organ-organ tersebut membesar dan disertai nyeri perabaan. Organ-organ
yang membesar (hati dan limpa) dapat mendesak lambung sehingga
menimbulkan mual dan muntah.
-konstipasi : Salmonela typhosa yang bermultipikasi pada usus halus
menyebabkan inflamasi yang berdampak pada mekanisme kerja usus dan
mengiritasi mukosa usus sehingga terjadi dua kemungkinan :
1) gangguan absorbsi pada usus, peristaltik usus menurun konstipasi
2) gangguan absorbsi pada usus, peristaltik usus meningkat diare
-nafsu makan menurun :
1) apabila peristaltik usus meningkat terjadi pergerakan isi usus lebih cepat
diruang usus sehingga terisi udara yang berakibat pada lambung sehingga
terjadi peningkatan asam lambung (HCL) maka mengakibatkan mual,
muntah dan anoreksia yang berdampak pada penurunan nafsu makan
sehingga pemasukan nutrien peroral klien berkurang, maka klien menjadi
lemas/lemah dalam beraktivitas.
2) Adanya inflamasi dengan gejala klinis demam, dapat menyebabkam
perubahan pada indra pengecap saraf perifer pada taste buds. Hal tersebut

10
dapat menyebabkan perubahan biologis sel berupa signaling intraseluler.
Keadaan ini dapat berpengaruh terhadap nafsu makan yang merupakan
manifestasi klinis dari adanya inflamasi. Penurunan nafsu makan dapat
berupa perubahan rasa pengecap terutama peningkatan rasa pahit
-nafas bau (halitosis) :
1. Mual dan muntah menyebabkan dehidrasi pada penderita. Akibatnya
mulut menjadi kering dan produksi saliva berkurang. Padahal, saliva
berfungsi untuk membunuh bakteri saat makanan masuk. Ketika produksi
saliva berkurang maka bakteri lebih mudah berkembang dan menyebabkan
bau mulut.
2. Karies, tounge coating dan penyakit jaringan periodontal merupakan
penyakit yang juga dapat memicu halitosis. Penyakit sistemik yang sering
dihubungkan dengan halitosis adalah diabetes mellitus, penyakit hati,
penyakit gagal ginjal, serta penyakit pada saluran gastrointestinal.
-nyeri perut : terjadi karena adanya pembesaran organ-organ seperti limpa
dan hati.
-BAK biasa : Hal ini mengindikasikan bahwa belum terdapat infeksi pada
saluran kemih akibat Salmonella, karena sebanyak 25 % penderita Demam
Typhoid pernah mengekskresikan S.typi dalam air kemih selama masa
sakitnya. Kelainan yang paling sering di temukan adalah proteinuri yang
bersifst sederhana.
Proteinuri pada sebagian kasus di sebabkan oleh kompleks imun yang
mengakibatkan glomerulonefritis. Urin selain mengandung albumin dalam
jumlah kecil juga di dapati sedikit peningkatan elemen seluler. Manifestasi
lain yang mungkin terjadi adalah sindroma nefritik, sistisis, pielonefritis,
dan gagal ginjal.
b. Bagiamana mekanisme terjadi kondisi diatas? (mual , muntah, nafsu makan
menurun. Nyeri perut, konstipasi, Bak biasa dan nafas bau)
Jawab:

3) Satu hari yang lalu Doni mengeluh demamnya semakin tinggi, tidak menggigil,
serta mengeluh mual dan muntah.
a. Apa yang menyebabkan demamnya semakin tinggi tetapi tidak menggigil?

11
Jawab: Menggigil terjadi ketika demam karena pelepasan cytokinase dan
prostaglandins sebagai bagian dalam respon inflammasi, dimana terjadi
peningkatan set point dari temperature tubuh di hypothalamus. Dalam kasus
ini, adanya kemungkinan bahwa set point yang baru sudah di capai,
sehingga penderita demam tidak menggigil
b. Mengapa keluhan muntah baru muncul setelah demam kurang dari
seminggu?
Jawab: Pada kasus Typhus Abdominalis, demam yang terjadi sebagai akibat
proses inflamasi sietemik yang disebabkan oleh Salmonella Typhi. Kuman
yang masuk dalam usus halus akan melakukan invaginasi ke dalam plak
payer, kemudian kuman masuk ke dalam saluran limpatik dan sirkulasi
darah dan terjadilah bakterimia. Bakterimia tersebut mendasari timbulnya
gejala seperti pusing, mual, muntah dan peningkatan suhu.

4) Pada pemeriksaan fisik ditemukan :

Keadaan umum : tampak sakit sedang, TD : 110/80 mmHg, RR: 24x/menit,


Nadi : 92x/menit, Suhu: 38.5C

Keadaan spesifik: Kepala: rhagaden, coated tongue, Thoraks: paru dalam batas
normal, jantung: HR : 92x/menit, Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan
epigastrium, bising usus menurun, hepar lien tidak teraba, ekstremitas dalam
batas normal.

a. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan fisik?


Jawab: Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan
kelainan suatu sistem atau organ tubuh .
Dengan cara :
> Inspeksi ( melihat )
> Palpasi ( meraba )
> Perkusi ( mengetuk )
>Auscultasi(mendengar )
INSPEKSI

12
Memeriksa dgn melihat dan mengingat, Dapat menilai :
• Kesan umum penderita
• Warna permukaan tubuh
• Bentuk badan dan bentuk bagian badan
• Ukuran tubuh dan ukuran bagian tubuh
• Gerakan tubuh dan gerakan bagian tubuh
PALPASI
Pemeriksaan dgn perabaan mempergunakan ujung jari dan tangan
Dapat menilai :
• Permukaan
• Getaran atau denyutan
• Keadaan alat dibawah permukaan.
Cara melakukan palpasi :
• Daerah yg akan dipalpasi harus bebas.
• Jari telunjuk dan ibu jari untuk untuk menentukan besarnya benda.
• Jari 2,3 dan 4 untuk menentukan konsistensi
• Telapak tangan untuk merasakan getaran
• Ujung ujung jari untuk menentukan rasa sakit.
PERKUSI
Mengetuk permukaan badan dgn bantuan jari jari tangan
Tujuannya adalah untuk mengetahui keadaan organ dalam tubuh.
Akan ada lima nada : pekak, Redup, Sonor, Hipersonor, Timpani.
• Pekak : dihasilkan oleh masa padat
• Redup : perkusi hati
• Sonor : Paru-paru normal.
• Hipersonor: Paru Empisematous
• Timpani : perkusi lambung.
Cara melakukan perkusi
• Jari tengah tangan kiri diletakkan pada permukaan yang akan diperkusi
• Tempatkan tangan kanan dekat daerah yang akan diperkusi dalam
posisi menekuk keatas,jari tengah dalam sikap flexi ,relaks dan siap
mengetuk.
AUSKULTASI

13
Auskultasi : mendengar suara yang terdapat didalam tubuh dgn bantuan alat
yg disebut Stetoskop.
Dapat mendengar suara-suara yang ditimbulkan oleh jantung,paru,usus.
Cara Auskultasi
• Pasangkan kedua “ ear pieces “ kedalam telinga.
• Letakkan salah satu dari sisi membran atau cup,tergantung daerah
mana yang ingin kita dengar.
b. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik dalam kasus ini?
Jawab: Keadaaan umum
Hasil Nilai normal Interpretasi
pemeriksaan
fisik
Tampak sakit Tidak Mengalami
sedang tampak sakit penurunan
keadaan sakit

Tekanan 120/80 Normal


Darah mmHg
110/80
mmHg
Respiration 16-24 Normal
rate x/menit
24x/menit
Nadi 60-100 x/ Normal
92x/menit menit
Suhu 38,5°C 36,5-37,5 °C Febris

Keadaan spesifik
Kepala :
 Rhagaden adalah gangguan saluran pencernaan yang menyebabkan bibir kering dan
pecah .
 Coated tongue
Pada dasarnya, permukaan atas lidah adalah daearah yang rentan iritasi. Hal
tersebut menyebabkan
bagian permukaan lidah membentuk perlindungan berupa lapisan
dari keratin yang telah mati.Dalam keadaan normal jumlah keratin yang
diproduksi sama dengan keratin yang mengelupas(telah mati). Pada
keadaan tidak normal keseimbangan tersebut terganggu sehingga
menyebabkan coated tongue.

Gambaran Klinis coated tongue


Gambaran coated tongue secara klinis berupa selaput (lesi plak) yang
menutupibagian permukaan atas lidah. Selaput ini dapat berwarna putih keku

14
ningan sampai berwarna coklat.Selaput terdiri dari akumulasi bakteri, debris
makanan, lekosit dari poket periodontal, dandeskuamasi sel epitel. Selaput ini
dapat hilang pada pengerokan tanpa meninggalkan daeraheritem. Coated
tongue dapat muncul dan hilang dalam waktu yang singkat (Danser et al
2003;Laskaris, 2006; Scully, 2001).

Abdomen :
 Nyeri tekan epigastrium
Gangguan rasa nyaman pada epigastrium disebakan oleh adanya
hyperperistaltik usus . Namun pada keadaan umum Nyeri epigastrium ini
terjadi karena pembengkakan hati dan limpa yang dapat menimbulkan rasa
sakit di perut yaitu pada ulu hati. Pembengkakan hati dan limpa terjadi
karena kuman telah menyebar (bakteremia pertama yang asimptomatik) ke
organ retikuloendotelial tubuh. Di dalam hati, kuman masuk di dalam
empedu kuman dapat berkembang baik karena kandung empedu merupakan
organ yang sensitif terhadap S. Typhi dan bersama cairan empedu
diekskresikan secara intermittentke dalam lumen usus. Nyeri pada ulu hati
dapat menyerupai gejala sakit lambung (sakit maag).
 Bising usus menurun
Hal ini diakibatkan karna terjadinya konstipasi sehingga gerak peristaltik
usus menurun.

5) Pemeriksaan laboratorium : Hb: 12.5 gr%, leukosit: 4.800/mm3, Ht:37%,


LED: 8mm/jam.
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan lab dan mekanisme abnormal?
Jawab:
Ukuran Satuan Nilai Rujukan

15
Hemoglobin (Hb) g/dl 12,0 – 16,0 (P)
13,0 – 18,0 (L)
Hematokrit % 39,0 – 45,0 (P)
Laju Endap darah (LED) mm < 25 (P, usia < 50)
< 30 (P, usia > 50)
< 15 (L, usia < 50)
< 20 (L, usia >50)
Leukosit (sel darah 103/ul 5,0 – 10,0
merah)
Mekanisme abnormal :
Rendahnya kadar Hb selalu diikuti dengan penurunan kadar Ht ,yang
biasanya mengambarkan keadaan anemia ( kekurangan eritrosit).Keadaan
leukosit rendah disebut dengan leukopenia .Keadaan tersebut pada kasus ini
disebabkan oleh aktivitas Antigen O dari Salmonella typhii .Dimana antigen
O mampu mengeluarkan endotoksin dan menginduksi perubahan dalam sel
sumsum tulang .Serta mengandung komponen lipopolisakarida yang juga
menyebabkan penurunan yang cukup signifikan pada eritrosit ,leukosit
,trombosit ,hematokrin dan hemoglobin.Selain itu jiga karena adanya
penghancuran sel darah merah pada peredaran darah.

