Kejujuran
Pendekatan dalam pengukuran efektivitas
organisasi dari pendapat Matini&Lubis (1987)3):
Program 1. Pendekatan sasaran (goal approach)
Efektif2) 2. Pendekatan sumber (system resource
approach)
3. Pendekatan proses (internal process
approach)
Manajerial
Menurut Slichter dalam Sarwoto (2014), ada tiga
macam efisiensi4):
Efisien2) 1. Engineering/Physical Efficiency
2. Bussines Efficiency
3. Sosial Efficiency
Penyusunan
Agenda
Komunikasi antar
organisasi
Model
Akuntabilitas 1) Formulasi Implementasi
Kebijakan Kebijakan Van
Standar dan
Maeter dan Van
sarana kebijakan
Horn6)
Menurut Syahrudin Rasul (2002:11) ada 5 dimensi akuntabilitas yaitu sebagai berikut:
a. Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran
Akuntabilitas hukum terkait dengan dilakukannya kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan lain yang disyaratkan dalam organisasi, sedangkan akuntabilitas kejujuran
terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan, korupsi dan kolusi. Akuntabilitas
hukum menjamin ditegakkannya supremasi hukum, sedangkan akuntabilitas kejujuran
menjamin adanya praktik organisasi yang sehat.
b. Akuntabilitas Manajerial
Akuntabilitas manajerial yang dapat juga diartikan sebagai akuntabilitas kinerja adalah
pertanggungjawaban untuk melakukan pengelolaan organisasi secara efektif dan efisien.
c. Akuntabilitas Program
Akuntabilitas program juga berarti bahwa program-program organisasi hendaknya
merupakan program yang bermutu dan mendukung strategi dalam pencapaian visi, misi,
dan tujuan organisasi. Lembaga harus mempertanggungjawabkan program yang telah
dibuat sampai pada pelaksanaan program.
d. Akuntabilitas Kebijakan
Lembaga-lembaga publik hendaknya dapat mempertanggungjawabkan kebijakan yang
telah ditetapkan dengan mempertimbangkan dampak di masa depan. Dalam membuat
kebijakan harus dipertimbangkan apa tujuan kebijakan tersebut dan mengapa kebijakan
itu dilakukan.
e. Akuntabilitas Finansial
Akuntabilitas ini merupakan pertanggungjawaban lembaga-lembaga pubik untuk
menggunakan dana publik (public money) secara ekonomis, efisien, dan efektif, tidak
ada pemborosan dan kebocoran dana, serta korupsi. Akuntabilitas finansial ini sangat
penting karena menjadi sorotan utama masyarakat. Akuntabilitas ini mengharuskan
lembaga-lembaga publik untuk membuat laporan keuangan untuk menggambarkan
kinerja finansial organisasi kepada pihak luar.
2) Akuntabilitas manajerial yang dapat juga diartikan sebagai akuntabilitas kinerja adalah
pertanggungjawaban untuk melakukan pengelolaan organisasi secara efektif dan efisien.
Oleh karena itu kita merujuk kepada teori efektivitas dan efisiensi
Efektivitas umumnya dipandang sebagai tingkat pencapaian tujuan operatif dan
operasional. Pada dasarnya efektivitas adalah tingkat pencapaian tugas sasaran organisasi
yang ditetapkan. Efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana
seseorang menghasilkan keluaran sesuai dengan yang direncanakan., dan dapat dikatakan
efektif tanpa memperhatikan waktu, tenaga, dan yang lainnya.
Efisiensi maupun produktivitas keduanya dapat digunakan sebagai bahan untuk
mengukur kinerja suatu unit kegiatan ekonomi, meskipun secara prinsip kedua
pengukuran tersebut berbeda. Konsep efisiensi lebih berkaitan dengan seberapa jauh
suatu prorses mengkonsumsi masukan untuk menghasilkan keluaran tertentu. Efisiensi
didefinisikan sebagai perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input),
atau jumlah yang dihasilkan dari satu input yang dipergunakan.
