DEMAND (BOD)
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
B. LANDASAN TEORI
Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena
oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan
anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan khan biologis yang dilakukan oleh
organisme aerobik atau anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk
mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang
pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi anaerobik, oksigen
yang dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam
bentuk nutrien dan gas. Karena proses oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen
terlarut sangat penting untuk membantu mengurangi beban pencemaran pada perairan
secara alami maupun secara perlakuan aerobik yang ditujukan untuk memurnikan air
buangan industri dan rumah tangga.
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup
untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian
menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga
dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik.
Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara
bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000).
Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung sari beberapa faktor, seperti
kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang
dan pasang surut. Odum (1971) menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air laut akan
bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya
salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses
difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan
bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses
fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk
pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik.
Konsentrasi oksigen terlarut dalam keadaan jenuh bervariasi tergantung dari suhu
dan tekanan atmosfer. Pada suhu 20oC dengan tekanan 1 atmosfer, konsentrasi oksigen
terlarut dalam keadaan jenuh adalah 9,2 ppm, sedangkan pada suhu 50 oC dengan tekanan
atmosfer yang sama tingkat kejenuhannya hanya 5,6 ppm. Semakin tinggi suhu air,
semakin rendah tingkat kejenuhan. Konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu rendah akan
mengakibatkan ikan-ikan dan binatang air lainnya yang mem- butuhkan oksigen akan
mati. Sebaliknya konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu tinggi juga mengakibatkan
proses peng- karatan semakin cepat karena oksigen akan mengikat hidrogen yang
melapisi permukaan logam (Fardiaz, 1992).
Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan nornal
dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan oksigen terlarut minimum
ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme (Swingle, 1968). Idealnya,
kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan
sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 % (Huet, 1970). KLH menetapkan bahwa
kandungan oksigen terlarut adalah 5 ppm untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut
(Anonimous, 2004).
BOD (Biochemical Oxygent Demand) adalah suatu analisa empiris yang mencoba
mendekati secara global proses mikrobiologis yang benar -benar terjadi dalam air.
Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan
dan untuk mendesain sistem pengolahan secara biologis (G. Alerts dan SS Santika, 1987).
Pemeriksaan parameter BOD didasarkan pada reaksi oksidasi zat organik dengan oksigen
di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik. Untuk
menguraikan zat organik memerlukan waktu ± 2 hari untuk 50% reaksi, 5 hari untuk 75%
reaksi tercapai dan 20 hari untuk 100% reaksi tercapai. Dengan kata lain tes BOD berlaku
sebagai simulasi proses biologi secara alamiah, mula-mula diukur DO nol dan setelah
mengalami inkubasi selama 5 hari pada suhu 20 °C atau 3 hari pada suhu 25°C–27°C
diukur lagi DO air tersebut. Perbedaan DO air tersebut yang dianggap sebagai konsu msi
oksigen untuk proses biokimia akan selesai dalam waktu 5 hari dipergunakan dengan
anggapan segala proses biokimia akan selesai dalam waktu 5 hari, walau sesungguhnya
belum selesai (Rahmawati, 2005: 100).
D. CARA KERJA
a. Uji Kadar DO
Sampel air dituangkan ke dalam buah botol Winkler sampai penuh dan jangan
sampai ada gelembung. Kemudian dihomogenkan dan ditutup rapat. Sampel air
dalam botol Winkler tersebut dipindahkan ke dalam Erlenmeyer sebanyak 250 ml.
Lalu ditambahkan larutan KOH-KI dan larutan MnSO4, masing-masing sebanyak 1
ml. Dikocok dan diamati hingga sampel air tersebut membentuk endapan berwarna
coklat. Selanjutnya sampel air ditambahkan dengan larutan H2SO4 pekat, sebanyak 1
ml, dikocok hingga sampel air berubah warna menjadi cokelat. Lalu, diambil 100 ml
sampel air yang berwarna cokelat tersebut dan ditetesi dengan larutan amilum tetes
demi tetes hingga larutan berubah warna menjadi biru. Sampel air tersebut kemudian
dititrasi dengan larutan Natrium tiosulfat 0,025 N sampai berubah warna menjadi
jernih.
b. Uji Kadar BOD
Sampel air dituangkan ke dalam 3 buah botol Winkler sampai penuh dan
jangan sampai ada gelembung. Kemudian dihomogenkan. Disimpan selama 5 hari.
