Anda di halaman 1dari 10

KASUS REKLAMASI TELUK JAKARTA DITINJAU DARI PERSPEKTIF FILSAFAT

HUKUM

Disusun Oleh :

Ica Silviany Br Bukit 13/347759/FI/03799


Shiddiq Muhammad Isa 13/352326/FI/03860
Muhammad Fajar Pradika 14/362515/FI/03891
Raka Primastra 14/365521/FI/03928

FAKULTAS FILSAFAT
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pantai Utara Jakarta adalah kawasan yang meliputi teluk Jakarta yang terletak di sebelah
utara kota Jakarta, pada umumnya merupakan perairan dangkal yang memiliki kedalaman rata-
rata 15 meter dengan luas sekitar 514 km2. Teluk ini merupakan muara 13 sungai yang
melintasi kawasan metropolitan Jakarta dan daerah penyangga Bodetabek yang saat ini
berpenduduk sekitar 20 juta jiwa. Saat ini isu reklamasi di kawasan ini santer diberitakan
berbagai media elektronik akibat terkuaknya kasus suap terhadap anggota DPRD oleh
developer yang menggarap mega proyek reklamasi pantai utara Jakarta itu.
Reklamasi tidak hanya dilakukan di luar negeri, namun juga di Indonesia, salah satunya
di Pantai Utara Jakarta. Di era kepemimpian Ahok, proyek reklamasi dan revitalisasi yang
dikembangkan oleh Pemda DKI terhadap kawasan itu bermaksud untuk membangun kawasan
tersebut menjadi daerah kawasan aktifitas bisnis dan perekonomian maupun pemukiman elit.
Dengan prakarsa itu juga Pemda DKI dan beberapa perusahaan mitra kerjanya (salah satunya
Agung Podomoro Land) ingin mengubah predikat Jakarta pada sebutan Waterfront City. Hal
ini akan secara menyeluruh mengubah daerah tersebut dari keadaannya yang kumuh dan
ditempati oleh masyarakat menengah kebawah kepada kawasan elit yang menurut Pemda
sebagai solusi untuk menekan laju petumbuhan penduduk sekitar 2,7% per tahun dan untuk
mengatasi kesulitan penyediaan ruang untuk mengatasi perubahan-perubahan tersebut.
Salah satu tujuan reklamasi ini untuk menekan laju pertumbuhan, dimana tempat yang
baru tersebut akan dijadikan pemukiman yang mampu menampung sekitar 1,5 juta penduduk
Jakarta. Namun permasalahan yang timbul kemudian adalah kondisi topografi yang landai dari
muara ke teluk Jakarta dan panjangnya aliran sungai akan menjadikan aliran lambat sehingga
mudah terjadi banjir. Oleh karena itu, reklamasi teluk Jakarta harus sangat memperhatikan
persyaratan teknisnya.
Selain Undang - Undang dan Pedoman yang ada, rencana penyelenggaraan reklamasi
pantai utara Jakarta juga mendapat dukungan aspek legal berupa Peraturan Presiden (Perpres)
Nomor 54 Tahun 2008 tentang Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur
(Jabodetabekpunjur) yang di dalamnya memperbolehkan mengadakan kegiatan reklamasi
dengan persyaratan yang ketat. Perpres tersebut juga menyebutkan beberapa persyaratan dalam
reklamasi, antara lain yaitu: 1. Bukan merupakan lahan rawa, 2. Merupakan zona perairan
pantai yang memiliki potensi reklamasi 3. Koefisien terbangun paling tinggi 45% 4. Jarak dari
titik surut terendah sekurang-kurangnya 200-300 meter, dan sampai dengan garis yang
menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut 8 (delapan) meter 5.
Rencana reklamasi telah melalui proses kajian mendalam dan komprehensif setelah
mendapat rekomendasi dari ketua badan yang tugas dan fungsinya mengkoordinasikan
penataan ruang nasional (BKPRN). Walaupun sudah ada dokumen legal yang menaungi, mega
proyek reklamasi pantai utara Jakarta ini tetap menuai kontroversi.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian reklamasi