3) Efektivitas sesungguhnya merupakan suatu konsep yang luas, mencakup beberapa factor di
dalam maupun diluar organisasi. Efektivitas suatu konsep yang sangat penting dalam teori
organisasi, karena mampu memberikan gambaran mengenai keberhasilan organisasi dalam
mencapai sasarannya. Tetapi pengukuran efektivitas organisasi bukanlah suatu hal yang
sederhana. Berbagai pendekatan efektivitas organisasi dapat dilihat dari pendapat Martini &
Lubis (1987:56) yaitu:
5) Pada tahap penyusunan agenda, analisis yang mesti dilakukan adalah perumusan masalah.
Dalam hal ini Dunn membuat sintesis dari model Anderon dan Dye yaitu menggabungkan
tahapan antara dari Dye dengan tahapan adopsi kebijakan dari Anderson.
Pada tahap formulasi kebijakan, terdapat langkah analisis yang seharusnya dilakukan yaitu
peramalan. Dunn menjelaskan bahwa peramalan dapat menguji masa depan yang fleksibel,
potensial dan secara normative bernilai, mengestimasi akibat dari kebijakan yang ada atau
yang diusulkan, mengenali kendala-kendala yang mungkin akan terjadi dalam pencapaian
tujuan dan mengestimasi kelayakan politik (dukungan dan oposisi) dari berbagai pilihan.
Pada tahap adopsi kebijakan yang merupakan tahap yang dikemukakan Anderson,
seharusnya dilakukan analisis rekomendasi kebijakan. Rekomendasi kebijakan merupakan
hasil dari analisis berbagai alternative kebijakan setelah alternative-alternatif terebut
diestimasikan melalui peramalan.
Pada tahap implementasi kebijakan, Dunn menyarankan agar dilakukan analisis berupa
pemantauan. Pemantauan membantu menilai tingkat kepatuhan, menemukan akibat-akibat
yang tidak diinginkan, mengidentifikasi hambatan dan menemukan pihak-pihak yang
bertanggung jawab pada tiap kebijakan.
Pada tahap evaluasi kebijakan, Dunn menyatakan bahwa tahap ini tidak hanya menghasilkan
kesimpulan mengenai seberapa jauh masalah telah diselesaikan namun juga memberikan
klarifikasi sekaligus kritik bagi nilai-nilai yang mendasari kebijakan, serata membantu
penyesuasian dan perumusan kembali masalah.
6) Model pendekatan top-dpwn yang dirumuskan oleh Donald Van Metter dan Van Horn
sebagaimana dalam Agustino (2008:141) disebut dengan A model of the policy
implementation. Dalam teori ini ada 6 variable yang mempengaruhi kinerja suatu kebijakan,
yaitu:
a. Komunikasi antar organisasi : Dalam banyak program, implementasi sebuah program
perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu diperlukan koordinasi
dan kerja sama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.
b. Standar dan sarana kebijakan : Harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir.
Apabia standard an sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multi interpretasi dan
mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi.
c. Sumber daya: Implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik sumberdaya
manusia maupun sumberdaya non-manusia. Dalam berbagai kasus program
pemerintah, seperti Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) untuk kelompok miskin
dipedesaan kurang berhasil karena keterbatasan aparat pelaksana.
d. Karakteristik organisasi dan komunikasi organisasi : Yang dimaksud karakteristik
adalah mencakup birokrasi, norma-norma, dan pola-pola komunikasi yang terjadi
dalam organisasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu
kebijakan.
e. Kondisi sosial, politik dan ekonomi : variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi
lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan;
sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi
implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau
menolak; bagaimana sifat opini public yang ada dilingkungan; dan apakah elite
politik mendukung implementasi kebijakan
f. Sikap pelaksana: Mencakup tiga hal penting, yakni: respong implmenetor terhadap
kebijakan, yang akan memengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan,
kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan; dan intensitas sikap implementor,
yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor