Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

Dewasa ini sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi tuberkulosis. Dimana


diperkirakan setiap tahunnya terdapat 8 juta penderita TB paru angka kematian 3,5 juta
pertahun. Jumlah penderita TB paru diperkirakan terus meningkat dari tahun ke tahun. 1
Dilaporkan juga tingginya insiden TB paru disebabkan oleh karena penurunan daya
tahan tubuh, tingkat infeksi yang tinggi, kurangnya biaya untuk pengobatan, semakin
meningkatnya M.tuberculosis yang resisten terhadap banyak obat (Multi Drugs Resistance
Tuberculosis). 1
Di Indonesia tuberculosis paru masih merupakan masalah kesehatan yang utama
karena prevalensinya yang tinggi dan penyebab utama kematian. Berdasarkan hasil SKRT
tahun 1995, TB paru merupakan penyebab kematian nomor dua dari golongan penyakit
infeksi dan nomor satu dari semua kelompok usia. 1
Penegakan diagnosis TB secara dini dan kepatuhan penderita dalam menjalankan
strategi pengobatan yang direkomendasikan WHO diharapkan dapat menurunkan insiden TB
paru dan menunjang keberhasilan program pemberantasan TB paru. Penemuan penderita TB
dapat dilakukan dengan cara pasif maupun aktif.1
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk dapat menegakkan diagnosis TB paru
berdasarkan dari gejala klinis, pemeriksaan fisik, laboratorium serta pemeriksaan penunjang
lainnya.1

Tuberculosis Paru 1
BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS
Nama : Tn. H
Umur : 27 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Lesung Batu
Tanggal Masuk : 9 September 2016 Pukul : 20.24 WIB

ANAMNESA
Keluhan Utama : Batuk berdarah
Telaah : Pasien datang ke RSUD Rupit dengan keluhan batuk berdarah
1 hari yang lalu sebelum masuk Rumah Sakit dengan darah berwarna
merah segar dan berbuih. Batuk darah terjadi sekali sebanyak ± ¼ aqua
gelas (55 ml). Sebelumnya pasien sudah mengeluhkan batuk berdahak
sejak ± 5 bulan yang lalu dan memberat sejak 1 bulan terakhir. Batuk
berdahak terjadi terus menerus dengan dahak berwarna kuning
kehijauan. Pasien juga mengeluhkan demam sejak 2 minggu yang lalu,
nyeri dada, sesak napas dan kerongkongan terasa sakit.
Selama keadaan ini, pasien mengatakan mengalami penurunan
berat badan sebanyak 9 kg dalam 5 bulan terakhir. Terdapat penurunan
nafsu makan, sering berkeringat saat malam hari. Buang air kecil dan
buang air besar dalam batas normal. Selain itu dari pasien didapatkan
informasi tetangga pasien ada yang menderita TBC paru.

Riwayat Penyakit Dahulu :


1. Riwayat hipertensi tidak ada
2. Riwayat diabetes mellitus tidak ada

Tuberculosis Paru 2
3. Riwayat penyakit yang sama tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :


Dikeluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama

Riwayat Lingkungan :
Tetangga pasien ada yang mengalami batuk seperti yang dikeluhkan pasien dan menderita
TBC.

Riwayat Konsumsi Obat-Obatan :


Pasien belum pernah mengkonsumsi obat-obat TB

STATUS PRESENT KEADAAN PENYAKIT


Sensorium : Composmentis Anemia : tidak ada Edema : tidak ada
Tekanan Darah : 110/70 mmHg Ikterus : tidak ada Eritema : tidak ada
Temperatur : 37,2°C Sianosis : tidak ada Turgor : baik
Pernafasan : 24 x/menit Dispnoe : tidak ada Sikap Tidur Paksa : tidak ada
Nadi : 92 x/menit

KEADAAN GIZI
BB : 43 kg TB : 164 cm
RBW : ( 43/164-100 ) x 100 % = 67 % (severe malnutrition)

PEMERIKSAAN FISIK
KEPALA LEHER
Inspeksi : Inspeksi :
Rambut : Tidak ada kelainan Struma : Tidak tampak ada pembesaran
Wajah : Tidak ada kelainan
Mata : Tidak ada kelainan
Hidung : Tidak ada kelainan Palpasi :
Bibir : Tidak ada kelainan Kelenjar limfe : Tidak teraba pembesaran

Tuberculosis Paru 3
Lidah : Tidak ada kelainan Posisi trakea : Medial
TVJ : 5-2 cmH20

THORAK
THORAK DEPAN THORAK BELAKANG
PARU PARU
Inspeksi Inspeksi
Bentuk : Fusiformis Bentuk : Fusiformis
Dada Tertinggal : Tidak ada Dada tertinggal : Tidak ada
Venektasi : Tidak ada Venektasi : Tidak ada
Palpasi Palpasi
Nyeri tekan : Tidak ada Nyeri tekan : Tidak ada
Fremitus taktil : Kanan > kiri pada Fremitus taktil : Kanan > kiri pada
lapang paru atas sampai lapang paru atas sampai
lapang paru bawah lapang paru bawah
Perkusi Perkusi
Redup pada lapang paru atas sampai Redup pada lapang paru atas sampai
lapang paru bawah pada paru sebelah lapang paru bawah pada paru sebelah
kanan. kanan.
Auskultasi Auskultasi
Suara pernafasan : Vesikuler Suara pernafasan : Vesikuler
Suara tambahan : Suara tambahan :
Ronkhi (+) pada lapang paru atas sampai Ronkhi (+) pada lapang paru atas sampai
lapang paru bawah pada paru sebelah lapang paru bawah pada paru sebelah
kanan. kanan.
JANTUNG
Inspeksi
Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
Ictus cordis : teraba di linea midclavikula sinistra 2 jari ke medial
Perkusi
Batas jantung atas : ICS II linea parasternalis sinistra

Tuberculosis Paru 4
Batas jantung kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra
Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
Auskultasi
Bunyi Jantung : M1 > M2 A2 > A1
P2 > P1 A2 > P2

ABDOMEN GENITALIA
Inspeksi Tidak dilakukan pemeriksaan
Simetris, Bengkak (-), Venektasi (-)
Palpasi
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Perkusi :
Timpani (+)
Auskultasi :
Peristaltik Usus : (+) normal

EKSTREMITAS
Ekstremitan Atas Ekstremitas Bawah
Bengkak : Tidak ada Bengkak : Tidak ada
Merah : Tidak ada Merah : Tidak ada
Pucat : Tidak ada Pucat : Tidak ada
Gangguan fungsi : Tidak ada Gangguan fungsi : Tidak ada

Tuberculosis Paru 5
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Normal Satuan
Haematology

Haemoglobin 12,0 14 -18 g/dl


Leucocyte 9.500 5000 – 10.000 /mm3
Trombocyte 456.000 150000 - 450000 /mm3
Hematokrit 36,4 40 - 48 %

Bakteriology
Sputum SPS BTA1 : ++
BTA 2 : +++

Pemeriksaan Foto Torak

INTERPRETASI FOTO
Dari hasil foto tampak adanya konsolidasi pada lapang paru kanan atas sampai lapang paru
kanan bawah.