Sampel air dalam botol Winkler tersebut dipindahkan ke dalam Erlenmeyer sebanyak
250 ml. Lalu ditambahkan larutan KOH-KI dan larutan MnSO4, masing-masing
sebanyak 1 ml. Dikocok dan diamati hingga sampel air tersebut membentuk endapan
berwarna coklat. Selanjutnya sampel air ditambahkan dengan larutan H 2SO4 pekat,
sebanyak 1 ml, dikocok hingga sampel air berubah warna menjadi cokelat. Lalu,
diambil 100 ml sampel air yang berwarna cokelat tersebut dan ditetesi dengan larutan
amilum tetes demi tetes hingga larutan berubah warna menjadi biru. Sampel air
tersebut kemudian dititrasi dengan larutan Natrium tiosulfat 0,025 N sampai berubah
warna menjadi jernih.
E. ANALISIS DATA
a. Hasil Pengukuran DO
No DO ke Kebutuhan titrasi Na-tiosulfat 0,025 N
1 DO0 4,5 ml
2 DO7 2,1 ml
Pengukuran DO0
Kadar O2 (mg/l) =
= 3,6 ppm
Pengukuran DO7
Kadar O2 (mg/l) =
=
=
= 1,12 ppm
F. PEMBAHASAN
Biologycal Oxygen Demand (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang
diperlukan oleh mikroorganisme untuk memecahkan bahan-bahan organik yang terdapat di
dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air
buangan penduduk atau industri, dan untuk mendesain sistem pengolahan biologis bagi air
yang tercemar tersebut. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini
digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses
oksidasi. Pengukuran kadar oksigen terlarut merupakan dasar untuk menentukan
kandungan BOD. Sesungguhnya penentuan BOD merupakan suatu prosedur bioassay
yang menyangkut pengukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh organisme selama
organisme tersebut menguraikan bahan organik yang ada dalam suatu perairan, pada
kondisi yang harnpir sama dengan kondisi yang ada di alam.
Praktikum ini bertujuan untuk menganalisis kadar DO dan BOD dalam sampel air
Mushola FKIP Universitas Mataram dengan metode titrasi Winkler. Manfaat yang dapat
diperoleh dari adanya praktikum ini adalah mengetahui tata cara menghitung kadar
oksigen terlarut (DO) pada sampel air Mushola FKIP Universitas Mataram dengan metode
titrasi Winkler, mengetahui kadar oksigen terlarut DO0 dan DO7 untuk pengukuran BOD
pada sampel air Mushola FKIP Universitas Mataram dengan metode titrasi Winkler serta
mengetahui kadar BOD sampel air Mushola FKIP Universitas Mataram dengan metode
titrasi Winkler. Praktikum ini didahului dengan melakukan analisis Demand Oxygen (DO).
Terdapat 2 tahap kerja dalam praktikum. Pertama, menentukan DO untuk BOD 0 dari
sampel air Mushola FKIP Universitas Mataram. Kedua, menentukan DO untuk BOD5 dari
sampel air Mushola FKIP Universitas Mataram yang telah dianalisis BOD0 nya.
Pada tahap yang pertama, yaitu pengukuran DO untuk BOD0, digunakan dua metode
analisis DO, yaitu dengan metode titrasi Winkler. Pada pengukuran DO untuk BOD 0
dengan metode titrasi Winkler, yang dilakukan pertama adalah menuangkan sampel air ke
dalam tiga buah botol Winkler sampai penuh. Dalam hal ini tidak boleh terbentuk
gelembung agar tidak mempengaruhi hasil pengukuran. Botol Winkler yang berisi sampel
air tersebut digoyangkan dengan tujuan agar sampel air di dalamnya homogen.
