Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KEGIATAN DIAGNOSIS KOMUNITAS: FAKTOR YANG

MEMENGARUHI PENYEBARAN DIARE DI WILAYAH KERJA


PUSKESMAS RAWAT INAP PANJANG

Oleh:
Amalia Rasydini, S.Ked
Bisart Benedicto Ginting, S.Ked
Bunga Ulama Nisya Tantri, S.Ked
Nidya Tiaz Putri Azhari, S.Ked

Pembimbing:

dr. T.A. Larasati, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
LEMBAR PERSETUJUAN
MAKALAH DIAGNOSIS KOMUNITAS

Judul Makalah : LAPORAN KEGIATAN DIAGNOSIS KOMUNITAS:


FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENYEBARAN
DIARE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWAT
INAP PANJANG

Disusun Oleh : Amalia Rasydini, S.Ked


Bisart Benedicto Ginting, S.Ked
Bunga Ulama Nisya Tantri, S.Ked
Nidya Tiaz Putri Azhari, S.Ked

Bandar Lampung, Agustus 2018

Mengetahui dan Menyetujui

Dosen Pembimbing,

dr. T.A. Larasati, M.Kes

2
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penyusun haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat
dan karuniaNya sehingga tugas diagnosis komunitas ini dapat diselesaikan. Penyusun
juga ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. T.A. Larasati, M.Kes sebagai
pembimbing yang telah membantu dalam penyusunan diagnosis komunitas ini.

Penyusunan Diagnosis Komunitas ini disusun sebagai sarana diskusi dan


pembelajaran serta diajukan guna memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Dalam tulisan ini
penulis membahas “Laporan Kegiatan Diagnosis Komunitas: Faktor yang
Memengaruhi Penyebaran Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Panjang”.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sehingga dapat memberi
informasi kepada para pembaca.

Penulis menyadari dalam penulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sehingga lebih baik pada penyusunan makalah diagnosis komunitas berikutnya.
Terima kasih.

Bandar Lampung, Agustus 2018

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN.........................................................................ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................iii
DAFTAR ISI................................................................................................iv
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Sejarah Puskesmas............................................................................3
1.3 Tujuan Kegiatan................................................................................7
1.4 Manfaat Kegiatan..............................................................................8

II. TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE
3.1 Jenis Penelitian.................................................................................30
3.2 Waktu dan Lokasi Kegiatan.............................................................30
3.3 Sampel Kegiatan..............................................................................31
3.4 Cara Pengumpulan Data..................................................................31
3.4.1 Diare........................................................................................32
3.5 Instrumen Pengumpulan Data..........................................................32
3.5.1 Alat Bantu Pengumpulan Data................................................32
3.5.2 Pedoman Wawancara..............................................................32
3.6 Prosedur...........................................................................................33
3.7 Metode Analisis Data.......................................................................35

4
IV. HASIL
4.1Profil Komunitas…...........................................................................37
4.1.1 Data Geografis….....................................................................37
4.1.2 Data Demografik….................................................................38
4.2Sarana Komunitas….........................................................................40
4.2.1 Data kesehatan masyarakat......................................................40
4.3Profil Kelurahan…............................................................................40

V. ANALISA PENELITIAN
5.1 Identifikasi Masalah.........................................................................44
5.1.1 Gambaran Umum Penelitian...................................................44
5.1.2 Faktor Penyebab Penularan Tb di Kelurahan Pidada.............44
5.2 Prioritas Masalah Kesehatan Komunitas.........................................49
5.3 Penyusunan Upaya Perbaikan Komunitas.......................................50
5.4 Cara Pemecahan Terpilih.................................................................51

VI. SIMPULAN DAN SARAN


6.1Simpulan..........................................................................................52
6.2Saran................................................................................................52

DAFTAR PUSTAKA

5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit gastroenteritis saat ini menjadi suatu permasalahan global yang
dapat ditemukan diseluruh dunia. Jumlah kasus gastroenteritis mencapai dua
milyar per tahunnya (WHO, 2010). Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal
setiap tahun karena gastroenteritis, sebagian kematian tersebut terjadi di negara
berkembang (Anjar PW, 2009). Sedangkan, anak-anak yang berhasil bertahan
hidup masih harus berjuang dari malnutrisi dan gangguan perkembangan fisik
dan mental akibat gastroenteritis.
Penyakit gastroenteritis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
Indonesia karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Pada negara
berkembang penyebaran kasus gastroenteritis cukup luas karena terdapat
beberapa faktor yang mendukung, seperti kondisi sanitasi lingkungan yang
kurang baik, tidak tercukupinya pasokan air bersih, masih tingginya angka
kemiskinan, dan tingkat pendidikan penduduk yang masih rendah (WHO, 2010).
Survei morbiditas yang telah dilakukan Subdit Diare Departemen
Kesehatan, angka kesakitan gastroenteritis di Indonesia pada tahun 2012 yaitu
214 per 1000 penduduk. Angka kematian (CFR) saat KLB gastroenteritis
diharapkan < 1%. Namun, rekapitulasi KLB gastroenteritis dalam data Profil
Kesehatan Indonesia pada tahun 2015 masih cukup tinggi yaitu 2,47 %. Di
Indonesia dilaporkan terdapat 1,6 sampai 2 kali kejadian gastroenteritis pertahun
pada balita, sehingga secara keseluruhan perkiraan kejadian gastroenteritis pada
balita berkisar antara 40 juta setahun dengan kematian sebanyak 200.000 -
400.000 balita (Anjar PW, 2009).
Sementara untuk wilayah provinsi Lampung sendiri, angka kesakitan
(Incidence Rate) gastroenteritis untuk semua umur dari tahun 2005 - 2014

6
cenderung meningkat yaitu dari 9,8 per 1000 penduduk menjadi 21,4 per 1000
penduduk pada tahun 2013 (Profil Kesehatan Provinsi Lampung Tahun 2015).
Salah satu langkah dalam pencapaian target MDG’s (goal ke-4) adalah
menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada
2015. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas
dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun telah diketahui bahwa diare masih
menjadi salah satu penyebab utama kematian balita di Indonesia. Dan merupakan
salah satu penyakit yang berpotensial menjadi KLB. Untuk itu perlu penanganan
yang serius, baik penanganan yang dilakukan secara kuratif, maupun preventif.

Pada wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Panjang, tercatat angka kejadian
penyakit diare di Kelurahan Panjang tahun 2018 pada bulan Januari sampai Juni
sebanyak 58 kasus. Oleh karena itu, penting untuk diketahui faktor resiko yang
menyebabkan tingginya angka kejadian diare di Kelurahan Panjang.

1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan umum
Melakukan diagnosis komunitas penyakit diare di wilayah kerja Puskesmas
Rawat Inap Panjang.
1.2.2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi faktor risiko yang dapat mempengaruhi angka kejadian
diare di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Panjang.
b. Menetapkan prioritas penyebab yang mempengaruhi angka kejadian
diare di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Panjang.
c. Menetapkan alternatif penyelesaian penyebab masalah yang
mempengaruhi angka kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Rawat
Inap Panjang.
d. Memberi masukan ke pelayanan kesehatan terkait alternatif penyelesaian
masalah untuk mengurangi angka kejadian diare di wilayah kerja
Puskesmas Rawat Inap Panjang.

7
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diare
2.1.1. Definisi
Diare akut menurut Cohen adalah keluarnya buang air besar sekali atau lebih
yang berbentuk cair dalam satu hari dan berlangsung kurang 14 hari (Cohen MB,
1998). Menurut Noerasid diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak
pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat (Irwanto dkk, 2002). Sedangkan
American Academy of Paediatrics (AAP) mendefinisikan diare dengan
karakteristik peningkatan frekuensi dan/atau perubahan konsistensi, dapat disertai
atau tanpa gejala dan tanda seperti mual, muntah, demam atau sakit perut yang
berlangsung selama 3 – 7 hari (Barnes GL, 1998).

2.1.2. Epidemiologi
Setiap tahun diperikirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan
3,3 juta kasus kematian sebagai akibatnya (Departemen Kesehatan RI, 2002).
Diperkirakan angka kejadian di negara berkembang berkisar 3,5 – 7 episode per
anak per tahun dalam 2 tahun pertama kehidupan dan 2 – 5 episode per anak per
tahun dalam 5 tahun pertama kehidupan (Lung E, 2003). Hasil survei oleh
Departemen Kesehatan diperoleh angka kesakitan diare tahun 2000 sebesar 301
per 1000 penduduk angka ini meningkat bila dibanding survei pada tahun 1996
sebesar 280 per 1000 penduduk. Diare masih merupakan penyebab utama
kematian bayi dan balita. Hasil Surkesnas 2001 didapat proporsi kematian bayi
9,4% dengan peringkat 3 dan proporsi kematian balita 13,2% dengan peringkat 2
(Firmansyah A, 2001). Diare pada anak merupakan penyakit yang mahal yang
berhubungan secara langsung atau tidak terdapat pembiayaan dalam masyarakat.
Biaya untuk infeksi rotavirus ditaksir lebih dari 6,3 juta poundsterling setiap
tahunnya di Inggris dan 352 juta dollar di Amerika Serikat.

9
2.1.3. Etiologi
Penyebab diare akut pada anak secara garis besar dapat disebabkan oleh
gastroenteritis, keracunan makanan karena antibiotika, dan infeksi sistemik.
Etiologi diare pada 25 tahun yang lalu sebagian besar belum diketahui. Akan
tetapi, sekarang telah lebih dari 80% penyebabnya diketahui. Pada saat ini telah
dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat
menyebabkan diare pada anak dan bayi (Departemen Kesehatan RI, 2002).
Penyebab utama oleh virus yang terutama ialah Rotavirus (40 – 60%) sedangkan
virus lainya ialah virus Norwalk, Astrovirus, Cacivirus, Coronavirus,
Minirotavirus.
Bakteri yang dapat menyebabkan diare adalah Aeromonas hydrophilia,
Bacillus cereus, Compylobacter jejuni, Clostridium defficile, Clostridium
perfringens, E. coli, Pleisiomonas, Shigelloides, Salmonella spp., Staphylococus
aureus, Vibrio cholera, dan Yersinia enterocolitica. Sedangkan penyebab diare
oleh parasit adalah Balantidium coli, Capillaria phiplippinensis,
Cryptosporodium, Entamoba hystolitica, Giardia lambdia, Isospora billi,
Fasiolopsis buski, Sarcocystis suihominis, Strongiloides stercorlis, dan Trichuris
trichiura (Cohen MB, 1998; Departemen Kesehatan RI, 2002; Dwipoerwantoro
PG, 2003; Ditjen PPM dan PLP, 1999).
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang masuk
melalui makanan dan minuman sampai ke enterosit, akan menyebabkan infeksi
dan kerusakan villi usus halus. Enterosit yang rusak diganti dengan yang baru
yang fungsinya belum matang, villi mengalami atrofi dan tidak dapat
mengabsorpsi cairan dan makanan dengan baik, akan meningkatkan tekanan
koloid osmotik usus dan meningkatkan motilitasnya sehingga timbul diare (Cohen
MB, 1998; Departemen Kesehatan RI, 2002).
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang

10
berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP,
dan Ca dependent. Patogenesis terjadinya diare oleh Salmonella, Shigella, E. coli
agak berbeda dengan patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hampir sama.
Bedanya bekteri ini dapat menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga
depat menyebakan reaksi sistemik. Toksin Shigella juga dapat masuk ke dalam
serabut saraf otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini
dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri (Irwanto dkk,
2002; Departemen Kesehatan RI, 2002).
Sebuah studi tentang maslah diare akut yang terjadi karena infeksi pada anak
di bawah 3 tahun di China, India, Mexico, Myanmar, Burma, dan Pakistan, hanya
tiga agen infektif yang secara konsisten atau secara pokok ditemukan meningkat
pada anak penderita diare. Agen ini adalah Rotavirus, Shigella spp., dan E. Coli.
Enterotoksigenik Rotavirus jelas merupakan penyebab diare akut yang paling
sering diidentifikasi pada anak dalam komunitas tropis dan iklim sedang (Sinuhaji
AB, 2003).
Diare dapat disebabkan oleh alergi atau intoleransi makanan tertentu seperti
susu, produk susu, makanan asing terdapat individu tertentu yang pedas atau tidak
sesuai kondisi usus dapat pula disebabkan oleh keracunan makanan dan bahan-
bahan kimia. Beberapa macam obat, terutama antibiotika dapat juga menjadi
penyebab diare. Antibiotika akan menekan flora normal usus sehingga organisme
yang tidak biasa atau yang kebal antibiotika akan berkembang bebas (Departemen
Kesehatan RI, 2002; Rohim A dkk, 2002). Di samping itu sifat farmakokinetik dari
obat itu sendiri juga memegang peranan penting. Diare juga berhubungan dengan
penyakit lain misalnya malaria, schistosomiasis, campak atau pada infeksi
sistemik lainnya misalnya, pneumonia, radang tenggorokan, dan otitis media
(Cohen MB, 1998; Departemen Kesehatan RI, 2002).

2.1.4. Patofisiologi
Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu

11
diare osmotik, sekretorik, dan diare karena gangguan motilitas usus. Diare osmotik
terjadi karena terdapatnya bahan yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus akan
difermentasi oleh bahteri usus sehingga tekanan osmotik di lumen usus meningkat
yang akan menarik cairan. Diare sekretorik terjadi karena toksin dari bakteri akan
menstimulasi cAMP dan cGMP yang akan menstimulasi sekresi cairan dan
elektrolit. Sedangkan diare karena gangguan motilitas usus terjadi akibat adanya
gangguan pada kontrol otonomik,misal pada diabetik neuropati, post vagotomi,
post reseksi usus serta hipertiroid (Departemen Kesehatan RI, 2002).

2.1.5. Manifestasi Klinis


Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering
disertai dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa. Dehidrasi dapat
diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan elektrolit.
Dehidrasi ringan bila penurunan berat badan kurang dari 5%, dehidrasi sedang bila
penurunan berat badan antara 5% - 10% dan dehidrasi berat bila penurunan lebih
dari 10 % (Departemen Kesehatan RI, 2002; Suharyono, 1994).

Tabel 2.1. Derajat Dehidrasi (Irwanto dkk, 2002)


Gejala & Keadaan Mata Mulut/Lidah Rasa Kulit BB % Estimasi
Tanda Umum Haus defisiensi
cairan

Tanpa Baik, Normal Basah Minum Turgor <5 50%


Dehidrasi sadar normal, baik
tidak
haus

Dehidrasi Gelisah, Cekung Kering Tampak Turgor 5 – 10 50 –


Ringan - rewel kehausan lambat 100%
Sedang

Dehidrasi Letargik, Sangat Sangat Tidak Turgor >10 > 100%


Berat kesadaran cekung kering bisa sangat
menurun dan minum lambat
kering

12
Berdasarkan konsentrasi natrium plasma tipe dehidrasi dibagi 3 yaitu:
dehidrasi hiponatremia (< 130 mEq/L), dehidrasi isonatremia (130 – 150 mEq/L),
dan dehidrasi hipernatremia ( > 150 mEq/L ). Pada umunya dehidrasi yang terjadi
adalah tipe isonatremia (80%) tanpa disertai gangguan osmolalitas cairan tubuh,
sisanya 15% adalah diare hipernatremia dan 5% adalah diare hiponatremia.
Kehilangan bikarbonat bersama dengan diare dapat menimbulkan asidosis
metabolik dengan anion gap yang normal (8 - 16 mEq/L), biasanya disertai
hiperkloremia. Selain penurunan bikarbonat serum terdapat pula penurunan pH
darah kenaikan pCO2. Hal ini akan merangsang pusat pernapasan untuk
meningkatkan kecepatan pernapasan sebagai upaya meningkatkan eksresi CO2
melalui paru (pernapasan kussmaul). Untuk pemenuhan kebutuhan kalori terjadi
pemecahan protein dan lemak yang mengakibatkan meningkatnya produksi asam
sehingga menyebabkan turunnya nafsu makan bayi. Keadaan dehidrasi berat
dengan hipoperfusi ginjal serta eksresi asam yang menurun dan akumulasi anion
asam secara bersamaan menyebabkan berlanjutnya keadaan asidosis (Notoatmodjo
S, 2010).
Kadar kalium plasma dipengaruhi oleh keseimbangan asam basa, sehingga
pada keadaan asidosis metebolik dapat terjadi hipokalemia. Kehilangan kalium
juga melalui cairan tinja dan perpindahan K+ ke dalam sel pada saat koreksi
asidosis dapat pula menimbulkan hipokalemia. Kelemahan otot merupakan
manifestasi awal dari hipokalemia, pertama kali pada otot anggota badan dan otot
pernapasan. Dapat terjadi arefleks, paralisis dan kematian karena kegagalan
pernapasan. Disfungsi otot harus menimbulkan ileus paralitik, dan dilatasi
lambung. EKG menunjukkan gelombang T yang mendatar atau menurun dengan
munculnya gelombang U. Pada ginjal kekurangan K+ mengakibatkan perubahan
vakuola dan epitel tubulus dan menimbulkan sklerosis ginjal yang berlanjut
menjadi oliguria dan gagal ginjal (Firmansyah A, 2001).

13
2.1.6. Penatalaksanaan
Pengantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting dalam
terapi efektif diare akut (Barnes GL dkk, 1993). Beratnya dehidrasi secara akurat
dinilai berdasarkan berat badan yang hilang sebagai persentasi kehilangan total
berat badan dibandingkan berat badan sebelumnya sebagai baku emas (Depkes RI,
2010).
Pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parateral.
Pemberian secara oral dapat dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai sedang dapat
menggunakan pipa nasogastrik, walaupun pada dehidrasi ringan dan sedang. Bila
diare profus dengan pengeluaran air tinja yang banyak (> 100 mL/kgBB/hari) atau
muntah hebat (severe vomiting) sehingga penderita tak dapat minum sama sekali,
atau kembung yang sangat hebat (violent meteorism) sehingga upaya rehidrasi oral
tetap akan terjadi defisit maka dapat dilakukan rehidrasi parenteral walaupun
sebenarnya rehidrasi parenteral dilakukan hanya untuk dehidrasi berat dengan
gangguan sirkulasi (Suharyono, 1994). Keuntungan upaya terapi oral karena
murah dan dapat diberikan dimana-mana. AAP merekomendasikan cairan rehidrasi
oral untuk rehidrasi dengan kadar natrium berkisar antara 75 - 90 mEq/L dan untuk
pencegahan dan pemeliharaan dengan natrium antara 40 - 60 mEq/L
(Dwipoerwantoro PG, 2003). Anak yang diare dan tidak lagi dehidrasi harus
dilanjutkan segera pemberian makanannya sesuai umur (Barnes GL dkk, 1993).
2.1.6.1. Dehidrasi Ringan – Sedang
Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan
dengan pemberian oral sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika
gagal dapat diberikan secara intravena sebanyak: 75 mL/KgBB/3jam.
Pemberian cairan oral dapat dilakukan setelah anak dapat minum
sebanyak 5 mL/KgBB/jam. Biasanya dapat dilakukan setelah 3 - 4 jam
pada bayi dan 1 - 2 jam pada anak. Penggantian cairan bila masih ada
diare atau muntah dapat diberikan sebanyak 10 mL/KgBB setiap diare
atau muntah (Firmansyah A, 2001).

14
Secara ringkas kelompok ahli gastroenterologi dunia memberikan
9 pilar yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan diare akut
dehidrasi ringan sedang pada anak, yaitu (Ditjen PPM dan PLP, 1999):
1. Menggunakan CRO (Cairan rehidrasi oral)
2. Cairan hipotonik
3. Rehidrasi oral cepat 3 – 4 jam
4. Realiminasi cepat dengan makanan normal
5. Tidak dibenarkan memberikan susu formula khusus
6. Tidak dibenarkan memberikan susu yang diencerkan
7. ASI diteruskan
8. Suplemen dengan CRO (CRO rumatan)
9. Anti diare tidak diperlukan

2.1.6.2. Dehidrasi Berat


Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10%
untuk bayi dan anak dan menunjukkan gangguan tanda-tanda vital
tubuh (somnolen-koma, pernafasan kussmaul, gangguan dinamik
sirkulasi) memerlukan pemberian cairan elektrolit parenteral.
Penggantian cairan parenteral menurut panduan WHO diberikan sebagai
berikut (Firmansyah A, 2001; Ditjen PPM dan PLP, 1999; Suharyono,
1994; Notoatmodjo S, 2010):

Usia <12 bln : 30 mL/KgBB/1jam, selanjutnya 70 mL/KgBB/5jam


Usia >12 bln : 30mL/KgBB/ ½ - 1jam, selanjutnya 70 mL/KgBB/2 - 2½ jam

Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi


kebutuhan penderita akan kalori, namun hal ini tidaklah menjadi
masalah besar karena hanya menyangkut waktu yang pendek. Apabila
penderita telah kembali diberikan diet sebagaimana biasanya. Segala

15
kekurangan tubuh akan karbohidrat, lemak dan protein akan segera
dapat dipenuhi. Itulah sebabnya mengapa pada pemberian terapi cairan
diusahakan agar penderita bila memungkinkan cepat mendapatkan
makanan/minuman sebagai biasanya bahkan pada dehidrasi ringan
sedang yang tidak memerlukan terapi cairan parenteral makan dan
minum tetap dapat dilanjutkan (Suharyono, 1994).

2.1.7. Terapi Diare Berdasarkan Etiologi


Tidak ada bukti klinis dari antidiare dan antimotilitis dari beberapa uji klinis
(Suharyono, 1994). Obat antidiare hanya simtomatis bukan spesifik untuk
mengobati kausa, tidak memperbaiki kehilangan air dan elektrolit serta
menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Antibiotik yang tidak diserap
usus seperti streptomisin, neomisin, hidroksikuinolon dan sulfonamid dapat
memperberat yang resisten dan menyebabkan malabsorpsi (Gupte S, 2004).
Sebagian besar kasus diare tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotika oleh
karena pada umumnya sembuh sendiri (self limiting) (Ditjen PPM dan PLP,
1999). Antibiotik hanya diperlukan pada sebagian kecil penderita diare misalnya
cholera, shigella karena penyebab terbesar dari diare pada anak adalah virus
(Rotavirus). Kecuali pada bayi berusia di bawah 2 bulan karena potensi terjadinya
sepsis oleh karena bakteri mudah mengadakan translokasi ke dalam sirkulasi, atau
pada anak/bayi yang menunjukkan secara klinis gajala yang berat serta berulang
atau menunjukkan gejala diare dengan darah dan lendir yang jelas atau segala
sepsis (Suharyono, 1994). Antimotilitis seperti difenosilat dan loperamid dapat
menimbulkan paralisis obstruksi sehingga terjadi bacterial overgrowth, gangguan
absorpsi dan sirkulasi (Gupte S, 2004). Beberapa antimikroba yang sering
menjadi etiologi diare pada anak (Suharyono, 1994; Depkes RI, 2011):
1. Cholera
a) Tetrasiklin 50 mg/KgBB/hari dibagi 4 dosis (2 hari)
b) Furasolidon 5 mg/KgBB/hari dibagi 4 dosis (3 hari)
2. Shigella
a) Trimetroprim 5 - 10 mg/KgBB/hari

16
b) Sulfametoksasol 25 mg/KgBB/hari dibagi 2 dosis (5 hari)
c) Asam Nalidiksat 55 mg/KgBB/hari dibagi 4 (5 hari)
3. Amoebiasis
a) Metronidasol 30 mg/KgBB/hari dibagi 4 dosis (5 - 10 hari)
b) Untuk kasus berat: Dehidroemetin hidrokhlorida 1 - 1,5 mg/KgBB (max
90 mg) IM s/d 5 hari tergantung reaksi (untuk semua umur)
4. Giardiasis
Metronidasol 30 mg/KgBB/hari dibagi 4 dosis (5 hari)

Adapun pengobatan untuk menanggulangi penyakit diare yakni:


1. Antisekretorik - Antidiare
Salazer–lindo E dkk dari Department of Pedittrics, Hospital Nacional
Cayetano Heredia, Lima, Peru, melaporkan bahwa pemakaian Racecadotril
(acetorphan) yang merupakan enkephalinace inhibitor dengan efek antisekretorik
serta anti diare ternyata cukup efektif dan aman bila diberikan pada anak dengan
diare akut oleh karena tidak mengganggu motilitas usus sehingga penderita tidak
kembung (Strohl WA dkk, 2001). Bila diberikan bersamaan dengan cairan
rehidrasi oral akan memberikan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan
hanya memberikan cairan rehidrasi oral saja. Hasil yang sama juga didapatkan
oleh Cojocaru dkk. dan Cejard dkk. untuk pemakaian yang lebih luas masih
memerlukan penelitian lebih lanjut yang bersifat multisenter dan melibatkan
sampel yang lebih besar (English TJJ, 2003).

2. Probiotik
Probiotik merupakan bakteri hidup yang mempunyai efek yang
menguntungkan pada host dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik
di dalam lumen saluran cerna sehingga seluruh epitel mukosa usus telah diduduki
oleh bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel epitel usus. Dengan mencermati
fenomena tersebut bakteri probiotik dapat dipakai dengan cara untuk pencegahan
dan pengobatan diare baik yang disebabkan oleh Rotavirus maupun
mikroorganisme lain, pseudomembrane colitis maupun diare yang disebabkan oleh

17
karena pemakaian antibiotika yang tidak rasional rasional (antibiotic associated
diarrhea) dan travellers’s diarrhea (Rohim A dkk, 2002; Suharyono, 1994;
Notoatmodjo S, 2010; English TJJ, 2003).
Terdapat banyak laporan tentang penggunaan probiotik dalam tatalaksana
diare akut pada anak. Hasil metaanalisa Van Niel dkk menyatakan lactobacillus
aman dan efektif dalam pengobatan diare akut infeksi pada anak, menurunkan
lamanya diare kira-kira 2/3 lamanya diare, dan menurunkan frekuensi diare pada
hari ke dua pemberian sebanyak 1 – 2 kali (Kushartanti dan Roro, 2012).
Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pengobatan diare adalah
perubahan lingkungan mikro lumen usus, produksi bahan antimikroba terhadap
beberapa patogen, kompetisi nutrien, mencegah adhesi patogen pada anterosit,
modifikasi toksin atau reseptor toksin, efektrofik pada mukosa usus dan imunno
modulasi (Rohim A dkk, 2002; Kushartanti dan Roro, 2012).

3. Mikronutrien
Dasar pemikiran pengunaan mikronutrien dalam pengobatan diare akut
didasarkan kepada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi
saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel seluran cerna selama diare.
Seng telah dikenali berperan di dalam metalloenzymes, polyribosomes, selaput sel,
dan fungsi sel, juga berperan penting di dalam pertumbuhan sel dan fungsi
kekebalan (Suharyono, 1994). Sazawal S dkk melaporkan pada bayi dan anak
lebih kecil dengan diare akut, suplementasi seng secara klinis penting dalam
menurunkan lama dan beratnya diare (Suharyono, 1994). Strand menyatakan efek
pemberian seng tidak dipengaruhi atau meningkat bila diberikan bersama dengan
vitamin A. Pengobatan diare akut dengan vitamin A tidak memperlihatkan
perbaikan baik terhadap lamanya diare maupun frekuensi diare. Bhandari dkk
mendapatkan pemberian vitamin A 60 mg dibanding dengan plasebo selama diare
akut dapat menurunkan beratnya episode dan risiko menjadi diare persisten pada
anak yang tidak mendapatkan ASI tapi tidak demikian pada yang mendapat ASI

18
(Barnes GL dkk, 1993).

4. Mencegah/menanggulangi gangguan gizi


Amatlah penting untuk tetap memberikan nutrisi yang cukup selama diare,
terutama pada anak dengan gizi yang kurang. Minuman dan makanan jangan
dihentikan lebih dari 24 jam, karena pulihnya mukosa usus tergantung dari nutrisi
yang cukup. Bila tidak maka ini akan menjadi faktor yang memudahkan terjadinya
diare kronik (Notoatmodjo S, 2010). Pemberian kembali makanan atau minuman
(refeeding) secara cepat sangatlah penting bagi anak dengan gizi kurang yang
mengalami diare akut dan hal ini akan mencegah berkurangnya berat badan lebih
lanjut dan mempercepat kesembuhan. Air susu ibu dan susu formula serta
makanan pada umumnya harus dilanjutkan pemberiannya selama diare. Penelitian
yang dilakukan oleh Lama More RA dkk menunjukkan bahwa suplemen
nucleotide pada susu formula secara signifikan mengurangi lama dan beratnya
diare pada anak oleh karena nucleotide adalah bahan yang sangat diperlukan untuk
replikasi sel termasuk sel epitel usus dan sel imunokompeten. Pada anak lebih
besar makanan yang direkomendasikan meliputi tajin (beras, kentang, mie, dan
pisang) dan gandum (beras, gandum, dan sereal). Makanan yang harus
dihindarkan adalah makanan dengan kandungan tinggi gula sederhana yang dapat
memperburuk diare seperti minuman kaleng dan sari buah apel, juga makanan
tinggi lemak yang sulit ditoleransi karena karena menyebabkan lambatnya
pengosongan lambung (Rohim A dkk, 2002; English TJJ, 2003).
Pemberian susu rendah laktosa atau bebas laktosa diberikan pada penderita
yang menunjukkan gejala klinik dan laboratorium intoleransi laktosa. Intoleransi
laktosa berspektrum dari yang ringan sampai yang berat dan kebanyakan adalah
tipe yang ringan sehingga cukup memberikan formula susu biasanya diminum
dengan pengenceran oleh karena intoleransi laktosa ringan bersifat sementara dan
dalam waktu 2 – 3 hari akan sembuh terutama pada anak gizi yang baik. Namun
bila terdapat intoleransi laktosa yang berat dan berkepanjangan tetap diperlukan

19
susu formula bebas laktosa untuk waktu yang lebih lama. Untuk intoleransi
laktosa ringan dan sedang sebaiknya diberikan formula susu rendah laktosa.
Sabagaimana halnya intoleransi laktosa, maka intoleransi lemak pada diare akut
sifatnya sementara dan biasanya tidak terlalu berat sehingga tidak memerlukan
formula khusus. Pada situasi yang memerlukan banyak energi seperti pada fase
penyembuhan diare, diet rendah lemak justru dapat memperburuk keadaan
malnutrisi dan dapat menimbulkan diare kronik (English TJJ, 2003).