Mekanisme abnormal pada LED:


Pada proses inflamasi,makrofag akan mengeluarkan interleukin 1 dan
interleukin 6 yang akan menstimulasi hati untuk mengeluarkan protein fase
akut.Dalam hal ini biasanya protein berupa fibrinogen yang dapat
mempercepat LED.Semakin tinggi protein pada fase akut pada plasma yang
di sekresikan semakin tinggi LED nya.Komponen plasma lainnya yang
meningkatkan LED adalah imunoglobulin yang merupakan indikator adanya
inflamasi.Selain itu ,faktor lain yang menyebabkan peningkatan LED adalah
rendahnya rasio eritrosit:Plasma co ntohnya pada keadaan anemia sesuai
dengan kasus

6) Dokter melakukan beberapa pemeriksaan penunjang lain. Setelah melihat


hasilnya, Dokter menyimpulkan bahwa Doni menderita demam tifoid.

16
a. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk demam
typhoid? Dan spesimen apa saja yang digunakan?
Jawab: Pemeriksaan Penunjang
Untuk memastikan diagnosis Demam Typhoid, perlu dilakukan pemeriksaan
agar diagnosis Demam Typhoid bisa di tegakkan secara jelas:

Pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk memastikan diagnosa tersebut


diantaranya sebagai berikut : Pada pemeriksaan darah lengkap terdapat
gambaran leukopenia dan limfositosis relative. Hitung jenis leukosit biasanya
normal atau bergeser sedikit ke kiri tergantung beratnya jenis infeksi.
Eosinofili dan basofil menghilang diikuti dengan penurunan limfosit, secara
bertahap eosinofil dan basofil muncul kembali diikuti meningkatnya limfosit
dan monosit setelah minggu kedua. Pada saat ini terjadi limfositosis relative
dan eosinofilia dan pergeseran ke kiri kembali normal. Dapat pula terjadi
berbagai gangguan system hematologic yaitu perdarahan akut, sindroma
uremia hemolitik, dan DIC. Terjadi pula gangguan system pembekuan darah
yang sesuai dengan keadaan DIC termasuk trombositopenia,
hipofibrinogenemia. Diagnosis pasti Demam Typhoid dapat di tegakkan bila
di temukan bakteri Salmonella typi dalam biakan dari darah, urin, feses, sum
- sum tulang, cairan duodenum, dan empedu. Berkaitan dengan patogenesis
penyakit maka bakteri akan lebih mudah di temukan dalam darah dan sum -
sum tulang pada awal penyakit sedangkan selanjutnyadi dalam dan feses.
Pemeriksaan Serologi untuk diagnosis Demam Typhoid adalah uji widal
yang merupakan suatu metode serologi baku dan rutin di gunakan sejak
tahun 1986. Prinsip Pemeriksaan widal adalah untuk memeriksa reaksi antara
antibodi aglutinin dalam serum penderita yang telahmengalami pengenceran
berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagella (H) yang
ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi
menunjukan titer antibody dalam serum. Penelitian pada anak oleh Choo dkk
(1990) mendapatkan sensitifitas uji widal sebesar 64-74 % dan spesifitas
sebesar 76-83 %. Interpretasi uji widal harus memperhatikan beberapa factor
penderita seperti status imunitas, stadium penyakitdan status gizi yang dapat
mempengaruhi pembentukan antibody. Kelemahan uji widal yaitu rendahnya
sensitifitas dan spesifisitas. Selain uji widal terdapat pemeriksaan untuk

17
menegakkan diagnosis Demam Typhoid yang baru- baru ini di anggap lebih
akurat yaitu pemeriksaan Tubex TF merupakan tes aglutinasi kompetitif semi
kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan
menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas,
spesifisitas di tingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang yang benar-
benar spesifik yang hanya di temukan pada salmonella typi. Tes ini sangat
akurat karena hanya mendeteksi IgM dan tidak mendeteksi antibody IgG
dalam waktu beberapa menit. Penelitian oleh Lim dkk (2002) mendapatkan
hasil sensitivitas 100 %. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan ideal.
Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urine, cairan tubuh, lainnya
serta jaringan biopsi.
b. Bagaimana etiologi, epidemiologi, patogenesis, tatalaksana dan pencegahan
demam typhoid?
Jawab: Etiologi
Penyebab demam tifoid adalah Salmonella typhi, basil Gram negatif,
bergerak dengan rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang –
kurangnya tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik, terdiri dari zat
kompleks lipopolisakarida ), antigen H ( flagela ) dan antigen K ( selaput ).
Dalam serum penderita terdapat zat anti ( aglutinin ) terhadap ketiga macam
antigen tersebut.
Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram
negatif, mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora,
fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari
oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein, dan envelope
antigen (K) yang terdiri dari polisakarida. Mempunyai makromolekular
lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan
dinamakan endotoksin. S. typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R
yang berkaitan dengan resistensi terhadap multipel antibiotik.
Identifikasi Salmonella dari tempat yang normalnya steril, seperti darah,
cairan serebrospinal, dan cairan sendi tidak memerlukan media khusus. Tinja
mengandung banyak mikroorganisme lain sehingga memerlukan media
selektif seperti agar sulfat bismut atau agar deoksilat, yang mengandung
penghambat flora tinja normal. Spesimen tinja yang diletakkan dalam kaldu

18
yang diperkaya sebelum dilapiskan pada media agar akan meningkatkan
jumlah organisme.

Epidemiologi
Penyebab demam tifoid secara klinis hampir selalu Salmonella yang
beradaptasi pada manusia, sebagian besar kasus dapat ditelusuri pada karier
manusia. Penyebab yang terdekat mungkin air ( jalur paling sering ) atau
makanan yang terkontaminasi oleh karier manusia. Karier menahun
umumnya berusia lebih dari 50 tahun, lebih sering pada perempuan, dan
sering menderita batu empedu. S. typhi berdiam dalam empedu bahkan di
bagian dalam empedu, dan secara intermiten mencapai lumen usus dan
dieksresikan ke feses, sehingga mengkontaminasi air atau makanan.
Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di berbagai
negara sedang berkembang. Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di
dunia ini sangat sukar ditentukan, sebab penyakit ini dikenal mempunyai
gejala dengan spektrum klinisnya sangat luas. Diperkirakan angka kejadian
dari 150/100.000/tahun di Amerika Serikat dan 900/100.000/tahun di Asia.
Umur penderita yang terkena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan
antara 3-19 tahun mencapai 91 % kasus. Angka yang kurang lebih sama juga
dilaporkan dari Amerika Serikat.
Saat ini demam tifoid masih berstatus endemik di banyak wilayah di Asia,
Afrika, dan Amerika Selatan, di mana sanitasi air dan pengolahan limbah
kotoran tidak memadai. Sementara, kasus tifoid yang ditemukan di negara
maju saat ini biasanya akibat terinfeksi saat melakukan perjalanan ke negara-
negara dengan endemik tifoid. Pada area-area endemik, kejadian demam
tifoid paling tinggi terjadi pada anak-anak usia 5 sampai 19 tahun, pada
beberapa kondisi tifoid secara signifikan menyebabkan kesakitan pada usia
antara 1 hingga 5 tahun. Pada anak usia lebih muda dari setahun, penyakit ini
biasanya lebih parah dan berhubungan dengan komplikasi yang umumnya
terjadi. Di seluruh dunia diperkirakan antara 16–16,6 juta kasus baru demam
tifoid ditemukan dan 600.000 diantaranya meninggal dunia. Di Asia
diperkirakan sebanyak 13 juta kasus setiap tahunnya. Suatu laporan di
Indonesia diperoleh sekitar 310 – 800 per 100.000 sehingga setiap tahun
didapatkan antara 620.000 – 1.600.000 kasus. Demam tifoid di Indonesia

19
masih merupakan penyakit endemik, mulai dari usia balita, anak-anak dan
dewasa. Demam ini terutama muncul di musim kemarau dan konon anak
perempuan lebih sering terserang. Peningkatan kasus saat ini terjadi pada
usia dibawah 5 tahun.

Patogenesis
Setelah tertelan, bakteri harus menembus beberapa mekanisme pertahanan
tubuh pejamu sebelum menimbulkan infeksi. Biasanya Salmonella mati pada
lingkungan yang bersifat asam, oleh karena itu terjadi pengurangan inokulum
yang banyak setelah bersentuhan dengan isi lambung. Pengurangan
selanjutnya terjadi di usus halus melalui efek antibakteri langsung dari
pertarungan organisme dengan flora usus normal. Gangguan mekanisme
pertahanan pejamu ini meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.
Ketika masuk ke dalam usus halus, bakteri melekat pada permukaan epitel,
yang menimbulkan kerusakan sel pada brush border. Invasi mukosa
sesungguhnya oleh salah satu dari dua mekanisme yang berbeda
menimbulkan infeksi klinis. Proses pertama ialah masuknya segera bakteri
secara langsung ke epitel, kedua terjadi proliferasi intraluminal organisme
menjadi inokulum yang cukup menaklukkan pertahanan pejamu setempat.
Kemudian salmonella memasuki sitoplasma epitel melalui invaginasi
membran sel dan tinggal di dalam vakuola ini sampai dihantarkan ke lamina
propria, tempat terjadinya reaksi peradangan yang hebat. Bercak Peyer di
ileum distal adalah tempat primer penetrasi bakteri. Sistem retikuloendotelial
slanjutnya akan dikolonisasi melalui aliran limfe. Limfe yang mengalir
melalui duktus torasikus menghantarkan bakteri masuk ke aliran darah, dari
sini terjadi diseminasi ke organ yang jauh. Sel retikuloendotelial di sumsum
tulang, hati dan limpa memakan bakteri yang menyebar secara hematogen
ini, yang kadang – kadang menimbulkan fokus infeksi. Organisme yang
menyebar melalui darah mencapai kandung empedu, memperbanyak diri,
dan masuk empede serta usus halus secara sekunder.
Salmonella dapat hidup di dalam sel untuk waktu lama. S. typhi dietemukan
di dalam fagosit mononuklear di jaringan limfe pejamu, ketidakmampuan
monosit menghancurkan S. typhi secara efektif setelah melakukan fagositosis
mungkin berperan pada penyebaran luas organisme penyebab selama demam