Menurut KBBI, Reklamasi adalah usaha memperluas tanah (pertanian) dengan


memanfaatkan daerah yang semula tidak berguna (misalnya dengan cara menguruk daerah
rawa-rawa). Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014, Reklamasi adalah Kegiatan
yang dilakukan oleh Setiap Orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan
ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan
lahan atau drainase.
Tujuan dari proses ini ialah untuk memperluas sebuah wilayah. Tidak hanya itu,
reklamasi juga dapat membuat suatu kawasan berair yang sudah rusak atau tak berguna
jadi lebih bermanfaat. Permukaan tanah yang rendah pun dapat dibuat menjadi lebih tinggi.
Indonesia ternyata kini sedang dan akan membangun pulau rekayasa. Beberapa wilayah
tersebut terdiri dari kawasan Pantai Utara Jakarta, Teluk Benoa Bali, dan Pantai Losari
Makassar. Proyek ini tergolong wajar ketika sebuah wilayah mengalami kekurangan lahan.
Metode reklamasi pun sudah semakin berkembang, bahkan pernah dilakukan oleh
Singapura dan Belanda. Namun, apabila ingin mengadopsi teknologi ini tentunya tidak
mudah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, khususnya dampak bagi masyarakat
yang tinggal di daerah dekat proyek reklamasi. Bisa saja mereka kehilangan tempat tinggal
dan mata pencaharian.
Reklamasi memberikan keuntungan dan dapat membantu kota dalam rangka
penyediaan lahan untuk berbagai keperluan (pemekaran kota), penataan daerah pantai,
pengembangan wisata bahari, dan lain-lain. Namun harus diingat pula bahwa
bagaimanapun juga reklamasi adalah bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap
keseimbangan lingkungan alamiah pantai yang selalu dalam keadaan seimbang dinamis
sehingga akan melahirkan perubahan ekosistem seperti perubahan pola arus, erosi dan
sedimentasi pantai, dan berpotensi gangguan lingkungan.
Undang-undang no. 27 tahun 2007 pada pasal 34 menjelaskan bahwa hanya dapat
dilaksanakan jika manfaat sosial dan ekonomi yang diperoleh lebih besar dari biaya sosial
dan biaya ekonominya. Namun demikian, pelaksanaan reklamasi juga wajib menjaga dan
memperhatikan beberapa hal seperti :

1) keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat.


2) keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan pelestarian lingkungan pesisir.
3) persyaratan teknis pengambilan, pengerukan dan penimbunan material.

Proyek reklamasi yang dikembangkan oleh Pemda DKI terhadap kawasan itu
bermaksud untuk membangun kawasan tersebut menjadi daerah kawasan aktifitas bisnis
dan perekonomian maupun pemukiman elit. Dengan prakarsa itu juga Pemda DKI dan
beberapa perusahaan mitra kerjanya ingin mengubah predikat Jakarta pada sebutan Water
front City. Hal ini akan secara menyeluruh mengubah daerah tersebut dari keadaannya
yang kumuh dan ditempati oleh masyarakat menengah kebawah kepada kawasan elit yang
menurut Pemda sebagai solusi untuk menekan laju petumbuhan penduduk.
Pantura Jakarta adalah kawasan yang meliputi teluk Jakarta yang terletak di sebelah
utara kota Jakarta, pada umumnya merupakan perairan dangkal. Teluk ini merupakan
muara 13 sungai yang melintasi kawasan metropolitan Jakarta dan daerah penyangga
Bodetabek yang berpenduduk sekitar 20 juta jiwa. Salah satu tujuan reklamasi ini untuk
menekan laju pertumbuhan, dimana tempat yang baru tersebut akan dijadikan pemukiman
yang mampu menampung sekitar 1,5 juta penduduk Jakarta.
Selain Undang-undang dan Pedoman yang ada, rencana penyelenggaraan reklamasi
di Jakarta juga mendapat dukungan aspek legal berupa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor
54 Tahun 2008 tentang Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur
(Jabodetabekpunjur) yang di dalamnya memperbolehkan mengadakan kegiatan reklamasi
dengan persyaratan yang ketat. Perpres tersebut juga menyebutkan beberapa persyaratan
dalam reklamasi, antara lain yaitu:

1) Bukan merupakan lahan rawa.


2) Merupakan zona perairan pantai yang memiliki potensi reklamasi.
3) Koefisien terbangun paling tinggi 45%.
4) Jarak dari titik surut terendah sekurang-kurangnya 200-300 meter, dan sampai
dengan garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman
laut 8 (delapan) meter.
5) Rencana reklamasi telah melalui proses kajian mendalam dan komprehensif setelah
mendapat rekomendasi dari ketua badan yang tugas dan fungsinya
mengkoordinasikan penataan ruang nasional (BKPRN)

Berikut ini adalah hasil sementara dari Reklamasi Teluk Jakarta :


B. Sejarah Reklamasi Teluk Jakarta

Selama satu dasawarsa terakhir, wacana reklamasi Teluk Jakarta semakin kencang.
Berbagai kebijakan pemerintah muncul, ada yang melarang, tetapi tak jarang melegalkan
reklamasi. Belakangan, wacana tersebut menguat, dihadirkan dengan mengusung tujuan
mulia menambah luasan Jakarta sebagai antisipasi perkembangan ibu kota negara.
Reklamasi bukan hal baru bagi Jakarta. Kegiatan untuk meningkatkan manfaat sumber
daya lahan dengan pengurukan dan pengeringan lahan atau drainase tersebut sudah mulai
dilakukan sejak 1980-an.
Kegiatan reklamasi mulai dilakukan sejak tahun 1980-an. Rencana reklamasi
diawali pada tahun 1995 pada zaman pemerintahan Presiden Soeharto. PT Harapan Indah
mereklamasi kawasan Pantai Pluit selebar 400 meter dengan penimbunan. Daerah baru
yang terbentuk digunakan untuk permukiman mewah Pantai Mutiara. Dalam catatan
pemberitaan Kompas, PT Pembangunan Jaya melakukan reklamasi kawasan Ancol sisi
utara untuk kawasan industri dan rekreasi sekitar tahun 1981. Sepuluh tahun kemudian,
giliran hutan bakau Kapuk yang direklamasi untuk kawasan permukiman mewah yang
sekarang dikenal dengan sebutan Pantai Indah Kapuk. Tahun 1995 menyusul reklamasi
yang digunakan untuk industri yakni Kawasan Berikat Marunda.
Ada 4 lokasi kegiatan reklamasi sehingga menimbulkan perdebatan. Sejumlah
pihak menuduh reklamasi Pantai Pluit mengganggu sistem PLTU Muara Karang. Diduga,
ini terjadi akibat adanya perubahan pola arus laut di areal reklamasi Pantai Mutiara yang
berdampak terhadap mekanisme arus pendinginan PLTU. Tak hanya itu saja,
tenggelamnya sejumlah pulau di perairan Kepulauan Seribu diduga akibat dari
pengambilan pasir laut yang digunakan untuk menimbun areal reklamasi Ancol. Namun,
adanya timbul dampak negatif tetapi tidak diindahkan. Upaya reklamasi dipilih untuk
menambah luas daratan ibu kota negara. Wiyogo Atmodarminto, Gubernur DKI Jakarta
waktu itu, menyatakan reklamasi ke utara Jakarta dipilih karena perluasan ke arah selatan
sudah tidak memungkinkan lagi.
Untuk mengatasi kelangkaan lahan di Jakarta, proyek reklamasi juga untuk
mengembangkan wilayah Jakarta Utara yang tertinggal dibandingkan empat wilayah lain.
Untuk memuluskan rencana tersebut, disahkan Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995
tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta dan Perda Nomor 8 Tahun 1995. Namun,
munculnya dua kebijakan ini “menabrak” Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Jakarta
1985-2005. Di dalam dokumen RUTR tersebut tidak disebutkan mengenai rencana
reklamasi.
Berdasarkan sejarah reklamasi, bahwa arah dari reklamasi Teluk Jakarta lebih
condong pada bisnis properti dan memberatkan kalangan menengah ke bawah, terutama
para nelayan. Seperti yang dikemukakan oleh Manajer Kampanye Wahana Lingkungan
Hidup, Edo Rahman, menurutnya reklamasi pulau tak lebih untuk memuaskan keinginan
pengembang karena target pemukiman di pulau reklamasi nantinya adalah masyarakat
kelas atas. Hal ini disampaikan dengan melihat harga mahal yang dipasarkan walaupun
bangunan belum selesai di bangun.
Mempertimbangkan atas pernyataan dari Menteri Kelautan dan Perikanan oleh Bu
Susi Pudjiastuti, yaitu : Karena tidak tertatanya pengelolaan pesisir saat ini, masyarakat
tidak punya akses ke pantai secara gratis dan nyaman. Semua pantai sudah dikapling milik
orang atau korporasi, ini yang harus ditata atau dijadikan ketentuan yang dipenuhi sebelum
melanjutkan pembangunan pulau-pulau tersebut, kalau tidak bagaimana cara akses
masyarakat ke pantai dan belum lagi para nelayan”.
Selain itu ada juga pendapat yang menguatkan dari Alan Koropitan, Pakar
Oseanografi Institut Pertanian Bogor (IPB). Beliau menilai bahwa kepentingan reklamasi
ini hanya untuk kepentingan bisnis semata karena tidak melihat aspek lingkungan, sosial,
dan ekonomi sekitar. Menurut beliau, keputusan reklamasi tergantung dari kepentingan
negara atau wilayah yang bersangkutan. Misalnya seperti Singapura karena merupakan
negara dengan wilayah yang kecil atau Belanda untuk tujuan penurunan tanah yang merata.
Sementara reklamasi 17 pulau ini tidak ada kepentingan yang mendesak untuk dilakukan.

C. Dampak reklamasi

Adanya reklamasi pantai utara Jakarta menimbulkan beberapa dampak positif


maupun dampak negatif. Dampak positif dari reklamasi pantai ini meliputi:
1) Adanya tambahan daratan buatan hasil pengurugan pantai sehingga dapat
dimanfaatkan untuk berbagai macam kebutuhan.
2) Daerah reklamasi menjadi aman terhadap erosi, karena konstruksi pengaman sudah
disiapkan sekuat mungkin untuk dapat menahan ombak laut.
3) Lingkungan menjadi lebih tertata dengan perencanaan yang akan dibangun.
4) Pertumbuhan perekonomian semakin maju.
Sedangkan, dampak negatif yang ditimbulkan reklamasi pantai ini meliputi:
1) Warga sekitar lingkungan tersebut kehilangan mata pencaharian dan tempat tinggal.
2) Merusak habitat ekosistem daerah pesisir pantai.
3) Keseimbangan alam menjadi terganggu.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Reklamasi teluk Jakarta menimbulkan persoalan yang masih membelah dua kubu
Pro dan Kontra

B. Daftar Pustaka

https://beritagar.id/artikel/berita/memahami-reklamasi-pantai-utara-jakarta
http://nationalgeographic.co.id/berita/2016/04/jalan-panjang-reklamasi-di-teluk-jakarta/
http://megapolitan.kompas.com/read/2016/04/04/10050401/Jalan.Panjang.Reklamasi.di.T
eluk.Jakarta.dari.era.Soeharto.sampai.Ahok
http://nasional.kompas.com/read/2016/04/23/14383061/Guru.Besar.IPB.Reklamasi.Teluk
.Jakarta.Sudah.Telanjur

Anda mungkin juga menyukai