Tuberculosis Paru 6
DIAGNOSIS BANDING
- TB Paru Kasus Baru + Hemoptoe
- Pneumonia + Hemoptoe
- Mikosis paru + Hemoptoe
- Tumor Paru + Hemoptoe

DIAGNOSIS KERJA
- TB Paru Kasus Baru + Hemoptoe

PENATALAKSANAAN
Nonfarmakologis :
- Tirah Baring
- Diet Makanan biasa dengan tinggi kalori protein

Farmakologis :
- IVFD RL XXX gtt/i
- Sohobion 1x1
- Codein 3 x 10 mg
- Curcuma 1 x 1
- Rifampisin 450 mg 1x1
- INH 300 mg 1x1
- Pirazinamid 1000 1x1
- Etambutol 1000 1x1

Tuberculosis Paru 7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. DEFINISI TUBERKULOSIS PARU


Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis.2

3.2. EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia
ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis
sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta
kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan
Asam) positif.1
Indonesia adalah negri dengan prevalensi TB ke 3 tertinggi di dunia setelah Cina dan
India. Pada tahun 1998 TB di China, India dan Indonesia berturut-turut 1.828,000, 1.414.000
dan 591.000 kasus. Perkiraan kejadian BTA sputum positif di Indonesia adalah 266.000
tahun 1998.2

3.3 ETIOLOGI
Sebagaimana telah diketahui tuberkulosis paru disebabkan oleh basil TB
(Mycobacterium tuberculosis humanis). Bakteri ini termasuk famili Mycobactericeae yang
memiliki berbagai genus, satu diantaranya adalah Mycobacterium dan salah satu spesiesnya
adalah M.tuberculosis. Tipe M.tuberculosis yang paling berbahaya bagi manusia adalah tipe
humanis. Basil Tb ini memiliki dinding sel lipoid.2
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak
berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 μm dan panjang 1 – 4 μm.
Dinding M.tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%).
Penyusun utama dinding sel M.tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-
waxes), trehalosa dimikolat yang disebut “cord factor”, dan mycobacterial sulfolipids yang
berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 –
C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan
peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri
tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel
Tuberculosis Paru 8
yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M.tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu
apabila sekali diwarnai, tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan
asam – alkohol. Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen
lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M.tuberculosis dapat diidentifikasi
dengan menggunakan antibodi monoklonal.2

Gambar 1 : Mycobaterium tuberculosis,


dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen
pembesaran 1000x

Daya tahan kuman Mycobacterium Tuberculosis lebih besar dibandingkan dengan


kuman lainnya karena sifat hidrofobik pada permukaan selnya. Kuman ini tahan terhadap
asam, alkali dan zat warna. Pada sputum yang melekat pada debu dapat tahan hidup selama
8-10 hari.3

3.4. PATOGENESIS

Gambar 2 :
Skema perkembangan sarang tuberculosis, post primer dan perjalanan penyembuhannya. 2

Tuberculosis Paru 9
Gambar 3 :
Jaringan dari individu asimptomatik terinfeksi yang menunjukkan Mycobacterium
tuberculosis pada lesi primer di dalam paru dan juga area bebas lesi dari paru dan lymfeh
node. Meskipun lesi primer dapat ditemukan pada bagian manapun dari paru, penyakit
post primer biasanya berkembang dari regio apex.

3.5 KLASIFIKASI
TB paru dibagi dalam : 2
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
• Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif.
• Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
• Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan
positif.
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)
• Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan
kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak respons dengan
pemberian antibiotik spektrum luas.
• Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
Mycobacterium tuberculosis positif.
• Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa.

Tuberculosis Paru 10
Berdasarkan Tipe Penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe
penderita yaitu :4
a. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi
berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2
bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
d. Kasus Gagal
Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif
pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan).
f. Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
g. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas) negatif dan gambaran
radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran radiologik serial
menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT yang adekuat akan lebih
mendukung.

TUBERKULOSIS EKSTRA PARU


Batasan : Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (perikardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus,
ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dll. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur
spesimen positif, atau histologi, atau bukti klinis kuat konsisten dengan TB ekstraparu aktif,
yang selanjutnya dipertimbangkan oleh klinisi untuk diberikan obat anti tuberkulosis siklus
penuh. TB di luar paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakit, yaitu :4
1. TB diluar paru ringan
Tuberculosis Paru 11
Misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang
belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
2. TB diluar paru berat
Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral,
TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin.

3.6. DIAGNOSIS
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, gejala klinik,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang
lainnya.4

Gambar 3 : Alur Diagnosis Tb 2

3.7 MANIFESTASI KLINIK


Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik
(atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.2

Tuberculosis Paru 12
a. Gejala respiratorik
• batuk ≥ 2 minggu
• batuk darah
• sesak napas
• nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis pada saat medical check
up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada
gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk
diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari
organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang
lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat
gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang
nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.5
b. Gejala sistemik
• Demam
• Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam,anoreksia, berat badan menurun.2

3.8 PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGI


a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti
yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik
ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan
lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan
biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).2

b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan


Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau dengan cara: 2
• Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
• Dahak Pagi ( keesokan harinya )
• Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam
pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah
Tuberculosis Paru 13
pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasilitas, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus
pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.2
Bahan pemeriksaan dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek atau untuk
kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim
ke laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke
dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis
identitas penderita yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium.2

Pemeriksaan mikroskopik:
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen, pewarnaan Kinyoun Gabbett
Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening).2

3.9 PEMERIKSAAN RADIOLOGIK


Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :2
• Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah.
• Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
• Bayangan bercak milier.
• Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif : 2


• Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas.
• Kalsifikasi atau fibrotik.
• Kompleks ranke.
• Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura.
>> Lesi minimal : Bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas
tidak lebih dari dua sela iga.
>> Lesi luas : Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

Tuberculosis Paru 14
3.10 PENATALAKSANAAN
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan
tambahan.2

A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)


1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:2
• Rifampisin
• INH
• Pirazinamid
• Streptomisin
• Etambutol
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) 3
• Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid
75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan
• Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75
mg dan pirazinamid 400 mg
3. Jenis obat ini kedua 2
• Kanamisin
• Kuinolon
• Kapreomisin
• Amikasin
• Sikloserin
• Etionamid/Protionamid
• Para Amino Salisilat (PAS)

B. DOSIS OAT
• Rifampisin (R) : 10 mg/ kg BB, maksimal 600 mg
• INH (H) : 5 mg/kg BB, maksimal 300mg
• Pirazinamid (Z) : 25- 35 mg/kg BB
• Etambutol (E) : 15- 20mg /kg BB
• Streptomisin (S) : 20 mg/kgBB

Tuberculosis Paru 15
Dosis yang dianjurkan Dosis Dosis (mg)/berat badan (kg)
Dosis
Obat Harian Intermitten Maks
(mg/kgBB/hari) < 40 40 – 60 >60
(mg/kgBB/hari) (mg/kgBB/kali) (mg)
R 8 – 12 10 10 600 300 450 600
H 4–6 5 10 300 150 300 450
Z 20 – 30 25 35 750 1000 1500
E 15 – 20 15 30 750 1000 1500
S 15 - 18 15 15 1000 Sesuai BB 750 1000

C. EFEK SAMPING OAT


1. Efek Samping ringan dari OAT 4
Efek samping Penyebab Penanganan
Tidak nafsu makan, mual, Rifampisin Obat diminum malam sebelum tidur
muntah, sakit perut
Nyeri sendi Pirazinamid Berikan aspirin/ allupurinol
Kesemutan sampai dengan INH Berikan vitamin B6 (piridoksin) 100
rasa terbakar di kaki mg perhari
Warna kemerahan pada urine Rifampisin Berikan edukasi pada pasien

2. Efek Samping berat dari OAT 4


Efek Samping Penyebab Penanganan
Gatal dan kemerahan pada Semua jenis OAT Berikan antihistamin dan evaluasi
kulit ketat
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan
Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan
Ikterik Hampir semua OAT Hentikan semua OAT sampai
ikterik menghilang
Bingung dan muntah Hampir semua OAT Hentikan semua OAT dan lakukan
uji fungsi hati
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutol
Purpura dan renjatan (syok) Rifampisin Hentikan Rifampisin

Tuberculosis Paru 16
TABEL PENGOBATAN TB BERDASARKAN KATEGORI 4
PANDUAN OBAT YANG
KATEGORI KASUS KETERANGAN
DIANJURKAN
I *TB paru BTA (+), 2 RHZE / 4RH atau
BTA (-), lesi luas 2 RHZE / 6 HE atau
*TB extra paru kasus 2 RHZE / 4R3H3
berat.
II *Kambuh 2 RHZES / 1 RHZE / 5 RHE Bila streptomisin
*Gagal pengobatan 2 RHZES / 1 RHZE / 5 R3H3E3 alergi dapat
diganti dengan
kanamisin
II *TB paru lalai berobat Sesuai lama pengobatan
sebelumnya, lama berhenti
minum obat dan keadaan klinik,
bakteriologik dan radiologik saat
ini atau
2 RHZES / 1RHZE / 5 R3H3E3
III *TB paru BTA (-), 2 RHZ / 4 RH atau 6 RHE atau
lesi minimal 2 RHZ / 4 R3H3
*TB extra paru,kasus
ringan
1V Kronik Sesuai uji resistensi atau H
seumur hidup.
IV MDR TB Sesuai uji resistensi + Kuinolon
atau H seumur hidup.

Tuberculosis Paru 17
INDIKASI RAWAT INAP PASIEN TB
Indikasi rawat inap pada pasien TB paru yakni pada TB paru dengan keadaan/ komplikasi
sebagai berikut :
- Batuk darah masif
- Keadaan umum yang buruk
- Pneumotoraks
- Empiema
- Efusi pleura masif/bilateral
- Sesak napas berat ( bukan karena efusi pleura)

Tuberculosis Paru 18
3.11. HEMOPTISIS
Hemoptisis berasal dari kata (haemoptysis) dari bahasa Yunani yaitu haima dan
physis. Hemoptisis adalah ekspektorasi darah akibat perdarahan pada saluran napas di bawah
laring, atau perdarahan yang keluar melalui saluran napas bawah laring. Hemoptisis adalah istilah
yang digunakan untuk menyatakan batuk darah, atau sputum yang berdarah. Sputum mungkin
bercampur dengan darah. Mungkin juga seluruh cairan yang dikeluarkan paru-paru berupa
darah6.
Setiap proses yang mengakibatkan terganggunya kontinuitas aliran pembuluh darah
paru-paru dapat mengakibatkan perdarahan. Batuk darah merupakan suatu gejala yang serius.
Mungkin ini merupakan manifestasi yang paling dini dari tuberkulosis aktif. Sebab-sebab lain dari
hemoptisis adalah karsinoma bronkogenik, infarksi,dan abses paru-paru. Hemoptisis harus
dibedakan dengan hematemesis. Hematemesis disebabkan oleh lesi pada saluran cerna,
sedangkan hemoptisis disebabkan oleh lesi pada paru atau bronkus/bronkiolus6.
Adanya lesi saluran pernapasan dari hidungn sampai paru yang juga mengenai
pembuluh darah. Untuk mengetahui penyebab batuk darah kita harus memastikan bahwa
pendarahan tersebut berasal dari saluran pernapasan bawah, dan bukan berasal dari
nasofaring atau gastro instestinal. Dengan perkataan lain bahwa penderita tersebut benar-
benar batuk darah bukan muntah darah6.
Klasifikasi berdasarkan perkiraan jumlah darah yang dibatukkan :7
1. Bercak (Streaking) : <15-20 ml/24 jam. Yang sering terjadi darah bercampur dengan
sputum. Umumnya pada bronchitis.
2. Hemoptisis : 20-600 ml/24 jam. Hal ini terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar.
Biasanya pada kanker paru, pneumonia, TB, atau emboli paru.
3. Hemoptisis masif : >600 ml/24 jam. Biasanya pada kanker paru, kavitas pada TB atau
bronkhiektasis. Pseudohemoptisis merupakan batuk darah dari struktur saluran napas
bagian atas (diatas laring) atau saluran cerna atau dapat berupa perdarahan buatan (
factitious).
Kesulitan dalam menegakkan diagnosis ini adalah karena pada hemoptisis selain
terjadi vasokontriksi perifer, juga terjadi mobilisasi dari depot darah, sehingga kadar Hb tidak
selalu memberikan gambaran besarnya perdarahan yang terjadi.7
Kriteria dari jumlah darah yang dikeluarkan selama hemoptisis juga mempunyai
kelemahan oleh karena :7

Tuberculosis Paru 19
- Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan sputum dan kadang-kadang dengan
cairan lambung, sehingga sukar untuk menentukan jumlah darah yang hilang
sesungguhnya.
- Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan bersama-sama dengan tinja, sehingga tidak
ikut terhitung.
- Sebagian dari darah masuk ke paru-paru akibat aspirasi.
Suatu nilai kegawatan dari hemoptisis ditentukan oleh :7
- Apakah terjadi tanda-tanda hipotensi yang mengarah pada renjatan hipovolemik.
- Apakah terjadi obstruksi total maupun parsial dari bronkus yang dapat dinilai dengan
adanya iskemik miokardium, baik berupa gangguan aritmia, gangguan mekanik pada
jantung, maupun aliran darah serebral.
Dalam hal kedua ini dilakukan pemantauan terhadap gas darah, disamping
menentukan fungsi-fungsi vital. Suatu tingkat kegawatan hemoptisis dapat terjadi dalam dua
bentuk yaitu bentukakut berupa asfiksia dan bentk yang lain berupa syok hipovolemik.7
Klasifikasi berdasarkan penyebabnya :7
1. Batuk darah idioatik atau essensial dimana penyebabnya tidak diketahui. Angka
kejadiannya sekita 15 % tergantung fasilitas penegakan diagnosis. Pria terdapat dua kali
lebih banyak dari pada wanita, berumur sekitar 30 tahun, biasanya perdarahan dapat
berhenti sendiri sehingga prognosis baik. Teori perdarahan ini adalah sebagai berikut :
- Adanya ulserasi mukosa yang tidak dapat dicapai oleh bronkhoskopi.
- Bronkhiektasisi yang tidak dapat ditemukan.
- Infark paru yang minimal.
- Menstruasi vikariensis
- Hipertensi pulmonal
2. Batuk darah sekunder, yang penyebabnya dapat berasal dari :
- Saluran napas, yang sering adalah tuberkulosism bronkhiektasis, tumor paru,
pneumonia dan abses paru. Menurut Bannet, 82-86% batuk darah disebabkan oleh
tuberculosis paru, karsinoma paru dan bronkhiektasis. Yang jarang dijumpai
adalah penyakit jamur (aspergilosis), silikosis, penyakit oleh karena cacing.
- Sistem kardiovaskuler, yang sering adalah stenosis mitral dan hipertensi. Yang
jarang adalah gagal jantung, infark paru, aneurisma aorta.

Tuberculosis Paru 20
- Lain-lain. Disebabkan oleh benda asing, ruda pasa, penyakit darah seperti
hemophilia, hemosiderosis, sindrom goopasture, lupus eritematosus sistemik,
diathesis hemoragik dan pengobatan denganpengobatan antikoaglan.

KLASIFIKASI MENURUT PUSEL7

Ket : Positif satu dan dua dikatakan masih ringan, positif tiga hemoptisis sedang, positif
empat termauk didalam criteria hemoptisis masif.

Dikatakan hemoptisis masif bila :8


- Perdarahan >600 ml/24 jam
- Jumlah perdarahan antara 250-600 ml/24 jam dengan Hb < 10 mg/dl
- Jumlah perdarahan antara 250-600 ml/24 jam dengan Hb >10mg/dl namun perdarahan
terjadi terus menerus.

Bila terjadi hemoptisis, maka harus dilakukan penilaian terhadap :


- Warna darah untuk membedakannya dengan hematemesis
- Frekuensi terjadinya hemoptisis
- Volume perdarahan yang dibatukkan
- Lamanya perdaraan
- Terjadinya mengi (wheezing) unutk menilai besarnya obstruksi
- Keadaan umum pasien, tanda vital dan tingkat kesadaran

ANATOMI PARU
Pulmo atau biasa kita sebut sebagai paru-paru merupakan organ yang terletak di
cavum thoraks. Pulmo memiliki selaput pembungkus pulmo yang disebut dengan pleura.
Dimana pulmo didalam terdapat saluran nafas yang disebut dengan bronchus. Pulmo terdiri
atas apeks atau puncak dari pulmo terletak di superior yang merupakan bagian pulmo yang
tumpul dan menjulang hingga collum costae I. Apeks pulmo difiksasi oleh adanya fascia
Sibson, collum costae I, proc. transverses vertebrae thoracal I, cupula pleura dan mm. scaleni.

Tuberculosis Paru 21
Bassis pulmo merupakan dasar dari pulmo yang berbentuk konkaf dan merupakan tempat
menempelnya diafragma. Facies pulmo terdiri atas fasies costalis dan facies medialis, Facies
costalis adalah dataran pulmo yang menghadap ke costa berbentuk konveks dan dilapisi oleh
pleura parietalis pars costalis. Facies medialis adalah bagian pulmo yang menghadap ke
mediastinum dan dilapisi oleh pleura parietalis pars mediatinalis. Facies ini terdiri atas 2 pars,
yakni pars vertebralis (menghadap vertebrae) dan pars mediastinalis (menghadap
mediastinum). Pada pars mediastinalis terdapat hilus pulmonis yang merupakan tempat
keluar masuknya radix pulmo/pediculus pulmonis. Margo pulmo yaitu Margo anterior
merupakan tepi pulmo yang terjepit antara corpus sterni dengan pericardium. Pada margo
anterior pulmo sinistra terdapat adanya cekungan akibat adanya jantung yang disebut dengan
incisura cardiac pulmonis. Margo inferior merupakan tepi pulmo yang memisahkan basis
pulmo dengan facies costalis pulmo.9

Gambar 4 : Anatomi pulmo

Pulmo dextra terdapat 3 lobus (lobus superior, medius dan inferior) yang dipisahkan
oleh adanya 2 fissure (fissure horizontalis dan obliqua). Pulmo sinistra terdapat 2 lobus (lobus
superior dan inferior) yang dipisahkan oleh fissura obliqua. Lingual merupakan bagian dari
lobus superior pulmo sinistra yang terletak di antero inferior yang merupakan
rudimentasi/pendesakan dari jantung pada pulmo sinistra.9

Tuberculosis Paru 22
Gambar 5 : Perbedaan Pulmo Dextra dan Pulmo Sinistra

Hilus pulmonis berarti pintu masuk ke dalam pulmo yang terletak di facies medialis
pulmo. Dimana hilus pulmo ini merupakan tempat keluar masuknya radix pulmo. Radix
pulmo ini terletak setinggi vertebrae thoracal V-VII. Urutan radix pulmo dari ventral ke
dorsal untuk pulmo sinistra dan dextra sama, yakni : v. pulmonalis, a. pulmonalis, bronchus,
v. Bronchialis. Sedangkan urutan radix pulmo dextra dari cranial ke caudal yakni : bronchus
heparterial, a. pulmonalis, bronchus hiparterial dan v. Pulmonalis. Sedangkan untuk urutan
radix pulmo sinistra dari cranial ke caudal yakni : a. pulmonalis, bronchus dan v. pulmonalis.
Untuk pembagian segmentasi dari pulmo sama seperti pembagian segmentasi dari bronchus.9