20
tifoid. S. typhi virulen juga dapat menghalangi metabolisme oksidatif
leukosit polimorfonuklear, yang mencegah penghancuran bakteri yang
difagosit pada stadium dini infeksi. Selanjutnya, kemampuan menolak
imunitas selular pejamu bisa berperan pada patofisiologi yang menyebabkan
demam tifoid.
Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti
organisme, yaitu :
1. Penempelan dan invasi sel – sel M Peyer’s patch
2. Bakteri bertahan hidup dan bermultifikasi di makrofag Peyer’s patch,
nodus limfatikus mesenterikus, dan organ – organ ekstra intestinal sistem
retikuloendotelial
3. Bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah
4. Produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta
usus dan menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen
intestinal.
Tatalaksana
Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati di rumah dengan tirah
baring, isolasi yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta
pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat di rumah
sakit agar pemenuhan cairan, elektrolit serta nutrisi di samping observasi
kemungkinan timbul penyulit dapat dilakukan dengan seksama. Pengobatan
antibiotik merupakan pengobatan utama karena pada dasarnya patogenesis
infeksi S. typhi berhubungan dengan keadaan bakterimia.
World Health Organization (WHO) merekomendasikan anak dengan demam
tifoid diterapi dengan fluoroquinolone ( Ciprofloxacin, Gatifloxacin,
Ofloxacin, and Perfloxacin) sebagai pengobatan linea pertama selama 7-10
har. Dosis ciprofloxacin oral adalah 2 X 15 mg/kgBB/hari. selama 7–10 hari.
Jika respon terhadap pengobatan menunjukkan hasil yang jelek, maka
diberikan antibiotik line kedua, seperti cephalosporin generasi ke-3 atau
azithromycin. Dosis cetriaxone (IV) adalah 80 mg/kgB/hari selama 5– 7
hari, atau Azithromycin: 20 mg/kgBB/hari selama 5–7 hari.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) masih menggunakan kloramfenikol
sebagai pilihan pertama pada demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 100
mg / kgBB/ hari dibagi dalam 4 kali pemberian selama 10 – 14 hari atau

21
sampai 5 – 7 hari setelah demam turun, sedang pada kasus dengan malnutrisi
atau penyakit, pengobatan dapat diperpanjang sampai 21 hari, 4 – 6 minggu
untuk osteomielitis akut, dan 4 minggu untuk meningitis.
Ampisilin memberikan respon perbaikan klinis yang kurang apabila
dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah 200
mg/kgBB/ hari diabagi dalam 4 kali pemberian secara intravena. Amoksisilin
dengan dosis 100 mg/kg BB/ hari dibagi dalam 4 kali pemberian peroral
memberikan hasil yang setara dengan kloramfenikol walaupun penurunan
demam lebih lama. Kombinasi trimethoprim sulfametokzasol (TMP-SMZ)
memberikan hasil yang kurang baik dibanding kloramfenikol. Dosis yang
dianjurkan adalah TMP 10 mg/kgBB/hari atau SMZ 50 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 2 dosis. Di beberapa negara sudah dilaporkan kasus demam tifoid
yang resisten terhadap kloramfenikol. Strain yang resisten umumnya rentan
terhadap sefalosporin generasi ketiga. Pemberian sefalosporin generasi ketiga
seperti ceftriaxone 100 mg / kg BB/ hari dibagi dalam 1 atau 2 dosis
(maksimal 4 g/ hari) selama 5 – 7 hari atau cefotaxime 150 – 200
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis efektif pada isolat yang rentan. Akhir –
akhir ini cefixime oral 10 – 15 mg / kg BB/ hari selama 10 hari dapat
diberikan sebagai alternatif, terutama apabila jumlah leukosit < 2000/µl atau
dijumpai resistensi terhadap S. typhi.

Pencegahan
Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan terkontaminasiS. typhi,
maka setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman
yang dikonsumsi. S. typhi di dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57
ºC untuk beberapa menit atau dengan proses ionidasi/klorinasi.
Secara lebih detail, strategi pencegahan demam tifoid mencakup hal–hal
berikut :
a. Penyediaan sumber air minum yang baik
b. Penyediaan jamban yang sehat
c. Sosialisasi budaya cuci tangan
d. Sosialisasi budaya merebus air sampai mendidih sebelum diminum
e. Pemberantasan lalat
f. Pengawasan kepada para penjual makanan dan minuman

22
g. Sosialisasi pemberian ASI pada ibu menyusui
h. Imunisasi
Walaupun imunisasi tidak dianjurkan di AS (kecuali pada kelompok yang
beresiko tinggi), imunisasi pencegahan tifoid termasuk dalam program
pengembangan imunisasi yang dianjurkan di Indonesia. Akan tetapi, program
ini masih belum diberikan secara gratis karena keterbatasan sumber daya
pemerintah Indonesia. Oleh sebab itu orang tua harus membayar biaya
imunisasi untuk anaknya.
Jenis vaksinasi yang tersedia adalah :
a. Vaksin parenteral utuh
Berasal dari sel S. typhi utuh yang sudah mati. Setiap cc vaksin mengandung
sekitar 1 miliar kuman. Dosis untuk anak usia 1-4 tahun adalah 0,1 cc, anak
usia 6-12 tahun 0,25 cc, dan dewasa 0,5 cc. Dosis diberikan 2 kali dengan
interval 4 minggu. Karena efek samping dan tingkat perlindungannya yang
pendek, vaksin jenis ini sudah tidak beredar lagi.
b. Vaksin oral Ty21a
Ini adalah vaksin oral yang mengandung S. typhistrain Ty21a hidup. Vaksin
diberikan pada usia minimal 6 tahun dengan dosis 1 kapsul setiap 2 hari
selama 1 minggu. Menurut laporan, vaksin oral Ty21a bisa memberikan
perlindungan selama 5 tahun.
c. Vaksin parenteral polisakarida
Vaksin ini berasal dari polisakarida Vi dari kuman Salmonella. Vaksin
diberikan secara parenteral dengan dosis tunggal 0,5 cc intramuskular pada
usia mulai 2 tahun dengan dosis ulangan setiap 3 tahun. Jenis vaksin ini
menjadi pilihan utama karena relatif paling aman.

c. Bagaimana faktor virulensi, morfologi, struktur antigen bakteri penyebab


demam typhoid?
Jawab:
1. Faktor Virulensi
1) Daya invasi
Salmonella typhi di usus halus dapat melakukan penetrasi ke dalam mukosa
intestinal, melewati epitel hingga lamina propria (Todar, 2009). Kemampuan
Salmonella typhii untuk hidup transeluler ini disebabkan oleh adanya antigen

23
permukaan Vi. Daya invasi ini mempermudah Salmonella typhii memasuki,
tumbuh, dan berkembang biak pada sel inang (Syarurachman, et al, 1994).
2) Endotoksin (toksin pada bakteri patogen yang dilepaskan ketika bakteri
lisis, bukan disekresi secara langsung)
Setelah mencapai linfonodi mensentrika, Salmonella tyohii melepaskan
endotoksin ke peredaran darah yang menyebabkan septikemi (Todar, 2009).
Demam dapat diakibatkan oleh endotoksin yang merangsang pelepasan zat
pirogen dari sel-sel makrofag dan sel leukosit PMN. Endotoksin dapat pula
mengaktivasi kemampuan kemotaksis dari komplemen yang menyebabkan
lokalisasi sel leukosit pada lesi usus halus (Syarurachman, et al, 1994).
3) Enterotoksin (protein yang dilepaskan oleh patogen, bersifat toksik dan
langsung memperngaruhi mukosa intestinal).
Salmonella typhii menghasilkan enteroktoksin yang termolabil, mirip dengan
toksin kolera secara struktural dan antigenik (Syarurachman, et al, 1994).
Enterotoksin meningkatkan sekresi air pada lengkung ileus dan bertanggung
jawab pada gejala diare pada demam tifoid. Toksin diduga berasal dari dalam
dinding sel atau luar membran sel (Todar, 2009).
2. Morfologi
Salmonella sp. adalah bakteri bentuk batang, pada pengecatan gram berwarna
merah muda (gram negatif). Salmonella sp. berukuran 2 µ sampai 4 µ × 0;6
µ, mempunyai flagel (kecuali S. gallinarum dan S. pullorum), dan tidak
berspora (Julius, 1990). Habitat Salmonella sp. adalah di saluran pencernaan
(usus halus) manusia dan hewan. Suhu optimum pertumbuhan Salmonella sp.
ialah 37oC dan pada pH 6-8 (Julius, 1990). Masa inkubasi kuman 10-14 hari.
3. Struktur Antigen
Salmonella sp. mempunyai tiga macam antigen utama untuk diagnostik atau
mengidentifikasi yaitu : somatik antigen (O), antigen flagel (H) dan antigen Vi (kasul)
(Todar, 2008). Antigen O (Cell Wall Antigens ) merupakan kompleks fosfolipid
protein polisakarida yang tahan panas 6 (termostabil), dan alkohol asam (Julius,
1990). Antibodi yang dibentuk adalah IgM (Karsinah et al, 1994). Namun antigen O
kurang imunogenik dan aglutinasi berlangsung lambat (Julius, 1990). Maka kurang
bagus untuk pemeriksaan serologi karena terdapat 67 faktor antigen, tiap-tiap spesies
memiliki beberapa faktor (Todar, 2008). Oleh karena itu titer antibodi O sesudah
infeksi lebih rendah dari pada antibodi H (Julius, 1990).

24
Antigen H pada Salmonella sp. dibagi dalam 2 fase yaitu fase I : spesifik dan fase II :
non spesifik. Antigen H adalah protein yang tidak tahan panas (termolabil), dapat
dirusak dengan pemanasan di atas 60ºC dan alkohol asam (Karsinah et al, 1994).
Antigen H sangat imunogenik dan antibodi yang dibentuk adalah IgG (Julius, 1990).
Sedangkan Antigen Vi adalah polimer dari polisakarida yang bersifat asam. Terdapat
dibagian paling luar dari badan kuman bersifai termolabil. Dapat dirusak dengan
pemanasan 60oC selama 1 jam. Kuman yang mempunyai antigen Vi bersifat virulens
pada hewan dan mausia. Antigen Vi juga menentukan kepekaan terhadap bakteriofaga
dan dalam laboratorium sangat berguna untuk diagnosis cepat kuman S. typhi
(Karsinah et al, 1994). Adanya antigen Vi menunjukkan individu yang bersangkutan
merupakan pembawa kuman (carrier) (Julius, 1990).
d. Bagaimana klasifikasi salmonella yang berhubungan dengan typhoid (masa
inkubasi)
Jawab: 1.1 Klasifikasi Salmonella
Superkingdom :Bacteria
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gammaproteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Family :Enterobacteriaceae
Genus :Salmonella
Spesies :Salmonella enteric

Dalam skema kauffman dan white tatanama Salmonella sp. di kelompokkan


berdasarkan antigen atau DNA yaitu kelompok I enteric, II salamae, IIIa
arizonae, IIIb houtenae, IV diarizonae, V bongori, dan VI indica. Komposisi
dasar DNA Salmonella sp adalah 50-52 mol% G+C, mirip dengan
Escherichia, Shigella, dan Citrobacter (Todar, 2008). Namun klasifikasi atau
penggunaan tatanama yang sering dipakai pada Salmonella sp. berdasarkan
epidemiologi, jenis inang, dan jenis struktur antigen (misalnya S.typhi, S
.thipirium). Jenis atau spesies Salmonella sp. yang utama adalah S. typhi
(satu serotipe), S. choleraesuis, dan S. enteritidis (lebih dari 1500 serotipe).
Sedangkang spesies S. paratyphi A, S. paratyphi B, S. paratyphi C termasuk
dalam S. Enteritidis. (Jawetz, et al 2008)

25
4. Keterkaitan Masalah

demam --> setelah 9


doni, 18 th terinfeksi Salmonella typhii
hari demam
Salmonella typhii masa inkubasi
meninggi

mual tidak disertai


muntah --> setelah 9
hari mual disertai
dilakukan
muntah
pemeriksaan fisik,
lab dan penunjang
lainnya
nyeri perut,
konstipasi, nafas
bau, dan nafsu
makan menurun

doni menderita
demam typhoid

5. Learning Issue
1) Salmonella (klasifikasi, morfologi, faktor virulensi)

1.1 Klasifikasi Salmonella


Superkingdom :Bacteria
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gammaproteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Family :Enterobacteriaceae
Genus :Salmonella
Spesies :Salmonella enteric

26
Dalam skema kauffman dan white tatanama Salmonella sp. di kelompokkan
berdasarkan antigen atau DNA yaitu kelompok I enteric, II salamae, IIIa
arizonae, IIIb houtenae, IV diarizonae, V bongori, dan VI indica. Komposisi
dasar DNA Salmonella sp adalah 50-52 mol% G+C, mirip dengan Escherichia,
Shigella, dan Citrobacter (Todar, 2008). Namun klasifikasi atau penggunaan
tatanama yang sering dipakai pada Salmonella sp. berdasarkan epidemiologi, jenis
inang, dan jenis struktur antigen (misalnya S.typhi, S .thipirium). Jenis atau spesies
Salmonella sp. yang utama adalah S. typhi (satu serotipe), S. choleraesuis, dan S.
enteritidis (lebih dari 1500 serotipe). Sedangkang spesies S. paratyphi A, S.
paratyphi B, S. paratyphi C termasuk dalam S. Enteritidis. (Jawetz, et al 2008)

1.2 Morfologi Salmonella


Salmonella sp. adalah bakteri bentuk batang, pada pengecatan gram berwarna
merah muda (gram negatif). Salmonella sp. berukuran 2 µ sampai 4 µ × 0;6 µ,
mempunyai flagel (kecuali S. gallinarum dan S. pullorum), dan tidak berspora
(Julius, 1990). Habitat Salmonella sp. adalah di saluran pencernaan (usus halus)
manusia dan hewan. Suhu optimum pertumbuhan Salmonella sp. ialah 37oC dan
pada pH 6-8 (Julius, 1990). Masa inkubasi kuman 10-14 hari.

1.3 Struktur Antigen


Salmonella sp. mempunyai tiga macam antigen utama untuk diagnostik atau
mengidentifikasi yaitu : somatik antigen (O), antigen flagel (H) dan antigen Vi (kasul)
(Todar, 2008). Antigen O (Cell Wall Antigens ) merupakan kompleks fosfolipid
protein polisakarida yang tahan panas 6 (termostabil), dan alkohol asam (Julius,
1990). Antibodi yang dibentuk adalah IgM (Karsinah et al, 1994). Namun antigen O
kurang imunogenik dan aglutinasi berlangsung lambat (Julius, 1990). Maka kurang
bagus untuk pemeriksaan serologi karena terdapat 67 faktor antigen, tiap-tiap spesies
memiliki beberapa faktor (Todar, 2008). Oleh karena itu titer antibodi O sesudah
infeksi lebih rendah dari pada antibodi H (Julius, 1990).
Antigen H pada Salmonella sp. dibagi dalam 2 fase yaitu fase I : spesifik dan
fase II : non spesifik. Antigen H adalah protein yang tidak tahan panas (termolabil),

27
dapat dirusak dengan pemanasan di atas 60ºC dan alkohol asam (Karsinah et al,
1994). Antigen H sangat imunogenik dan antibodi yang dibentuk adalah IgG (Julius,
1990). Sedangkan Antigen Vi adalah polimer dari polisakarida yang bersifat asam.
Terdapat dibagian paling luar dari badan kuman bersifai termolabil. Dapat dirusak
dengan pemanasan 60oC selama 1 jam. Kuman yang mempunyai antigen Vi bersifat
virulens pada hewan dan mausia. Antigen Vi juga menentukan kepekaan terhadap
bakteriofaga dan dalam laboratorium sangat berguna untuk diagnosis cepat kuman S.
typhi (Karsinah et al, 1994). Adanya antigen Vi menunjukkan individu yang
bersangkutan merupakan pembawa kuman (carrier) (Julius, 1990).

1.4 Faktor Virulensi


1) Daya invasi
Salmonella typhi di usus halus dapat melakukan penetrasi ke dalam
mukosa intestinal, melewati epitel hingga lamina propria (Todar, 2009).
Kemampuan Salmonella typhii untuk hidup transeluler ini disebabkan oleh
adanya antigen permukaan Vi. Daya invasi ini mempermudah Salmonella
typhii memasuki, tumbuh, dan berkembang biak pada sel inang
(Syarurachman, et al, 1994).
2) Endotoksin (toksin pada bakteri patogen yang dilepaskan ketika bakteri
lisis, bukan disekresi secara langsung)
Setelah mencapai linfonodi mensentrika, Salmonella tyohii melepaskan
endotoksin ke peredaran darah yang menyebabkan septikemi (Todar,
2009). Demam dapat diakibatkan oleh endotoksin yang merangsang
pelepasan zat pirogen dari sel-sel makrofag dan sel leukosit PMN.
Endotoksin dapat pula mengaktivasi kemampuan kemotaksis dari
komplemen yang menyebabkan lokalisasi sel leukosit pada lesi usus halus
(Syarurachman, et al, 1994).
3) Enterotoksin (protein yang dilepaskan oleh patogen, bersifat toksik dan
langsung memperngaruhi mukosa intestinal).
Salmonella typhii menghasilkan enteroktoksin yang termolabil, mirip
dengan toksin kolera secara struktural dan antigenik (Syarurachman, et al,
1994). Enterotoksin meningkatkan sekresi air pada lengkung ileus dan
bertanggung jawab pada gejala diare pada demam tifoid. Toksin diduga
berasal dari dalam dinding sel atau luar membran sel (Todar, 2009).

28
2) Demam typhoid (patogenesis dll)
Etiologi :
Penyebab dari penyakit demam tifoid ini adalah Bakteri Salmonella Typhi (S
Typhi) dan Salmonella Parathyphi. Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella
tertentu yaitu s. Typhi, s. Paratyphi A, dan S. Paratyphi B dan kadang-kadang jenis
salmonella yang lain. Demam yang disebabkan oleh s. Typhi cendrung untuk menjadi
lebih berat daripada bentuk infeksi salmonella yng lain.
S. typhi ialah bakteri gram negatif, berflagela, bersifat anaerobik fakultatif,
tidak berspora, berkemampuan untuk invasi, hidup dan berkembang biak di dalam sel
kariotik. Di samping itu mempunyai beberapa antigen: antigen O, antigen H, dan
antigen Vi.

Patofisiologi :

1. Proses perjalanan penyakit



S. typhi masuk ketubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar.
Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus
halus(mansjoer, 2000) Setelah mencapai usus, Salmonella typhosa menembus ileum
ditangkapoleh sel mononuklear, disusul bakteriemi I. Setelah berkembang biak di
RES, terjadilah bakteriemi II, Interaksi Salmonella dengan makrofag memunculkan
mediator- mediator. Lokal (patch of payer) terjadi hiperplasi, nekrosis dan ulkus.
Sistemik timbul gejala panas, instabilitas vaskuler, inisiasi sistem beku darah, depresi
sumsum tulang dll. Imunulogi.Humoral lokal, di usus diproduksi IgA sekretorik yang
berfungsi mencegah melekatnya salmonella pada mukosa usus.Humoral sistemik,
diproduksi IgM dan IgG untuk memudahkan fagositosis Salmonella oleh makrofag.
Seluler berfungsi untuk membunuh Salmonalla intraseluler (Darmowandowo, 2006)
Bakteri Salmonella typhy (S typhi) dan Salmonella paratyphi (Sparatyphi)
masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi oleh bakteri tersebut. Sebagian bakteri dimusnahkan di lambung oleh
asam lambung. Sebagian lolos masuk ke dalam usus halus dan selanjunya
berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus halus kurang baik
maka bakteri akan menembus sel-sel epitel dan selanjutnya kelamina propia.
Dilamina propia bakteri berkembang biak dan difgosit oleh sel-sel fagosit
terutama oleh makrofak, kemudian bakteri yang hidup dan berkembang biak di dalam
makrofak di bawa ke Plague peyeri ileum distal selanjutnya ke kelenjar getah bening.
Kemudin melalui duktus torasikus bakteri yang di dalam makrofag ini masuk ke
dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan
menyebar keseluruh organ retukuloendotelial tubuh terutama organ hati dan limpa. Di
organ-organ ini bakteri meninggalkan sel-fagosit dan kemudian berkembang biak di
luar sel dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi sehingga mengakibatkan

29
bakterimia yang kedua kalinya dengan di sertai tanda dan gejala penyakit infeksi
sistemik, Didalam hati kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak
bersama cairan empedu diekresikan secara “intermittent “ kedalam lumen usus.
Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi
setelah menebus usus, proses yang sam terulang kembali, berhubung makrofag telah
teraktivitas dan hiperaktif maka saat fagositosis.kuman salmonella terjadi pelepasan
beberapa mediator imflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi
imflamasi sistemik seperti : demam, malaise, myalgia, sakit kepala, sakit perut,
instabilitas vaskuler, gangguan mental dan koagulasi (Djoko Widodo 2006).
Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).

2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagelkuman).

3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman).

2. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis demam tifoid pada anak seringkali tidak khas dan sangat
bervariasi yang sesuai dengan patogenesis demam tifoid.Spektrum klinis demam
tifoid tidak khas dan sangat lebar, dari asimtomatik atau yang ringan berupa panas
disertai diare yang mudah disembuhkan sampai dengan bentuk klinis yang berat baik
berupa gejala sistemik panas tinggi, gejala septik yang lain, ensefalopati atau timbul
komplikasi gastrointestinal berupa perforasi usus atau perdarahan.Hal ini mempersulit
penegakan diagnosis berdasarkan gambaran klinisnya saja.
Demam merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul pada
semua penderita demam tifoid.Demam dapat muncul secara tiba-tiba, dalam 1-2 hari
menjadi parah dengan gejala yang menyerupai septisemia oleh karena Streptococcus
atau Pneumococcus daripada S. typhi.Menggigil tidak biasa didapatkan pada demam
tifoid tetapi pada penderita yang hidup di daerah endemis malaria, menggigil lebih
mungkin disebabkan oleh malaria.Namun demikian demam tifoid dan malaria dapat
timbul bersamaan pada satu penderita.Sakit kepala hebat yang menyertai demam
tinggi dapat menyerupai gejala meningitis, di sisi lain S. typhi juga dapat menembus
sawar darah otak dan menyebabkan meningitis.Manifestasi gejala mental kadang
mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi, stupor, psikotik atau koma.Nyeri perut
kadang tak dapat dibedakan dengan apendisitis.Pada tahap lanjut dapat muncul
gambaran peritonitis akibat perforasi usus.
Masa tunas demam Tifoid berlangsung antara 10 -14 hari gejala –gejala klinis yang
timbul sangat bervriasi dari ringan samapai dengan berat
• Pada minggu I ditemukan gejala klinis dan keluhan demam tifoid seperti :
Demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau
diare, perasaan tidak enak diperut, batuk, dan epistaksis
Pada pemeriksaan fisik
biasanya hnya ditemukan peningkatan suhu tubuh, sifat demam adalah meningkat
perlahan – lahan, dan terutama pada sore hari hingga malam hari.

30
• Pada minggu ke II di temukan gejla –gejala yang lebih jelas seperti :
Demam,bradikardi, lidah berselaput (kotor dibagian tengah tepi dan ujung merah),
hepatomegaly, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa : Salmonella,
stuporkoma, delirium atau psikosis (Djoko Widodo 2006)

3. Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid yaitu :
c. Komplikasi intestinal : Perdarahan usus, perforasi usus, Ileus paralitik,
pankreastitis
d. Komplikasi Ekstra-intestinal : komplikasi kardivaskuler (gagal sirkulasi
perifer, miokarditis, tromboflebitis), komplikasi darah (anemia hemolitik,
trombositopenia, thrombosis), kompliksi paru (pneumonia, empyema, pleuritis),
komplikasi hepatobilier (hepatiis, kolesistitis), komplikasi tulang (ostemielitis,
peritonitis, spondylitis, arthritis). Komplikasi neuropsikiatrik / tifoid toksik ( Djoko
Widodo 2006 ).

Penatalaksanaan :
• Bet rest total (tirah baring absolut) sampai minimal 7 hari bebas panas atau selama
14 hari, lalu mobilisasi secara bertahap -> duduk -> berdiri -> jalan pada 7 hari bebas
panas
• Diet tetap makan nasi, tinggi kalori dan protein (rendah serat) -> lihat Buku Ajar
Penyakit Dalam jilid 1, edisi 3 cetakan ke 7, halaman 439, PAPDI, tahun 2004
• Medikamentosa:
1. Antipiretik (Parasetamol setiap 4-6 jam)
2. Roborantia (Becom-C, dll)
3. Antibiotika:
o Kloramfenikol, Thiamfenikol : 4×500 mg, jika sampai 7 hari panas tidak turun (obat
diganti)
o Amoksilin/ampisilin : 1 gr/6 jam selama fase demam. Bila demam turun -> 750
mg/6 jam sampai 7 hari bebas panas
o Kotrimoksasol : 2 X 960 mg Selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas panas. Jika
terjadi leukopeni (obat diganti)
o Golongan sefalospurin generasi III (mahal)
o Golongan quinolon (bila ada MDR)
Catatan:
Kortikosterroid: khusus untuk penderita yang sangat toksik (panas tinggi tidak turun-
turun, kesadaran menurun dan gelisah/sepsis):
• Hari ke 1: Kortison 3 X 100 mg im atau Prednison 3 X 10 mg oral
• Hari ke 2: Kortison 2 X 100 mg im atau Prednison 2 X 10 mg oral
• Hari ke 3: Kortison 3 X 50 mg im atau Prednison 3 X 5 mg oral
• Hari ke 4: Kortison 2 X 50 mg im atau Prednison 2 X 5 mg oral
• Hari ke 5: Kortison 1 X 50 mg im atau Prednison 1 X 5 mg oral
Pada Anak :

31
• Klorampenikol : 50-100 mg/kg BB/dibagi dalam 4 dosis sampai 3 hari bebas panas /
minimal 14 hari. Pada bayi < 2 minggu : 25 mg/kg BB/hari dalam 4 dosis. Bila dalam
4 hari panas tidak turun obat dapat diganti dengan antibiotika lain (lihat di bawah)
• Kotrimoksasol : 8-20 mg/kg BB/hari dalam 2 dosis sampai 5 hari bebas panas /
minimal 10 hari
• Bila terjadi ikterus dan hepatomegali : selain Kloramfenikol diterapi dengan
Ampisilin 100 mg/ kg BB/hari selama 14 hari dibagi dalam 4 dosis
• Bila dengan upaya-upaya tersebut panas tidak turun juga, rujuk ke RSUD
medicastore.com › Kategori Penyakit › Infeksi & Penyakit Menular

Pencegahan :
Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara: umum dan
khusus/imunisasi. Termasuk cara umum antara lain adalah peningkatan higiene dan
sanitasi karena perbaikan higiene dan sanitasi saja dapat menurunkan insidensi
demam tifoid. (Penyediaan air bersih, pembuangan dan pengelolaan sampah).
Menjaga kebersihan pribadi dan menjaga apa yang masuk mulut (diminum atau
dimakan) tidak tercemar Salmonella typhi. Pemutusan rantai transmisi juga penting
yaitu pengawasan terhadap penjual (keliling) minuman/makanan. (Darmowandowo,
2006)
Hindari makan sayuran mentah dan makanan lainnya yang disajikan atau
disimpan di dalam suhu ruangan dan pilih makanan yang masih panas atau makanan
yang dibekukan, minuman kaleng dan buah berkulit yang bisa dikupas.
Vaksinasi tifoid sangat dianjurkan untuk mencegah penyakit. Ada dua vaksin
untuk mencegah demam tifoid. Yang pertama adalah vaksin yang diinaktivasi (kuman
yang mati) yang diberikan secara injeksi. Yang kedua adalah vaksin yang dilemahkan
(attenuated) yang diberikan secara oral. Pemberian vaksin tifoid secara rutin tidak
direkomendasikan, vaksin tifoid hanta direkomendasikan untuk pelancong yang
berkunjung ke tempat-tempat yang demam tifoid sering terjadi, orang yang kontak
dengan penderita karier tifoid dan pekerja laboratorium.
3) Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan Fisik Umum
KESADARAN
1) Kompos mentis, yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun
terhadap lingkungannya. Pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan
baik.
2) Apatis, yaitu keadaan dimana pasien tampak segan dan acuh tak acuh terhadap
lingkungannya
3) Delirium, yaitu penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus
tidur bangun yang terganggu. Pasien tampak gelisah, kacau, disorientasi dan
meronta-ronta.

32
4) Somnolen (letargia, obtundasi, hipersomnia), yaitu keadaan mengantuk yang
masih dapat pulih penuh bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti, pasien
akan tertidur kembali.
5) Sopor (stupor), yaitu keadaan mengantuk yang dalam. Pasien masih dapat
dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya rasa nyeri, tetapi pasien
tidak terbangun sempurna dan tidak dapat memberikan jawaban verbal yang
baik.
6) Semi-koma (koma ringan), yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan
respons terhadap rangsang verbal, dan tidak dapt dibangunkan sama sekali,
tetapi refleks (kornea, pupil) masih baik. Respons terhadap rangsang nyeri
tidak adekuat.
7) Koma, yaitu penurunan keadaranyang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan
dan tidak ada respons terhadap nyeri.

Penyebab Penurunan Kesadaran


Penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan defisit fungsi otak. Tingkat
kesadaran dapat menurun ketika otak mengalami kekurangan oksigen (hipoksia);
kekurangan aliran darah (seperti pada keadaan syok); penyakit metabolic seperti
diabetes mellitus (koma ketoasidosis) ; pada keadaan hipo atau hipernatremia;
dehidrasi; asidosis, alkalosis; pengaruh obat-obatan, alkohol, keracunan:
hipertermia, hipotermia; peningkatan tekanan intrakranial (karenaperdarahan,
stroke, tomor otak); infeksi (encephalitis); epilepsi.

Mengukur Tingkat Kesadaran


Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan menggunakan GCS
(Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk menentukan derajat cidera kepala.
Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik diukur dan hasil pengukuran
dijumlahkan jika kurang dari 13, maka dikatakan seseorang mengalami cedera
kepala, yang menunjukan adanya penurunan kesadaran.

33
Jika ditotal skor GCS dapat diklasifikasikan :
a. Skor 14-15 : compos mentis
b. Skor 12-13 : apatis
c. Skor 11-12 : somnolent
d. Skor 8-10 : stupor
e. Skor < 5 : koma
Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :
GCS : 14 ± 15 =CKR (cedera kepala ringan)
GCS : 9 ± 13 = CKS (cedera kepala sedang)
GCS : 3 ± 8 =CKB (cedera kepala berat)

TEKANAN DARAH
Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh pompa jantung untuk
menggerakkan darah keseluruh tubuh. Darah membawa nutrisi dan oksigen ke seluruh
bagian tubuh. Ada dua jenis pengukuran tekanan darah (blood pressure), yaitu sistolik
dan diastolik. Yang dimaksud dengan tekanan darah disini adalah tenaga yang
dikeluarkan oleh darah untuk dapat mengalir melalui pembuluh darah. Ukuran
tekanan darah dinyatakan dalam bentuk mm Hg. Hg merupakan singkatan dari

34
hydragyrum, yaitu merupakan air raksa yang ada didalam tabung tensi meter. Jadi jika
tekanan darah seseorang adalah sebesar 140 mm Hg, maka maksudnya adalah tenaga
yang dikeluarkan oleh darah untuk mendorong air raksa didalam tabung tensimeter
setinggi 140 mm.
Alat yang diganakan untuk mengukur tekanan darah disebut tensimeter
(sphygmomanometer).

Cara pengukuran tekanan darah


1. Pemeriksa memasang kantong karet terbungkus kain (cuff) pada lengan atas (3
jari diatas fossa cubiti).
2. Stetoskop ditempatkan pada lipatan siku bagian dalam.
3. Kantong karet kemudian dikembangkan dengan cara memompakan udara ke
dalamnya. Kantong karet yang membesar akan menekan pembuluh darah lengan
(brachial artery) sehingga aliran darah terhenti sementara.
4. Udara kemudian dikeluarkan secara perlahan dengan memutar sumbat udara.
5. Saat tekanan udara dalam kantong karet diturunkan, ada dua hal yang harus
diperhatikan pemeriksa. Pertama, jarum penunjuk tekanan, kedua bunyi denyut
pembuluh darah lengan yang dihantarkan lewat stetoskop. Saat terdengat denyut
untuk pertama kalinya, nilai yang ditunjukkan jarum penunjuk tekanan adalah
nilai tekanan sistolik.
6. Seiring dengan terus turunnya tekanan udara, bunyi denyut yang terdengar lewat
stetoskop akan menghilang. Nilai yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk tekanan
saat bunyi denyut menghilang disebut tekanan diastolik.

NADI
Denyut merupakan pemeriksaan pada pembuluh nadi atau arteri. Ukuran
kecepatannya diukur pada beberapa titik denyut misalnya denyut arteri radialis pada
pergelangan tangan, arteri brachialis pada lengan atas, arteri karotis pada leher, arteri
poplitea pada belakang lutut, arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior pada

35
kaki. Pemeriksaan denyut dapat dilakukan dengan bantuan stetoskop. Nadi adalah
denyut nadi yang teraba pada dinding pembuluh darah arteri yang berdasarkan systol
dan gystole dari jantung.

Penilaian denyut nadi yang lain adalah takikardia sinus yang ditandai dengan variasi 10
– 15 denyutan dari menit ke menit dan takikardia supraventrikuler paroksimal ditandai
dengan nadi sulit dihitung karena terlalu cepat (lebih dari 200 kali per menit). Bradikardia
merupakan frekuensi denyut jantung lebih lambat dari normal. Pemeriksaaan nadi yang lain
adalah iramanya, normal atau tidak. Disritmia (aritmia) sinus adalah ketidakteraturan nadi,
denyut nadi lebih cepat saat inspirasi dan lambat saat ekspirasi.

Cara Mengukur Nadi

Tempel dan tekankan (jangan terlalu keras) tiga jari (telunjuk, tengah, manis) salah satu
tangan pada arteri radialis pada pergelangan tagan yang lain. Temukan denyut nadi anda.
Setelah itu, barulah Anda mulai menghitung. Hitunglah denyut nadi Selama 60 detik. Nilai
normal dari denyut nadi adalah 60-100 x/menit.
a. Tegangan Nadi
Tegangan nadi biasanya di pengaruhi oleh tekanan darah. Terdiri dari :
1. Pulsasi normal.
2. Pulsasi molis (tegangan nadi lunak).
3. Pulsasi durus (tegangan nadi keras).
b. Isi Nadi
Isi Nadi tergantung pada curah jantung (cardiac output) dan keadaan pembuluh darah.
c. Gelombang Nadi
1. Pulsasi celer (gelombang nadi tinggi)
2. pulsasi tardus (gelombang nadi rendah)
d. Frekuensi
1. Takikardia (>100 kali/menit)
2. Brakikardia (<60 kali/menit)
3. Takikardi relatif
4. Brakikardi relative
e. Irama
1. Pulsasi reguler (irama nadi teratur)
2. Pulsasi ireguler (irama nadi tidak teratur)

36
- PERNAFASAN
RR dihitung dengan melihat pergerakan dinding toraks atau abdomen
tergantung yang mana yang lebih dominan. Bisa juga dengan auskultasi. Satu kali RR
merupakan sekali inspirasi dan ekspirasi. RR dihitung satu menit penuh untuk
antisipasi terhadap fluktuasi pernapasan.
RR normal : 12-18 kali / menit.
 Frekuensi pernapasan

RR per menit Keterangan

< 12 Bradipnea

12-18 Normal

>18 Takipnea

37
 Sifat pernapasan
a. torakal , misalnya pada pasien sakit tumor dalam perut
b. abdominal, misalnya pada pasien PPOK lanjut
c. kombinasi ( jenis pernapasan yang terbanyak)
 irama pernapasan
a. pernapasan Cheyne Stokes : amplitudo mula-mula kecil, kemudian membesar
dan mengecil kembali, diselingi apnea
b. pernapasan biot : bentuk pernapasan yang tidak teratur mengenai cepat dan
dalamnya.

- TEMPERATUR
Suhu tubuh menunjukkan perbedaan antara jumlah energi yang dihasilkan
oleh tubuh dengan jumlah energi yang hilang. Dalam keadaan normal suhu tubuh
dipertahankan dalam batas normal, hal ini diatur oleh pusat pengaturan panas
(thermoregulatory) pada hipotalamus. Sistem ini mengatur keseimbangan antara
panas yang dihasilkan oleh sistem metabolisme pada tubuh seperti menggigil,
kontraksi otot, penyakit, olahraga, peningkatan aktifitas kelenjar tiroid dengan panas
yang hilang sepertu konduksi, konveksi dan evaporasi.
Suhu tubuh normal 36oC-37,5oC. Bila produksi panas berlebihan akan
menyebabkan demam/ peningkatan suhu tubuh (hyperthermia). Kebalikannya, bila
aktifitas berlebihan dapat menyebabkan suhu tubuh menurun disebut hypothermia.
Posisi Termometer
a. Oral
Pemeriksaan secara oral dengan memasukkan ujung termometer kaca di
bawah bagian depan lidah lalu mulut ditutup selama 3-5 menit, kemudian baca
hasilnya. Letakkan kembali termometer di bawah lidah beberapa menit, baca
hasilnya. Bila suhu masih bertambah, ulangi prosedur sampai temperatur tetap.
Sebelum pemakaian, thermometer dikocok agar kolom air raksa berada dibawah
35,5oC. Dilakukan pada pasien dewasa yang sadar. Sebelum pemeriksaan pasien
tidak bernapas memalui mulut, tidak minum air panas, air dingin dan tidak
merokok selama 15 menit. Faktor-faktor tersebut menyebabkan hasil pembacaan
tidak tepat.
Kemungkinan kesalahan yang terjadi :

38
 Penderita tidak menutup mulut dengan rapat
 Penderita baru minum es atau air panas (pemeriksaan diundur 10-15 menit)
 Penderita bernapas melalui mulut
 Terlalu cepat menilai
 Merokok (15 menit sebelumnya)

Cara oral, kontra indikasi dilakukan pada pasien dengan kerusakan mulut,
setelah operasi mulut, anak-anak, pasien tidak sadar, batuk-batuk, kejang dan
menggigil. Keadaan ini akan menyebabkan termometer pecah. Pada pemakaian
termometer elektronik, pembacaan suhu setelah 10 detik. Suhu oral rata-rata 37 0C
(98,6 0F), pada pagi hari suhu dapat mencapai 35,8 0C, siang dan sore hari 37,3 0

C.

b. Aksila
Cara pengambilan suhu melalui aksila dengan meletakkan ujung termometer
pada ketiak/aksila. Pasien memegang tangan yang lain melalui dada, sehingga
posisi thermometer tetap. Bila pasien tidak mampu, pemeriksa yang memegang
termometer tersebut. Temperatur melalui aksila dibaca setelah 5-10 menit. Cara
ini dilakukan pada pasien yang tidak bisa menutup mulut secara oral, misalnya
deformitas mulut, operasi mulut, pasien yang memakai oksigen. Pengukuran
dengan termometer digital dilakukan selama 30 detik.

c. Rektal
Penderita berbaring pada 1 sisi dengan paha difleksikan. Ujung termometer
diberi pelumas, masukkan ke anus sedalam 3-4 cm, baca setelah 3 menit. Pada
pemakaian termometer elektronik, pembacaan suhu setelah 10 menit. Suhu
rektal lebih tinggi 0,4-0,5 0C dibandingkan suhu oral.

d. Membran timpani
Pengukuran suhu pada membran timpani lebih praktis, cepat, aman. Pastikan
kanalis auditorius eksternal tidak ada cerumen. Posisi sinar infra merah ditujukan
ke membrane timpani (jika tidak, pengukuran kurang valid). Tunggu 2-3 detik
sampai suhu digital muncul. Cara tersebut merupakan pengukuran suhu inti
tubuh, lebih tinggi 0,8 0C dibandingkan suhu oral.

39
PEMERIKSAAN KEPALA DAN LEHER
Dalam upaya penegakkan diagnosis, seorang klinisi harus menguasai
bagaimana melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang sistematis dan benar.
Banyak hal yang dapat digali pada anamnesis sehingga dengan anamnesis yang baik
seorang klinisi dapat mengarahkan kemungkinan diagnostic pada seorang penderita,
sehingga dengan melakukannya secara cermat dan sistematis. Pemeriksaan fisik yang
peretama kali dilakukan adalah memeriksa keadaan umum dan tanda vital, kemudian
dilakukan pemeriksaan kepala dan leher.
a. Kepala
Pemeriksaan Kepala
Pemeriksaan kepala dan leher dimulai dengan inspeksi kepala. Penemuan-
penemuan dipastikan dengan palpasi. Perhatikanlah tujuh ciri berikut ini:
konfigurasi umum, simetri, penonjolan tulang, distribusi rambut, ciri-ciri kulit,
ekspresi muka, dan kontak mata. Secara singkat periksalah tekstur rambut dan
turgor kulit.

Penemuan Umum
Perkembangan otak, pembentukan tulang, dan factor-faktor lain menetukan
bentuk tengkorak. Hidrosefalus dan mikrosefalus merupakan contoh dramatis dari
respon tengkorak terhadapa pertumbuhan otak. Ekspresi wajah dan kontak mata
memberi petunjuk tentang keadaan emosional pasien. Jangan mengabaikan
penemuan-penemuan penting ini.
b. Mata
Tinjauan Umum
Mata mengandung lebih banyak informasi diagnostic daripada organ-organ lain
yang ada untuk diagnosis fisik. Vaskularisasinya saja memungkinkan diagnosis
anemia, diabetes, hipertensi, keadaan hiperviskositas, dan arteriosclerosis. Enam
dari 10 saraf cranial, lintasan simpatis dan parasimpatis, mensarafi struktur-
struktur mata. Kelainannnya mungkin terletak jauh tetapi berefek pada
penglihatan dan dapat dilihat.
Pemeriksaan Mata
Inspeksi dan penilaian fungsi mata merupakan dua unsur penting tiap pemeriksaan
mata.
Inspeksi Orbita dan Letak Mata

40
Perhatikanlah alis mata, yang tumbuh dengan sangat lambat. Hilangnya sepertiga
lateral alis mata kadang-kadang dijumpai pada miksedema, suatu keadaan yang
disebabkan oleh kekurangan hormone tiroid. Dan pada bola mata perhatikanlah
apakah pasien menderita eksoftalmus atau tidak.
Inspeksi Kelopak Mata
Biasanya inspeksi biasa sudah cukup. Kadang-kadang, anda perlu memeriksa
permukaan dalam kelopak mata atas. Aparatus lakrimalis terdiri dari glandula
lakrimalis pada dinding luar atas orbita anterior dan punkta atas dan bawah.
Inspeksi Iris, Sklera dan Kornea
Periksalah sclera untuk melihat peradangan dan perubahan warna. Kornea dapat
diperiksa secara langsung atau dengan banntuan oftalmoskop. Ia tidak
mengandung pembuluh darah sama sekali dan mempunyai banyak persarafan. Iris
normal harus bulat dan simetris. Reaksi pupil harus diperiksa dalam beberapa
cara. Pertama, sinarilah dengan cepat dan langsung ke dalam dalam salah satu
mata dan perhatikanlah kontraksi yang normal. Kedua, tindakan ini membuktikan
keutuhan busur dari reseptor ke efektor baik pada mata yang diperiksa maupun
pada mata kontralateral. Kontraksi terjadi pula kalau mata berakomodasi untuk
melihat dekat.
c. Telinga
Pemeriksaan Telinga
Perhatikan posisi telinga di kepala. Pangkal heliks harus berada pada garis
horizontal dengan sudut mata. Telinga yang terletak rendah sering menyertai
kelainan congenital di tempat lain.
Chvostek Sign
Pemeriksaan ini patognomonis pada tetani, yaitu dengan melakukan ketokan
ringan pada cabang nervus fasialis dalam kelenjar parotis, tepat atau sedikit di
bawah arkus zigomatikus (di depan liang telinga luar), yang akan menimbulkan
kontraksi atau spasme otot-otot fasialis (sudut mulut, ala nasi sampai seluruh
muka) pada sisi yang sama. Ini disebabkan kepekaan berlebihan dari nervus
fasialis.

d. Hidung
Pemeriksaan Hidung

41
Hidung sebaiknya diperiksa dengan speculum hidung dan sumber cahaya yang
kuat yang diarahkan dengan cermin kepala. Ntuk pemeriksaan di sisi tempat tidur,
speculum besar pendek pada otoskop sudah cukup memadai. Ingatlah bahwa
sumbu saluran hidung tegak lurus dengan muka, tidak sejajar dengan batang
hidung. Saat pemeriksaan jangan lupa untuk menginspeksi hidung dengan
memperhatikan permukaan hidung, ada atau tidak asimetri, deformitas atau
inflamasi.
e. Mulut dan Faring
Pemeriksaan Mulut dan Faring
Dalam pemeriksaan mulut dan faring inpeksilah bagian bibir, mukosa oral, gusi
dan gigi, langit-langit mulut, lidah dan faring. Dalam menginspeksi bibir
perhatikan warna, kelembaban, pembengkakan dan ulserasi atau pecah-pecah pada
bibir.Dalam menginspeksi mukosa oral mintalah pasien untuk membuka mulut.
Dengan percahayaan yang baik dan bantuan tongue spatel inspeksi mukosa oral.
Perhatikan warna mukosa, pigmentasi, ulserasi dan nodul. Bercak-bercak
pigmentasi normal pada kulit hitam. Dalam menginspeksi gusi dan gigi perhatikan
inflamasi, pembengkakan, perdarahan, retraksi atau perubahan warna gusi. Dalam
menginspeksi langit-langit mulut dan lidah perhatikanlah bentuk dan warnanya.
Terutama bagi lidah perhatikan juga papilla. Apakah ada bercak atau tidak. Dalam
memeriksa faring mintalah pasien untuk membuka mulut, dengan bantuan tongue
blade lidah kita tekan pada bagian tengah. Mintalah pasien mengucapkan “ah”.
Perhatikan warna atau eksudat.
f. Leher
Pemeriksaan Leher
Inspeksi pada leher untuk melihat adanya asimetris, denyutan abnormal, tumor
maupun keterbatasan dalam Range of Moion (ROM) maupun pembesaran
kelenjar limfe dan tiroid. Pemeriksaan palpasi pada tulang hyoid, tulang rawan
tiroid, kelenjar tiroid, pembuluh karotis dan kelenjar limfe. Bila terjadi
pembesaran tiroid, pemeriksaan palpasi dilakukan dengan meletakkan ujung jari
kedua tangan di kelenjar dengan posisi pemeriksa di belakang penderita,
kemudian penderitadiminta menelan sehingga ujung jari pemeriksa ikut gerakan
menelan. Kemudia dilakukan auskultasi di tiroid dan dapat didengar bising
sistolik yang mengarahkan adanya penyakit graves.

42
Pemeriksaan pada leher untuk melihat vena jugularis dapat memberikan gambaran
tentang aktifitas jantung. Perubahan aktifitas jantung dapat memberikan gambaran
pada vena dengan cara memyebabkan perubahan tekanan vena-vena tepi,
bendungan pada vena-vena tepi dan perubahan pada bentuk pulvus vena.
Palpasi Trakea
Perhatatikan setiap adanya deviasi pada trakea. Cara memeriksanya dengan
meletakkan jari telunjuk pada diantara trakea dan strenomastoid. Bandingkan
dengan kedua sisi sebelah kanan kirinya.

- PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN


I. INSPEKSI
Inspeksi abdomen dari posisi berdiri disebelah kanan pasien. Bila akan melihat
contour abdomen dan memperhatikan peristaltik, maka sebaiknya duduk atau jongkok
sehingga abdomen terlihat dari samping (tangensial)

Apa yang diinspeksi :


1. Kulit: Lihat apakah ada jaringan parut. Terangkan lokasinya , striae, dilatasi
vena
2. Umbilikus : Lihat contour dan lokasinya, tanda tanda peradangan dan hernia
umbilikalis.
3. Kontour dari abdomen. Apakah datar ( flat ), gembung ( protuberant),
“rounded” Scaphoid, ( concave atau hollowed). Juga dilihat daerah inguinal
dan femoral
4. Simetrisitas dari abdomen
5. Adanya organ yang membesar. Pada saat pasien bernafas perhatikan apakah
hepar membesar atau limpa membesar turun dibawah arcus costarum.
6. Apakah ada massa /tumor
7. Lihat Peristaltik usus. Peristaltik usus akan terlihat dalam keadaan normal
pada orang sangat kurus. Bila ada obstruksi usus perhatikan beberapa menit.
8. Pulsasi. Dalam keadaan normal pulsasi aorta sering terlihat di regio epigastrica
.
II. PALPASI
Palpasi superficial berguna untuk mengidentifikasi adanya tahanan otot (muscular
resistance), nyeri tekan dinding abdomen, dan beberapa organ dan masa yang

43
superficial. Dengan tangan dan lengan dalam posisi horizontal, mempergunakan
ujung –ujung jari cobalah gerakan yang enteng dan gentle.Hindari gerakan yang tiba
tiba dan tidak diharapkan. Secara pelan gerakkan dan rasakan seluruh kwadran.
Identifikasi setiap organ atau massa, area yang nyeri tekan, atau tahanan otot yang
meningkat (spasme). Gunakanlah kedua telapak tangan, satu diatas yang lain pada
tempat yang susah dipalpasi. ( contoh, pada orang gemuk).Palpasi dalam dibutuhkan
untuk mencari massa dalam abdomen. Dengan menggunakan permukaan palmaris
dari jari-jari anda, lakukanlah palpasi diseluruh kwadran untuk mengetahui adanya
massa, lokasi, ukuran, bentuk, mobilitas terhadap jaringan sekitarnya dan nyeri tekan.
Massa dalam abdomen dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara: fisiologis seperti
uterus yang hamil; inflamasi seperti divertikulitis kolon, pseudokista pancreas;
vascular seperti aneurysma aorta; neoplastik seperti mioma uteri, kanker kolon atau
kanker ovarium atau karena obstruksi seperti pembesaran vesika urinaria karena
retensi urin.
1. Penilaian adanya iritasi peritoneum
Nyeri abdomen dan nyeri tekan abdomen, terutama bila disertai dengan spasme otot
dinding perut akan menyokong adanya inflamasi dari peritoneum parietal. Tentukan
lokasinya secara akurat dan tepat. Sebelum melakukan palpasi, suruh pasien batuk
dan menunjukkan dengan satu jari lokasi nyeri tersebut, kemudian palpasi tempat
tersebut secara jentel. Dan carilah adanya nyeri tekan lepas. Caranya dengan
menekankan jari-jari secara lambat pada dinding perut, kemudian tiba- tiba
dilepaskan. Bila waktu jari tangan dilepaskan menyebabkan nyeri yang tidak hanya
nyeri tekan, maka disebut nyeri lepas positif.
2. Palpasi Hepar / Hati
Letakkan tangan kiri anda dibawah dan dorong setinggi iga 11 dan 12 pada posisi
pasien tidur telentang. Suruh pasien relak. Dengan cara menekan tangan kiri kearah
depan maka hepar akan mudah diraba dengan tangan kanan dianterior. Letakkan
tangan kanan pada perut sebelah kanan, lateral dari muskulus rektus dengan ujung jari
dibawah dari batas pekak hepar. Posisikan jari-jari ke arah cranial atau obliq, tekanlah
ke bawah dan ke atas. Suruh pasien mengambil nafas dalam. Usahakan meraba hepar
pada ujung jari karena hepar akan bergerak ke caudal. Jika kamu telah merabanya,
lepaskan tekanan palpasi sehingga hepar dapat bergeser dibawah jari-jari anda dan
anda akan dapat meraba permukaan anterior dari hepar (gambar 7). Pinggir hepar

44
normal teraba lunak, tajam, dan rata. Hitunglah pembesaran hepar dengan
menggunakan jari-jari pemeriksa
 jarak antara arkus kostarum dengan pinggir hepar terbawah
 antara prosesus xyphoideus dengan pinggir hepar terbawah
Cara lain meraba hepar dengan metode “Teknik hooking” (gambar 7).
Caranya berdiri pada sebelah kanan pasien. Letakkan kedua tangan pada perut sebelah
kanan, dibawah dari pinggir pekak hepar. Tekankan dengan jari-jari mengarah ke atas
dan pinggir costa. Suruh pasien bernafas abdomen dalam, akan teraba hati .
3. Palpasi limpa
Dalam menentukan pembesaran limpa secara palpasi, teknik pemeriksaannya tidak
banyak berbeda dengan palpasi hati. Pada keadaan normal limpa tidak teraba. Limpa
membesar mulai dari lengkung iga kiri, melewati umbilikus sampai regio iliaka
kanan. Seperti halnya hati, limpa juga bergerak sesuai dengan gerakan pernapasan.
Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan, melewati umbilikus di garis tengah abdomen,
menuju ke lengkung iga kiri. Pembesaran limpa diukur dengan menggunakan garis
Schuffner (disingkat dengan ’S’), yaitu garis yang dimulai dari titik lengkung iga kiri
menuju ke umbilikus dan diteruskan sampai ke spina iliaka anterior superior (SIAS)
kanan. Garis tersebut dibagi menjadi 8 bagian yang sama yaitu S1 sampai dengan S8.
Palpasi limpa dapat dipermudah dengan cara memiringkan penderita 450 ke arah
kanan (ke arah pemeriksa). Setelah tepi bawah limpa teraba, kemudian dilakukan
deskripsi pembesarannya. Untuk meyakinkan bahwa yang teraba tersebut adalah
limpa, maka harus diusahakan meraba insisuranya
Letakkan tangan kiri anda dibawah dari arkus kostarum kiri pasien, dorong dan tekan
kearah depan. Dengan tangan kanan dibawah pinggir costa, tekan kearah limpa.
Mulailah palpasi pada posisi limpa yang membesar. Suruh pasien nafas dalam
kemudian usahakan meraba puncak atau pinggir dari limpa karena limpa turun
mengenai ujung jari. Catatlah adanya nyeri tekan, nilai contour dari limpa dan ukur
jarak antara titik terendah dari limpa dengan pinggir costa kiri.