Penambahan larutan MnSO4 berfungsi untuk mengikat oksigen dalam sampel air
membentuk senyawa Mn(OH)2, sedangkan larutan KOH-KI pada sampel air tersebut
berfungsi sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi antara air dan senyawa Mn(OH) 2,
karena umumnya reaksi organic berjalan lambat. Penambahan kedua larutan tersebut
menyebabkan sampel air membentuk endapan berwarna coklat yang berasal dari oksidasi
Mn(OH)2 menjadi senyawa MNO2. Selanjutnya ke dalam botol sampel air tersebut
ditambahkan larutan H2SO4 pekat yang berfungsi untuk melarutkan endapan cokelat yang
terbentuk sebelumnya. Penambahan larutan H2SO4 pekat tersebut membuat sampel air
berubah warna menjadi cokelat akibat terbebasnya Iodium (I 2). Kemudian ditetesi dengan
larutan amilum yang berfungsi sebagai indicator untuk memperjelas hasil pengamatan
pada saat tercapai titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna menjadi biru.
Berikutnya dilakukan titrasi terhadap sampel air tersebut menggunakan larutan Natrium
tiosulfat 0,025 N sampai berubah warna menjadi jernih. Pada hasil pengamatan didapatkan
bahwa sampel air pada hari pertama (DO 0) jernih saat dititrasi dengan 4,5 ml Natrium
tiosulfat 0,025 N.
Setelah selesai melakukan pengukuran DO untuk BOD0 maka dilanjutkan dengan
pengukuran DO untuk BOD5.. Akan tetapi DO untuk BOD5 ini diukur setelah sampel air
yang telah diukur DO untuk BOD0 disimpan selama tujuh hari. Setelah hari ketujuh,
sampel air tersebut kembali diukur menggunakan metode titrasi Winkler. Langkah-langkah
yang dilakukan dalam pengukuran DO untuk BOD5 ini sama dengan apa yang dilakukan
pada pengukuran DO untuk BOD0. Berdasarkan hasil pengamatan, sampel aitrmpada hari
ketujuh (DO7) jernih saat dititrasi dengan 1,4 ml Natrium tiosulfat 0,025 N. Berdasarkan
hasil analisis data diperoleh nilai DO0 dan DO7 secara berturut-turut yaitu 3,6 ppm dan
1,12 ppm. Dari selisih kedua nilai tersebut diperoleh nilai BOD yaitu 2,48 ppm.
Hasil pengukuran kadar oksigen terlarut dari sampel air dapat dilihat dari nilai DO0
yaitu 3,6 ppm. Dari nilai tersebut, dapat dinyatakan bahwa sampel air Mushola FKIP
Unram termasuk kualitas air golongan C yaitu >3 ppm berdasarkan teori. Air golongan C
tidak dapat dikonsumsi menjadi air minum melainkan cocok untuk budidaya perairan dan
perikanan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. No. 5 1 Tahun 2004.
Tentang : Baku Mutu Air Laut. 2004. 11 hal.
Fardiaz. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius.
G, Alaerts dan S.S. Santika. (1987). Metoda Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional.
Huet, H.B.N. 1970. Water Quality Criteria for Fish Life Bioiogical Problems in Water
Pollution. PHS. Publ. No. 999-WP-25. 160-167 pp.
Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. W.B. Saunder Com. Philadelphia 125 pp.
Rahmawati, Agnes Anita dan R. Azizah. 2005. Perbedaan Kadar BOD, COD, TSS, dan MPN
Coliform Pada Air Limbah, Sebelum dan Sesudah Pengolahan di RSUD Nganjuk.
Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2 (1): 97-110.
Salmin. 2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap, Goba, Muara Karang dan
Teluk Banten. Dalam : Fora- minifera Sebagai Bioindikator Pencemaran, Hasil Studi di
Perairan Estuarin Sungai Dadap, Tangerang (Djoko P. Praseno, Ricky Rositasari dan S.
Hadi Riyono, eds.) P3O - LIPI hal 42 – 46.
Swingle, H.S. 1968. Standardization of Chemical Analysis for Water and Pond Muds. F.A.O.
Fish, Rep. 44, 4 , 379 - 406 pp.