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Studi

20
Jenis penelitian yang dilakukan adalah kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian
yang lebih mengutamakan pada masalah, proses, dan makna/ persepsi, dimanan penelitian
ini diharapkan dapat mengungkap berbagai informasi kualitatif dengan deskripsi-analisis
yang teliti dan penuh makna yang juga tidak menolak informasi kuantitatif dalam bentuk
angka maupun jumlah (Muhadjir, 1996). Penelitian ini menggunakan metode pendekatan
fenomenologi yaitu suatu studi tentang kesadaran dari perspektif pokok seseorang.
Pendekatan fenomenologi pada penelitian ini menekankan pada pengalaman masyarakat
Kelurahan Panjang dalam perilaku pencegahan penyakit diare.

3.2 Waktu dan Lokasi


Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 2 Juli – 28 Juli 2018 bertempat di Puskesmas Rawat
Inap Panjang.

3.3 Informan Penelitian


Dalam penelitian kualitatif, hal yang menjadi bahan pertimbangan utama dalam
pengumpulan data adalah keterangan dari informan. Informan utama dalam penelitian ini
adalah masyarakat Kelurahan Panjang yang berjumlah 5 orang.

Informan Teknik Jumlah Kriteria Tempat


Wawancara

Responden Wawancara 5 Terdiagnosis Puskesmas


Diare dan Rawat Inap
bersedia Panjang
diwawancara

1. Pengetahuan mengenai penyakit Diare


a. Apakah Anda pernah mendengar tentang penyakit diare?
R1: Ya pernah dok

21
R2: Ya dok, pernahlah
R3: pernahlah dok
R4: Pernah dong dok
R5: Pernah dok, kan banyak.
b. Jika pernah, apakah anda tahu apa yang dimaksud dengan penyakit diare?
R1: Diare itu yang saya tau kalo beraknya cair dok
R2: Diare itu penyakit yang bikin mencret-mencret itu dok
R3: Mencret dok
R4: Mencret kan ya dok?
R5: Itu dok, kalo ada orang beraknya cair
c. Apakah Anda mengetahui penyebab penyakit diare? Apa saja yang dapat
menyebabkan diare?
R1: banyak dok, misalnya kalo jajan sembarangan
R2: Tau dok, Kumanlah dok
R3: Makanan dok
R4: Apa ya? Makanan kotor kali ya dok?
R5: Kalo ngga bersih yang dimakan dok
d. Menurut Anda, diare dapat menular melalui apa saja?
R1: Dari makanan dan minuman dok
R2: Makanan dan minuman yang kotor
R3: Makanan dan minuman dok
R4: Apa ya? Makanan kotor, minuman kotor, apa lagi ya dok?
R5: Makanan sama minuman dok
e. Menurut Anda berapa kali buang air besar dalam sehari hingga disebut sebagai
penderita diare?
R1: lebih dari sekali dok
R2: kalo mencret-mencret lebih dari sekali dok
R3: kalo udah mencret ya diare berarti dok
R4: kayaknya 1 kali aja udah diare deh dok
R5: Satu kali aja udah diare dok
f. Bagaimana cara mencegah diare?
R1: ya jangan jajan sembarangan dok
R2: cuci tangan sebelum makan, jangan jajan sembarangan dok
R3: ya jangan jajan sembarangan dok
R4: kalo jajan sembarangan kali ya dok
R5: Makan makanan dari rumah, ngga usah jajan diluar
g. Apa yang pertama kali harus diberikan kepada penderita diare?
R1: Obat diare dok, biar berenti
R2: Kasih diapet dok, biar berenti diarenya
R3: Kasih obat diare dari warung dok
R4: kalo menurut saya obat diare dok, biar berenti mencretnya
R5: kasih obat diare dulu dok, biar berenti

22
2. Sikap terhadap penyakit Diare
a. Apakah Anda setuju akan pemberian oralit pada penderita diare?
R1: Setuju dok
R2: Setujulah dok
R3: Setuju aja dok
R4: Setuju dong dok
R5: Iya dok setuju
b. Apakah Anda setuju bahwa penderita diare balita harus segera dibawa kedokter?
R1: Setujulah dok
R2: Setuju dong dok
R3: Setuju dok
R4: Setujulah doook
R5: Iya dok setujulah
c. Apakah Anda setuju bahwa sebelum makan harus mencuci tangan dengan
sabun?
R1: Setujulah dok
R2: Setuju dong dok, biar bersih dari kuman
R3: Setuju dok
R4: Setujulah dok
R5: Iya dok setuju
d. Apakah Anda setuju diadakan penyuluhan tentang diare?
R1: Setujudok
R2: Setuju dok
R3: Setuju dok
R4: Setuju dok
R5: Iya setuju
e. Apakah Anda setuju diadakan kerja bakti dilingkungan tempat Anda tinggal?
R1: Setuju dok
R2: Setuju dok
R3: Setuju dok
R4: Setuju dok
R5: Setuju

3. Perilaku terhadap penyakit Diare?


a. Apakah air minum yang Anda minum selalu dimasak sampai mendidih?
R1: Iyalah dok
R2: Selalu dok
R3: Iya dong dok
R4: Iya dok sampe mendidih
R5: Iya dok

23
b. Apa jenis sarana air bersih yang digunakan Anda untuk keperluan minum
sehari-hari?
R1: Sumur gali dok
R2: Pakai sumur gali dok dirumah
R3: Di rumah saya pakai sumur gali dok
R4: Pakai sumur gali dok
R5: Lingkungan rumah pakai sumur gali dok
c. Apakah Anda selalu melakukan tindakan untuk mencegah penyakit diare?
R1: Engga tau dok, tindakannya seperti apa
R2: ya paling cuci tanga, tidak jajan sembarangan, masak sampai mateng.
R3: Iya dok, kayak engga jajan sembarangan gitu paling
R4: yang saya tau ya paling jangan jajan sembarangan, cuci tangan sebelum
makan gitu dok
R5: paling jangan jajan sembarangan
d. Apakah anda memberikan oralit sewaktu ada anggota keluarga yang menderita
diare?
R1: Tidak dok
R2: Jarang sih dok, paling kalo udah kebanyakan mencretnya sampe lemes
R3: Engga dok
R4: Engga dok, kasih obat warung aja
R5: Engga pernah sih dok
e. Dimana Anda menyimpan makanan yang telah dimasak?
R1: Di dapur dok
R2: Di kulkas dok biasanya
R3: Di atas meja makan dok
R4: Di atas meja makan biasanya dok
R5: Di dapur dok, di atas wajan

f. Apakah Anda bersedia datang sewaktu diadakan penyuluhan tentang diare?


R1: Bersedia dok
R2: Bersedia dong dok
R3: Bersedia
R4: bersedialah dok
R5: Bersedia dok
3.4 Cara Pengumpulan Data

Untuk data primer, maka metode pengumpulan data dilakukan dengan cara

wawancara mendalam (indepth interview) kepada informan tentang pengetahuan

warga mengenai diare. Wawancara dilakukan langsung di lokasi tempat tinggal

24
informan. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang didapat dari laporan

bulanan dan laporan tahunan kasus diare tahun 2017.

3.5 Instrumen Pengumpulan Data


Alat bantu yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu alat tulis,

handphone (perekam suara), dan kamera. Data hasil pengamatan dan wawancara

umumnya langsung kami tulis di tempat penelitian dalam bentuk tulisan-tulisan

singkat. Tulisan-tulisan singkat ini kemudian dikembangkan ke dalam bentuk .field

note yang lebih rinci dan lengkap. Data yang ingin kami telusuri adalah berkaitan

dengan pengetahuan dan sikap informan terhadap penyakit diare.

3.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

peningkatan prevalensi kasus diare pada tahun 2017 di wilayah kerja Puskesmas

Rawat Inap Panjang, dilakukan dengan cara menarasikan hasil wawancara

mendalam dan hasil pengamatan ke dalam bentuk field note. Atau catatan lapangan

yang mudah dipahami dan dimengerti. Analisis data dengan menggunakan tehnik

on going analysis, yaitu analisis yang berlangsung secara terus-menerus selama

proses pengumpulan data.

3.7 Langkah Diagnosis Komunitas


3.7.1 Pertemuan awal untuk menentukan permasalahan

25
Membentuk Tim Pelaksana untuk mengidentifikasi masalah yang ada. Tim ini

terdiri dari dokter puskesmas, pemegang program, surveilans, sanitarian, promkes,

laboratorium.

a. Mendiskusikan secara bersama permasalahan yang ada yaitu di Puskesmas

Rawat Inap Panjang untuk mencari penyebab masalah dan menetapkan alternatif

pemecahan masalah.
b. Melakukan skrining pada seluruh informan untuk menegakkan diagnosa
c. Ditetapkanlah prioritas masalah yang akan dicari solusi untuk memecahkannya

1. Instrumen pengumpulan data

Alat pengumpul data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.

2. Mengumpulkan data dari masyarakat

Data primer dikumpulkan dari hasil wawancara secara langsung dan data

Sekunder dari Laporan bulanan dan tahunan kasus diare.

3. Menganalisa dan menyimpulkan data


a. Identifikasi masalah
b. Menentukan prioritas penyebab masalah
c. Menentukan alternatif pemecahan masalah

26
BAB IV
HASIL

4.1 Profil Komunitas

4.1.1 Data Geografis

Puskesmas Rawat Inap Panjang terletak di Kelurahan Panjang Selatan Kecamatan

Panjang, Kota Bandar Lampung terdiri dari 8 kelurahan yaitu Panjang Utara,

Panjang Selatan, Karang Maritim, Srengsem, Pidada, Way Lunik, Ketapang, dan

Kuala.

- Kelurahan Panjang Selatan dengan luas 11 Ha

- Kelurahan Panjang Utara dengan luas 225 Ha

- Kelurahan Karang Maritim dengan Luas 556 Ha

- Kelurahan Srengsem dengan luas wilayah 556 Ha

- Kelurahan Pidada dengan laus wilayah 256 Ha

- Kelurahan Way Lunik dengan luas 144 Ha

- Kelurahan Ketapang dengan luas wilayah 224 Ha

- Kelurahan Kuala dengan luas wilayah 115 Ha

27
Adapun batas-batas wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Panjang adalah:
- Sebelah utara : Kelurahan Sukaraja
- Sebelah Selatan : Lampung Selatan
- Sebelah Timur : Kecamatan Ketibung
- Sebelah Barat : Teluk Lampung

Secara topografi Puskesmas Rawat Inap Panjang mempunyai wilayah kerja yang

terdiri dari tanah berbukitan dan landai serta sebagian kecil pantai.

Gambar 3. Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Panjang

28
4.1.2 Data Demografik

Pada tahun 2017 penduduk di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Panjang
berjumlah 75.707 jiwa. Distribusi penduduk dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. Distribusi Penduduk Puskesmas Panjang

Jumlah

No Data Penduduk Pria dan Wanita WUS


1. Panjang Utara 14.320 3.168
2. Panjang Selatan 13.699 3.030
3. Karang Maritim 10.353 2.290
4. Srengsem 9.569 2.117
5. Pidada 12.295 2.290
6. Way Lunik 9.586 2.120
7. Ketapang 3.514 777
8. Kuala 2.371 524
Jumlah 75.707 16.316

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk pria adalah

38.419 jiwa dan penduduk wanita adalah 37.278 jiwa. Berdasarkan tabel diatas,

diketahui pula bahwa keluharan Panjang Utara memiliki jumlah penduduk paling

tinggi yaitu 14.320 jiwa dan kelurahan Kuala memiliki jumlah penduduk paling

sedikit yaitu 2.371 jiwa. Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui pula jumlah

wanita usia subur adalah 16.316 jiwa. Jumlah wanita usia subuh terbanyak terdapat

pada kelurahan Panjang Utara yaitu sebanyak 3.168 jiwa, sementara kelurahan

29
dengan jumlah wanita subur paling sedikit adalah kelurahan Kuala dengan jumlah

524 jiwa.

4.2 Sarana Komunitas

4.2.1 Data Kesehatan Masyarakat


Pada tahun 2017 penduduk di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Panjang
berjumlah 75.707 jiwa. Pada lingkungan kecamatan Panjang masih minim sekali
penduduk yang memenuhi syarat rumah sehat (9,2%). Hal ini menunjukan bahwa
sebagian besar rumah penduduk banyak yang belum memenuhi syarat rumah sehat,
kondisi lingkungan rumah yang padat dan jarangnya dilakukan pengecekan
terhadap Sarana air bersih mengenai kualitas air dan bakteriologisnya pada tiap rumah
sehingga menyebabkan keadaan air yang kurang baik, hal tersebut akan
mendukung bakteri penyebab diare menjadi berkembang biak dengan baik, hal ini
merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya peningkatan kasus diare pada
Puskesmas Panjang sebanyak 231 kasus pada periode Juli 2017 sampai Juni 2018.
Dari 231 kasus diare yang ada, kelurahan dengan penyumbang jumlah kasus
tertinggi yaitu dari Kelurahan Panjang Selatan. Peningkatan jumlah kasus diare
pada Kelurahan Panjang Selatan menyebabkan Kelurahan ini menjadi urutan
pertama yang memiliki kasus diare terbanyak di Kecamatan Panjang yang dimana
jumlah keseluruhan kasus pada Kelurahan Pidada sebesar 46 kasus diare selama
setahun pada periode Juli 2017 sampai Juni 2018.

30
BAB V
ANALISIS PENELITIAN

5.1 Identifikasi Masalah


5.1.1 Gambaran Umum Penelitian
Penelitian dilakukan dengan melakukan indepth interview pada anggota komunitas
yang pernah dan sedang terkena diare yang datang ke Puskesmas Panjang dengan
menggali pengetahuan mereka mengenai penyakit diare. Penelitian diawali dengan
kuisioner mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku warga terhadap diare pada 20
orang di Puskesmas Panjang. Berdasarkan kuisioner tersebut di lakukan wawancara
terhadap partisipan yang sedang mengalami diare serta mengisi kuisioner. Indepth
interview dilakukan di Puskesmas Panjang dengan menggunakan ruangan khusus
yang sangat menjunjung tinggi privasi informan (I). Pengambilan sampel secara
purposive sampling (ditetapkan sesuai dengan jumlah warga yang sedang
mengalami diare dan mengisi kuisioner) sebanyak 5 orang penderita diare yang
mengisi kuisioner. Wawancara dilakukan selama kurang lebih 1 hari. Setelah
dilakukan indepth interview, dilakukan prioritas masalah dan pemecahan masalah
komunitas.

5.1.2 Persepsi Kelompok Masyarakat Kelurahan Kota Karang Mengenai Penyakit


Diare
1. Pengetahuan mengenai penyakit diare
h. Apakah Anda pernah mendengar tentang penyakit diare?
R1: Ya pernah dok
R2: Ya dok, pernahlah
R3: pernahlah dok
R4: Pernah dong dok
R5: Pernah dok, kan banyak.
i. Jika pernah, apakah anda tahu apa yang dimaksud dengan penyakit diare?
R1: Diare itu yang saya tau kalo beraknya cair dok

31
R2: Diare itu penyakit yang bikin mencret-mencret itu dok
R3: Mencret dok
R4: Mencret kan ya dok?
R5: Itu dok, kalo ada orang beraknya cair
j. Apakah Anda mengetahui penyebab penyakit diare? Apa saja yang dapat
menyebabkan diare?
R1: banyak dok, misalnya kalo jajan sembarangan
R2: Tau dok, Kumanlah dok
R3: Makanan dok
R4: Apa ya? Makanan kotor kali ya dok?
R5: Kalo ngga bersih yang dimakan dok
k. Menurut Anda, diare dapat menular melalui apa saja?
R1: Dari makanan dan minuman dok
R2: Makanan dan minuman yang kotor
R3: Makanan dan minuman dok
R4: Apa ya? Makanan kotor, minuman kotor, apa lagi ya dok?
R5: Makanan sama minuman dok
l. Menurut Anda berapa kali buang air besar dalam sehari hingga disebut sebagai
penderita diare?
R1: lebih dari sekali dok
R2: kalo mencret-mencret lebih dari sekali dok
R3: kalo udah mencret ya diare berarti dok
R4: kayaknya 1 kali aja udah diare deh dok
R5: Satu kali aja udah diare dok
m. Bagaimana cara mencegah diare?
R1: ya jangan jajan sembarangan dok
R2: cuci tangan sebelum makan, jangan jajan sembarangan dok
R3: ya jangan jajan sembarangan dok
R4: kalo jajan sembarangan kali ya dok
R5: Makan makanan dari rumah, ngga usah jajan diluar
n. Apa yang pertama kali harus diberikan kepada penderita diare?
R1: Obat diare dok, biar berenti
R2: Kasih diapet dok, biar berenti diarenya
R3: Kasih obat diare dari warung dok
R4: kalo menurut saya obat diare dok, biar berenti mencretnya
R5: kasih obat diare dulu dok, biar berenti

2. Sikap terhadap penyakit Diare


f. Apakah Anda setuju akan pemberian oralit pada penderita diare?
R1: Setuju dok
R2: Setujulah dok
R3: Setuju aja dok

32
R4: Setuju dong dok
R5: Iya dok setuju
g. Apakah Anda setuju bahwa penderita diare balita harus segera dibawa kedokter?
R1: Setujulah dok
R2: Setuju dong dok
R3: Setuju dok
R4: Setujulah doook
R5: Iya dok setujulah
h. Apakah Anda setuju bahwa sebelum makan harus mencuci tangan dengan
sabun?
R1: Setujulah dok
R2: Setuju dong dok, biar bersih dari kuman
R3: Setuju dok
R4: Setujulah dok
R5: Iya dok setuju
i. Apakah Anda setuju diadakan penyuluhan tentang diare?
R1: Setujudok
R2: Setuju dok
R3: Setuju dok
R4: Setuju dok
R5: Iya setuju
j. Apakah Anda setuju diadakan kerja bakti dilingkungan tempat Anda tinggal?
R1: Setuju dok
R2: Setuju dok
R3: Setuju dok
R4: Setuju dok
R5: Setuju

3. Perilaku terhadap penyakit Diare


g. Apakah air minum yang Anda minum selalu dimasak sampai mendidih?
R1: Iyalah dok
R2: Selalu dok
R3: Iya dong dok
R4: Iya dok sampe mendidih
R5: Iya dok
h. Apa jenis sarana air bersih yang digunakan Anda untuk keperluan minum
sehari-hari?
R1: Sumur gali dok
R2: Pakai sumur gali dok dirumah
R3: Di rumah saya pakai sumur gali dok
R4: Pakai sumur gali dok
R5: Lingkungan rumah pakai sumur gali dok

33
i. Apakah Anda selalu melakukan tindakan untuk mencegah penyakit diare?
R1: Engga tau dok, tindakannya seperti apa
R2: ya paling cuci tanga, tidak jajan sembarangan, masak sampai mateng.
R3: Iya dok, kayak engga jajan sembarangan gitu paling
R4: yang saya tau ya paling jangan jajan sembarangan, cuci tangan sebelum
makan gitu dok
R5: paling jangan jajan sembarangan
j. Apakah anda memberikan oralit sewaktu ada anggota keluarga yang menderita
diare?
R1: Tidak dok
R2: Jarang sih dok, paling kalo udah kebanyakan mencretnya sampe lemes
R3: Engga dok
R4: Engga dok, kasih obat warung aja
R5: Engga pernah sih dok
k. Dimana Anda menyimpan makanan yang telah dimasak?
R1: Di dapur dok
R2: Di kulkas dok biasanya
R3: Di atas meja makan dok
R4: Di atas meja makan biasanya dok
R5: Di dapur dok, di atas wajan
l. Apakah Anda bersedia datang sewaktu diadakan penyuluhan tentang diare?
R1: Bersedia dok
R2: Bersedia dong dok
R3: Bersedia
R4: bersedialah dok
R5: Bersedia dok

Berdasarkan hasil indeepth interview, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan,


sikap, dan perilaku masyarakat Panjang terhadap penyakit diare termasuk dalam
kategori rendah.

4. Program pencegahan diare di Puskesmas


Input Proses Output
1. SDM : dokter 1. Penemuan kasus 1. Penemuan kasus baru telah mencapai target
umum 6 baru (deteksi yaitu 10%
orang, dokter dini) pada pasien 2. Pemeriksaan dan diagnosis diare hanya
internship 7 rawat jalan dilakukan di puskesmas, sedangkan di luar
orang, bidan 3. Pemeriksaan dan puskesmas tidak terdata.
11 orang, diagnosis diare 3. Program pemantauan pengobatan diare tidak
4. Pemantauan

34
perawat 15 pengobatan diare dijalankan sesuai SOP. Pojok oralit tidak
orang 5. Penyuluhan dan lagi tersedia di posyandu.
2. Sarana dan konseling 4. Penyuluhan tetap dilakukan oleh kader dan
prasarana : 6. Rujukan bidan di posyandu. Namun, tidak ada
7. Pencatatan dan
puskesmas 1, konseling belum dijalankan dengan baik.
pelaporan
puskesmas 5. Sistem rujukan telah dijalankan dengan
pembantu 2, baik.
posyandu 11 6. Pencatatan dan pelaporan telah dijalankan.

5. Observasi Lingkungan Komunitas


a. Sumber Air Bersih
Tabel 1.1. Indikator dan pencapaian air bersih di daerah Panjang triwulan 2 tahun 2018

Target
Jenis Kegiatan Jumlah Pencapaian
SPM
Inspeksi dan pembinaan sanitasi sarana air
10.066 85% 2.305 (23%)
bersih
Keluarga menggunakan air bersih 2.305 100% 2.002 (86%)
Sarana air bersih diperiksa bakteriologis 0 100% 0
Sarana air bersih memenuhi syarat
0 100% 0
bakteriologis.
b. Sistem Pembuangan Air Limbah
1). Limbah rumah tangga
Berdasarkan hasil observasi, Panjang merupakan daerah padat penduduk
yang memiliki jumlah penduduk 75.707 dalam luas wilayah 992 Ha. Sistem
pembuangan air limbah domestik juga tidak mencakup seluruh pemukiman
di daerah Panjang. Beberapa daerah bahkan tidak memiliki sistem
pembuangan air limbah domestik. Sehingga hanya mengandalkan
penyerapan langsung melalui tanah tanpa proses pengolahan sesuai standar
yang ada. Penduduk yang bermukim didaerah Panjang juga memiliki
kebiasaan membuang sampah langsung ke sungai, meskipun pemerintah
telah memnyediakan jasa pengangkutan sampah.

2). Limbah industri


Panjang merupakan salah satu pusat industri di Lampung. Banyak
perusahaan yang melakukan proses industri didaerah Panjang seperti,

35
perusahaan batu bara, perkebunan kelapa sawit, pengolahan daging dan
lain-lain. Dari proses produksi, dihasilkan limbah baik itu limbah cair
maupun limbah berupa gas. Setiap perusahaan memiliki standar operasional
pembuangan air limbah. Namun, peneliti tidak mengobservasi pembuangan
limbah industri dilapangan.

36
.

Dia
Man
Material

Minimnya petugas yang


dapat memberikan Tidak tersedianya
penyuluhan kesehatan Kurangnya pelatihan Pojok Oralit di Kurangnya kerja sama
dan pembinaan puskesmas dengan lintas sektor dalam
kepada petugas dan mendukung pelaksanaan
Kurangnya petugas yang program pemberantasan
dapat memberikan kader posyandu
Kurangnya media diare
advokasi, konseling serta
edukasi penyuluhan serta
penyuluhan hanya 1 arah
Kurangnya kerja sama dengan lintas
sektor dalam mendukung pelaksanaan
program pemberantasan diare
Kurangnya pengetahuan, sikap, dan
perilaku (PSP) masyarakat mengenai
diare dan pencegahannya

Rendahnya peran serta


Gambar 1. Diagram fishbone masyarakat dalam
Kurangnya kerja sama antar
bagian terkait internal puskesmas kegiatan-kegiatan yang
dalam menangani pasien diare diadakan di puskesmas
serta pencegahannya

Methode Lingkungan

37
5.2 Prioritas Masalah Kesehatan Komunitas

Dari fishbone di atas, masih perlu dicari masalah-masalah yang paling

memiliki peranan dalam mencapai keberhasilan program. Dengan

menggunakan model teknik kriteria matriks pemilihan prioritas dapat

dipilih masalah yang paling dominan. Masalah kesehatan utama di

Puskesmas Panjang berupa tingginya kejadian diare dengan penyebab

masalah berupa:

1. Minimnya petugas yang dapat memberikan penyuluhan kesehatan


2. Kurangnya petugas yang dapat memberikan advokasi, konseling serta

edukasi
3. Kurangnya pelatihan dan pembinaan kepada petugas dan kader

posyandu
4. Tidak tersedianya Pojok Oralit di puskesmas
5. Kurangnya media penyuluhan serta penyuluhan hanya 1 arah
6. Kurangnya kerja sama dengan lintas sektor dalam mendukung

pelaksanaan program pemberantasan diare


7. Kurangnya penyuluhan mengenai promosi kesehatan dan penyakit

diare
8. Kurangnya pengetahuan, sikap, dan perilaku (PSP) masyarakat

mengenai diare dan pencegahannya


9. Rendahnya peran serta masyarakat dalam kegiatan-kegiatan yang

diadakan di puskesmas

Menilai dan meninjau kapasitas dari masyaakat di Lingkungan Puskesmas

Panjang perlu dilakuakan pengukuran priotitas masalah. Metode yang

digunakan untuk menentukan prioritas masalah kesehatan dalam hal ini

peneliti memili USG (Urgency, Growth, Seriousness).

Tabel 5. Tabel prioritas masalah USG

38
Masalah Urgency Seriousness Growth Total

Minimnya petugas yang dapat


3 3 2 8
memberikan penyuluhan kesehatan
Kurangnya petugas yang dapat
memberikan advokasi, konseling 4 5 4 13
serta edukasi
Kurangnya pelatihan dan pembinaan
3 2 2 7
kepada petugas dan kader posyandu
Tidak tersedianya Pojok Oralit di
2 2 1 5
puskesmas
Kurangnya media penyuluhan serta
3 3 3 9
penyuluhan hanya 1 arah
Kurangnya kerja sama dengan lintas
sektor dalam mendukung
2 2 1 5
pelaksanaan program pemberantasan
diare
Kurangnya pengetahuan, sikap, dan
perilaku (PSP) masyarakat mengenai 5 5 4 14
diare dan pencegahannya
Rendahnya peran serta masyarakat
dalam kegiatan-kegiatan yang 3 3 3 9
diadakan di puskesmas

Berdasarkan prioritas masalah menggunakan metode USG di atas,

didapatkan prioritas penyebab masalah yang terbesar yakni masih

kurangnya PSP (pengetahuan, sikap dan perilaku) masyarakat yang

mengenai pentingnya pencegahan dan pengobatan diare. Pola kesehatan

masyarakat Panjang masih bersifat kuratif, hanya berobat saat timbul sakit.

Dalam tindakan pencegahan, masyarakat panjang kurang antusias dalam

mengikuti tindakan preventif yang sudah disosialisasikan oleh puskesmas.

Ditambah dengan minimnya jumlah petugas kesehatan dalam memberikan

penyuluhan yang dapat terjun langsung ke masyarakat menyebabkan

39
kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya pencegahan dan

pengobatan diare.

5.3 Penyusunan Upaya Perbaikan

Tabel 6. Upaya perbaikan

Masalah Pemecahan masalah


Memberikan penyuluhan mengenai penyakit diare

Memberikan penyuluhan mengenai perilaku hidup


bersih dan sehat
Kurangnya PSP
(pengetahuan, sikap dan
perilaku) masyarakat Membuat jadwal bersih-bersih rutin minimal 1x
yang mengenai seminggu
pentingnya pencegahan
Memberikan pelatihan kepada kader mengenai
dan pengobatan diare
kesehatan

Merekomendasikan tenaga kesehatan untuk


ditempatkan di Puskesmas

5.5 Cara Pemecahan Terpilih

Tabel 7. Cara pemecahan terpilih

Efektivitas Efisiensi Jumlah


Pemecahan masalah
M I V C MIV/C
Memberikan penyuluhan
mengenai penyakit diare 3 3 3 1 27

Memberikan penyuluhan
mengenai perilaku hidup
3 2 3 1 18
bersih dan sehat

Membuat jadwal bersih-


bersih rutin minimal 1x 3 2 3 1 18
seminggu

40
Memberikan pelatihan
kepada kader mengenai 3 3 2 2 9
kesehatan

Merekomendasikan tenaga
kesehatan untuk 3 3 3 2 13.5
ditempatkan di Puskesmas

Dari cara pemecahan terpilih didapatkan perlu dilakukan pemberian penyuluhan

mengenai penyakit diare. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah penularan dari

penderita, bertambahnya kejadian diare, dan merawat diri agar tidak mengalami

hal serupa kembali. Penyuluhan terutama diberikan pada ibu-ibu yang memiliki

anak usia balita.

41

Anda mungkin juga menyukai