III. PERKUSI
Perkusi berguna untuk orientasi abdomen, guna mengukur besarnya hepar dan kadang
limpa, mengetahui adanya cairan ascites, massa padat, massa yang berisi cairan, dan
adanya udara dalam gaster dan usus.

45
1. Orientasi perkusi
Lakukan perkusi yang benar diatas keempat kwadran untuk menilai distribusi dari
tympani dan pekak (dullness). Tympani biasanya menonjol bila adanya gas dalam
traktus digestivus, sedangkan cairan normal dan feces menyebabkan bunyi pekak
(dullness). Catat dimana tympani berubah menjadi pekak pada masing-masing
sisi.Cek area suprapubik, adakah pekak karena vesika urinaria yang penuh atau karena
uterus yang membesar .
2. Perkusi hepar
Lakukan perkusi pada linea midklavikularis kanan, mulailah setinggi bawah
umbilikus (area tympani) bergerak kearah atas ke hepar (area pekak, pinggir bawah
hepar). Selanjutnya lakukan perkusi dari arah paru pada linea midklavikularis kanan
kearah bawah ke hepar ( pekak ) untuk menidentifikasi pinggir atas hepar. Sekarang
ukurlah dalam centimeter “vertical Span” / tingginya dari pekak hepar. Biasanya
ukurannya lebih besar pada laki laki daripada wanita, orang yang tinggi dari orang
pendek. Hepar dinilai membesar, bila pinggir atas hepar diatas dari ruang intercostalis
V dan 1 cm diatas arcus costalis, atau panjang pekak hepar lebih dari 6-12 cm, dan
lobus kiri hepar 2 cm dibawah processus xyphoideus.
3. Perkusi Limpa
Normal limpa terletak pada lengkung diafragma posterior dari linea mid aksilaris kiri.
Perkussi limpa penting bila limpa membesar ( Splenomegali ). Limpa dapat membesar
kearah anterior, ke bawah, dan ke medial yang menutupi daerah gaster dan kolon,
yang biasanya adalah timpani dengan pekak karena organ padat. Bila kita mencurigai
adanya splenomegali maka lakukanlah maneuver ini :
1. Lakukan perkusi pada ruang intercostalis terakhir pada linea aksilaris anterior kiri.
Ruangan ini biasanya timpani. Sekarang suruh pasien menarik nafas dalam dan
perkusi lagi. Bila limpa normal maka suaranya tetap timpani. Perobahan suara
perkusi dari timpani ke pekak pada saat inspirasi menyokong untuk pembesaran
limpa. Kadang kadang mungkin saja terdengar pekak dalam inspirasi tapi limpa
masih normal. Hal ini memberikan tanda positif palsu.
2. Lakukan perkusi dari beberapa arah dari timpani kearah area pekak dari limpa.
Cobalah utnuk membayangkan ukuran dari limpa. Jika area pekak besar maka
menyokong untuk splenomegali. Perkusi dari limpa akan dipengaruhi oleh isi
gaster dan kolon, tetapi menyokong suatu splenomegali sebelum organ tersebut
teraba.

46
IV. AUSKULTASI
Auskultasi berguna dalam menilai pergerakan usus dan adanya stenosis arteri atau
adanya obstruksi vascular lainnya. Auskultasi paling baik dilakukan sebelum
palpasi dan perkusi karena palpasi dan perkusi akan mempengaruhi frekwensi dari
bising usus. Letakan stetoskop di abdomen secara baik. Dengarlah bunyi usus dan
catatlah frekwensi dan karakternya. Normal bunyi usus terdiri dari “Clicks” dan
“gurgles” dengan frekwensi 5 – 15 kali permenit. kadang-kadang bisa didengar
bunyi “Borborygmi” yaitu bunyi usus gurgles yang memanjang dan lebih keras
karena hyperperistaltik. Bunyi usus dapat berubah dalam keadaan seperti diare,
obstruksi intestinal, ileus paralitik, dan peritonitis. Pada pasien dengan hypertensi
dengarkan di epigastrium dan pada masing kwadran atas bunyi “bruits vascular“
yang hampir sama dengan bunyi bising jantung (murmur).Adanya bruits sistolik
dan diastolik pada pasien hypertensi akibat dari stenosis arteri renalis. Bruit
sistolik di epigastrium dapat terdengar pada orang normal. Jika kita mencurigai
adanya insufisiensi arteri pada kaki maka dengarkanlah bruits sistolik diatas aorta,
arteri iliaca, dan arteri femoralis.

4) Pemeriksaan penunjang
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Penunjang Demam Thypoid
Perawatan dan pengobatan terhadap penderita penyakit demam tifoid bertujuan
menghentikan
invasi kuman, memperpendek perjalanan penyakit, mencegah terjadinya komplikasi,
serta
mencegah agar tak kambuh kembali. Pengobatan penyakit tifus dilakukan dengan
jalan
mengisolasi penderita dan melakukan desinfeksi pakaian, feses dan urine untuk
mencegah
penularan.
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia
klinik,imunoreologi,
mikrobiologi, dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukan untuk membantu
menegakkan
diagnosis (adakalanya bahkan menjadi penentu diagnosis), menetapkan prognosis,
memantau
perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit.
• Hematologi

47
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus
atau
perforasi. Pemeriksaan darah dilakukan pada biakan kuman (paling tinggi pada
minggu I sakit),
diagnosis pasti Demam Tifoid. (Minggu I : 80-90%, minggu II : 20-25%, minggu III :
10-15%)
Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi.
Hitung jenis
leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif. LED meningkat (Djoko,
2009)
• Urinalis
Tes Diazo Positif : Urine + Reagens Diazo + beberapa tetes ammonia 30% (dalam
tabung
reaksi)→dikocok→buih berwarna merah atau merah muda (Djoko, 2009)
Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam).Leukosit dan eritrosit
normal; bila
meningkat kemungkinan terjadi penyulit. Biakan kuman (paling tinggi pada minggu
II/III
diagnosis pasti atau sakit “carrier” ( Sumarmo et al, 2010)
• Tinja (feses)
Ditemukian banyak eritrosit dalam tinja (Pra-Soup Stool), kadang-kadang darah
(bloody stool).
Biakan kuman (diagnosis pasti atau carrier posttyphi) pada minggu II atau III sakit.
(Sumarmo et
al, 2010)

• Kimia Klinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai
hepatitis akut.

• Imunorologi
Pemeriksaan Widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.thypi. Pada uji widal
terjadi suatu
reaksi aglutinasi antara kuman S.thypi dengan antibodi yang disebut aglutinin .
Antigen yang
digunakan pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah di
laboratorium. Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum
penderita tersangka demam tifoid yaitu :
a.Aglutinin O (dari tubuh kuman), b. Aglutinin H (flagela kuman), dan c.Aglutinin Vi
(simpai
kuman)

48
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk
diagnosis demam
tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.
Widal dinyatakan positif bila :
- Titer O Widal I 1/320 atau
- Titer O Widal II naik 4 kali lipat atau lebih dibanding titer O Widal I atau Titer O
Widal I (-) tetapi titer O II (+) berapapun angkanya.
Diagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160 , bahkan
mungkin sekali
nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di
Indonesia.
Titer O meningkat setelah akhir minggu. Melihat hal-hal di atas maka permintaan tes
widal ini
pada penderita yang baru menderita demam beberapa hari kurang tepat. Bila hasil
reaktif
(positif) maka kemungkinan besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itu tetapi dari
kontak
sebelumnya.
Pemeriksaan Elisa Salmonella typhi/ paratyphi lgG dan lgM
Merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif dan spesifik
dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebagai tes
cepat (Rapid
Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui. Diagnosis Demam Tifoid/ Paratyphoid
dinyatakan 1/
bila lgM positif menandakan infeksi akut; 2/jika lgG positif menandakan pernah
kontak/ pernah
terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik. ( John, 2008)

• Mikrobiologi
Uji kultur merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan demam
tiroid/paratifoid.
Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk demam tifoid/
paratifoid. Sebalikanya
jika hasil negatif, belum tentu bukan demam tifoid/ paratifoid, karena hasil biakan
negatif palsu dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang
dari 2 mL),
darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku dalam
spuit sehingga
kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu-
1 sakit, sudah
mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi. Kekurangan uji ini
adalah hasilnya

49
tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya
positif antara
2-7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan
spesimen yang
digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/ carrier
digunakan urin dan
tinja. (Sumarmo et al, 2010)

• Biologi molekular.
PCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara
ini di lakukan
perbanyakan DNA kuman yang kemudian diidentifikasi dengan DNA probe yang
spesifik. Kelebihan
uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas
tinggi) serta
kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah,
urin, cairan
tubuh lainnya serta jaringan biopsi.
Kriteria diagnosis yang biasa digunakan adalah :

1. Biakan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah negative tidak
menyingkirkan
demam tifoid.
2. Biakan tinja positif menyokong diagnosis klinis demam tifoid.
3. Peningkatan titer uji widal 4 kali lipat selama 2–3 minggu memastikan diagnosis
demam tifoid.
4. Reaksi widal tunggal dengan titer antibodi Antigen O 1: 320 atau titer antigen H 1:
640
menyokong diagnosis demam tifoid pada pasien dengan gambaran klinis yang khas .
5. Pada beberapa pasien, uji widal tetap negatif pada pemeriksaan ulang walaupun
biakan darah
positif. (Sumarmo, 2010)

Nonfarmakologis

Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu :
Istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang (simptomatik dan suportif), dan
pemberian
antimikroba.
• Istirahat yang berupa tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk
mencegah
komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan,
minum,mandi, buang air kecil, buang air besar akan mempercepat masa
penyembuhan.

50
Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan
perlengkapan
yang dipakai. (Djoko, 2009)
• Diet dan terapi penunjang merupakan hal yang cukup penting dalam proses
penyembuhan
penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan
umum dan
gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama.
Pemberian
bubur saring bertujuan untukk menghindari komplikasi pendarahan saluran cerna atau
perforasi usus. (Djoko, 2009)

Prognosis Demam Thypoid


Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan
sebelumnya,
dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat,
angka
mortalitas < 1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya >10%, biasanya karena
keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya komplikasi seperti
perforasi
gastrointestinal atau pendararahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia,
mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. (Djoko, 2009)
Angka kematian pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4%, rata-rata 5,7%.
Prognosis
demam tifoid umumnya baik asal penderita cepat berobat. Mortalitas pada penderita
yang
dirawat adalah 6%. Prognosis menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala
klinis yang
berat seperti:
• Panas tinggi (hiperpireksia) atau febris continual.
• Kesadaran menurun sekali.
• Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis, peritonitis,
bronkopnemonia dan lain-lain.
• Keadaan gizi penderita buruk (malnutrisi protein)

6. Kesimpulan
Doni, laki-laki 18 th, menderita demam tifoid karena terinfeksi Salmonella typhii.
7. Daftar Pustaka

51

Anda mungkin juga menyukai