Gambar 6 : Segmentasi Pulmo dan Bronkhus

Tuberculosis Paru 23
Vaskularisasi paru, Paru-paru menerima dan mensuplai darah melewati 2 rangkaian,
yaitu Sirkulasi pulmonary dan sirkulasi bronkhiale (Arteri dan vena bronchial). Sirkulasi
pulmoner berfungsi untuk pertukaran gas. Tekanan rendah berkitar 15-20 mmHg pada saat
sistolik dan 15-20 mmHg pada saat diastolik. Sirkulasi pulmoner mensuplai darah untuk
bronkhiolus terminalis dan alveolus. System sirkulasi bronkhial pemberi nutrisi pada paru
dan saluran pernapasan. Tekanan sesuai dengan tekanan darah sistemik. Variasi sirkulasi
bronkhiale sangat beragam dan merupakan cabang dari aorta desenden.10

Gambar 7 : Sirkulasi pulmonar

Gambar 8 : Variasi Sirkulasi Bronkhiale


Sirkulasi bronkhiale menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sistemik dan
berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru. Arteria bronkhialis berasal dari
aorta torakalis dan berjalan sepangjang dinding posterior bronkus. Vena bronkialis yang besar
mengalirkan darahnya ke dalam system azigos, yang kemudian bermuara pada vena cava
superior dan mengembalikan darah ke atrium kanan. vena bronkhialis yang lebih kecil akan
mengalirkan darahnya ke vena pulmonalis. Sirkulasi bronchial tidak berperan pada
pertukaran gas, sehingga darah tidak teroksigenasi yang mengalami pirau sekitar 2% sampai
3% curah jantung.10
Arteria pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengalirkan darah vena
campuran ke paru-paru yaitu darah yang mengambil bagian dalam pertukaran gas. Jaringan
kapiler paru yang halus mengitari dan menutupi alveolus merupakan kontak erat yang

Tuberculosis Paru 24
diperlukan untuk proses pertukaran gas antara alveolus dan darah. Darah teroksigenasi
kemudian dikembalikan melalui vena pulmonalis ke ventrikel kiri yang selanjutnya
membagikannya kepada sel-sel melalui sirkulasi sistemik.10

Gambar 9 : Gambar Fungsional Paru dan Sirkulasi Paru


Suatu sifat lain dari sirkulasi paru adalah bahwa sirkulasi paru ini adalah suatu system
tekanan rendah dan resistensi rendah dibandingkan dengan sirkulasi sistemik. Tekanan darah
sistemik sekitar 120/80 mmHg, sedangkan tekanan darah pulmonal sekitar 25/10 mmHg
dengan tekanan rata-rata sekitar 15 mmHg. Sifat ini mempunyai beberapa konsekuensi
penting. Distenbilitas yang besar dan resistensi yang rendah pada jaringan vascular pulmonal
memungkinkan beban kerja ventricle kanan yang lebih kecil dibandingkan dengan beban
kerja ventrikel kiri dan memungkinkan kenaikan aliran darah pulmonar yang besar sewaktu
melakukan kegiatan fisik tanpa adanya kenaikan tekanan darah pulmonary yang berarti.10
Pulmo diinnervasi oleh plexus pulmonalis pada radix pulmo dextra dan sinistra.
Dimana plexus ini terdiri atas saraf simpatis oleh truncus sympaticus yaitu ganglia sympatis
1-5 dan parasimpatis oleh cabang-cabang dari n. Vagus.10

Tuberculosis Paru 25
SUMBER PERDARAHAN PADA HEMOPTISIS
Sistem sirkulasi bronkial memegang peranan penting dalam patofisiologi batuk darah,
karena memperdarahi sebagian besar jalanan napas. Sekitar 90% sumber perdarahan berasal
dari sirkulasi bronkhiale. Sekitar 5% berasal dari sirkulasi pulmonary.11

ETIOLOGI
Hemoptisis sering berasal dari bronkitis kronik, kanker paru ataupun bronkiektasis.
Juga dapat diakibatkan oleh inflamasi, infeksi, penyakit kardiovaskular, gangguan koagulasi
darah dan penyebab lain yang jarang, seperti ruptur aneurisma aorta. Sekitar 15% dari
penyebab hemaptoe tidak diketahui. Penyebab hemoptisis masif yaitu: kanker paru,
bronkiektasis, TB paru aktif ataupun cavitas paru.12
Penyebab hemoptisis banyak, tapi secara sederhana dapat dibagi dalam 3 kelompok
yaitu nfeksi, tumor dan kelainan kardiovaskuler. Infeksi merupakan penyebab yang sering
didapatkan, antara lain : tuberculosis, bronkhiektasis dan abses paru. Pada dewasa muda,
tuberculosis paru, stenosis mitral dan bronkhiektasis merupakan penyebab yang sering
didapat. Pada usia diatas 40 tahun karsinoma bronkus merupakan penyebab yang sering
didapatkan diikuti tuberculosis paru dan bronkhiektasis.12
Penyebab dari batuk darah (hemoptisis) dapat dibagi atas :11
1. Infeksi terutama : tuberculosis, abses paru, abses paru, pneumonia dan kaverne oleh
karena jamur dan sebagainya.
2. Kardiovaskuler, stenosis mitral dan aneurisma aorta.
3. Neoplasma, terutama karsinoma bronkogenik dan poliposis bronkus.
4. Gangguan pada pembekuan darah (sistemik).
5. Benda asing di saluran napas.
6. Faktor-faktor ekstrahepatik dan abses amoeba.

Penyebab hemoptisis masif adalah :


a. Tumor : Karsinoma, adenoma, metastasis endobronkhial dari masa tumor ekstratorak.
b. Infeksi : aspergilloma, bronkhiektasis (terutama pada lobus atas), tuberculosis paru.
c. Infark Paru
d. Udem paru, terutama disebabkan oleh mitral stenosis
e. Perdarahan paru : Sistemic Lupus Eritematosus, Goodpasture’s syndrome, Idiopthic pulmonary
haemosiderosis, Bechet’s syndrome
Tuberculosis Paru 26
f. Cedera pada dada/trauma : kontusio pulmonal, transbronkial biopsi, transtorakal biopsi memakai
jarum
g. Kelainan pembuluh darah : malformasi arteriovena, hereditary haemorrhagic teleangiectasis

PATOFISIOLOGI
Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari
cabang-cabang arteri bronkhialis yang berperan untuk memberikan nutrisi pada jaringan paru
bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas.
Terdapatnya aneurisma Rasmussen pada kaverna tuberculosis yang merupakan asal dari
perdarahan pada hemoptisis masih diragukan. Teori terjadinya perdarahan akibat pecahnya
aneurisma dari Rasmussen ini telah lama dianut, akan tetapi beberapa laporan autopsi
membuktikan bahwa terdapatnya hipervaskularisasi bronchus yang merupakan percabangan
dari arteri bronkhialis lebih banyak merupakan asal dari perdarahan pada hemoptisis.12
Mekanisme terjadinya hemoptisis adalah sebagai berikut :12
 Radang mukosa. Pada trakheobronkhitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh
darah menjadi rapuh, seingga trauma yang rngan sekalipun sudah cukup untuk
menimbulkan batuk darah.
 Infark paru. Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme pada
pembuluh darah, seperti : infeksi coccus, virus dan infksi oleh jamur.
 Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler. Distensi pembuluh darah akibat kenikan
tekanan darah intraluminar, seperti pada dekompensasi kordis kiri akut dan mitral
stenosis.
 Kelainan membrane alveolo-kapiler akibat adanya reaksi antibody terhadap
membrane, sperti pada goodpasture’s syndrome.
 Perdarahan kavitas tuberkulosa. Pecahnya dinding pembuluh darah kavitas
tuberkulosa yang dikenal dengan aneurisma Rasmussen. Pemekaran pembuluhh darah ini
berasal dari cabang pembuluh darah bronkhiale.

Tuberculosis Paru 27
Gambar 10 : Foto Rontgen penderita TB
 Perdarahan pada bronkhiektasis. Perdarahan pada bronkhiektasis disebabkan
pemekaran pembuluh darah cabang bronchial. Diduga hal ini terjadi disebabkan adanya
anastomosis pembuluh darah bronchial dan pulmonar. Pecahnya pembuluh darah
pulmonar dapat menyebabkan hemoptisis masif.
 Invasi tumor ganas (neoplasma). Terjadi proes nekrosis dan peradangan pembuluh
darah pada jarinan tumor. Kejadian batuk darah pada penderia karsinoma bronkogenik
berkisar 7-10%, kanker metastasis ke paru akibat penyebaran sel tumor ke
trakeobronkhial.
 Cedera dada. Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami
transudasi ke dalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah.
 Infeksi Jamur . Infeksi Aspergiloma (fungus ball), batuk darah pada fungus ball berkisar 50-90 % dari
penderita. Fungus ball sering terbentuk pada penderita penyakit paru berkavitas seperti TB paru.
Terjadinya batuk darah adalah akibat trauma mekanis karena pergerakan fungus ball di dalam kavitas.
Batuk darah juga dapat terjadi akibat angioinvasi menyebabkan infark paru dan perdarahan.
 Abces paru. Abses paru adalah nekrosis pada parenkim paru dan pembuluh darah paru. Kejadiannya
sekitar 11-15 % dari penderita abses paru, 20-50 % mengalami batuk darah masif.

Tuberculosis Paru 28
DIAGNOSIS
Hal utama yang penting adalah memastikan apakah darah benar-benar bukan dari
muntahan dan tidak berlangsung pada saat perdarahan hidung. Hemoptisis sering mudah
dilacak dari riwayat. Dapat ditemukan bahwa pada hematemesis darah berwarna kecoklatan
atau kehitaman dan sifatnya asam. Darah dari epistaksis dapat tertelan kembali melalui faring
dan terbatukkan yang disadari penderita serta adnya darah yang memancar dari hidung.
Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu dilakukan urutan-
urutan dari anamnesa yang teliti hingga pemeriksaaan fisik maupun pemeriksaan penunjang
sehingga penaganannya dapat disesuaikan.11
 Bronkiektasis : Hemoptisis yang terjadi dapat bervariasi, dari sputum bercampur darah
hingga pengeluaran darah segar. Pasien biasanya mempunyai batuk kronik yang
menghasilkan sputum (khasnya berupa three layers sputum), sputum kental dan berbau.
Pada pasien juga akan ditemui ronkhi, demam, penurunan berat badan , fatiq, malaise dan
dispneu.11
 TB pulmonal : Batuk dahak berdarah sering terjadi pada penyakit ini dan hemoptisis
masif dapat terjadi pada TB paru lanjut. Temuan pada sistim pernafasan berupa batuk
kronik, dispneu, pekak pada perkusi, peningkatan fremitus, dan dapat ditemukan suaran
nafas amforik. Juga dapat ditemukan keringat malam, malaise, fatiq, demam, anoreksia,
penurunan berat badan dan nyeri dada pleuritis.11
 Bronkitis kronik : Gejala utamanya berupa batuk produktif selama minimal 3 bulan.
Sering kali hal ini menyebabkan bercak darah pada sputum, sedangkan hemoragik masif
jarang terjadi. Gejala lain yang dapat timbul berupa dispneu, ekspirasi yang memanjang,
wheezing, penggunaan otot nafas tambahan, barrel chest dan takipneu.11
 Ca laring : Hemaptoe terjadi pada kanker ini, tetapi yang menjadi gejala utamanya
adalah suara serak. Temuan lain yang bisa didapatkan adalah disfagi, dispneu, stridor,
limfadenopati servikal dan nyeri pada leher.11
 Ca paru : Ulserasi dari bronkus mengakibatkan hemoptisis sebagai gejala awal dari ca
paru. Setelah itu, sebagai gejala lanjutan dapat ditemui adanya batuk produktif, dispnoe,
anorexia, penurunan berat badan, wheezing dan nyeri di dada.11
 Pneumonia : Pada pneumonia pneumococcus dapat ditemukan pinkish/rusty sputum,
sedangkan pada pneumonia klebsiella dapat ditemukan dark-brown atau red currant-jelly
sputum.11

Tuberculosis Paru 29
 Abses paru : 50% penderita abses paru menghasilkan sputum berdarah akibat ulserasi
dari bronkus, nekrosis dan jaringan granulasi. Temuan lain yang bisa didapatkan seperti
batuk produktif dengan sputum purulen yang berbau, demam menggigil, anoreksia,
penurunan berat badan, sakit kepala, dispneu dan nyeri dada yang sifatnya tumpul.11
 Bronkial adenoma : Hemoptisis dapat terjadi pada 30% pasien, disertai dengan batuk
kronik dan wheezing lokal.11
 Ruptur aneurisma aorta : Jarang terjadi, akibat ruptur dari aneurisma aorta ke dalam
saluran trakeobronkial, yang dapat mengakibatkan hemaptoe dan kematian mendadak.11
 Udem pulmonal : Udem paru kardiogenik ataupun non kardiogenik dapat mengakibatkan
produksi sputum berdarah yang juga disertai dengan dispneu, orthopneu, anxietas,
sianosis, ronkhi difus, gallop dan demam. Juga dapat terjadi takikardi, lethargi, aritmia,
takipneu dan hipotensi.11
 Hipertensi pulmonal : Hemoptisis, dispneu saat exercise, dan fatiq terjadi secara lambat
pada pasien dengan hipertensi pulmonal. Juga terdapat nyeri dada seperti pada angina
pada saat exercise, nyeri dada dapat menjalar ke leher tetapi tidak ada penjalaran ke
lengan.11
 Gangguan pembekuan darah : Seperti trombositopeni dan DIC. Selain hemaptoe, pada
penyakit seperti ini juga akan didapatkan perdarahan multi sistim dan purpura pada
kulit.11
 Kontusio pulmonal : Terjadi akibat trauma tumpul thoraks
 Penyebab lain : SLE, trauma akibat tindakan diagnostik (bronkoskopi, laringoskopi,
biopsi paru).11

ANAMNESIS
Untuk mendapatkan riwayat penyakit yang lengkap sebaiknya diusahakan untuk
mendapatkan data-data sebagai berikut :12
- Jumlah dan warna darah,
- Lamanya perdarahan,
- Batuknya produktif atau tidak,
- Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan,
- Sakit dada, substernal atau pleuritik ,
- Hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik, posisi badan dan batuk
- Wheezing
Tuberculosis Paru 30
- Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu
- Perdarahan di tempat lain serempak dengan batuk darah
- Perokok berat dan telah berlangsung lama
- Sakit pada tungkai atau adanya pembengkakan serta sakit dada
- Hematuria yang disertai dengan batuk darah.
Untuk membedakan antara batuk darah dengan muntah darah dapat digunakan
petunjuk sebagai berikut :

PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik dicari tanda atau gejala lain diluar paru yang dapat mendasari
terjadinya batuk darah, antara lain : jari tabuh, bising sistolik, opening snap, pembesaran
kelenjar limfe, ulserasi septum nasi, telangiektasis dan lain-lain.12

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto toraks dalam posisi AP dan lateral hendaklah dibuat pada setiap penderita
hemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan tempat perdarahannya.12

PEMERIKSAAN BRONKHOSKOPI
Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena dengan demikian sumber
perdarahan dapat diketahui. Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah :12
Tuberculosis Paru 31
- Bila radiologik tidak didapatkan kelainan
- Batuk darah yang berulang - ulang
- Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik
Tindakan bronkoskopi merupakan sarana untuk menetukan diagnosis, lokasi perdarahan, maupun
persiapan operasi, namun waktu yang tepat untuk melakukannya merupakan pendapat yang masih
kontroversial, mengingat bahwa selama masa perdarahan, bronkoskopi akan menimbulkan batuk yang
lebih impulsif, sehingga dapat memperhebat perdarahan disamping memperburuk fungsi pernapasan. Lavase
dengan bronkoskope fiberotik dapat menilai bronkoskopi merupakan hal yang mutlak untuk menentukan
lokasi perdarahan. Dalam mencari sumber perdarahan pada lobus superior, bronkoskop serat optic jauh lebih
unggul, sedangkan bronkoskop metal sangat bermanfaat dalam membersihkan alan napas dari bekuan darah
serta mengambil benda asing, selain itu dapat melakukan penamponan dengan balon khusus di tempat
terjadinya perdarahan.12

PENATALAKSANAAN
Pada umumnya hemoptisis ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan biasanya
berhenti sendiri. Yang perlu mendapatkan perhatian yaitu hemoptisis yang masif. Tujuan
pokok terapi adalah :12
1. Mencegah tersumbatnya saluran napas oleh darah yang beku
2. Mencegah kemungkinan penyebaran infeksi
3. Menghentikan perdarahan
Sasaran terapi yang utama adalah memberikan suport kardiopulmoner dan
mengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia yang merupakan penyebab
utama kematian pasien hemoptisis masif. Masalah utama dalam hemoptisis adalah terjadinya
pembekuan dalam saluran napas yang menyebabkan asfiksia. Bila terjadi asfiksia, tingkat kegawatan
hemoptisis paling tinggi dan menyebabkan kegagalan organ yang multipel. Hemoptisis dalam
jumlah kecil dengan refleks batuk yang buruk dapat menyebabkan kematian. Dalam jumlah
banyak dapat menimbukan shock hipovolemik.
Pada prinsipnya terapi yang dilakukan adalah :12
1. Terapi konsevatif : Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni dalam posisi
miring (lateral decubitus). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk mencegah
aspirasi darah ke paru yang sehat. Kemudian hal yang harus dilakukan yaitu :12
- Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan,

Tuberculosis Paru 32
- Batuk secara perlahan – lahan untuk mengeluarkan darah di dalam saluran saluran napas
untuk mencegah bahaya sufokasi,
- Dada dikompres dengan es, hal ini biasanya menenangkan penderita,
- Pemberian obat-obat penghenti perdarahan (obat-obat hemostasis), misalnya vit.K, ion kalsium, trombin
dan karbazokrom,
- Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder,
- Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan yang terjadi,
- Pemberian oksigen
- Tindakan selanjutnya bila mungkin :
 Menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi
 Menentukan penyebab dan mengobatinya, misal aspirasi darah dengan bronkoskopi dan
pemberian adrenalin pada sumber perdarahan.

2. Terapi definitif atau pembedahan : Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan
merupakan pilihan. Tindakan operasi ini dilakukan atas pertimbangan :12
a. Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien.
b. Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka kematian pada perdarahan
yang masif menurun dari 70% menjadi 18% dengan tindakan operasi. Etiologi dapat
dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya hemoptisis yang berulang dapat
dicegah.
Busron (1978) menggunakan indikasi sebagai berikut :
1. Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc/24 jam dan dalam pengamatannya perdarahan
tidak berhenti.

Tuberculosis Paru 33
2. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc/24 jam dan tetapi lebih dari
250 cc/24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10 gr/dl, sedangkan batuk darahnya masih
terus berlangsung.
3. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan tetapi lebih
dari250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, tetapi selama pengamatan 48 jamyang disertai
dengan perawatan konservatif batuk darah tersebut tidak berhenti.
Sebelum pembedahan dilakukan, sedapat mungkin diperiksa faal paru dan
dipastikan asal perdarahannya, sedang jenis pembedahan berkisar dari
segmentektomi, lobektomi dan pneumonektomi dengan atau tanpa torakoplasti. Penting juga
dilakukan usaha-usaha untuk menghentikan perdarahan. Metode yang mungkin digunakan
adalah :12
- Dengan memberikan cairan es garam yang dilakukan dengan bronkoskopi
serat lentur dengan posisi pada lokasi bronkus yang berdarah. Masukkan larutan NaCl
fisiologis pada suhu 4°C sebanyak 50 cc, diberikan selama 30-60 detik. Cairan
ini kemudian dihisap dengan suction.
- Dengan menggunakan kateter balon yang panjangnya 20 cm penampang 8,5
mm.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptisis, yaitu ditentukan oleh
3 faktor :12
a. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran pernapasan.
b. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptisis dapat menimbbulkan shock
hipovolemik
c. Aspirasi yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke dalam jaringan
paru yang sehat saat inspirasi.

PROGNOSIS
Pada hemoptisis idiopatik prognosisnya baik kecuali bila penderita mengalami hemoptisis
yang rekuren. Sedangkan pada hemoptisis sekunder ada beberapa faktor yang menentukan prognosis :12
1. Tingkatan hemoptisis : hemoptisis yang terjadi pertama kali mempunyai prognosis
yang lebih baik.
2. Penyakit dasar yang menyebabkan hemoptisis.
Tuberculosis Paru 34
3. Cepatnya penatalkasanaan, misalnya bronkoskopi yang segera dilakukan untuk menghisap darah
yang beku di bronkus dapat menyelamatkan penderita.

Tuberculosis Paru 35
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam laporan kasus ini, pasien didiagnosa TB Paru dengan hemoptoe karena pasien
datang dengan keluhan batuk berdarah sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk Rumah Sakit
sebanyak ± ¼ aqua gelas (50 ml) dimana sebelumnya pasien sudah mengeluhkan batuk
berdahak sejak 5 bulan terakhir dengan dahak berwarna kuning kehijauan. Pasien juga
mengeluhkan demam sejak 2 minggu yang lalu, nyeri dada, sesak napas dan kerongkongan
terasa sakit. Pasien merasakan berat badan yang semakin menurun, nafsu makan berkurang,
sering berkeringat malam, serta terdapat riwayat kontak dengan tetangga. Adanya riwayat
kontak tersebut dapat memperkuat arah ditegakkannya penyakit ini walaupun harus ada
pemeriksaan penunjang yang lain.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan gizi severe malnutrition. Pada palpasi
thorax juga didapatkan fremitus taktil meningkat pada lapang paru atas sampai lapang paru
tengah pada paru sebelah kanan, pada perkusi didapatkan redup pada lapang paru atas sampai
lapang paru tengah pada paru sebelah kanan, pada auskultasi didapatkan ronkhi kering pada
lapang paru atas sampai lapang paru tengah pada paru sebelah kanan.
Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung yakni adanya pemeriksaan dahak
dengan BTA1 = ++, BTA2 = +++. Pada foto rontgen juga ditemukan konsolidasi pada paru
kanan bagian atas sampai lapang paru bawah.
. Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan tirah baring dengan pemberian diet tinggi
kalori protein, selain itu IVFD RL XXX gtt/I, Rifampisin 450 mg 1x1, Isoniazid 300 mg 1x1,
Pirazinamid 1000 mg 1x1, Etambutol 1000 mg 1x1, Codein 3 x 10 mg, Curcuma 1x1,
Sohobion 1x1.
Obat anti tuberkolisis yang diberikan pada pasien ini adalah pengobatan untuk
kategori satu dengan 2RHZE/4RH yang harus dikonsumsi setiap hari selama 6 bulan, 2 bulan
untuk fase intensif dan 4 bulan untuk fase lanjutan. Codein adalah obat antitusif bersedatif
yang diberikan untuk menghentikan batuk darah, pemberian Curcuma juga sebagai
hepatoprotektor mengingat obat-obat TB yang sebagian besar bekerja di hati.

Tuberculosis Paru 36
BAB V
KESIMPULAN

Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting didunia ini.


Pada tahun 1992 World Health organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis
sebagai Global Emergency. Tuberkulosis (Tb) merupakan penyakit yang disebabkan oleh
infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang, tidak berspora dan tidak
berkapsul juga bersifat tahan asam. Tuberkulosis dapat diklasifikasikan sebagai Tb primer
dan Tb post-primer berdasarkan patogenitasnya, Tb paru dan ekstra paru berdasarkan letak
anatomisnya, Tb BTA (+) dan Tb BTA (-) berdasarkan jenis pemeriksaan sputumnya, Tb
kasus baru, Tb kasus kambuh (relaps), Tb kasus drop out, Tb kasus gagal, Tb kasus kronik
dan kasus bekas Tb.
Diagnosa tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis (gejala respiratorik
dan gejala sistemik), pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologik (BTA(+1), BTA(+2),
BTA(+3) atau BTA-), pemeriksaan radiologi (lesi Tb aktif atau inaktif).
Pengobatan Tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan (4-7bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama-Lini ke-
1 (INH, Rifampicin, Pirazinamid, Etambutol dan Streptomisin) dan paduan obat tambahan-
Lini ke-2 (Kanamisin, Amikasin, Kuinolon).

Tuberculosis Paru 37
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi IV. 2007. Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. Hal 988-989.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
Tuberculosis di Indonesia. 2011. Jakarta.
3. Danusantoso, Halim. Penyakit infeksi paru seksi 2 : penyakit paru kronis Tuberkulosis
Paru. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru Edisi 2. Jakarta : EGC; 2011.p.95-191
4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia pdf. 2006 [cited 2014 sept] : [55screens]. Available from
:URL: www.klikpdpi.com/konsensus/tb.html
5. Universitas Sumatera Utara. Tuberkulosis pdf. 2010 [cited 2014 sept] :
[20screens].Available from URL : repository.usu.ac.id
6. ml.scribd.com/doc/183011182/HEMOPTISIS-editorial-pdf
7. http://www.scribd.com/doc/84501073/Hemoptisis-Dan-TB-Paru.
8. Arif N. Batuk darah dalam pulmonologi klinik. Bagian pulmonologi FKUI ; Jakarta :
1992, 179-183
9. http://www.ziddu.com/download/14864766/tb.pdf.html
10. Wilson, Price. Patofisiologi Konsep-konsep Klinis Proses-Proses Penyakit ed 4. EGC.
2004 : Jakarta
11. Wihastuti R, Maria, Situmeang T, Yunus F. Profil penderita batuk darah yang berobat ke
bagian paru RSUP Persahabatan Jakarta. J Respir Indo 1999;19:54-9
12. Rasmin, Menaldi. HEMOPTISIS. Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran
Respirasi FKUI ; Jakarta : 2011.

Tuberculosis Paru 38

Anda mungkin juga menyukai